Hukum Internasional
Disusun Oleh:
Ajeng Syifa Salsabila 3019210050
Febiana Haryadi 3019210046
Nurlita Puspitasari 3019210047
Reza Putra Pratama 3019210262 (Ketua)
Yessa Tabah Mustika 3019210048
Fakultas Hukum
Universitas Pancasila
Jakarta
2021
3. Terdapat berbagai macam istilah dalam Perjanjian Internasional, namun demikian secara
konsep hukum istilah-istilah dimaksud mempunyai esensi yang sama, yaitu mengikat
para pihak secara, dibuat serta diterapkan dengan itikad baik (good faith) dan harus
ditaati dan dihormati (pacta sunt servanda). Sebutkan istilah-istilah dalam Perjanjian
tersebut serta kebiasaan dalam penggunaannya!
Istilah dalam Perjanjian serta kebiasaan dalam penggunaannya, ialah:
a. Treaties (Traktat), ialah Perjanjian yang diadakan oleh dua Negara atau
lebih yang mencakup seluruh instrumen yang dibuat oleh subyek Hukum
Internasional dan memiliki kekuatan Hukum yang mengikat, menurut
Hukum Internasional. Suatu traktat untuk dapat menjadi Sumber Hukum
Formil harus disetujui oleh DPR terlebih dahulu, kemudian baru
diratifikasi oleh Presiden, dan setelah itu baru berlaku mengikat terhadap
Negara peserta dan warga Negaranya. Atau dengan kata lain untuk
menjadi Sumber Hukum Formil traktat harus melalui prosedur sebagai
berikut:
4. Konvensi Wina 1969 mengatur Perjanjian Internasional tertulis, namun demikian dalam
prakteknya juga dapat ditemukan bahwa pernyataan lisan dari pejabat pemerintah juga
mempunyai kekuatan hukum mengikat yang sama. Mengapa demikian dan sebutkan
contoh kasus yang pernah diputuskan oleh Mahkamah Internasional Permanen
(Permanent Court of International Justice)!
Pernyataan lisan dari Pejabat Pemerintah juga mempunyai kekuatan Hukum
mengikat yang sama, karena memiliki unsur-unsur seperti:
a. Bahwa setiap Perjanjian Internasional harus dilakukan atas dasar
kesepakatan para pihak. Kesepakatan merupakan prinsip umum yang harus
dilakukan para pihak, apabila para pihak tidak bersepakat mengenai
Perjanjian yang dibuat, maka Perjanjian tersebut tidak dapat dikatakan
mengikat pihak-pihak tersebut.
b. Perjanjian tidak tertulis harus dibuat oleh Pejabat yang mempunyai
kewenangan, seperti Kepala Negara, Kepala Pemerintahan, atau Menteri
Luar Negeri, serta Pejabat Negara yang relevan dengan bidangnya.
Perjanjian Internasional tak tertulis ini dapat dikatakan sebagai janji dari
salah satu perwakilan Negara, baik Kepala Negara, Kepal Pemerintahan,
Menteri Luar Negeri, dan Public Officials lain yang dianggap relevan
dalam bidang-bidang tugasnya.
c. Dalam pelaksanaan Perjanjian tidak tertulis berlaku prinsip Pacta Sunct
Servanda yang berarti, pihak-pihak harus melakasanakan
kewajibankewajibannya seperti apa yang telah diatur dalam Perjanjian.
Apabila pihak-pihak tersebut telah mengikatkan diri terhadap Perjanjian,
maka para pihak tidak diperbolehkan menarik diri dari Perjanjian tersebut
secara sepihak tanpa persetujuan pihak lain. Prinsip ini disetujui seperti
pada Konferensi London 1871.dimana Italia, Rusia, Inggris, Perancis,
Austria, dan Turki sepakat bahwa dalam konferensi tersebut untuk
mengakui Prinsip Hukum antar bangsa sehingga para pihak tidak
diperkenankan untuk menarik diri dari ikatan-ikatan Perjanjian dan
mengubah hak dalam Perjanjian, tanpa persetujuan pihak-pihak lain.
Contoh kasus yang pernah diputuskan oleh Mahkamah Internasional Permanen
(Permanent Court of International Justice), ialah:
Kasus Status Hukum Greendlandia Timur yaitu sengketa antara Denmark
dan Norwegia, diselesaikan di Mahkamah Internasional Permanen Atau
(Permanent Court of International Justice) di Den Haag Perjanjian tersebut
adalah perjanjian Lisan atau unwritten treaty, dan diakui dalam Kasus
Eastern Greenland Case antara Norwegia dan Denmark. Pada kasus ini
deklarasi yang bernama Ihlen’s Declaration mengakui eksistensi
unwritten treaty sebagai sumber Hukum Internasional.
5. Terdapat beberapa hal ataupun keadaan yang membuat suatu Perjanjian Internasional
dianggap tidak sah (invalid) yang diatur dalam Konvensi Wina 1969. Hal-hal apa sajakah
yang mengakibatkan suatu Perjanjian dianggap tidak sah?
Hal-Hal yang dapat mengakibatkan suatu Perjanjian Internasional dianggap tidak
sah menurut Konvensi Wina 1969, ialah:
a. Terjadi sebuah pelanggaran pada ketentuan-ketentuan Hukum Nasional
dari salah satu Negara yang bersangkutan.
b. Terjadi sebuah unsur kesalahan saat Perjanjian itu dibuat sehingga
pelaksanaannya menjadi tidak maksimal.
c. Terjadi penipuan dari Negara yang satu pada Negara yang bersangkutan
yang lain sewaktu perjanjian itu dibuat.
d. Terdapat penyalahgunaan atau kecurangan melalui segala jalan seperti
kelicikan atau suap yang dilakukan oleh Negara peserta.
e. Terjadi paksaan pada wakil sebuah Negara peserta, paksaan itu bisa
dengan ancaman atau dengan kekuatan.
f. Perjanjian Internasional yang dilakukan bertentangan dengan Dasar
Hukum Internasional.