Anda di halaman 1dari 5

TUGAS 1 MATA KULIAH

HUKUM PERBANKAN DAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG


UNIVERSITAS TERBUKA
SEMESTER: 2021/20.2

Nama : Salindri Riana Dewi


NIM : 042579915
Jurusan : Ilmu Hukum
Semester :8

Soal Tugas Tutorial 1


Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin usaha PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Legian,
Bali karena bank ini tak kunjung mampu memperbaiki rasio kecukupan modal atau capital
adequacy ratio (CAR) sesuai dengan aturan minimal di angka 8%.

Sumber:
https://www.cnbcindonesia.com/market/20190622101217-17-80002/kisah-pencabutan-
izin-bank-di-bali-uangnya-untuk-foya-foya

1. Berdasarkan artikel di atas, apakah rancangan anggaran dasar badan hukum dalam
pendirian BPR merupakan syarat yang wajib ada? Uraikan disertai dasar hukumnya!
(skor 25)
2. Berdasarkan artikel di atas, apakah PT. BPR Legian termasuk dalam katagori jenis bank
berdasarkan fungsinya, jelaskan! (skor 25)
3. Berdasarkan artikel di atas, Uraikan kewenangan yang dilakukan oleh OJK berkaitan
dengan BPR? (skor 20)
Jawaban
1. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah lembaga keuangan bank yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. BPR hanya dapat
didirikan dan melakukan kegiatan usaha dengan izin Dewan Gubernur Bank Indonesia
yang dilakukan dalam 2 (dua) tahap, yaitu persetujuan prinsip (persetujuan untuk
melakukan persiapan pendirian BPR) dan izin usaha (izin yang diberikan untuk
melakukan kegiatan usaha BPR). Salah satu syarat yang diatur dalam Pasal 6 Peraturan
Bank Indonesia Nomor 6/22/PBI/2004 tentang BPR adalah berupa rancangan akta
pendirian badan hukum, termasuk rancangan anggaran dasar yang paling sedikit memuat
nama dan tempat kedudukan; kegiatan usaha sebagai BPR; permodalan; kepemilikan;
dan wewenang, tanggung jawab, dan masa jabatan anggota Direksi dan dewan
Komisaris. Hal ini menandakan bahwa rancangan anggaran dasar badan hukum dalam
pendirian BPR merupakan syarat yang wajib ada.
2. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-
bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Bank berdasarkan
fungsinya dibagi menjadi 3 (tiga), sebagai berikut:
a. Bank Sentral, bank yang bertanggung jawab atas kebijakan moneter dalam negeri
untuk menjaga stabilitas harga dan nilai mata uang negara. Bank sentral juga
mempunyai tanggung jawab dalam hal mengatur serta mengawasi perbankan lain
agar bisa membatasi adanya risiko serta biaya krisis sistemik. Bank Sentral di
Indonesia adalah Bank Indonesia;
b. Bank Umum, bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau
berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran. Bank umum adalah bank yang paling sering kita gunakan untuk
menabung; dan
c. Bank Perkreditan Rakyat, bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Singkatnya, BPR tidak menerima
simpanan berupa giro, kegiatan valas, dan perasuransian.
Maka, berdasarkan hal tersebut PT. BPR Legian termasuk dalam katagori jenis bank
berdasarkan fungsinya. Namun, adanya permasalahan yang terjadi maka BPR Legian
dinyatakan tak mampu melakukan penyehatan dalam jangka waktu pengawasan khusus
dan dilakukan pencabutan izin usaha. Selanjutnya, juga dinyatakan sebagai Bank Dalam
Pengawasan Khusus (BDPK) disebabkan permasalahan pengelolaan manajemen yang
tidak mengacu pada prinsip kehati-hatian dan tata kelola yang baik serta adanya
intervensi negatif Pemegang Saham Pengendali (PSP) dalam kegiatan operasional bank.
Ini mengakibatkan kinerja keuangan BPR tidak dapat memenuhi standar yang
ditetapkan sesuai ketentuan yang berlaku, yaitu rasio Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum (KPMM) paling sedikit sebesar 8%.
3. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga Negara yang dibentuk berdasarkan
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 yang berfungsi menyelenggarakan sistem
pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam
sektor jasa keuangan baik di sektor perbankan, pasar modal, dan sektor jasa keuangan
non-bank seperti Asuransi, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa
Keuangan lainnya. Adapun kewenangan yang dimiliki OJK terkait Khusus Pengawasan
dan Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan Bank (salah satunya adalah BPR), sebagai
berikut:
a. Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana
kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan
akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank;
b. Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi,
dan aktivitas di bidang jasa;
c. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi: likuiditas,
rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas
maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan dan pencadangan
bank; laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; sistem informasi
debitur; pengujian kredit (credit testing); dan standar akuntansi bank; dan
d. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi:
manajemen risiko; tata kelola bank; prinsip mengenal nasabah dan anti-pencucian
uang; dan pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; serta
pemeriksaan bank.
Soal Tugas Tutorial 1
Saat ini banyak sekali kasus akan prinsip kehati-hatian terjadi dalam perbankan nasional.
Prinsip ini diperlukan terutama dalam penyaluran kredit karena sumber dari dana kredit
disalurkan yaitu bukan dari bank itu sendiri tetapi dana yang berasal dari masyarakat. Prinsip-
prinsip dalam pemberian kredit bank adalah suatu asas yang menyatakan bahwa bank dalam
menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam
rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya.

Sumber:
https://jurnal.darmaagung.ac.id/index.php/retentum/article/view/1341

4. Berdasarkan artikel di atas, uraikan logika hukum adanya pengaturan prinsip kehati-
hatian dalam undang-undang nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan ? (skor 30)
Jawaban
Aturan hukum tentang penyaluran kredit perbankan di Indonesia diatur dalam Pasal 4 Bab
II Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. KUHPerdata tidak mengenal istilah
perjanjian kredit, tetapi memiliki bentuk perjanjian yang mirip dengan perjanjian kredit,
yaitu perjanjian pinjam-meminjam yang diatur dalam Buku III Bab XIII. Berlakunya Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 15/35/DPAU tentang Pemberian Kredit atau Pembiayaan
oleh Bank menyatakan bahwa prinsip-prinsip dalam pemberian kredit bank adalah suatu
asas yang menyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib
menerapkan prinsip kehati-hatian dalam rangka melindungi dana masyarakat yang
dipercayakan padanya. Tujuan diberlakukannya prinsip kehati-hatian adalah agar bank
selalu dalam keadaan sehat, likuid, dan solvent (Simamora dkk, 2022). Penerapan prinsip
kehati-hatian dalam pemberian kredit juga dilakukan kepada nasabah untuk meminimalkan
terjadinya kredit macet. Hal itu pun dilakukan oleh Bank dalam memberikan kredit kepada
nasabah. Prinsip kehati-hatian yang dilakukan oleh pihak Bank terdiri dari beberapa tahapan
diantaranya penerapan Prinsip 5C (character, capacity, capital, collateral, condition of
economy), Prinsip 5P (party, purpose, profitability, protection), dan Prinsip 3R (return,
repayment, risk bearing ability) yang dianggap sangat membantu untuk menyeleksi
nasabah-nasabah yang baik dan kurang baik sebelum diambil keputusan perjanjian akad
kredit. Adanya kredit bermasalah tersebut akan menyebabkan menurunnya pendapatan
bank, selanjutnya memungkinkan terjadinya penurunan laba. Selain itu pengawasan
terhadap prinsip kehati-hatian harus terus dijalankan oleh Otoritas Jasa Keuangan mengingat
dana yang ada pada lembaga perbankan merupakan dana dari masyarakat sehingga lembaga
perbankan harus hati-hati dalam memberikan kredit sehingga tidak terjadi kredit bermasalah
(Hakim & Oktaria, 2018).
DAFTAR PUSTAKA

CNBC Indonesia (2019, 22 Juni). Kisah Pencabutan Izin Bank di Bali: Uangnya untuk Foya-foya.
Diakses pada tanggal 07 Mei 2023, dari
https://www.cnbcindonesia.com/market/20190622101217-17-80002/kisah-pencabutan-
izin-bank-di-bali-uangnya-untuk-foya-foya.
Ginting, J. (2015). Hukum Perbankan dan Tindak Pidana Pencucian Uang. Tangerang Selatan:
Universitas Terbuka.
Hakim, L., & Oktaria, T. (2018). Prinsip Kehati-Hatian pada Lembaga Perbankan dalam
Pemberian Kredit. Keadilan Progresif, 9(2), 164-176.
Peraturan Bank Indonesia Nomor: 6/22/PBI/2004 tentang Bank Perkreditan Rakyat
Simamora, M., Siregar, S., & Nasution, M. (2022). Penerapan Prinsip Kehati-Hatian dalam
Penyaluran Kredit pada Lembaga Keuangan Perbankan. Jurnal Retentum, 3(1), 163-173.
https://jurnal.darmaagung.ac.id/index.php/retentum/article/view/1341.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

Anda mungkin juga menyukai