Jawaban :
1. A. Menurut pendapat saya dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga
intermediary, Bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian, khususnya dalam
menyalurkan dana melalui pemberian kredit atau pembiayaan untuk memastikan
bahwa debitur atau nasabah memiliki itikad dan kemampuan untuk membayar sesuai
kesepakatan.Analisa dalam pemberian kredit atau pembiayaan, manajemen risiko dan
kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan merupakan implementasi prinsip
kehati-hatian Bank. Urgensi penerapan prinsip kehati-hatian ini terlihat dalam
ketentuan yang mewajibkan Bank untuk memiliki dan menerapkan Kebijakan
Perkreditan atau Pembiayaan Bank (KPB) sebagai pedoman bagi bank dalam
melaksanakan perkreditan atau pembiayaan sebagaimana diatur dalam POJK No.
42/POJK.03/2017 Tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijakan
Perkreditan Atau Pembiayaan. Permasalahan yang akan dikaji adalah bagaimana
implementasi KPB, ruang lingkup KPB serta akibat hukum tidak dilaksanakannya
KPB oleh Bank dalam rangka menciptakan perkreditan atau pembiayaan yang sehat.
Kebijakan Perkreditan atau Pembiayaan merupakan sarana bagi Bank untuk
menciptakan perkreditan atau pembiayaan yang sehat. Sebagai bagian dari ketentuan
yang berlaku bagi Bank, maka ketidakpatuhan Bank terhadap KPB berarti
pelanggaran terhadap prinsip kehati-hatian sebagaimana diatur dalam Pasal 2, 8 dan
29 Ayat (2) UU Perbankan dan Pasal 23, 35 Ayat (1) dan 36 UU Perbankan Syariah.
Berdasarkan Pasal 49 Ayat (2b) UU Perbankan dan Pasal 66 Ayat (1.d) pelanggaran
prinsip kehati-hatian Bank merupakan tindak pidana perbankan.
Mengingat bank adalah bagian dari system keuangan dan system pembayaran,
masyarakat luas berkepentingan atas kesehatan dari system-sistem tersebut.
Kepercayaan masyarakat kepada bank merupakan unsur paling pokok dari eksistensi
suatu bank. Salah satu faktor untuk dapat memelihara dan meningkatkan kadar
kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank khususnya dan perbankan pada
umumnya ialah kepatuhan bank terhadap terhadap kewajiban rahasia bank.
Maksudnya adalah di percaya atau tidaknya bank oleh nasabah yang menyimpan
dananya maupun menggunakan jasa-jasa lainnya dari bank tersebut untuk tidak
mengungkap keadaan keuangan dan transaksi nasabah serta keadaan lain dari nasabah
yang bersangkutan kepada pihak lain. Dengan kata lain semua itu tergantung kepada
bank tersebut, apakan bank tersebut dapat menjujung tinggi dan mematuhi dengan
teguh rahahasia bank.
Ketentuan mengenai rahasia bank merupakan hal yang sangat penting bagi nasabah
penyimpan dan simpanannya maupun bagi kepentingan dari bank itu sendiri, sebab
apabila nasabah penyimpan ini tidak mempercayai bank di mana ia menyimpan
simpanannya tentu ia tidak akan mau menjadi nasabahnya. Oleh karena itu, suatu
lembaga keuangan yang mempunyai fungsi menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan, dan sudah sepatutnya bank menerapkan ketentuan rahasia bank
secara konsisten dan bertanggung jawab.
Dengan demikian, kerahasian bank ini diperlukan untuk kepentingan bank sendiri
yang memerlukan kepercayaan masyarakat yang menyimpan uangnya di bank.
Masyarakat hanya akan mempercayakan uangnya kepada bank atau memanfaatkan
jasa bank apabila dari bank ada jaminan. Bahwa pengetahuan bank tentang simpanan
dan keadaan keuangan nasabah tidak akan disalahgunakan. Adanya ketentuan rahasia
bank ini ditegaskan bahwa bank harus memegang teguh rahasia bank.
B. ada beberapa pengecualian bagi bank untuk memberikan rahasia bank itu, yaitu
dalam hal-hal berikut:
2. Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan
Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara
Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan
Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari
bank mengenai simpanan nasabah debitur (Pasal 41A ayat (1) UU Perbankan).
Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada Polisi, Jaksa, atau Hakim
untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa
pada bank (Pasal 42 ayat (1) UU Perbankan).
Direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain
dalam rangka tukar menukar informasi antar bank (Pasal 44 ayat (1) UU 7/1992).
6. Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat
secara tertulis
Ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan yang bersangkutan berhak memperoleh
keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan tersebut. (Pasal 44A ayat (2) UU
Perbankan)