Anda di halaman 1dari 2

TUGAS 1

Nama : Salindri Riana Dewi

NIM : 042579915

Jurusan : Ilmu Hukum

Semester : 1

tugas pertama ini mencakup materi yang ada pada inisiasi 1-3. Kerjakan dengan baik sesuai dengan
rambu-rambu yang diberikan.

Utarakan sikap Anda mengenai penggunaan bahasa Indonesia di media sosial seperti Twitter,
Facebook, dan Instagram yang cenderung menggunakan bahasa Indonesia yang disingkat, angka,
tanda baca berlebih, bahasa alay, dan yang menyinggung SARA.

JAWAB

Seiring majunya peradaban manusia, termasuk di Indonesia, banyak cara yang dipilih
pemakai bahasa dalam berkomunikasi. Bahkan pilihan cara komunikasi tidak hanya makin beragam
tapi juga semakin canggih. Salah satu fenomena komunikasi yang paling pesat saat ini adalah
penggunaan media sosial seperti facebook, twitter, whatsapp, chatting, email, sms, dan sebagainya.
Makin banyak pengguna media sosial yang bergentayangan di dunia maya semakin meramaikan
bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia adalah salah satu aset penting bangsa Indonesia. Kenapa?
Karena Bahasa Indonesia merupakan satu-satunya bahasa resmi yang membantu berbagai suku di
Indonesia untuk berkomunikasi secara baik (Mustakim, 1994 : 2). Namun Bahasa Indonesia hari ini
menghadapi tantangan yang berat seiring realitas penggunaan bahasa pada dunia maya atau media
sosial yang bertolak belakang dengan prinsip penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Mulai dari yang disingkat, angka, tanda baca berlebih, bahasA alay dan yang paling parah
menyinggung SARA.

Ada yang menerima, ada yang menolak penggunaan bahasa dunia maya dan media sosial.
Sebagian kalangan tetap “ngotot” pentingnya penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Namun, ada juga yang menganggap Bahasa Indonesia terlalu kaku dan terlalu banyak aturan. Di satu
pihak kita menginginkan Bahasa Indonesia menjadi bahasa modern, dan dapat mengikuti
perkembangan zaman serta menginginkan pemakaian yang baik dan benar, tetapi di pihak lain, kita
telah melunturkan identitas dan citra bahasa sendiri dengan lebih banyak mengapresiasi bahasa
asing sebagai lambang kemodernan.

Membahas hate speech (ujaran kebencian) yang marak terjadi di media soasial. Hate speech
adalah ujaran yang menyerang seseorang atau sekelompok orang berdasarkan atribut-atributnya,
seperti gender, suku/etnis, agama, ras, disabilitas, dan orientasi seksual.” Inilah yang dimaksud
dengan SARA (Suku, Agama, Ras, Antar-golongan). Sebagai contoh berita seminggu ini dipenuhi
dengan berita meninggalnya seorang artis korea bernama Sulli yang meninggal dengan cara gantung
diri. Diduga Sulli bunuh diri karena depresi berat akibat ujaran kebencian di media sosial miliknya. Ini
memberikan pelajaran bahwa setiap kata-kata yang kita keluarkan di media sosial itu membawa
beban. Sebelum memposting sesuatu sadarilah bahwa kita perlu mengambil tanggung jawab atas
apa yang telah ditulis.

Indonesia sendiri sudah membuat aturan hukum tentang hate speech pada tahun 2015 lalu
dengan dikeluarkannya Surat Edaran oleh Kapolri bernomor SE/6/X/2015. Menurut surat edaran
tersebut, ujaran kebencian adalah tindak pidana yang berbentuk penghinaan, pencemaran nama
baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, memprovokasi, menghasut, menyebarkan berita
bohong, dan semua tindakan yang memiliki tujuan atau bisa berdampak pada tindak diskriminasi,
kekerasan, penghilangan nyawa, dan atau konflik sosial. Isu SARA ternyata menimbulkan dampak
yang serius. Mari kembali pada kasus SARA yang menyerang Ahok. Ia dilabeli sebagian kelompok
dengan sebutan kafir, Cina, komunis, dan lain-lain. Sebagian dari kita bereaksi serius dengan
mengutuk pelabelan itu, sebagian lainnya mengamini dan merasa biasa saja. Kita lihat kembali
contoh nyata pada Pilpres 2014 lalu. Pelaku penyebaran hate speech dihukum 2 tahun penjara.

Hal yang harus tetap disepakati adalah penggunaan Bahasa Indonesia yang bercampur kode
dengan bahasa gaul, dunia maya, alay, slang, ataupun bahasa daerah selagi tidak dipakai dalam
situasi formal tidaklah perlu dirisaukan. Setiap kita sebagai pemakai Bahasa Indonesia harus semakin
“peduli” terhadap Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Setiap pemakai Bahasa Indonesia harus
aktif dalam menggunakan Bahasa Indonesia dan tidak menjadikan Bahasa Indonesia sebagai bahasa
sarkasme terhadap generasi muda dan remaja. Karena bahasa adalah ungkapan kelembutan, bukan
ujaran kebencian. Maka bijaklah dalam berbahasa di media sosial.

Bunyi tiruan (onomatope) suara hewan berbeda di setiap negara. Tiruan suara anjing di Indonesia
gonggongannya berbunyi “guk guk’ di Jepang “wang wang’, serta di Korea “mang mang.” Penyebab
perbedaan bunyi onomatope tersebut menurut Anda adalah....

JAWAB

Menurut saya perbedaan bunyi dikarenakan hewan memang memiliki suara yang berbeda satu sama
lainnya. Hal ini yang menjadi ciri khas setiap jenis hewan. Beberapa hewan memang memiliki
beberapa suara tertentu, salah satu contohnya adalah suara guk-guk-guk yang identik dengan hewan
berkaki empat yakni anjing. Namun, jika diperhatikan secara seksama, suara anjing tidak melulu
harus guk-guk-guk. Beberapa anjing di negara lain memiliki suara khas lainnya yang berbeda dengan
suara anjing yang ada di Indonesia. Menurut penuturan teman yang pernah tinggal di Jepang,
banyaknya tiruan bunyi yang dimiliki oleh bahasa Jepang tidak lepas dari budaya komik yang sangat
poluler di negara tersebut. Agar setiap potongan gambar bisa dimengerti oleh pembacanya maka
tiruan bunyi ini mutlak diperlukan. Mirip atau tidak adalah masalah kesepakatan saja. Dapat
disimpulkan bahwa bunyi tiruan (onomatope) suara hewan berbeda disetiap negara karena
perbedaan sistem bunyi bahasa, maka tiruan bunyi yang dihasilkan pun berbeda walau sumber suara
yang dihasilkan sama.

Anda mungkin juga menyukai