Anda di halaman 1dari 4

NASKAH TUGAS TUTORIAL KE-2

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


Nama Mata Kuliah : Hukum Perbankan dan Tindak Pidana Pencucian Uang
Kode Mata Kuliah : HKUM4308
Jumlah sks : 3 SKS
Nama Pengembang : Hendi Sastra Putra, SH.,MH
Nama Penelaah : Purwaningdyah MW/UT
Status Pengembangan : Baru/Revisi*
Tahun Pengembangan : 2021.1
Edisi Ke- : 1
Sumber
Bobot
No Tugas Tutorial Tugas
Nilai
Tutorial
1 Prinsip kehati-hatian (prudent banking principle) adalah
suatu asas yang mengatakan bahwa bank dalam
menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib
menerapkan prinsip kehati-hatian dalam rangka melindungi Modul 4
dana masyarakat yang dipercayakan padanya. 50 Kegiatan
Pertanyaan Belajar 1
Menurut saudara mengapa perbankan harus menerapkan
prinsip kehati-hatian ? dan bagaimana akibat tidak
menjalankan prinsip kehati-hatian ?
2 Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan keterangan mengenai nasabah penyimpanan dan
simpanannya.” Prinsip kerahasiaan bank bermula timbul
dari tujuan untuk melindungi kepentingan
nasabah bank agar terlindungi kerahasiaan yang Modul 5
menyangkut keadaan keuangannya dan data pribadi 50 Kegiatan
nasabah. Belajar 1
Pertanyaan
bagaimana menurut pendapat saudara kenapa rahasia bank
itu sangat penting, adakah pengecualian dari rahasisa
bank ? berikan analisis jawaban anda

Nama : Gigih Purmawan


NIM : 031025962
Jurusan : Ilmu Hukum (S1)
Mata Kuliah : Hukum Perbankan Dan Tindak Pidana Pencucian Uang

Jawaban :
1. A. Menurut pendapat saya dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga
intermediary, Bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian, khususnya dalam
menyalurkan dana melalui pemberian kredit atau pembiayaan untuk memastikan
bahwa debitur atau nasabah memiliki itikad dan kemampuan untuk membayar sesuai
kesepakatan.Analisa dalam pemberian kredit atau pembiayaan, manajemen risiko dan
kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan merupakan implementasi prinsip
kehati-hatian Bank. Urgensi penerapan prinsip kehati-hatian ini terlihat dalam
ketentuan yang mewajibkan Bank untuk memiliki dan menerapkan Kebijakan
Perkreditan atau Pembiayaan Bank (KPB) sebagai pedoman bagi bank dalam
melaksanakan perkreditan atau pembiayaan sebagaimana diatur dalam POJK No.
42/POJK.03/2017 Tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijakan
Perkreditan Atau Pembiayaan. Permasalahan yang akan dikaji adalah bagaimana
implementasi KPB, ruang lingkup KPB serta akibat hukum tidak dilaksanakannya
KPB oleh Bank dalam rangka menciptakan perkreditan atau pembiayaan yang sehat.
Kebijakan Perkreditan atau Pembiayaan merupakan sarana bagi Bank untuk
menciptakan perkreditan atau pembiayaan yang sehat. Sebagai bagian dari ketentuan
yang berlaku bagi Bank, maka ketidakpatuhan Bank terhadap KPB berarti
pelanggaran terhadap prinsip kehati-hatian sebagaimana diatur dalam Pasal 2, 8 dan
29 Ayat (2) UU Perbankan dan Pasal 23, 35 Ayat (1) dan 36 UU Perbankan Syariah.
Berdasarkan Pasal 49 Ayat (2b) UU Perbankan dan Pasal 66 Ayat (1.d) pelanggaran
prinsip kehati-hatian Bank merupakan tindak pidana perbankan.

B. Dengan adanya pelanggaran prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit oleh


bank menimbulkan akibat hukum, dimana kepada pihak yang melakukan
pelanggaran dapat diberikan sanksi hukum berupa sanksi pidana maupun denda
seperti diatur dalam Pasal yang ayat 2 huruf b, Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 Tentang Perbankan.

2. A. Bank merupakan lembaga keuangan yang eksistensinya tergantung mutlak pada


kepercayaan mutlak dari para nasabahnya yang mempercayakan dana dan jasa-jasa
lain yang dilakukan mereka melalui bank pada khususnya dan dari masyarakat luas
pada umumnya. Oleh karena itu, bank sangat berkepentingan agar kadar kepercayaan
masyarkat, yang sudah maupun yang akan menyimpan dananya, maupun yang telah
atau akan menggunakan jasa-jasa bank lainnya terpelihara dengan baik dalam tingkat
tinggi.

Mengingat bank adalah bagian dari system keuangan dan system pembayaran,
masyarakat luas berkepentingan atas kesehatan dari system-sistem tersebut.
Kepercayaan masyarakat kepada bank merupakan unsur paling pokok dari eksistensi
suatu bank. Salah satu faktor untuk dapat memelihara dan meningkatkan kadar
kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank khususnya dan perbankan pada
umumnya ialah kepatuhan bank terhadap terhadap kewajiban rahasia bank.

Maksudnya adalah di percaya atau tidaknya bank oleh nasabah yang menyimpan
dananya maupun menggunakan jasa-jasa lainnya dari bank tersebut untuk tidak
mengungkap keadaan keuangan dan transaksi nasabah serta keadaan lain dari nasabah
yang bersangkutan kepada pihak lain. Dengan kata lain semua itu tergantung kepada
bank tersebut, apakan bank tersebut dapat menjujung tinggi dan mematuhi dengan
teguh rahahasia bank.

Ketentuan mengenai rahasia bank merupakan hal yang sangat penting bagi nasabah
penyimpan dan simpanannya maupun bagi kepentingan dari bank itu sendiri, sebab
apabila nasabah penyimpan ini tidak mempercayai bank di mana ia menyimpan
simpanannya tentu ia tidak akan mau menjadi nasabahnya. Oleh karena itu, suatu
lembaga keuangan yang mempunyai fungsi menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan, dan sudah sepatutnya bank menerapkan ketentuan rahasia bank
secara konsisten dan bertanggung jawab.

Dengan demikian, kerahasian bank ini diperlukan untuk kepentingan bank sendiri
yang memerlukan kepercayaan masyarakat yang menyimpan uangnya di bank.
Masyarakat hanya akan mempercayakan uangnya kepada bank atau memanfaatkan
jasa bank apabila dari bank ada jaminan. Bahwa pengetahuan bank tentang simpanan
dan keadaan keuangan nasabah tidak akan disalahgunakan. Adanya ketentuan rahasia
bank ini ditegaskan bahwa bank harus memegang teguh rahasia bank.

B. ada beberapa pengecualian bagi bank untuk memberikan rahasia bank itu, yaitu
dalam hal-hal berikut:

1. Untuk kepentingan perpajakan

Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang


mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan
memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan
nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak (Pasal 41 ayat (1) UU Perbankan).

2. Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan
Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara

Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan
Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari
bank mengenai simpanan nasabah debitur (Pasal 41A ayat (1) UU Perbankan).

3. Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana

Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada Polisi, Jaksa, atau Hakim
untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa
pada bank (Pasal 42 ayat (1) UU Perbankan).

4. Dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya

Direksi bank yang bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan tentang


keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan dan memberikan keterangan lain yang
relevan dengan perkara tersebut, sebagaimana diatur dalam Pasal 43 Undang-Undang
No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (“UU 7/1992”).

5. Dalam rangka tukar menukar informasi antar bank

Direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain
dalam rangka tukar menukar informasi antar bank (Pasal 44 ayat (1) UU 7/1992).
6. Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat
secara tertulis

Bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan pada


bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh nasabah penyimpan tersebut
atas permintaan, persetujuan, atau kuasa (secara tertulis) dari nasabah penyimpan
(Pasal 44A ayat (1) UU Perbankan).

7. Dalam hal nasabah penyimpan telah meninggal dunia

Ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan yang bersangkutan berhak memperoleh
keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan tersebut. (Pasal 44A ayat (2) UU
Perbankan)

Anda mungkin juga menyukai