Anda di halaman 1dari 4

Butir soal :

1. Contoh Kasus

Balmin dan Alusa adalah teman satu kost semasa kuliah. Ketika setelah lulus kuliah, Alusa
ternyata jauh lebih sukses ketimbang Balmin. Balmin yang merasa cemburu menyampaikan
kepada orang-orang bahwa Alusa selama kuliah sangat jarang mandi, sehingga Balmin
mengejek Alusa seperti kambing yang tidak pernah mandi. Karena perbuatan Balmin, Alusa
pun merasa sangat malu.

Soal

Melihat kasus di atas, jenis kejahatan apakah perbuatan Balmin? Jelaskanlah kapan perbuatan
Balmin menjadi sebuah tindak pidana umum, dan kapan pula perbuatan Balmin tersebut
dapat menjadi sebuah tindak pidana khusus? Berikan penjelasan saudara berikut dengan
alasannya !

Jawab : a) Jenis kejahatan mencemarkan nama baik, fitnah dan penghinaan ringan

b) Saat balmin menyampaikan kepada orang-orang bahwasanya alusa selama kuliah sangat
jarang mandi

c) Disaat alusa merasa malu dirinya di ejek, nama baik alusa tercemar, difitnah oleh balmin
dan penghinaan atas alusa

2. Melakukan tindak pidana korupsi sejak awal kemerdekaan telah diatur di dalam KUHP.
Misalnya, lihat saja pada Pasal 209 KUHP. Kemudian tahun 1960 diatur dalam UU (Perpu)
tersendiri. Lihat pula Perpu No. 24 Tahun 1960, UU No. 3 Tahun 1971, UU No. 31 Tahun
1999 dan UU No. 20 Tahun 2001. Sehingga satu perbuatan saja, korupsi misalnya diatur oleh
banyak peraturan maupun perundang-undangan di Indonesia.

Soal

Sebuah teori mengatakan bahwa pengertian tindak pidana khusus itu harus dibedakan dari
pengertian ketentuan pidana khusus. Jelaskan mengapa demikian!

Jawab : Tindak pidana khusus merupakan bagian dari hukum pidana. Moeljatno
mengemukakan bahwa tindak pidana adalah suatu pengertian yuridis seperti halnya untuk
memberikan definisi atau pengertian terhadap istilah hukum, maka bukanlah hal yang mudah
untuk memberikan definisi atau pengertian terhadap istilah tindak pidana. Tindak pidana
dalam KUHP dikenal dengan istilah strafbaarfeit dan dalam kepustaan tentang hukum pidana
sebagai delik, sedangkan pembuat Undang-Undang merumuskan istilah peristiwa pidana atau
perbuatan pidana atau yang sering disebut sebagai tindak pidana. Tindak pidana memiliki
syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi. Pada umumnya syarat-syarat tersebut dikenal
dengan unsur-unsur tindak pidana. Seseorang dapat dikenakan pidana apabila perbuatan yang
dilakukannya memenuhi syarat-syarat tindak pidana atau strafbaarfeit, yaitu melanggar
hukum, kualitas si pelaku, dan kausalitas.

Mengenai unsur-unsur tindak pidana atau strafbaarfeit, terdapat unsur-unsur tindak pidana
yang dilihat dari alirannya, yaitu aliran monistis dan aliran dualistis. Pandangan monistis
adalah suatu pandangan yang melihat keseluruhan syarat untuk adanya pidana itu
kesemuanyamerupakan sifat dari perbuatan. Pandangan dualistis memisahkan antara
perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana. Apabila menurut pandangan Monistis
dalam pengertian tindak pidana sudah tercakup di dalamnya baik usur perbuatan maupun
unsur orangnya, dalam pandangan dualistis dalam tindak pidana hanya mencakup
perbuatannya saja, sedangkan pertanggung jawaban pidana tidak menjadi unsur tindak
pidana. Pandangan ini menyatakan bahwa untuk adanya pidana tidak cukup hanya apabila
telah terjadi perbuatan pidana, tetapi dipersyaratkan juga adanya kesalahan atau
pertanggungjawab pidana. Hukum pidana terbagi menjadi beberapa macam, yaitu hukum
pidana materiil dan hukum pidana formil; hukum pidana umum dan hukum pidana khusus;
hukum pidana tertulis dan hukum tindak pidana tidak tertulis; dan hukum nasional dan
hukum pidana Internasional. Teguh Prasetyo menyatakan bahwa istilah hukum pidana khusus
sekarang diganti dengan istilah hukum tindak pidana khusus, namun pada prinsipnya tidak
ada perbedaan antara kedua istilah tersebut. Tidak ada pendefisian Tindak Pidana Khusus
secara baku. Berdasarka MvT dari pasal 103 KUHP, istilah “Pidana Khusus” dapat diartikan
sebagai perbuatan pidana yang ditentukan dalam perundangan tertentu di luar KUHP.
Rochmat Soemitro, mendefinisikan tindak pidana khusus sebagai tindak pidana yang diatur
tersendiri dalam undang-undang khusus, yang memberikan peraturan khusus tentang tata cara
penyidikannya, tuntutannya, pemeriksaanya, maupun sanksinya yang menyimpang dari
ketentuan yang dimuat dalam KUHP

3. Contoh Kasus

Angga merupakan pelajar SMA yang berusia 16 tahun, sedangkan Dani adalah mahasiswa
yang berusia 20 Tahun. Mereka adalah teman satu kampung yang sama-sama menimba ilmu
ke kota. Di kota mereka memutuskan untuk menyewa sebuah rumah, sehingga mereka
tinggal serumah.

Pada suatu hari Angga memakai sepatu Dani tanpa izin, Dani pun marah kemudian memukul
Angga hingga menyebabkan lebam di muka Angga.

Soal

Buatlah analisis contoh kasus diatas, Apakah perbuatan Dani merupakan tindak pidana
khusus? Tentukan tindak pidana serta ancaman sanksi pidananya!

Jawab : Jika melihat dari definisi memar itu sendiri, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
yang kami akses dari laman resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) Republik Indonesia,memar adalah rusak atau remuk di sebelah dalam,
tetapi dari luar tidak tampak: “mempelam itu -- karena jatuh; karena pukulan itu, ia
menderita luka --” Jika ada seseorang yang mengalami pemukulan dengan luka memar biru
akibat pemukulan, maka perbuatan pemukulan itu tergolong sebagai penganiayaan. Tindak
pidana penganiayaan itu sendiri diatur dalam Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (“KUHP”):
 
(1)  Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan
bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

(2)  Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun.

(3)  Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh
tahun.

(4)  Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.

(5)  Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

apakah perkara penganiayaan yang mengakibatkan luka memar biru ini ditindaklanjuti atau
tidak atau soal ringan tidaknya suatu perkara, menurut hemat kami, hal ini sudah menjadi
kewajiban kepolisian untuk menindaklanjuti laporan atau aduan yang disampaikan
kepadanya. Tugas dan wewenang dari penyelidik salah satunya adalah menerima laporan atau
pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana sesuai dengan Pasal 5 Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (”KUHAP”). Penyelidik dalam hal ini polisi
sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 4 KUHAP, atas laporan/pengaduan tersebut mencari
dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat
atau tidaknya dilakukan penyidikan. 
 
apabila Anda tidak juga memperoleh informasi terkait proses penyidikan terhadap laporan
polisi yang telah dibuat, maka Anda sebagai Pelapor dapat mengajukan permohonan agar
dapat diberikan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan. Penjelasan lebih
lanjut dapat Anda simak dalam artikel tersebut.
 
Selanjutnya bagaimana jika pelakunya merupakan seseorang di bawah usia 18 tahun? Dalam
hal ini, pelaku masih dikategorikan sebagai anak sebagaimana disebut dalam Pasal 1 angka
1 Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (“UU 35/2014”):
 
“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk
anak yang masih dalam kandungan.”
 
Perlu Anda ketahui, ancaman pidana dalam pasal penganiayaan di KUHP tersebut berlaku
bagi mereka yang sudah dewasa, sedangkan ancaman pidana penjara bagi anak yang
melakukan tindak pidana adalah setengah dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang
yang sudah dewasa sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 81 ayat (2)  Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (“UU SPPA”):
 
“Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada Anak paling lama 1/2 (satu perdua)
dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.”
 
Oleh karena itu, jika ancaman pidana penjara bagi pelaku penganiayaan yang mengakibatkan
luka memar pada Pasal 351 ayat (1) KUHP adalah pidana penjara paling lama dua tahun
delapan bulan, maka ancaman pidana yang dapat dijatuhkan kepada anak pelaku tindak
pidana penganiayaan adalah paling lama satu tahun empat bulan.
 
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
 
Dasar hukum:
1.    Kitab Undang-Undang Hukum Pidana; 

2.    Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;

3.    Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana yang


telah diubah oleh Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak;
4.    Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Anda mungkin juga menyukai