Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

“HUKUM KONTRAK”

DOSEN PENGAJAR : BAPAK EDWIN FAUZI S.H. M. KN.


Disusun Oleh : Kelompok 3
1. Dion Silaban (2305151080)
2. Ervita Tumanggor (2305151020)
3. Grace Benedita (2305151035)

KELAS AKP 1-E


PRODI AKUNTANSI KEUANGAN PUBLIK
JURUSAN AKUNTANSI
POLITEKNIK NEGERI MEDAN
2023
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Keadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan Rahmat dan
Hidayahnya sehingga makalah kami yang berjudul “Hukum Kontrak” dapat tersusun dengan baik
dan juga kami mengucapkan banyak terimakasih atas dukungan teman-teman semuanya.

Makalah kami sedkit menggambarkan apa itu “Hukum Kontrak”, dan apa hukum kontrak
dalam berbisnis. Semoga makalah ini bias menjawab mengenai sedikit banyanya tentang apa itu
Hukum Kontrak.

Kami sangat menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna, maka dari itu kritik dan
saran dari segala pihak baik Dosen pengampu ataupun teman-teman sekalian sangat kami
butuhkan demi menyempurnakan makalah ini.

Akhirnya atas segala perhatian kami ucapkan terimakasih.

Medan, 4 Oktober 2023

(Penulis)

ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan masalah

C. Tujuan Makalah

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum kontrak

B. Syarat Sah Hukum Kontrak4

C. Asas Hukum Kontrak

D. Unsur-Unsur Hukum Kontrak

E. Akibat Hukum Kontrak

F. Hukum Kontrak Berakhir

G. Jenis-Jenis Hukum Kontrak

BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan

2. Saran

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang

Era reformasi merupakan era perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Era
reformasi telah dimulai sejak tahun 1998 yang lalu. Latarbelakang lahirnya era reformasi
adalah tidak berfungsinya roda pemerintahandalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
terutama di bidang politik, ekonomi,dan hukum. Maka dengan adanya reformasi,
penyelenggara negara berkeinginan untuk melakukan perubahan secara radikal (mendasar)
dalam ketiga bidang tersebut.Dalam bidang hukum, diarahkan kepada pembentukan peraturan
perundang undangan yang baru dan penegakan hukum (law of enforcement).

Kontrak atau perjanjian adalah kesepakatan antara dua orang atau lebih tentang hal-hal
tertentu yang telah mereka sepakati. Ketentuan umum tentang kontrak diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia.
Pada dasarnya kontrak berawal dari perbedaan atau ketidaksamaan kepentingan di antara
para pihak. Perumusan hubungan kontraktual tersebut pada umumnya senantiasa di awali
dengan proses negosiasi diantara para pihak. Melalui negosiasi para pihak berupaya
menciptakan bentuk-bentuk kesepakatan untuk saling mempertemukan sesuatu
yang diinginkan (kepentingan) melalui proses tawar menawar 2. Pendek kata, pada umumnya
kontrak bisnis justru berawal dari perbedaan kepentingan yang dicoba dipertemukan melalui
kontrak. Melalui kontrak perbedaan tersebut diakomodasi dan selanjutnya dibingkai dengan
perangkat hukum sehingga mengikat para pihak. Dalam kontrak bisnis pertanyaan mengenai
sisi kepastian dan keadilan justru akan tercapai apabila perbedaan yang ada diantara para
pihak terakomodasi melalui mekanisme hubungan kontraktual yang bekerja secara
proporsional.
Sedangkan perjanjian jasa konstruksi dikenal dengan istilah Kontrak kerja konstruksi
atau Perjanjian Konstruksi, yang di negara barat dikenal dengan istilah contruction contract
atau construction agreement. Kontrak konstruksi tersebut berbentuk perjanjian tertulis yang
diperlukan untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengawasi bangunan-banguan antara

iv
Pengguna Jasa (Pemilik Proyek/ Pemberi Tugas) dan Penyedia Jasa (Konsultan Perencana/
Kontraktor Pelaksana/ Konsultan Pengawas).
Konstruksi secara umum juga dipahami sebagai segala bentuk pembuatan atau
pembangunan infrastruktur (jalan, jembatan, bendungan, jaringan irigasi, gedung dan
sebagainya) serta pelaksanaan pemeliharaan dan perbaikannya. Konstruksi merupakan
kegiatan ekonomi yang memiliki peran penting dalam meningkatkan perekonomian nasional
dan kesejahteraan sosial. Konstruksi memiliki peran dominan dalam membentuk lingkungan
terbangun (built environment) dari suatu negara.

B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan,dapat dirumuskan permasalahan
yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian hukum kontrak?
2. Apa saja syarat sah hukum kontrak?
3. Apa saja asas asas hukum kontrak?
4. Apa saja unsur unsur kontrak?
5. Apa akibat dari suatu hukum kontrak?
6. Apa saja yang membuat hukum kontrak berakhir?
7. Apa saja jenis jenis hukum kontrak?
C.Tujuan Makalah
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah maka tujuan dari makalah ini
adalah:
1. Memberikan informasi tentang pengertian ilmu hukum kontrak kepada pembaca,
menambah wawasan ,dan ilmu pengetahuan.
2. Untuk mengetahui apa saja syarat sah hukum kontrak.
3. Untuk mengetahui apa saja asas dari hukum kontrak.
4. Untuk mengetahui apa saja unsur unsur hukum kontrak.
5. Untuk mengetahui hal apa saja yang membuat hukum kontrak itu berakhir.
6. Untuk mengetahui akibat dari sebuah hukum kontrak.
7. Mengetahui jenis jenis hukum kontrak.

v
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Kontrak

Hukum kontrak merupakan terjemahan dari bahasa inggris, yaitu contract of law,
sedangkan dalam bahasa belanda disebut dengan istilah overeenscom strecht. Menurut
namanya, kontrak dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kontrak nominaat dan
innominaat. Kontrak nominaat merupakan kontrak yang terdapat dan dikenal dalam KUH
perdata. Kontrak innominaat merupakan perjanjian yang timbul, tumbuh, hidup, dan
berkembang dalam masyarakat. Timbulnya perjanjian jenis ini karena adanya asas kebebasan
berkontrak, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata. Mariam Darus
Badrulzaman mengartikan perjanjian inominaat (perjanjian tidak bernama) yaitu “Perjanjian-
perjanjian yang mengadakan perjanjian atau partij autonomi yang berlaku dalam perjanjian.
Hukum Kontrak mengandung pengertian keseluruhan kaidah-kaidah hukum yang
mengatur hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk
menimbulkan akibat hukum.Berikut arti hukum kontrak menurut para ahli:

1. Menurut Salim H.S.,S.H.,M.S. bahwa Hukum Kontrak mengandung


pengertian keseluruhan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara dua
pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.
2. Menurut Charles L. Knapp and Nathan M. Crystal Hukum kontrak adalah mekanisme
hukum dalam masyarakat untuk melindungi harapan-harapan yang timbul dalam
pembuatan persetujuan demi Bab 2 Konsep dan Pengertian Hukum Kontrak 3 perubahan
masa datang yang bervariasi kinerja, seperti pengangkutan kekayaan (yang nyata maupun
yang tidak nyata), kinerja pelayanan, dan pembayaran dengan uang.
Artinya hukum kontrak adalah mekanisme hukum dalam masyarakat untuk melindungi
harapan-harapan yang timbul dalam pembuatan persetujuan demi perubahan masa datang yang
bervariasi kinerja, seperti pengangkutan kekayaan (yang nyata maupun yang tidak nyata), kinerja
pelayanan, dan pembayaran dengan uang.
Pendapat ini mengkaji hukum kontrak dari aspek mekanisme atau prosedur hukum.
Tujuan mekanisme ini adalah untuk melindungi keinginan/harapan yang timbul dalam pembuatan

vi
konsensus di antara para pihak, seperti dalam perjanjian pengangkutan, kekayaan, kinerja
pelayanan, dan pembayaran dengan ang. Definisi lain berpendapat bahwa hukum kontrak adalah
"Rangkaian kaidah-kaidah hukum yang mengatur berbagai persetujuan dan ikatan antara warga-
warga hukum" (Ensiklopedia Indonesia, tt: 1348)
Definisi hukum kontrak yang tercantum dalam Ensiklopedia Indonesia mengkajinya dari
aspek ruang lingkup pengaturannya, yaitu persctujuan dan ikatan warga hukum. Tampaknya,
definisi ini menyamakan pengertian antara kontrak (perjanjian) dengan persetujuan, padahal
antara keduanya adalah berbeda. Kontrak (perjanjian) merupakan salah satu sumber perikatan,
sedangkan persetujuan salah satu syarat sahnya kontrak, sebagaimana yang diatur dalam Pasal
1320 KUH Perdata. Dengan adanya berbagai kelemahan dari definisi di atas maka definisi itu
perlu dilengkapi dan disempurnakan. Jadi, menurut penulis, bahwa hukum kontrak adalah
"Keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara dua pihak atau
lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan
Akibat hukum." Definisi ini didasarkan pada pendapat Van Dunne, yang tidak hanya
meng- kaji kontrak pada tahap kontraktual semata-mata, tetapi juga harus diperhatikan perbuatan
sebelumnya. Perbuatan sebelumnya mencakup tahap pracontractual dan post contractual.
Pracontractual merupakan tahap penawaran dan penerimaan, sedangkan post contractual adalah
pelaksanaan perjanjian. Hubungan hukum adalah hubungan yang menimbulkan akibat hukum.
Akibat hukum, yaitu timbulnya hak dan kewajiban. Hak merupakan scbuah kenikmatan,
sedangkan kewajiban merupakan beban.

B. Syarat Sah Hukum Kontrak

Syarat sah perjanjian adalah kesepakatan, kecakapan membuat perikatan, pokok persoalan,
dan sebab yang tidak terlarang.

1. Kesepakatan Para Pihak

Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya disederhanakan menjadi kesepakatan para


pihak. Jika diartikan, kesepakatan berarti adanya penyesuaian kehendak yang bebas antara para
pihak mengenai hal-hal pokok yang diinginkan dalam perjanjian.

vii
Dalam hal ini, setiap pihak harus memiliki kemauan yang bebas (sukarela) untuk mengikatkan
diri, di mana kesepakatan tersebut dapat dinyatakan secara tegas maupun diam-diam. Adapun
makna dari bebas adalah lepas dari kekhilafan, paksaan, dan penipuan.

Apabila adanya unsur kekhilafan, paksaan, atau penipuan hal ini berarti melanggar syarat sah
perjanjian. Ketentuan tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 1321 KUH Perdata yang
menerangkan bahwa tiada suatu persetujuan pun mempunyai kekuatan jika diberikan karena
kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan.

2. Kecakapan Para Pihak

Dalam konteks kecakapan untuk membuat suatu perikatan, yang menjadi subjek adalah
pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut. Pasal 1329 KUH Perdata menerangkan
bahwa tiap orang berwenang untuk membuat perikatan, kecuali ia dinyatakan tidak cakap untuk
hal itu.

Terkait siapa yang dinyatakan tidak cakap, Pasal 1330 KUH Perdata menerangkan bahwa
yang tidak cakap untuk membuat persetujuan adalah anak yang belum dewasa; orang yang
ditaruh di bawah pengampuan; dan perempuan yang telah kawin dalam hal yang ditentukan
undang-undang dan pada umumnya semua orang yang oleh undang-undang dilarang untuk
membuat persetujuan tertentu.

3. Mengenai Suatu Hal Tertentu

Terkait suatu pokok persoalan atau hal tertentu bermakna apa yang menjadi perjanjian
atau diperjanjikan oleh kedua belah pihak. Pada intinya, barang yang dimaksud dalam perjanjian
ditentukan jenisnya, yakni barang yang dapat diperdagangkan. Hal ini sesuai ketentuan Pasal
1332 KUH Perdata yang menerangkan bahwa hanya barang yang dapat diperdagangkan saja
yang dapat menjadi pokok persetujuan.

Kemudian, Pasal 1333 KUH Perdata menerangkan bahwa suatu persetujuan harus
mempunyai pokok berupa suatu barang yang sekurang-kurangnya ditentukan jenisnya. Jumlah
barang itu tidak perlu pasti, asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung.

viii
4. Sebab yang Halal

Makna suatu sebab yang tidak terlarang atau halal dalam konteks perjanjian berkaitan
dengan isi perjanjiannya atau tujuan yang hendak dicapai oleh para pihak yang terlibat. Isi dari
suatu perjanjian tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, maupun dengan
ketertiban umum.

Hal tersebut sebagaimana ketentuan Pasal 1337 KUH Perdata yang menerangkan bahwa suatu
sebab adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh undang-undang atau bila sebab itu
bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum.

Berkenaan dengan keempat syarat sah perjanjian ini, Niru A. Sinaga dalam Binamulia
Hukum Vol. 7, menerangkan bahwa syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif karena
menyangkut pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.

Sementara itu, syarat ketiga dan keempat merupakan syarat objektif karena menyangkut
objek dari perjanjian. Jika syarat subjektif (syarat sah perjanjian poin pertama dan kedua) tidak
terpenuhi, perjanjian dapat dibatalkan. Namun, apabila syarat objektif (syarat sah perjanjian poin
ketiga dan keempat) yang tidak terpenuhi, perjanjian yang dibuat dikatakan batal demi hukum
atau berarti perjanjian dianggap tidak pernah terjadi.

C. ASAS HUKUM KONTRAK

Di dalam hukum kontrak dikenal lima asas penting, yaitu asas kebebasan berkontrak, asas
konsensualisme, asas pacta sunt servanda (asas kepastian hukum), asas iktikad baik, dan asas
kepribadian. Kelima asas itu disajikan berikut ini.

1. Asas Kebebasan Berkontrak (Freedomofcontract)

Asas kebcbasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH
Perdata, yang berbunyi: "Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya." Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang
memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:

ix
a. membuat atau tidak membuat perjanjian,b. mengadakan perjanjian dengan siapa pun,
menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya.
b. menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.

Latar belakang lahirnya asas kebebasan berkontrak adalah adanya paham individualisme
yang secara embrional lahir dalam zaman Yunani, yang diteruskan oleh kaum Epicuristen dan
berkembang pesat dalam zaman renaissance melalui antara lain ajaran-ajaran Hugo de Grecht,
Thomas Ilobbes, Jhon Locke dan Rosseau (dalam Mariam Badrulzaman, 1997: 19-20). Menurut
paham individualisme, setiap orang bebas untuk memperoleh apa yang dikehendakinya.Dalam
hukum kontrak asas ini diwujudkan dalam "kebebasan berkontrak". Teori leisbet fair in
menganggap bahwa the invisible hand akan menjamin kelang- sungan jalannya persaingan bebas.
Karena pemerintah sama sckali tidak boleh mengadakan intervensi di dalam kehidupan (sosial
ekonomi) masyarakat. Paham individualisme memberikan peluang yang luas kepada golongan
kuat (ekonomi) untuk menguasai golongan lemah (Ekonomi).

Pihak yang kuat menentukan kedudukan pihak yang lemah. Pihak yang lemah berada
dalam cengkeraman pihak yang kuat, diungkapkan dalam exploitation de homme par l'homme.
Pada akhir abad ke-19, akibat desakan paham etis dan sosialis, paham indi vidualisme mulai
pudar, terlebih-lebih sejak berakhirnya Perang Dunia lI. Paham ini tidak mencerminkan keadilan.
Masyarakat ingin pihak yang lemah lebih banyak mendapat perlindungan. Oleh karena itu,
kehendak bebas tidak lagi diberi arti mutlak, akan tetapi diberi arti relatif dikaitkan selalu dengan
kepentingan umum. Pengaturan substansi kontrak tidak semata-mata dibiarkan kepada para pihak
namun perlu diawasi. Pemerintah sebagai pengemban kepentingan umum menjaga keseimbangan
kepentingan individu dan kepentingan masyarakat. Melalui penerobosan hukum kontrak oleh
pemerintah terjadi pergeseran hukum kontrak ke bidang hukum publik. Melalui campur tangan
pemerintah ini terjadi pemasyarakatan (vermastchappelijking) hukum kontrak.

2. Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat () KUH Perdata. Dalam
pasal itu ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan kedua
belah pihak. Asas konsensualisme merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada
umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah

x
pihak. Kesepakatan merupakan persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh
kedua belah pihak. Asas konsensualisme muncul diilhami dari hukum Romawi dan hukum
Jerman. Di dalam hukum Germani tidak dikenal asas konsensualisme, tetapi yang dikenal adalah
perjanjian riil dan perjanjian formal. Pejanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan
dilaksanakan secara nyata (kontan dalam hukum Adat). Sedangkan yang disebut perjanjian
formal adalah suatu perjanjian yang telah ditentukan bentuknya, yaitu tertulis (baik berupa akta
autentik maupun akta di bawah tangan). Dalam hukum Romawi dikenal istilah contractus verbis
literis dan contractus innominat. Yang artinya bahwa terjadinya perjanjian apabila memenuhi
bentuk yang telah ditetapkan. Asas konsensualisme yang dikenal dalam KUH Perdata adalah
berkaitan dengan bentuk perjanjian.
3. Asas Mengikatnya Kontrak (Pacta Sunt Servanda)

Asas pacia sunt servanda atau disebut juga dengan asas kepastian hukum. Asas ini
berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim
atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana
layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi
kontrak yang dibuat oleh para pihak.

Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata,
yang berbunyi: "Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang."Asas pacta
sunt servanda pada mulanya dikenal dalam hukum gereja. Didalam hukum gereja itu disebutkan
bahwa terjadinya suatu perjanjian apabila ada kesepakatan kedua belah pihak dan dikuatkan
dengan sunmpah. Ini mengandung makna bahwa setiap perjanjian yang diadakan oleh kedua
pihak merupakan perbuatan yang sakral dan dikaitkan dengan unsur keagamaan. Namun, dalam
perkembangannya asas pacta sunt servanda diberi arti pactum, yang berarti sepakat tidak perlu
dikuatkan dengan sumpah dan tindakan formalitas lainnya. Sedangkan nudus pactum sudah
cukup dengan sepakat saja.

4. Asas Iktikad Baik (Goede Trouw)

Asas Iktikad baik dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata. Pasal 1338 ayat
(3) KUH Perdata berbunyi: "Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik." Asas iktikad
merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi

xi
kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak.
Asas iktikad baik dibagi menjadi dua macam, yaitu ikikad baik nisbi dan iktikad baik mutlak.
Pada iktikad baik nisbi, orang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek.
Pada iktikad baik mutlak, penilaiannya terletak pada akal sehat dan keadilan, dibuat ukuran yang
objektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif.

Berbagai putusan Hoge Raad yang erat kaitannya dengan penerapan asas iktikad baik
disajikan berikut ini. Kasus yang akan ditampilkan di sini adalah kasus Sarong Arrest dan Mark
Arrest. Kedua arrest ini berkaitan dengan turunnya nilai uang Jerman setelah Perang Dunia I
(Van Dunne, dkk. 1987: 35-36). Kasus posisi Sarong Arrest sebagai berikut. Pada tahun 1918
suatu firma Belanda memesan pada pengusaha Jerman sejumlah sarong dengan harga sebesar
fl00.000,-. Karena keadaan memaksa sementara, penjual dalam waktu tertentu tidak dapat
menyerahkan pesanan. Setelah keadaan memaksa berakhir, pembeli menuntut pemenuhan
prestasi. Tetapi sejak diadakan perjanjian keadaan sudah banyak berubah dan penjual bersedia
memenuhi pesanan tetapi dengan harga yang lebih tinggi, karena apabila harga tetap sama ia akan
menderita kerugian, yang berdasarkan iktikad baik antara para pihak tidak dapat dituntut darinya.
Putusan Hoge Raad ini selalu berpatokan pada saat dibuatnya kontrak oleh para pihak. Apabila
pihak pemesan sarong sebanyak yang dipesan maka penjual harus melaksanakan isi perjanjian
tersebut, karena didasarkan bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik.

5. Asas Obligatoir

Asas Obligatoir yaitu asas yang menentukan bahwa jika suatu kontrak telah dibuat, maka
para para pihak telah terikat, tetapi keterikatan itu sebatas pada timbulnya hal dan kewajiban
semata-mata;

D. Unsur-Unsur Kontrak Hukum

Asas kebebasan berkontrak itu penting mengingat dalam perjanjian harus terdapat adanya
unsur-unsur perjanjian.

1) Unsur esensialia
Unsur yang mutlak ada dalam suatu perjanjian (karena ditetapkan melalui Undang-
undang yang bersifat memaksa).

xii
2) Unsur naturalia
Unsur yang tidak mutlak ada (ditetapkan dalam Undang-undang yang bersifat mengatur,
boleh disimpangi atas kesepakatan para pihak).
3) Unsur aksidentalia
Unsur yang tidak ditetapkan oleh Undang-undang, boleh ditambahkan atas kesepakatan
para pihak.
E. Akibat hukum kontrak

Menurut Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, akibat dari suatu perjanjian
adalah:
1. Perjanjian mengikat para pihak;
Maksudnya, perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak akan mengikat para pihak
yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya (Miru
dan Pati, 2011:78)
2. Perjanjian tidak dapat ditarik kembali secara sepihak karena merupakan kesepakatan di
antara kedua belah pihak dan alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu
(Pasal 1338 ayat 2 KUHPerdata)
Maksudnya, perjanjian yang sudah dibuat, tidak bisa dibatalkan secara sepihak tanpa
persetujuan dari pihak lain. Hal ini sangat wajar, agar kepentingan pihak lain terlindungi sebab
perjanjian itu dibuat atas kesepakatan kedua belah pihak, maka pembatalannya pun harus atas
kesepakatan kedua belah pihak.
Selain itu, pembatalan secara sepihak hanya dimungkinkan jika ada alasan yang cukup oleh
undang-undang.
F. Membuat Hukum Kontrak Berakhir

1. Berakhirnya Kontrak
Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, berakhirnya kontrak juga memiliki sinonim lain,
seperti berakhirnya kontrak dan hapusnya per- ikatan (KUH Perdata, Pasal 1381). Secara
umum, berakhirnya kontrak merupakan selesai atau hapusnya suatu kontrak yang dibuat di
antara dua pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur, tentang suatu hal. Pihak kreditur di pahami
sebagai pihak atau orang yang berhak atas suatu hal.

xiii
2. Dasar Hukum Berakhirnya Kontrak
Sampai saat ini, pedoman atau dasar hukum yang dipakai seba- gai landasan berakhirnya
kontrak (perikatan) masih merujuk pada isi Pasal 1381 KUH Perdata, yang dalam beberapa hal
telah ketinggalan zaman. Menurut Pasal 1381 KUH Perdata,
“Perikatan-perikatan dapat hapus:
 Karena pembayaran;
 Karena penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyim- panan atau
penitipan;
 Karena pembaruan utang;
 Karena perjumpaan utang atau kompensasi; Karena percampuran utang;
 Karena pembebasan utangnya;
 Karena musnahnya barang-barang yang terutang; Karena kebatalan atau
pembatalan;
 Karena berlakunya suatu syarat batal, yang diatur dalam bab pertama buku
ini;
 Karena lewatnya waktu, hal mana akan diatur dalam satu bab tersendiri”

Rumusan Pasal 1381 KUH Perdata ini relatif kaku, kemudian diuraikan lebih rinci lagi dalam
rumusan pasal-pasal yang mengatur tiap subjek berakhirnya kontrak.
Namun sebagai pedoman umum, pasal-pasal KUH Perdata ten- tang berakhirnya kontrak
(perikatan) relatif luas, yang singkatnya di- tuangkan dalam 10 ketentuan yang telah
dijelaskan, yaitu:
(1) Pembayaran (6) Pembebasan Utang
(2) Pertukaran barang (7) Musnahnya barang terutang
(3) Pembaruan utang (8)Batal atau Pembatalan
(4) Konpensasi (9)Berlaku syarat batal
(5) Pencampuran utang (10)Lewat waktu

bagaimana dan kapan berakhirnya suatu kontrak dengan segala konsekuensi hukumnya.
Seperti telah dijelas- kan sebelumnya, hukum kontrak termasuk materi hukum rumit yang
mengatur tentang kegiatan kehidupan sehari-hari, walaupun skala mungkin berbeda antara satu
orang dengan yang lain.

xiv
G. Jenis Kontrak

Para ahli di bidang kontrak tidak ada kesatuan pandangan tentang pembagian kontrak. Ada
ahli yang mengkajinya dari sumber hukumnya, namanya, bentuknya, aspek kewajibannya,
maupun aspek larangannya. Berikut ini disajikan jenis-jenis kontrak berdasarkan pembagian
di atas.

1. Kontrak Menurut Sumber Hukumnya (Sudikno Mertokusumo, 1987: 11)


Kontrak berdasarkan sumber hukumnya merupakan penggolongan kontrak yang
didasarkan pada tempat kontrak itu ditemukan. Sudikno Mertokusumo menggolongkan
perjanjian (kontrak) dari sumber hukumnya. Ia membagi jenis perjanjian (kontrak) menjadi
lima macam, yaitu
a. perjanjian yang bersumber dari hukum keluarga, seperti nalnya perkawinan;
b. perjanjian yang bersumber dari kebendaan, yaitu yang berhubungan dengan
peralihan hukum benda, misalnya peralihan hak milik;
c. perjanjian obligatoir, yaitu perjanjian yang menimbulkan kewajiban;
d. perjanjian yang bersumber dari hukum acara, yang disebut dengan bewijsove-
reenkomst;
e. perjanjian yang bersumber dari hukum publik, yang disebut dengan publieck-
rechtelijke overeenkomst.

2. Kontrak Menurut Namanya


Penggolongan ini didasarkan pada nama perjanjian yang tercantum di dalam Pasal 1319
KUH Perdata dan Artikel 1355 NBW. Di dalam Pasal 1319 KUH Perdata dan Artikel 1355
NBW hanya disebutkan dua macam kontrak menurut namanya, yaitu kontrak nominaat
(bernama) dan kontrak innominaat (tidak bernama).

Kontrak nominaat adalah kontrak yang dikenal dalam KUH Perdata. Yang termasuk
dalam kontrak nominaat adalah jual beli, tukar-menukar, sewa- menyewa, persekutuan perdata,
hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam- meminjam, pemberian kuasa, penanggungan
utang, perdamaian, dan lain-lain. Sedangkan kontrak innominaat adalah kontrak yang timbul,
tumbuh, dan berkembang dalam masyarakat. Jenis kontrak ini belum dikenal dalam KUH

xv
Perdata. Yang termasuk dalam kontrak innominaat adalah leasing, beli sewa, franchise,
kontrak rahim, joint venture, kontrak karya, keagenan, production sharing, dan lain-lain.
Namun, Vollmar mengemukakan kontrak jenis yang ketiga antara bernama dan tidak bernama,
yaitu kontrak campuran (Vollmar, 1984: 144-146). Kontrak campuran, yaitu kontrak atau
perjanjian yang tidak hanya diliputi oleh ajaran umum (tentang perjanjian) sebagaimana yang
terdapat dalam titel I, II, dan IV, karena kekhilafan, titel yang terakhir ini (titel IV) tidak
disebut oleh Pasal 1355 NBW, tetapi terdapat hal mana juga ada ketentuan-ketentuan khusus
untuk sebagian menyimpang dari ketentuan umum.
3. Kontrak Menurut Bentuknya
Di dalam KUH Perdata, tidak disebutkan secara sistematis tentang bentuk kontrak.
Namun apabila kita menelaah berbagai ketentuan yang tercantum dalam KUH Perdata maka
kontrak menurut bentuknya dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu kontrak lisan dan tertulis.
Kontrak lisan adalah kontrak atau perjanjian yang dibuat oleh para pihak cukup dengan lisan
atau kesepakatan para pihak (Pasal 1320 KUH Perdata). Dengan adanya konsensus maka
perjanjian itu telah terjadi. Termasuk dalam golongan ini adalah perjanjian konsensual dan riil.
Pembedaan ini diilhami dari hukum Romawi.

Kontrak tertulis merupakan kontrak yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tulisan.
Hal ini dapat kita lihat pada perjanjian hibah yang harus dilakukan dengan akta notaris (Pasal
1682 KUH Perdata). Kontrak ini dibagi menjadi dua macam, yaitu dalam bentuk akta di
bawah tangan dan akta notaris. Akta di bawah tangan adalah akta yang cukup dibuat dan
ditandatangani oleh para pihak. Sedangkan akta autentik merupakan akta yang dibuat oleh
atau di hadapan notaris. Akta yang dibuat oleh Notaris itu merupakan akta pejabat.
Contohnya, berita acara Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam sebuah PT.

4. Kontrak Timbal Balik


Penggolongan ini dilihat dari hak dan kewajiban para pihak. Kontrak timbal balik
merupakan perjanjian yang dilakukan para pihak menimbulkan hak dan kewajiban-
kewajiban pokok seperti pada jual beli dan sewa-menyewa. Perjanjian timbal balik ini
dibagi menjadi dua macam, yaitu timbal ba'ik tidak sempurna dan yang sepihak.
a. Kontrak timbal balik tidak sempurna menimbulkan kewajiban pokok bagi satu
pihak, sedangkan lainnya wajib melakukan sesuatu. Di sini tampak ada prestasi-

xvi
prestasi yang seimbang satu sama lain.
b. Perjanjian sepihak merupakan perjanjian yang selalu menimbulkan kewajiban-
kewajiban hanya bagi satu pihak. Tipe perjanjian ini adalah perjanjian pinjam
mengganti.
Pentingnya pembedaan di sini adalah dalam rangka pembubaran perjanjian.
5. Perjanjian Cuma-Cuma atau dengan Alas Hak yang Membebani
Penggolongan ini didasarkan pada keuntungan salah satu pihak dan adanya prestasi
dari pihak lainnya. Perjanjian cuma-cuma merupakan perjanjian, yang menurut hukum hanyalah
menimbulkan keuntungan bagi salah satu pihak. Contohnya, hadiah dan pinjam pakai.
Sedangkan perjanjian dengan alas hak yang membebani merupakan perjanjian, senantiasa
ada prestasi (kontra) dari pihak lain, yang menurut hukum saling berkaitan. Misalnya, A
menjanjikan kepada B suatu jumlah tertentu, jika B menyerahkan sebuah benda tertentu pula
kepada A.

6. Perjanjian Berdasarkan Sifatnya


Penggolongan ini didasarkan pada hak kebendaan dan kewajiban yang ditimbulkan dari
adanya perjanjian tersebut. Perjanjian menurut sifatnya dibagi menjadi dua macam, yaitu
perjanjian kebendaan (zakelijke overeenkomst) dan peijanjian obligatoir. Peijanjian kebendaan
adalah suatu perjanjian, yang ditimbulkan hak kebendaan, diubah atau dilenyapkan, hal
demikian untuk memenuhi perikatan. Contoh perjanjian ini adalah perjanjian pembebanan
jaminan dan penyerahan hak milik. Sedangkan perjanjian obligatoir merupakan perjanjian
yang menimbulkan kewajiban dari para pihak.
Di samping itu, dikenal juga jenis perjanjian dari sifatnya, yaitu perjanjian pokok dan
perjanjian accesoir. Perjanjian pokok merupakan perjanjian yang utama, yaitu perjanjian
pinjam-meminjam uang, baik kepada individu maupun pada lembaga perbankan. Sedangkan
perjanjian accesoir merupakan perjanjian tambahan, seperti perjanjian pembebanan hak
tanggungan atau fidusia.

7. Perjanjian dari Aspek Larangannya

xvii
Penggolongan perjanjian berdasarkan larangannya merupakan penggolongan
perjanjian dari aspek tidak diperkenankannya para pihak untuk membuat perjanjian yang
bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Ini disebabkan
perjanjian itu mengandung praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Di dalam UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat, perjanjian yang dilarang dibagi menjadi 13 (tiga belas) jenis,
sebagaimana disajikan berikut ini.
a. Perjanjian oligopoli, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha
lainnya untuk secara bersama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang
atau jasa. Perjanjian ini dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau
persaingan tidak sehat.
b. Perjanjian penetapan harga, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan
pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang
harus dibayar oleh konsumen atau pelanggaran pada pasar yang bersangkutan sama.
Pengecualian dari ketentuan ini adalah
(1) suatu perjanjian yang dibuat usaha patungan, dan

(2) suatu perjanjian yang didasarkan pada undang-undang yang berlaku.

c. Perjanjian dengan harga berbeda, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku- pelaku usaha
yang mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar dengan harga berbeda dari
harga yang harus dibayar oleh pembeli lainuntuk barang atau jasa yang berbeda.
d. Perjanjian dengan harga di bawah harga pasar, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku
usaha dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga yang berada di bawah
harga pasar, perjanjian ini dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
e. Perjanjian yang memuat persyaratan, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha
dengan pelaku usaha lainnya yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau
jasa tidak akan menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya.
Tindakan itu dilakukan dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah
diperjanjikan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

xviii
1. Hukum kontrak merupakan hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan
kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum, yaitu timbulnya hak dan
kewajiban. Berdasarkan pengertian tersebut diberikan pengertian perancangan kontrak
merupakan suatu proses atau cara merancang kontrak.
2. Dalam membuat hukum kontrak kita harus memenuhi syarat sah dalam pembuatan hukum
kontrak atau perjanjian seperti: Kesepakatan Para Pihak, Kecakapan Para Pihak,
Mengenai Suatu Hal Tertentu, Sebab yang Halal.
3. Asas pemberlakuan hukum merupakan prinsip dasar atau aturan dasar dalam
pemberlakuan hukum seperti : Asas Kebebasan Berkontrak, Asas Konsensualisme, Asas
Mengikat Kontrak, Asas Iktikad Baik, dan Asas Obligatoir.
4. Unsur -unsur dalan hukum kontrak harus ada karena unsur ini merupakan hal pokok
dalam suatu perjanjian, sehingga tanpa hal pokok tersebut perjanjian menjadi tidak sah
dan tidak mengikat para pihak yang membuatnyaseperti : Unsuresensialia, Unsurnaturalia
dan UnsurAksidentalia.
5. Akibat dari suatu hukum kontrak adalah :perjanjian mengikat para pihak,perjanjian tidak
dapat ditarik kembali secara sepihak.
6. Berakhirnya suatu kontrak dapat disebabkan karena telah terpenuhinya tujuan dari suatu
perjanjian atau karena kontrak sudah di lepas oleh salah satu pihak yang disebabkan
karena keadaan tertentu. Suatu kontak selalu menimbulkan hak dan kewajiban yang harus
ditunaikan oleh para pihak. Hukum Kontrak juga berakhirdikarenakanada 10 faktor
yaitu :Pembayaran, Pembebasan utang, Pertukaranbarang, Musnahnyabarangterutang,
Pembaharuan Utang, Batal atau Pembatalan, Kompensasi, Berlakunyasyaratbatal,
Pencampuran utang, dan Lewatwaktu.
7. Ada beberapa jenis hukum kontrak yaitu :Kontrak Menurut Sumber Hukumnya, Kontrak
Menurut Namanya, Kontrak Menurut Bentuknya, Kontrak Timbal Balik, Perjanjian
Berdasarkan Sifatnya, Perjanjian dariAspek Larangannya, dan Perjanjian Cuma-Cuma
atau dengan Alas Hak yang membebani.

B. Saran
1. Sebagai mahasiswa yang hidup di perkembangan zaman saat ini diharapkan melalui
pengerjaan makalah ini memahami pengertian hukum kontrak, sehingga mahasiswa bisa

xix
menerapkan pelaksanaan hukum kontrak di dunia pekerjaan nanti.
2. Sebagai Negara hukum, jika membuat suatu hukum perjanjian kita harus tahu apa saja
syarat sah nya dalam membuat hukum kontrak.Jika tidak dipenuhi maka perjanjian
menjadi tidak sah,dan perjanjian itu dapat dibatalkan atau batal demi hukum.
3. Asas-asas yang terkandung dalam hukum kontrak harus kita ketahui karena asas itulah
yang akan melandasi setiap perjanjian yang dibuat di masyarakat dalam kehidupan sehari-
hari.
4. Pelaksanaan hukum kontrak tidak akan lepas dari pengaruh unsur-unsur yang melekat.
Dengan adanya unsur esensialia(bersifat memaksa), unsur naturalia(disimpangi atas
kesepakatan para pihak),dan unsur aksidentalia(ditambahkan atas kesepakatan ).
Diharapkan mahasiswa dan para pembaca tetap menyesuaikan hukum perjanjian ini
dengan melihat unsurunsur tersebut dan tidak melanggar peraturan yang berlaku, baik itu
sebagai badan berwenang maupun sebagai subjeknya.
5. Berlaku sebagai Undang-Undang bagi pihak-pihak artinya pihak-pihak harus mentaati
perjanjian itu sama dengan mentaatiUndang-Undang. Jika ada yang melanggar perjanjian
yang mereka buat, dianggap sama dengan melanggar Undang, yang mempunyai akibat
hukum tertentu yaitu sanksi hukum.
6. Kontrak atau perjanjian bisa berakhir dan terhapus apabila ada sebuah kejadian yang
mengubah isi atau mengganti perjanjian-perjanjian yang ada dalam hukum kontrak.
Siapapun yang terlibat di dalam perjanjian harus melaksanakannya dengan baik, bila
tercapainya proses pembayaran,pembebasan utang, pertukaran barang,musnahnya barang
terutang dan lainnya maka hukum kontrak atau perjanjian tersebut akan berakhir.
Diharapkan penyelesaian untuk terhapusnya hukum perikatan yang terjalin bisa terpenuhi
dengan persyaratan penuh dan sesuai dengan perjanjian maupun ketentuan yang ada.
7. Sebagai mahasiswa dan warga Negara indonesiayang hidup di perkembangan zaman saat
ini diharapkan bahwa kita harus tahu apa saja jenis-jenis hukum kontrak dan menerapkan
jenis jenis hukum kontrak nya secara bijaksana dan bisa menerapkannya ketika ingin
melakukan hukum kontrak atau sebuah perjanjian.

DAFTAR PUSTAKA

xx
1. https://jdih.banyuwangikab.go.id/ebook/upload/ebook/hukum-kontrak.pdf-
(buku . H.S., Salim. 2003. Hukum Kontrak. Jakarta: SinarGrafika)
2. https://www.hukumonline.com/berita/a/syarat-sah-perjanjian-di-mata-hukum
lt6273669575348/?page=3-(Tim publikasi hukumonline.com)
3. https://konsultanhukum.web.id/ini-akibat-yang-timbul-dari-suatu-perjanjian/-Miru
(Ahmadi, Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal 1233 sampai 1456 . Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2011.)
4. https://jdih.banyuwangikab.go.id/ebook/upload/ebook/hukum-kontrak.pdf- ( H.S., Salim.
2003. Hukum Kontrak. Jakarta: SinarGrafika)
5. https://www.kajianpustaka.com/2019/02/pengertian-asas-dan-jenis-perjanjian.html -
(Projodikoro, W. 1993. Azas-azas Hukum Perjanjian. Bandung: Sumur.)
6. https://www.academia.edu/37799328/Makalah_Hukum_Bisnis_Kontrak_atau_Perjanjia -
(makalah hukum kontrak.pdf)

Nama mahasiswa yang bertanya kepada kelompok 3

1. Engelica(kelompok 1)

xxi
Bagaimana upaya hukum yang harus dilakukan apabila suatu perjanjian secara lisan
dibatalkan secara sepihak?
2. Anisa (Kelompok 1)
Apakah hukum kontrak secara lisan itu sifat nya kuat?boleh dikasih alasan kalau misalkan
sifatnya itu kuat atau sifatnya itu tdk kuat?
3. Inayah (Kelompok 6)
Bagaimana jika suatu perjanjian dibuat dibawah tekanan atau dalam keadaan terpaksa?
apakah sah perjanjian tersebut?
4. Sopi (kelompok 8)
Apakah seluruh asas harus ada atau harus terpenuhi dalam sebuah hukun kontrak?
5. Crisjon (Kelompok 2)
Bagaimana suatu kontrak dapat dikategorikan sebagai kontrak yang cacat hukum?
6. Windah (Kelompok 9)
Perjanjian cuma" kan hanya memberikan keuntungan kepada satu pihak tanpa
memberikan manfaat kepada pihak lainnya,contohnya hutang piutang. Mengapa hutang
piutang disebut sebagai perjanjian cuma" padahal sekarang dalam kegiatan hutang piutang
pasti ada bunga yg harus dibayar oleh satu pihak ke pihak lain?
7. Meli (Kelompok 5)
Apa perbedaan antara kontrak yang sah dan yang tidak sah (batal)?
8. Ricardo (Kelompok 7)
Apa akibat hukum jika sebuah kontrak tidak memenuhi syarat yang sah?
9. Salma (kelompok 7)
Apa yang harus dipenuhi dalam pembuatan hukum kontrak yang dibenarkan oleh hukum
perdata (moninaat) ?
10. Yasila (Kelompok 10)
Ada berita kalo maba ub dapet beasiswa dan kontrak kerja sebagai CEO dari menteri
investasi, pak bahlil lahadalia nah beliau bilang "kamu akan saya kasih beasiswa tapi
jaminan nyaa tamat kuliah ini kamu harus jadi CEO di perusahaan saya" jadi pertanyaan
saya, apakah kontrak tersebut sah? sedangkan mahasiswa tersebut belum cukup cakap
untuk terikat didalam kontrak hukum karena salah satu syarat sah nyaa terjadi kontrak

xxii
hukum adalah harus cukup dewasa (21 tahun ke atas) saya ingin bertanya tentang
pendapat kalian mengenai kasus tersebut?

xxiii

Anda mungkin juga menyukai