Anda di halaman 1dari 49

1.

a) Coba saudara kemukakan Laut Cina Selatan masuk lingkup Hukum Internasional apa dan
bedakan dengan lingkup hukum internasional lainnya dengan memberikan contoh kasusnya

Ruang lingkup Hukum Intenasional :


HUKUM INTERNASIONAL PUBLIK
•Hukum Internasional (HI)
HUKUM PERDATA INTERNASIONAL (HPI)
•Keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara

Ruang lingkup atau substansi dari hukum internasional yang menurut Mochtar Kusumaatmadja
meliputi: hubungan atau persoalan hukum antar negara dan negara; hubungan atau persoalan hukum
antar negara dan subyek hukum bukan negara; hubungan atau persoalan hukum antara subyek hukum
bukan negara dan subyek hukum bukan negara satu dengan lainnya. internasional dalam arti luas
mencakup hukum internasional publik dan hukum internasional privat.

Hukum Internasional Publik (hukum antar negara) adalah hukum yang mengatur hubungan antar
negara yang satu dengan negara yang lain dalam hubungan internasional. Sedangkan Hukum Perdata
Internasional adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antara warga negara suatu negara
dengan warga negara dari lain dalam hubungan internasional.
Contoh kasus Hukum Internasional publik :

Konvensi Deen Haag

Konvensi-konvensi Den Haag adalah dua perjanjian internasional sebagai hasil perundingan yang
dilakukan dalam konferensi-konferensi perdamaian internasional di Den Haag, Belanda: Konvensi Den
Haag Pertama (1899) dan Konvensi Den Haag Kedua (1907). Bersama Konvensi-konvensi Jenewa,
Konvensi-konvensi Den Haag adalah sebagian dari pernyataan-pernyataan formal pertama tentang
hukum perang dan kejahatan perang dalam batang tubuh Hukum Internasional yang baru berkembang
pada waktu itu. Konferensi internasional yang ketiga direncanakan untuk diadakan pada tahun 1914
dan kemudian dijadwal ulang untuk tahun 1915. Namun, konferensi tersebut tidak pernah terlaksana
karena pecahnya Perang Dunia I.

Walther Schücking, seorang sarjana hukum internasional dan aktivis perdamaian aliran neo-Kant dari
Jerman, menyebut konferensi-konferensi tersebut sebagai “serikat internasional konferensi Den Haag”.
Dia melihat konferensi-konferensi tersebut sebagai inti dari sebuah federasi internasional yang akan
mengadakan pertemuan berkala untuk menegakkan keadilan dan menyusun prosedur hukum
internasional bagi penyelesaian damai atas sengketa sebagaimana fungsi hukum menurut ahli . Dia
2. Yang luasan. Pendapat yang kedua adalah pendapat yang Iebih Iuas. Menurut pendapat ini seperti
dianut terutama dalam konsepsi HPI dari negara-negara Anglo-Saxon, Inggris dan Amerika Serikat, HPI
bukan saja terbatas pada masalah-masalah "conmct of laws”. Disamping ini masih dianggap suatu
bagian lain merupakan pula persoalan HPI yaitu masalah-masalah yang termasuk persoalan "conflicts
of jurisdiction" (perselisihan tentang jurisdictie). Segala soal-soal tentang kompetensi Hakim dalam
menghadapi masalahmasalah HPI menurut konsepsi Anglo Saxon ini dianggap pula termasuk bidang
HPI.

3. Yang lebih luas lagi. Konsepsi yang ketiga, adalah konsepsi yang lebih luas yaitu konsepsi yang
berkenaan dengan sistim HPI seperti dikenal dalam negara-negara Latin yaitu negara-negara !talia,
Spanyol, Amerika Selatan. Didalam sistim dari negara-negara bersangkutan, HPI ini terdiri dari tiga
bagian yaitu: "Conflits de lois", "conflicts de jurisdiction", ditambah dengan "condition des etragers"
atau status orang asing. Jadi termasuk bidang HPI Persoalan-persoalan berkenaan dengan masalah
hukum: mana yang harus dilakukan, persoalan mengenai wewenang hakim untuk mengadili perkora
bersangkutan, ditambah lagi dengan masalah-masalah yang berkenaan dengan status orang asing.
Berarti segala masalahmasalah berkenaan dengan bidang orang asing, apakah orang asing dapat
bekerja didalam negara bersangkutan dengan leluasa, apakah ia bisa menanam modal dengan bebas,
apakah ada restriksi-restriksi tertentu berkenaan dengan masalah-masalah tanah, apakah ada restriksi
tertentu berkenaan dengan bidang perdagangan, industri, pertambangan, perkayuan dan sebagainya,
Namun karena pemerintah Indonesia itu menggunakan dasar hukum internasional yang lazim disebut
UNCLOS 1982. Perbedaan situasi antara Indonesia dibandingkan Filipina yang masih bermasalah soal
batas Zona Ekonomi Ekslusif miliknya. Seharusnya tidak ada celah untuk membuat Indonesia melunak
atas hak berdaulat di perairan Natuna Utara berdasarkan UNCLOS 1982.Sehingga Badan arbitrase
internasional publik ini adalah suatu alternatif penyelesaian sengketa melalui pihak ketiga (badan
arbitrase) yang ditunjuk dan disepakati para pihak (negara) secara sukarela untuk memutus sengketa
yang bukan bersifat perdata dan putusannya bersifat final dan mengikat.

b.) Coba saudara kemukakan mengapa dalam peristilahan mengenai ”Hukum Internasional”,
ternyata istilah yang dipakai adalah istilah Hukum Internasional Publik

kita menggunakan istilah hukum internasional publik untuk membedakan dengan istilah hukum
perdata internasional . Ada beberapa istilah yang dipergunakan untuk hukum internasional ini,yaitu
hukum bangsa-bangsa (the law of nations) sebagaimana digunakan oleh J.L. Brierly2 yang memberi
definisi tentang hukum bangsa-bangsa atau hukum internasional sebagai berikut:’as the body of rules
and principles of action which are binding upon civilized states to their relations witahunone another’.
Ada juga yang memakai istilah hukum antar negara, hukum internasional publik (public international
law), Common Law of Mankind. Jika dipakai istilah hukum antar bangsa maka di sini seolaholah hanya
mempelajari hukum yang mengatur hubungan antar bangsa saja, sedangkan kalau dipergunakan
hukum antara negara maka seolah-olah hukum internasional hanya mengatur hubungan antara
negara saja. Kenyataannya hukum internasional tidak hanya mengatur hubungan antar negara saja
tetapi mengatur hubungan yang dilakukan antara negara dengan subyek hukum internasional bukan
negara, misalkan hubungan antara negara dengan organisasi internasional, hubungan antara
organisasi internasional yang satu dengan organisasi internasional yang lain, hubungan antara negara
dengan Tahta Suci, hubungan antara negara dengan individu dalam hal yang khusus, misalkan
hubungan antara negara dengan pengungsi (refugee).

Pemakaian istilah itu untuk menunjukkan bahwa hubungan hukum yang diatur oleh hukum
internasional tidak hanya mengatur hubungan antar bangsa/negara saja tetapi lebih luas dari itu.
Pemakaian istilah ini lebih mendekati kenyataan dan sifat hubungan dan masalah yang menjadi obyek
bidang hukum ini, yang pada masa sekarang tidak hanya terbatas pada hukum antara bangsa-bangsa
atau antara negaranegara saja , Selain itu istilah hukum internasional sudah lazim dipakai.
Konvensi ini mempunyai arti penting karena konsep Negara Kepulauan yang diperjuangkan Indonesia
selama 25 tahun secara terus menerus berhasil memperoleh pengakuan resmi masyarakat
internasional. UNCLOS adalah hasil dari Konferensi-konferensi PBB mengenai hukum laut yang
berlangsung sejak 1973 sampai 1982. Hingga kini, tak kurang dari 158 negara yang telah menyatakan
bergabung dengan Konvensi, termasuk Uni Eropa.

Pengakuan resmi secara internasional itu mewujudkan satu kesatuan wilayah sesuai dengan Deklarasi
Djuanda 13 Desember 1957. Kepulauan Indonesia sebagai satu kesatuan politik, ekonomi, sosial
budaya dan pertahanan keamanan tidak lagi sebatas klaim sepihak pemerintah Indonesia.

Negara Kepulauan menurut UNCLOS 1982 adalah suatu negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau
lebih gugusan kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain. Negara Kepulauan dapat menarik garis
Perbedaan situasi antara Indonesia dibandingkan Filipina yang masih bermasalah soal batas Zona
Ekonomi Ekslusif miliknya. Seharusnya tidak ada celah untuk membuat Indonesia melunak atas hak
berdaulat di perairan Natuna Utara berdasarkan UNCLOS 1982.

UNCLOS sebagai landasan hukum internasional dalam penyelesaian sengketa wilayah. Menurut rezim
hukum internasional yang mengatur hak-hak kedaulatan atas wilayah daratan dan perairan mempunyai
perbedaan yang sangat mendasar. Perbedaan tersebut mencakup perbedaan substantif dan prosedural,
secara substantif hak atas wilayah dapat diperoleh berdasarkan fakta kepemilikan secara fisik,
sedangkan hak atas daerah laut diperoleh berdasarkan pelaksanaan hukum yang adil bagi para pihak.
Selanjutnya secara prosedural apabila terjadi sengketa wilayah darat, maka penyelesaiannya dapat
dilakukan atas persetujuan negara-negara yang bersengketa.

Bila terjadi sengketa daerah laut . Negara-negara diwajibkan untuk menyelesaikan dengan cara-cara
damai setiap sengketa mengenai interpretasi atau penerapan Konvensi. Apabila tidak berhasil mencapai
persetujuan atas dasar perundingan, maka negara-negara itu harus mengajukan sebagian tipe sengketa
kepada suatu prosedur wajib yang mengeluarkan keputusan mengikat; ketentuan berkenaan dengan hal
ini dikemukan dalam Seksi 2 yang berjudul “Prosedurprosedur Wajib yang Menghasilkan Keputusan-
keputusan yang Mengikat” (Compulsory Procedures Entailing Binding Decision). Negara-negara memiliki
empat pilihan dalam prosedur wajib tersebut. Menurut ayat 1 Pasal 287 (pasal kedua dalam Seksi 2)
suatu negara pada waktu menandatangani, meratifikasi atau mengaksesi konvensi atau pada setiap
waktu setelah itu, bebas untuk memilih dengan membuat pernyataan tertulis, satu atau lebih cara
penyelesaian sengketa-sengketa perihak interpretasi dan penerapan Konvensi : The International Court
of Justice, Tribunal/ITLOS, Arbitrasi di bawah annex VII UNCLOS, atau Arbitrasi Khusus di bawah annex
VIII. Penyelesaian sengketa dalam bidang hukum laut sebelum Konvensi Hukum Laut 1982 dilakukan
dalam kerangka penyelesaian sengketa internasional pada umumnya. Dalam hal ini sengketa hukum laut
2. a.) Coba saudara analisis mengenai uraian di atas, dimana Indonesia menggunakan UNCLOS 1982
sebagai pedoman mempertahankan wilayah Natuna, apakah UNCLOS 1982 langsung berlaku di
Indonesia berkaitan dengan Teori Hubungan Hukum Internasional dengan Hukum Nasional?

Indonesia memiliki dasar hukum yang kuat untuk mempertahankan kedaulatannya di perairan Natuna.
Sebaliknya, Indonesia menolak secara tegas klaim historis Tiongkok atas Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia (ZEEI) di perairan Natuna. Dalam pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri Indonesia ada
tiga poin penting.

Pertama, klaim historis Tiongkok (China) bahwa sejak dulu nelayan China telah lama beraktivitas di
perairan tersebut bersifat unilateral, tidak memiliki dasar hukum, dan tidak pernah diakui UNCLOS
1982. Argumen ini telah dibahas dan dimentahkan melalui putusan SCS Tribunal 2016. Indonesia juga
menolak istilah ‘relevant waters’ yang diklaim Tiongkok karena istilah ini tidak dikenal dan tidak sesuai
dengan UNCLOS 1982. Kedua, Indonesia mendesak Tiongkok untuk menjelaskan dasar hukum dan
batas-batas yang jelas perikal klaim di ZEEI berdasarkan UNCLOS 1982. Ketiga, berdasarkan UNCLOS
Dengan telah diratifikasinya konvensi PBB tentang UNCLOS 1982, yaitu melalui Undang-Undang Nomor
17 Tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS 1982, maka Indonesia sebagai negara kepulauan harus
mampu menampung kepentingan internasional yang berkaitan dengan kedaulatan maupun hak
berdaulat. Hal ini mengakibatkan di laut disamping berlaku hukum nasional juga berlaku hukum
internasional. Kedua aturan ini yaitu UNCLOS 1982 dan aturan hukum nasional yang berkaitan dengan
pengaturan zona Ekonomi Eksklusif Indonesia menunjukkan adanya persamaan persepsi dan justru
dengan diratifikasinya UNCLOS 1982 memperkuat penerapan hukum nasional dalam lingkup
internasional.

b.) Coba saudara analisis kesamaan negara Indonesia dengan negara lain dalam menerapkan Hukum
Internasional ke dalam Hukum Nasionalnya. Berikan dua contoh negara!

Hukum internasional banyak dipengaruhi oleh hukum nasional. Sebagai contoh hukum internasional
dapat tercipta dengan adanya kebiasaan nasional suatu Negara yang dianut oleh banyak Negara,
kebiasaan ini disepakati sebagai hukum internasional. Hukum internasional publik adalah keseluruhan
kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan batas Negara (hubungan internasional)
terdapat dua paham tentang hubungan hukum nasional dengan hukum internasional. Pertama, paham
dualisme yang menyatakan bahwa hukum internasional dengan hukum nasional merupakan dua sistem
hukum yang berbeda secara keseluruhannya. Hakekat hukum nasional berbeda dengan hukum nasional.
Hukum Internasional dan Hukum Nasional merupakan dua sistem hukum yang benar-benar terpisah,tidak
saling mempunyai hubungan superioritas atau subordinasi. Kedua, Paham monisme berpendapat hukum
internasional dan hukum nasionalsaling berkaitan satu sama lainnya. Menurut teori Monisme, hukum
internasional itu adalah lanjutan dari hukum nasional, yaitu hukum nasional untuk urusan luar negeri.
Menurut teori ini, hukum nasional kedudukannya lebih rendah dibanding dengan hukum internasional.
Hukum nasional tunduk dan harus sesuai dengan hukum internasional.
Praktek di Inggris pada umumnya menunjukkan bahwa hukum kebiasaan internasional dipandang secara
otomatis sebagai bagian dari hukum nasional Inggris.26 Pendekatan yang digunakan Inggris merupakan
bentuk pengadopsian prinsip inkorporasi.27 Prinsip ini menjadikan kedudukan hukum kebiasaan secara
otomatis menjadi bagian dari hukum nasional tanpa adanya sebuah pengumuman resmi terlebih dahulu
dari lembaga judisial ataupun legislatif.

Namun demikian, tidaklah berarti bahwa Inggris menerima begitu saja hukum kebiasaan internasional
Kemudian Shaw memperkuat doktrin tersebut, dengan mendasarkan pada doktrin yang muncul dari
praktek pengadilan yang menyatakan bahwa hukum internasional sebagai hukum asing, tetapi dalam
prakteknya harus dipandang sebagai hukum bangsanya ('is not treated as a foreign law but in an
evidential manner as part of the law of the land'). Lebih jauh Shaw mengemukakan bahwa Pengadilan
dalam menentukan apakah suatu ketentuan telah menjadi hukum kebiasaan internasional atau belum.
Pengadilan akan berpaling pada 'traktat dan perjanjian internasional, textbooks yang otoritatif, praktik
Sebagai kelanjutannya, Phillimore J menyatakan bahwa kekebalan memang dikenal oleh hukum
kebiasaan, namun kekebalan tidak dapat diperluas kecuali oleh traktat yang telah disahkan sehingga
memiliki efek di lingkup lokal. Doktrin traktat yang belum mendapatkan pengesahan (unincorporated)
tidak memiliki pengaruh terhadap tatanan hukum lokal tampaknya semakin menguat. Terutama sejak
dinyatakan kembali oleh Lord Atkin dalam Attorney General of Canada v. Attorney General of Ontario.
Lord Oliver menambahkan sifat tidak dapat mengikat (non-justiciability) dari traktat yang belum disahkan
(untransformed) dan beranggapan bahwa Pengadilan supaya tidak memper¬soalkan traktat yang tidak
mendapatkan pengesahan dari Pemerintahnya terkait dengan perihal penentuan hak-hak substantif dari
para pihak.

Sebelum menutup pembicaraan mengenai Inggris kita perlu memberikan perhatian akan adanya sistem
Strasbourg atau/dan hukum komunitas (Eropa) yang menuntut para negara anggotanya menjadikan
komunitas hukum sebagai lebih unggul dari hukum nasional. Komunitas hukum memberikan pengaruh
besarterhadap kedudukan hukum internasional di Inggris pada masa mendatang.

b) Amerika Serikat

Praktek Amerika Serikat (AS) dalam hal ini menyerupai praktek di Inggris, terutama berkenaan dengan
hukum kebiasaan internasional. Situasi ini disebabkan karena sistem hukum Amerika Serikat sangat
dipengaruhi oleh sistem hukum Anglo Saxon yang asal mulanya berasal dari sistem hukum common law
Inggris. Tapi dalam perkembangan berikutnya terdapat modifikasi sebagaimana tercermin dalam putusan
kasus Paquete Habana: '[h]ukum Internasional adalah merupakan bagian dari hukum, dan perlu
ditegaskan dan ditetapkan oleh hukum pengadilan dalam jurisdiksi yang pantas.
International law is part of our law and must be ascertained and adminis¬tered by the courts of justice of
appropriate jurisdiction as often as questions of right depending upon it are duly presented for their
Dalam kaitannya dengan pelanggaran HAM, pengadilan AS menerapkan sikap yang lebih maju,
sebagaimana yang tercermin dalam kasus Filartiga v. Pena¬Irala. Kasus tersebut mengakui kewenangan
penyidangan atas penyiksaan (torture) yang terjadi di luar yurisdiksi domestiknya.43 Lengkapnya kasus ini
sebagai berikut.

Seseorang berkebangsaan Paraguay mengajukan tuntutan terhadap orang Paraguay lainnya atas persoalan
penyiksaan dan kematian dari anak sipenuntut. Tuntutan ini berdasar pada the Alien Tort Claims Act 1789
yang menyatakan bahwa, 'pengadilan distrik memiliki jurisdiksi atas suatu tuduhan seseorang dari warga
asing untuk hanya kasus penganiyaan, yang dilakukan bertentangan dengan hukum bangsa-bangsa ('the
districk court shall have original jurisdic¬ tion of any civil action by an alien for a tort only, committed in
violation of the law of nations')". Kemudian Pengadilan menyatakan tuntutan yang dilakukan oleh
penuntut tersebut dapat diterima karena penyiksaan merupakan pelang-garan terhadap hukum kebiasaan
internasional.
Untuk perjanjian internasional dalam kategori berlaku dengan sendirinya untuk dapat berlaku sebagai
bagian dari hukum nasional Amerika Serikat, perjanjian seperti itu harus memperoleh persetujuan
terlebih dahulu dari 2/3 dari Kongres AS. Apabila parlemen atau Kongres telah menyetujuinya, sesuai
dengan prosedur yang berlaku menurut konstitusi Amerika Serikat, maka perjanjian tersebut berlaku
sebagai bagian dari hukum nasional Amerika Serikat.

Untuk membedakan mana yang termasuk 'berlaku dengan sendirinya' dan 'yang tidak berlaku dengan
sendirinya' dapat merujuk pada kasus Sei Fujii v. California. Dalam kasus ini yang menjadi penggugat
adalah warga Jepang yang telah membeli sebidang tanah di California pada tahun 1948. Persoalan
muncul ketika negara bagian membuat aturan yang tidak membo¬Iehkan warga asing memiliki tanah
karena ditujukan untuk tidak berpindahnya kepemilikan kepada negara lain. Sementara itu, penggugat
merasa ketentuan tersebut bertentangan dengan Piagam PBB yang menuntut persamaan.

Persoalan selanjutnya berpaling pada 'apakah Piagam merupakan self¬executing treaty'. Untuk
menjawab itu menurut Supreme Court of California harus melihat pada traktat itu sendiri, dengan
maksud para penandatangan dan mengkaji semua situasi yang relevan. Setelah melalui pengujian
menyeluruh, Pengadilan berkesimpulan bahwa ketentuan-ketentuan yang relevan dalam Piagam tidak
dimaksudkan untuk menjadi self-executing. Walaupun ketentuan¬ketentuan yang dikandung Piagam
memuat prinsip-prinsip dan tujuan-tujuan dari PBB, tapi 'tidak membebankan kewajiban hukum
terhadap negara-negara anggota atau memberikan hak kepada individu'.49 Menurut Shaw, terdapat
3.a) Coba saudara uraikan Subyek Hukum Internasional yang ada dalam bacaan di atas!

Subyek hukum internasional adalah pihak-pihak pembawa hak dan kewajiban hukum dalam pergaulan
internasional. Subyek hukum internasional meliputi:
b.) Coba saudara uraikan apakah Indonesia ikut melakukan klaim di wilayah Laut Cina Selatan?

Garis-garis tersebut akhirnya berbalik arah kembali ke utara saat mendekati Kalimantan. Tak jauh di luar
putaran arah itu, ada sebuah noktah kecil bernama Pulau Natuna Besar milik Indonesia.
Namun, selama ini Indonesia selalu mengambil posisi sebagai nonklaiman. Posisi itu membuat Indonesia
sedianya mampu memainkan peran lebih signifikan sebagai penengah yang adil antara Cina dan ASEAN.

jika titik geografis klaim Cina diumumkan dan bersinggungan dengan Indonesia, kondisinya akan menjadi
lain di regional ASEAN. Sebagai klaiman, Indonesia dinilai bisa secara signifikan menguatkan posisi
negara-negara ASEAN yang ikut bersengketa di Laut Cina Selatan.

Indonesia masih tetap sebagai nonklaiman dan tak memihak siapa pun. Buat Indonesia, yang terpenting
adalah sengketa di Laut Cina Selatan tak menjadi konflik terbuka. Yang menjadi masalah, pihak-pihak di
Washington dan Beijing atau juga di Manila dan Hanoi belum ada yang bisa menjamin hal tersebut.
c.) Coba saudara uraikan mengapa suatu Subyek Hukum Internasional dapat melakukan klaim atau
tuntutan kepada negara lain atau ke Mahkamah Internasional?

Di bidang hukum internasional, istilah subyek hukum internasional mewakili para pihak; aktor; pelaku di
dalam hukum internasional. Sejumah pakar sesungguhnya telah memberikan definisi subyek hukum
internasional. Martin Dixon misalnya, memberikan batasan sebagai berikut. “A subject of international
law is a body or entity that is capable of possessing and exercising rights and duties under international.”
(Terjemahan bebas: Subyek Hukum Internasional adalah sebuah badan/lembaga atau entitas yang
memiliki kemampuan untuk menguasai hak dan melaksanakan kewajiban di dalam hukum internasional).

Berdasarkan pengertian di atas, dapat dipahami bahwa tidak semua badan/lembaga atau entitas dapat
dikategorikan/dikualifikasikan sebagai subyek hukum internasional karena ada penekanan pada frasa
berikut : “…..memiliki kemampuan untuk menguasai hak dan kewajiban di dalam hukum internasional.”
Dengan kata lain hanya pihak; aktor; pelaku yang memiliki hak-hak dan kewajiban-kewajiban di mata
hukum internasional saja yang dapat dikategorikan sebagai subyek hukum internasional. Apa sajakah
yang termasuk hak dan kewajiban dalam hukum internasional?

Menurut Ian Brownlie, terdapat 3 (tiga) hak dan kewajiban dasar dalam hukum internasional, yakni: “

1. Capacity to make claims in respect of breaches of international law (Kemampuan untuk mengajukan
klaim jika terjadi pelanggaran hukum internasional);

2. Capacity to make treaties and agreements valid on the international plane (Kemampuan untuk
membuat perjanjian internasional);

3. The enjoyment of privileges and immunities from national jurisdictions (Memiliki keistimewaan dan
kekebalan dari yurisdiksi nasional sebuah Negara).”

Subyek Internasional dalam hal ini Organisasi internasional adalah suatu organisasi yang dibentuk
dengan perjanjian internasional oleh dua negara atau lebih yang terstruktur dan memiliki suatu tujuan,
kewenangan, asas, struktur organisasi. Kedudukan organisasi internasional sebagai subjek hukum
internasional sudah tidak diragukan lagi.
“. . . the organization is an international person (…) that it is a subjects of international law and capable
of prossessing international rights and duties, and that it has capacity to maintain its rights by bringing
international claim . . .”

Dengan demikian jelaslah bahwa organisasi internasional merupakan international person karena
merupakan subjek hukum internasional dan mempunyai legal personality yang artinya dapat memiliki
hak dan kewajiban dalam hukum internasional, dapat mengajukan klaim internasional dan juga memiliki
imunitas di wilayah negara anggotanya. Selain itu, seorang individu juga memiliki hak untuk mengajukan
klaim ke lembaga penyelesaian sengketa internasional.
terkait dengan penguasaan wilayah laut yang diklaim berdasarkan kesejarahan melalui aturan
mengenai hak historis bahwa terdapat 3 (tiga) hal mendasar yang menjadi bahan pertimbangan
adanya hak historis21, yaitu:

1)Adanya penemuan Wilayah LCS yang diklaim oleh Cina tidak membuktikan bahwa wilayah tersebut
ditemukan pertama kali oleh Cina mengingat beberapa negara juga melakukan kegiatannya di wilayah
LCS. Hal ini membuat sulitnya ditentukan penemu wilayah LCS pertama kali karena banyak negara
sekitar wilayah LCS yang juga melintasinya.

2) Penguasaan efektif Mengenai penguasaan efektif oleh Cina juga tidak terbukti karena bukan hanya
negara Cina saja yang melakukan kegiatannya di wilayah LCS melainkan ada negara lain yang juga
melakukan kegiatan di wilayah LCS.

3) Adanya tradisi lintas melintas yang lama secara turun menurun Cina benar melakukan lintas
melintas yang lama secara turun temurun, tetapi kembali lagi bahwa ada negara lain yang juga
melintasi wilayah LCS meskipun tidak selama Negara Cina.

Selain aturan tersebut, pendapat ahli yaitu Hans Kelsen mengemukakan prinsip-prinsip perolehan
wilayah, prinsip-prinsip tersebut meliputi:

1) Prinsip efektivitas Prinsip ini jika diterapkan dalam klaim wilayah LCS oleh Cina, maka klaim tersebut
tidak diakui oleh hukum internasional karena tidak ada peraturan hukum nasional Cina yang mengatur
wilayah LCS yang diklaim.
b.) Coba saudara klasifikasikan cara perolehan wilayah yang diperbolehkan dalam Hukum Internasional?

Dalam hukum internasional ada beberapa prinsip yang dapat digunakan oleh sebuah negara terkait
dengan cara perolehan wilayah. Mengutip apa yang dikemukakan oleh Hans Kelsen prinsip-prinsip
tersebut yaitu:
c.) Coba saudara klasifikasikan perbedaan mengenai Sengketa Laut Cina Selatan dengan Sengketa
Pulau Sipadan dan Ligitan!

Klaim yang dilakukan Indonesia dan Malaysia terhadap Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan membawa
penyelesaian sengketa wilayah ini kepada pengadilan internasional (ICJ) demi terciptanya hubungan
bilateral yang baik diantara kedua negara. Pada sengketa Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan yang terjadi
antara Indonesia dan Malaysia, tesis ini lebih menitikberatkan kepada penyelesaian sengketa wilayah
dimana kepentingan nasional Indonesia dapat terwakilkan melalui diplomasi. Diplomasi yang yang
diharapkan dapat dilakukan secara damai tanpa menggunakan kekuatan militer mengingat hubungan
Indonesia dan Malaysia dalam organisasi Associations of Southeast Asian Nations (ASEAN) yang
menjunjung tinggi nilainilai persahabatan yang tulus. Selain itu juga, penyelesaian sengketa secara
damai mempunyai nilai peradaban yang lebih tinggi dibandingkan penyelesaian dengan menggunakan
kekerasan.

Anda mungkin juga menyukai