Anda di halaman 1dari 5

MATERI HI-LHI

SUMBER HUKUM INTERNASIONAL


Oleh Bekti Suharto (Hari Rabu : 29 April 2020)
Kata sumber hukum dipakai dalam beberapa arti. Kata sumber hukum ini
pertama-tama dipakai dalam arti dasar berlakunya hukum.
Dalam marti ini yang dipersoalkan ialah apa sebabnya hukum ini mengikat ?
Sumber hukum dalam arti ini dinamakan sumber hukum dalam arti material
karena menyelidiki masalah :
 Apakah yang pada hakekatnya menjadi dasar kekuatan mengikat
dalam arti material.
Kemudian arti kedua kata sumber hukum adalah sumber hukumdalam arti
formal yang memberi jawaban kepada pertanyaan :
 Dimanakah kita mendapatkan ketentuan hukum yang dapt diterapkan
sebagai kaidah da;lam satu persoalan yang konkret ?
Disamping kedua di atas kata sumber hukum ada kalanya dipergunakan juga
dalam arti lain :
 .Kekuatan atau faktor apakah ( poitis, ekonomi,kemasyarakatan,teknis
dan psikologis )
Sumber hukum dalam arti ketiga meneliti faktor kausal atau peneyeban yang
turut membantu dalam pemebntukan suatu kaidah.
Dalam hukum tertulis ada dua tempat yang menunjukan atau
mencantumkan secara tertulis sumber hukum dalam arti :
1.Formal yakni psl 7 Konvensi Den Haag XII 18 Oktober 1907, yang
mendirikan MAHKAMAH INTERNASIONAL perampasan kapal laut
(International Prize Court )
2.Pasal 38 Piagam Mahkamah Internasional permanen tertanggal 16
Desember 1920, yang kini tercantum dalam pasal 38 PIAGAM
MAHKAMAH sebagaimana tercantum dalam piagam PBB tertanggal
26 JUNI 1945.
Pasal 38 ayat 1 mengatakan bahwa dalam mengadili perkara yang diajukan
kepadanya,Mahkamah Internasional akan mempergunakan :
1.Perjanjian internasional, baik bersifat umum maupun khusus .
2.Kebiasaan internasional, sebagai bukti dari suatu kebiasaan umum yang
telah diterima sebagai hukum.
3.Prinsip hukum umum yang diakui oleg bangsa-bangsa yang beradab
4.Keputusan pengadilan dan ajaran para sarjana yang paling terkemuka dari
sebagai sumber tambahan untuk menetapkan kaidah hukum.
Sebenarnya pertanyaan yang mana diantara ketiga sumber hukum ini
merupakan sumber hukum yang terpenting...? merupakan pertanyaan yang
tidak dapat dijawab begitu saja karena eratnya hubungan antara ketiga
sumber hukum ini dan kenyataan bahwa satu dengan yang lainnya saling
mengisi.
Pembahasan selanjutnya adalah :
1.Perjanjian Internasional
Adalah : perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-
bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat hukum tertentu.
(Dari pengertian di atas jelaslah bahwa untuk dapat dinamakan perjanjian
internasional, perjanjian itu harus diadakan oleh subyek hukum
internasional yang menjadi anggota masyarakat internasional.
Dalam huku internasional dewasa ini ada kecenderungan mengatur hukum
perjanjian antara organisasi internasional dengan organisasi internasional
atau antara organisasi internasional dengan subyek hukum internasional
lain secara tersendiri.
Jadi dapat disampaikan bahwa : berdasarkan praktek beberapa negara kita
dapat membedakan perjanjian internasional itu dalam dalam 2 golongan :
a.Perjanjian internasinal yang diadakan menurtut tiga tahap pembentukan
yaitu : PERUNDINGAN,PENANDATANGANAN DAN RATIFIKASI
b.Perjanjian internasional yang hanya melewati dua tahap yaitu
:PERUNDINGAN DAN PENANDATANGANAN.
Ada enam klasifikasi perjanjian menurut materi yang pengesahanya perlu
dilakukan Undang-undang yaitu perjanjian yang berkenaan :
1.Masalah politik, perdamaian,pertahanan dan keamanan negara
2.Perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah NKRI
3.Kedaulatan atau hak berdaulat negara
4.Hak Asasi Manusia dan lingkungan hidup
5.Pembentukan kaidah hukum baru
6.Pinjaman dan / atau hibah luar negeri.

Dilihat dari sudut fungsinya sebagai sumber hukum dalam arti formal,
setiap perjanjian baik yang dinamakan LAW MAKING TREATY maupun
TRATY CONTRACT adalah LAW MAKING artinya menimbulkan hukum.
Bahwa pada umumnya law making treaties adalah perjanjian multilateral
sedangkan perjanjian khusus merupakan perjanjian bilateral.

Perjanjian Internasional sebagai sumber hukum ada 3 bagian :


1.Tentang hal membuat dan mulai berlakunya perjanjian
2.Tentang hal penataan perjanjian , dan
3.Tentang hal punahnya perjanjian, uraian ini terbatas pada perjanjian
yang diadakan antara negara – negara.
Perjanjian Internasional byang dibahas sat ini ada dua al:
1.Tentang hal membuat perjanjian internasional dapat dibagi lagi menjadi
tiga tahap yaitu :
1)perundingan (negotiation)
2)penandatanganan(signature)
3)pengesahan(ratification)
Persetujuan suatu negara untuk mengikat diri pada suatu perjanjian)
Constent to be bound by a treaty) dapat diberikan dengan berbagai
macam cara dan bergantung kepada persetujuan antara negara-negara
peserta pada waktu perjanjian itu diadakan.
Persetujuan untuk mengikat diri pada suatu perjanjian it dapat dilakukan
dengan suatu :
a.penandatanganan
b.ratifikasi
c.pernyataaan turut serta(assecion) atau menerima mengikat dirinya
dengan penandatanganan perjanjian tanpa ratifikasi apabila hal itu
memang menjadi maksud para peserta.

Jadi persoalan ratifikasi ini bukan hanya merupakan persoalan hukum


perjanjian internasional melainkan juga bahkan lebih banyak merupakan
persolan hukum tata negara.
Praktek nasional negara-negara berkenaan dengan ratifikasi perjanjian
internasional ini dapat dibedakan tiga golongan atau sistem menurut
ratifikasi mana diadakan yaitu :
a.sistem bahwa ratifikasi semata-mata dilakukan oleh badan eksekutif
b.sistem bahwa ratifikasi semata-mata dilakukan oleh badan legislatif
c.sistem campuran bahwa badan eksekutif maupun legislatif memainkan
suatu peranan dalam proses ratifikasi perjanjian.
Menurut ratifikasi perjanjian ada beberapa hal yang menyebabkan
ketakpastian atau kekaburan: satu diantaranya adalah tidak dibedakan
dua tahap dalam proses ratifikasi ini yaitu pemberian persetujuan
(approval )dan tindakan pengesahan atau ratifikasi itu sendiri.( dalam UUD
1945 kata ratifikasi itu sendiri tidak terdapat).

Perkembangan terakhir mengenai persyaratan ini ialah diterimanya


beberapa ketentuan ( berupa beberapa pasal) mengenai persyaratan oleh
konferensi VIENNA mengenai Hukum Perjanjian yang menggambarkan
diterimanya doktrin Pan Amerika sebagai doktrin yang berlaku secara
umum.Untuk Indonesia turut serta perjanjian internasional tanpa
mengadakan persyaratan apapun (Nkonvensi Jenewa th.1958 Hk.Laut ).
b.Tentang hal berakhir atau ditangguhkan berlakunya perjanjian
Secara umum suatu perjanjian bisa punah atau berakhir karena beberapa
sebab yang tersebut dibawah ini :
1).Karena telah tercapai tujuan perjanjian itu
2).Karena habis waktu berlakunya perjanjian itu
3).Karena punahnya salah satu pihak peserta perjanjian(obyek perjanjian).
4).Karena adanya persetujuan dari para peserta untuk mengakiri perjanjia
5).Karena diadakannya perjabjian antara para peserta kemudian yang
meniadakan perjanjian yang terdahulu.
6).Karena dipenuhinya syarat tentang pengakhiran perjanjian sesuai
dengan ketentuan perjanjian itu sendiri, dan
7).Diakhirinya perjanjian secara sepihak oleh salah satu peserta dan
diterimanya pengakhiran itu oleh pihak lain.

Persoalan lebih sulit apabila pelaksanaan atau kelangsungan suatu


perjanjian dipengaruhi oleh hal atau kejadian yang tidak diatur dalam
perjanjian.
Pembatalan sepihak (denunciation) oleh salah satu peserta atau
pengunduran diri suatu perjanjian merupakan suatu hal yang
menimbulkan kesulitan apabila tidak diatur dalam perjanjian itu.
Pelanggaran perjanjian oleh salah satu pihak memberikan alasan kepada
peserta lain untuk mengakhiri atau menangguhkan berlakunya perjanjian
untuk sebagian atau menangguhkan berlakunya perjanjian untuk sebagian
atau seluruhnya.

Dalam praktek terdapat juga beberapa contoh bahwa Force Majeur(Vis


major) telah dikemukakan sebagai alasan untuk tidak dipenuhinya
kewajiban oleh salah saatu peserta dalam perjanjian.

Mengenai pemutusan hubungan diplomatik atau hubungan konsuler,


konvensi Vienna menetapkan bahwa pemutusan hubungan demikian tidak
mempengaruhi hubungan hukum antar peserta perjanjian, kecuali untuk
hal adanya hubungan diplomatik atau konsuler demikian merupakan
syarat mutlak bagi pelaksanaan perjanjian.

Jadi kesimpulannya bahwa pecahnya perang mengakibatkan


ditangguhkannya ketentuan perjanjian itu bagi peserta yang
bersangkutan.
Jadi untuk setiap persoalan yang konkrit sebaiknya dilihat ketentuan
perjanjian yang bersangkutan itu sendiri.
2.Kebiasaan Internasional
Bahwa kebiasaan internasional merupakan sumber hukum yang
terpenting dari hukum internasional.
Apakah setiap kebiasaaan internasional itu merupakan kaidah hukum ?
Jawaabnya adalah dalam pasal 38 ayat 1 sub b yang mengatakan :
“International custom, as evidence of a general practice accepted as law”
artinya hukum kebiasaan internasional adalah kebiasaan internasional
yang merupakan kebiasaan umum yang diterima sebagai hukum.
Jadi daptdikatakan bahwa untuk dapat dikatakan kebiasaan internasional
itu merupakan sumber hukum perlu terdapat unsur-unsur Sbb:
a.harus terdapat suatu kebiasaan yang bersifat umum
b.kebiasaan itu harus diterima sbagai hukum
Dari kesimpulan di atas bahwa kebiasaan internasional itu merupakan
sumber hukum internasional harus memenuhi dua unsur :
a.Unsur material
b.Unsur psikologis

Kapankah dapat dikatakan ada terdapat kebiasaan internasional yang


merupakan satu kebiasaan umum ? :
a.pertama perlu adanya satu kebiasaan, yaitu suatu pola tindak yang
berlangsung lama.
b.kedua kebiasaan atau pola tindak yang merupakan seraangkaian
tindakan yangserupa mengenai hal dan keadaan yang serupa di atas harus
bersifat umum dan bertalian dengan hubungan internasional.

3.Prinsip hukum umum....( pertemuan berikutnya )

Anda mungkin juga menyukai