Anda di halaman 1dari 7

Tugas 1

Nama : Tjokorda Istri Novyani Surya Dewi

NIM : 041868511

Butir soal :

1.

Contoh Kasus

Balmin dan Alusa adalah teman satu kost semasa kuliah. Ketika setelah lulus kuliah, Alusa
ternyata jauh lebih sukses ketimbang Balmin. Balmin yang merasa cemburu menyampaikan
kepada orang-orang bahwa Alusa selama kuliah sangat jarang mandi, sehingga Balmin
mengejek Alusa seperti kambing yang tidak pernah mandi. Karena perbuatan Balmin, Alusa
pun merasa sangat malu.

Soal

Melihat kasus di atas, jenis kejahatan apakah perbuatan Balmin? Jelaskanlah kapan perbuatan
Balmin menjadi sebuah tindak pidana umum, dan kapan pula perbuatan Balmin tersebut dapat
menjadi sebuah tindak pidana khusus? Berikan penjelasan saudara berikut dengan alasannya !

Jawaban :

Dalam Kasus di atas Balmin termasuk melakukan tindakan Pencemaran Nama Baik ,
Pencemaran nama baik dalam Bahasa Inggris diterjemahkan dengan defamation. Dalam The
Law Dictionary, defamation merupakan perbuatan yang merusak atau membahayakan
reputasi seseorang dengan pernyataan palsu dan jahat. Istilah tersebut merupakan istilah
komprehensif dari fitnah. Pencemaran nama baik menurut Oemar Seno Adji merupakan suatu
tindakan menyerang kehormatan atau nama baik seseorang (aanranding of goede naam). Salah
satu bentuk pencemaran nama baik adalah pencemaran nama baik yang dilakukan secara
tertulis dengan menuduhkan sesuatu hal.

Definisi tentang pencemaran nama baik di atas selaras dengan Pasal 310 KUHP yang
dikenal dengan istilah “penghinaan”. Isi Pasal 310 KUHP tersebut berbunyi:

(1) Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan
menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum,
diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah;

2) Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan
atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan
pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah;

(3) Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas
dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.
Unsur-unsur Pasal 310 KUHP

Unsur Pasal 310 ayat (1) KUHP menurut P.A.F. Lamintang dan C.D. Samosir sebagaimana
dikutip dalam jurnal Calvin Alexander Kaseger berjudul Tindak Pidana Pencemaran Nama
Baik Menurut Pasal 310 KUHP dan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi
Dan Transaksi Elektronik, terdiri dari:

1. Barangsiapa

Kata barangsiapa memiliki kaitan dengan pelaku tindak pidana atau delik. Artinya,
pelaku bisa berupa semua orang dan dapat dicakup di bawah terminologi barangsiapa
tersebut.

2. Dengan sengaja

Dengan sengaja atau kesengajaan dalam KUHP sama artinya dengan dolus/opzet. Secara
yuridis formal, di KUHP tidak ada pasal yang memberikan batasan pengertian
kesengajaan, namun pengertian tersebut terdapat pada memory van toelichting yang
diartikan sebagai “menghendaki” atau “mengetahui” (willen en wetens).

3. Menyerang kehormatan atau nama baik seseorang

Perbuatan menyerang (aanranden) pada pasal ini tidak bersifat fisik, karena terhadap
objek yang diserang memang bukan fisik melainkan perasaan mengenai kehormatan dan
perasaan mengenai nama baik orang.

4. Dengan menuduhkan sesuatu hal

Pada unsur sebelumnya dijelaskan bahwa perbuatan menyerang ditujukan pada rasa
martabat seseorang, dengan cara menuduhkan suatu perbuatan tertentu. Artinya, yang
dituduhkan harus merupakan perbuatan tertentu, dan bukan hal seperti menyebut
seseorang dengan kata-kata tidak sopan.

5. Yang maksudnya supaya hal itu diketahui umum

Jika tuduhan hanya disampaikan secara saling berhadapan antara dua orang saja dan
tidak ada orang lain yang mendengarkan percakapan tersebut, maka perbuatan tersebut
bukan termasuk pencemaran nama baik.

Kemudian, unsur Pasal 310 ayat (2) KUHP terdiri dari:

1. Tulisan atau gambar

Pencemaran nama baik dilakukan melalui sarana tertulis atau gambar.

2. Disiarkan, dipertunjukan, atau ditempelkan di muka umum

Makna dari kata-kata tersebut mengandung arti agar bisa dibaca atau dilihat oleh orang
lain.
Perbuatan yang Termasuk dalam Pasal Pencemaran Nama Baik

Sebagaimana ditegaskan di awal, bahwa pasal pencemaran nama baik diatur di dalam Pasal
310 - Pasal 321 KUHP yang dikenal dengan istilah penghinaan. R. Soesilo dalam bukunya
yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya
Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 225) dalam penjelasan Pasal 310 KUHP, menerangkan bahwa,
“menghina” adalah “menyerang kehormatan dan nama baik seseorang”. Yang diserang ini
biasanya merasa “malu”.

“Kehormatan” yang diserang di sini hanya mengenai kehormatan tentang “nama baik”, bukan
“kehormatan” dalam lapangan seksual atau kehormatan yang dapat dicemarkan karena
tersinggung anggota kemaluannya dalam lingkungan nafsu birahi kelamin.

Berdasarkan penjelasan R. Soesilo di atas, dapat kita lihat bahwaKUHPmembagi enam macam
penghinaan, yakni:

1. Penistaan (Pasal 310 ayat (1) KUHP)

Menurut R. Soesilo, supaya dapat dihukum menurut pasal ini, maka penghinaan itu harus
dilakukan dengan cara “menuduh seseorang telah melakukan perbuatan tertentu” dengan
maksud agar tuduhan itu tersiar (diketahui oleh orang banyak). Perbuatan yang
dituduhkan itu tidak perlu suatu perbuatan yang boleh dihukum seperti mencuri,
menggelapkan, berzina dan sebagainya, cukup dengan perbuatan biasa, sudah tentu suatu
perbuatan yang memalukan.

2. Penistaan dengan surat (Pasal 310 ayat (2) KUHP)

Menurut R. Soesilo sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan Pasal 310 KUHP, apabila
tuduhan tersebut dilakukan dengan tulisan (surat) atau gambar, maka kejahatan itu
dinamakan “menista dengan surat”. Jadi seseorang dapat dituntut menurut pasal ini jika
tuduhan atau kata-kata hinaan dilakukan dengan surat atau gambar.

Tidak masuk menista atau menista dengan tulisan, apabila tuduhan itu dilakukan untuk
membela kepentingan umum atau terpaksa untuk membela diri.

3. Fitnah (Pasal 311 KUHP)

Apabila pembelaan sebagaimana dimaksud Pasal 310 itu tidak dapat dianggap oleh
hakim, sedangkan dalam pemeriksaan ternyata yang dituduhkan oleh terdakwa itu tidak
benar, maka terdakwa tidak disalahkan menista lagi, akan tetapi dikenakan Pasal 311
KUHP yaitu memfitnah.

Jadi, yang dimaksud dengan memfitnah dalam pasal ini adalah kejahatan menista atau
menista dengan tulisan namun ketika diizinkan untuk membuktikan tuduhannya itu
untuk membela kepentingan umum atau membela diri, tuduhannya tersebut tidak dapat
dibuktikan atau tidak benar.

4. Penghinaan ringan (Pasal 315 KUHP)


Penghinaan seperti ini dilakukan di tempat umum yang berupa kata-kata makian yang
sifatnya menghina. R Soesilo, dalam penjelasan Pasal 315 KUHP, sebagaimana kami
sarikan, mengatakan bahwa jika penghinaan itu dilakukan dengan jalan lain selain
“menuduh suatu perbuatan”, misalnya dengan mengatakan “anjing”, “asu”, “sundel”,
“bajingan” dan sebagainya, masuk Pasal 315 KUHP dan dinamakan “penghinaan
ringan”.

Penghinaan ringan ini juga dapat dilakukan dengan perbuatan. Menurut R. Soesilo,
penghinaan yang dilakukan dengan perbuatan seperti meludahi di mukanya, memegang
kepala orang Indonesia, mendorong melepas peci atau ikat kepala orang Indonesia.
Demikian pula suatu sodokan, dorongan, tempelengan, dorongan yang sebenarnya
merupakan penganiayaan, tetapi bila dilakukan tidak seberapa keras, dapat menimbulkan
pula penghinaan.

5. Pengaduan palsu atau pengaduan fitnah (Pasal 317 KUHP)

Sugandhi dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Berikut
Penjelasannya (hal. 337) memberikan uraian pasal tersebut, yakni diancam hukuman
dalam pasal ini ialah orang yang dengan sengaja:

a. memasukkan surat pengaduan yang palsu tentang seseorang kepada pembesar


negeri;

b. menyuruh menuliskan surat pengaduan yang palsu tentang seseorang kepada


pembesar negeri sehingga kehormatan atau nama baik orang itu terserang.

6. Perbuatan fitnah (Pasal 318 KUHP)

Menurut R. Sugandhi terkait Pasal 318 KUHP, sebagaimana kami sarikan, yang diancam
hukuman dalam pasal ini ialah orang yang dengan sengaja melakukan suatu perbuatan
yang menyebabkan orang lain secara tidak benar terlibat dalam suatu tindak pidana.
Misalnya: dengan diam-diam menaruhkan sesuatu barang asal dari kejahatan di dalam
rumah orang lain, dengan maksud agar orang itu dituduh melakukan kejahatan.

Kesimpulannya, perbuatan pencemaran nama baik termasuk dalam kategori penghinaan


berdasarkan KUHP. Adapun, pasal pencemaran nama baik diatur di dalam Pasal 310
KUHP. Bentuk penghinaan/pencemaran nama baik tidak hanya dilakukan secara lisan,
melainkan juga dilakukan secara tulisan maupun gambar.Apabila unsur-unsur
penghinaan atau pencemaran nama baik ini hanya diucapkan( menista dengan
lisan),maka perbuatan itu tergolong dalam Pasal 310 ayat (1) KUHP. Namun , apabila
unsur-unsur tersebut dilakukan dengan surat atau gambar yang disiarkan, dipertunjukan
atau ditempelkan ( manista dengan surat ), maka pelaku dapat dijerat atau terkena sanksi
hukum Pasal 310 ayat(2) KUHP. Bentuk-bentuk pencemaran nama baik tersebut dapat
berupa penistaan, penistaan dengan surat, fitnah, penghinaan ringan, pengaduan fitnah
dan perbuatan fitnah. Dan dalam kasus di atas Balmin mengejek Alusa seperti kambing
yang tidak pernah mandi sehingga termasuk kategori mennistakan dengan ucapan.

Dalam kasus di atas pencemaran nama baik diatur dalam Tindak pidana umum karena
diatur dalam KUHP. Dan akan dianggap tindak pidana Khusus apabila pencemaran nama
baik memiliki aturan sendiri. Penghinaan merupakan tindak pidana penghinaan
(beleediging) yang dibentuk oleh pembentuk Undang-Undang, baik yang bersifat umum
maupun yang bersifat khusus dan ditujukan untuk memberi perlindungan bagi
kepentingan hukum mengenai rasa semacama ini. Undang-Undang tidak memberikan
keterangan apapun tentang istilah penghinaan (beleediging) sebagai kualifikasi kejahatan
dalam Bab XVI Buku II. Begitu juga kedua objek hukum kejahatan tersebut, yakni eer
(kehormatan) dan goeden naam (nama baik). Bentuk kejahatan dalam Bab XVI ini
memang sebaiknya disebut dengan penghinaan, karena istilah ini lebih luas dari istilah
kehormatan, meskipun istilah kehormatan sering juga digunakan oleh beberapa ahli
hukum kita. Karena kehormatan hanyalah salah satu dari objek penghinaan. Tentang
tindak pidana penghinaan (pencemaran nama baik), ada yang merupakan penghinaan
umum dan terdapat penghinaan khusus yang diatur dalam KUHP. Diluar KUHP, terdapat
pula penghinaan khusus. Penghinaan khusus dalam pengertian yang disebut terakhir ini
berbeda dengan penghinaan khusus dalam KUHP. Penghinaan khusus dalam KUHP
adalah penghinaan yang diatur di luar Bab XVI KUHP. Penghinaan khusus tersebut
terdapat secara tersebar di dalam jenis-jenis tindak pidana tertentu. Sementara
penghinaan khusus di luar KUHP yang kini terdapat dalam perundang-undangan kita,
ialah penghinaan khusus (pencemaran nama baik) dalam Undang-Undang No. 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dalam UU ITE No. 11 Tahun 2008
terdapat 19 bentuk tindak pidana dalam Pasal 27 sampai 37. Satu diantaranya merupakan
tindak pidana penghinaan khusus, dimuat dalam Pasal 27 ayat (3) yang menyatakan
bahwa:

“setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau menstransmisikan
dan/atau membuat dapat diakses-nya informasi elektronik dan/atau dokumen yang
memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”.

Tindak pidana penghinaan khusus dalam Pasal 27 ayat (3) jika dirinci terdapat unsur
berikut. Unsur objektif : (1) Perbuatan: a. mendistribusikan; b. mentransmisikan; c.
membuat dapat diaksesnya. (2) Melawan hukum: tanpa hak; serta (3) Objeknya: a.
Informasi elektronik dan/atau; b. dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan
dan/atau pencemaran nama baik.

2.

Melakukan tindak pidana korupsi sejak awal kemerdekaan telah diatur di dalam KUHP.
Misalnya, lihat saja pada Pasal 209 KUHP. Kemudian tahun 1960 diatur dalam UU (Perpu)
tersendiri. Lihat pula Perpu No. 24 Tahun 1960, UU No. 3 Tahun 1971, UU No. 31 Tahun
1999 dan UU No. 20 Tahun 2001. Sehingga satu perbuatan saja, korupsi misalnya diatur oleh
banyak peraturan maupun perundang-undangan di Indonesia.

Soal

Sebuah teori mengatakan bahwa pengertian tindak pidana khusus itu harus dibedakan dari
pengertian ketentuan pidana khusus. Jelaskan mengapa demikian!

Jawaban :

T. N. Syamsah berpendapat bahwa pengertian tindak pidana khusus harus dibedakan dari
pengertian ketentuan pidana khusus. Pidana khusus pada umumnya mengatur tentang tindak
pidana yang dilakukan dalam bidang tertentu atau khusus (di luar KUHP) seperti di bidang
perpajakan, imigrasi, perbankan yang tidak diatur secara umum dalam KUHP atau yang
diatur menyimpang dari ketentuan pidana umum. Sedangkan, tindak pidana
khusus adalah tindak pidana yang diatur tersendiri dalam undang-undang
khusus, yang memberikan peraturan khusus tentang cara penyidikannya,
tuntutannya, pemeriksaannya maupun sanksinya yang menyimpang dari
ketentuan yang dimuat dalam KUHP yang lebih ketat atau lebih berat. Tetapi,
jika tidak diberikan ketentuan yang menyimpang, ketentuan KUHP umum
tetap berlaku.

Titik tolak kekhususan suatu peraturan perundang-undangan khusus


dapat dilihat dari perbuatan yang diatur, masalah subjek tindak pidana,
pidana dan pemidanaanya. Subjek hukum Tindak Pidana Khusus diperluas,
tidak saja meliputi orang pribadi melainkan juga badan hukum (Korporasi).
Sedangkan dari aspek masalah pemidanaan, dilihat dari pola perumusan
ataupun pola ancaman sanksi, Tindak Pidana Khusus dapat menyimpang dari
ketentuan KUHP. Substansi Tindak Pidana Khusus menyangkut 3
permasalahan yakni tindak pidana, pertanggungjawaban pidana, serta pidana
dan pemidanaan. Ruang lingkup Tindak Pidana Khusus tidak bersifat tetap, tetapai dapat
berubah sesuai dengan apakah ada penyimpangan atau menetapkan sendiri
ketentuan khusus dari Undang-Undang pidana yang mengatur substansi
tersebut.

3.

Contoh Kasus

Angga merupakan pelajar SMA yang berusia 16 tahun, sedangkan Dani adalah mahasiswa
yang berusia 20 Tahun. Mereka adalah teman satu kampung yang sama-sama menimba ilmu
ke kota. Di kota mereka memutuskan untuk menyewa sebuah rumah, sehingga mereka tinggal
serumah.

Pada suatu hari Angga memakai sepatu Dani tanpa izin, Dani pun marah kemudian memukul
Angga hingga menyebabkan lebam di muka Angga.

Soal

Buatlah analisis contoh kasus diatas, Apakah perbuatan Dani merupakan tindak pidana khusus?
Tentukan tindak pidana serta ancaman sanksi pidananya!

Jawaban :

Dalam kasus di atas , tingkat kekerasan yang dilakukan oleh Dani di abaikan. Melihat usia dari Angga
yang merupakan pelajar SMA yang berusia 16 Tahun , maka tindak pidana yang dilakukan oleh Dani
termasuk ke dalam tindak pidana khusus. Anak-anak Indonesia dilindungi oleh Undang-Undang
Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak. Undang-undang ini mengatur anak mendapatkan hak, perlindungan, dan
keadilan atas apa yang menimpa mereka. UU Perlindungan Anak ini juga mengatur tentang
ancaman hukuman bagi siapapun yang melakukan kekerasan atau penganiayaan terhadap anak.
Tak tanggung-tanggung, ancaman hukumannya lima tahun penjara dan denda Rp100 juta.
Dikutip dari sebuah laman, Pasal 13 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak berbunyi:
"Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang
bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:

a. Diskriminasi
b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual
c. Penelantaran
d. Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan
e. Ketidakadilan
f. Perlakuan salah lainnya.

Menurut yurisprudensi, yang dimaksud dengan penganiayaan, yaitu sengaja menyebabkan


perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit, atau luka. Contoh “rasa sakit” tersebut misalnya
diakibatkan mencubit, menendang, memukul, menempeleng, dan sebagainya. Pasal yang
menjerat pelaku penganiayaan anak diatur khusus dalam Pasal 76C UU 35 tahun 2014 yang
berbunyi: "Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh
melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak." Sementara, sanksi pidana
bagi orang atau pelaku kekerasan/peganiayaan yang melanggar pasal di atas ditentukan dalam
Pasal 80 UU 35 tahun 2014: (1) Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam)
bulan dan/atau denda paling banyak Rp72 juta.

Anda mungkin juga menyukai