Anda di halaman 1dari 4

Nama: M.

Napis Hamdani
Prodi/Kelas/Semester: BKI/Karyawan/I

Bahasa Indonesia, Akankah Hilang Ditelan Zaman?

Bahasa adalah alat komunikasi berupa bunyi yang dihasilkan oleh alat
ucap Manusia yang memiliki arti dan tersusun dengan rapih. Bahasa sendiri
bersifat arbiter yang berarti dapat berubah-ubah, tidak tetap, dan mana suka
yang disepakati dan dipahami oleh sekelompok orang pengguna bahasa
tersebut.
Setiap daerah, setiap kelompok orang atau setiap bangsa memiliki bahasa
yang berbeda-beda. Ini dikarenakan sifat bahasa yang disebutkan diatas tadi
yaitu arbiter, dimana setiap kelompok orang dapat menciptakan bahasanya
sendiri sesuai dengan kehendak mereka untuk mengungkapkan sesuatu yang
kemudian disepakati, dipahami dan digunakan bersama-sama oleh kelompok
tersebut. Selain karena sifatnya yang arbiter bahasa juga tercipta karena
pengaruh budaya, kebiasaan-kebiasaan dan faktor lingkungan yang ada pada
kelompok tersebut.
Bahasa Indonesia sendiri adalah bahasa resmi yang digunakan oleh
bangsa Indonesia sebagai bahasa Nasional di negara Indonesia. Nama bahasa
Indonesia lahir pada saat peristiwa sumpah pemuda pada tanggal 28 Oktober
1928. Dimana salahsatu poin pada sumpah pemuda tersebut berbunyi “ Kami
putra-putri Indonesia menjungjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”. Ini
menandakan bahwa telah ada kesepakatan bersama bahwa bahasa pemersatu
bangsa Indonesia adalah bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia sendiri berasal dari bahasa melayu yang sudah sejak
zaman dulu digunakan sebagai bahasa perantara. Bukan saja di kepulauan
Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara.
Pada tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan
dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh wilayah
Indonesia (Wawasan Nusantara). Kemudian pada tahun-tahun berikutnya
diadakan Kongres Bahasa Indonesia yang dilakukan sebanyak VII kali. Dan
dari kongres-kongres yang telah diadakan terbentuklah sistematika berbahasa
yang ditetapkan sebagai EYD (Ejaan Yang Disempurnakan) sebagai pedoman
seseorang dalam berbahasa baik secara langsung atau tidak langsung.

Saat ini Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Indonesia telah


merilis Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) sebagai pengganti
dari Ejaan yang Disempurnakan (EYD). Perubahan ini telah ditetapkan di dalam
Peraturan Menteri dan Kebudayaan (Permendikbud) RI Nomor 50 Tahun 2015
tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia.

Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi saat ini, menjadikan


media sosial semakin banyak digunakan dikalangan masyarakat. Saat ini telah
banyak media sosial yang digunakan untuk menyampaikan informasi dan
berkomunikasi. Seperti facebook, whatsapp, instagram, twitter, dan masih
banyak lagi yang lainnya. Jumlah penggunanyapun semakin bertambah setiap
harinya, hal ini menjadikan media sosial sebagai salah satu kebutuhan hidup
masyarakat.

Media sosial yang saat ini dapat diakses dengan mudah telah merambah
ke seluruh lapisan masyarakat. Hal ini juga dapat menjadi ancaman bagi
penggunaan bahasa formal, khususnya bahasa Indonesia, ini terbukti telah
banyak ditemukan bahasa-bahasa baru yang merupakan plesetan dari bahasa
Indonesia sendiri. Bahasa tersebut dikenal dengan istilah bahasa gaul atau
bahasa alay.

Bahasa gaul atau bahasa alay merupakan bahasa yang dikenal dalam
dunia pergaulan. Istilah ini muncul pada tahun 1980-an yang pada saat itu
bahasa gaul diartikan sebagai bahasanya para bajingan dan anak jalanan
(Pradana, 2012). Namun, seiring dengan perkembangan zaman, bahasa gaul
kini mulai dikenal luas sebagai bahasa modern. Pada awal tahun 2000an
seorang artis Debby Sahertian menerbitkan kamus bahasa gaul, yang
kemudian berkembang dikalangan artis pada saat itu. Kamus bahasa gaul
tersebut memuat kosakata baru yang merupakan plesetan dari kosakata
bahasa indonesia. Contohnya seperti akika (aku), kesindang (kesini) samsara
(sama-sama) dan masih banyak lagi. Tercatat sudah lebih dari 2500 kosakata
yang diterbitkan hasil dari plesetan bahasa Indonesia ini.

Tidak adanya peraturan dalam penggunaan bahasa di media sosial


semakin memperkuat maraknya perkembangan bahasa gaul di kalangan
masyarakat. Sebagai contoh, fenomena bahasa alay. Umumnya, penggunaan
bahasa alay ini banyak ditemukan pada postingan remaja diberbagai media
sosial. Namun, penggunaan bahasa alay ini memiliki efek menular terhadap
remaja lainnya. Rata-rata dari mereka akan meniru apa yang telah teman
mereka post. Karena, menurut mereka hal tersebut merupakan sesuatu yang
ngetren. Seperti contoh penggunaan kata santuy (santai), ashiap (siap), kepo
(istilah untuk orang yang selalu ingin tahu banyak), dan sebagainya. Selain itu
ada juga kata-kata yang disingkat dan dicampur dengan bahasa asing, seperti
mager (males gerak) pw (posisi wenak/enak) otw (on the way/lagi di jalan) dan
masih banyak lagi. Selain ditemukannya kosakata baru yang merupakan
plesetan atau singkatan ditemukan juga kata-kata yang penulisannya tidak
sesuai dengan peraturan PUEBI.
Kebiasaan menggunakan bahasa gaul dalam media sosial mengakibatkan
sulitnya masyarakat Indonesia berkomunikasi dalam lingkungan formal.
Misalnya, ketika mereka harus berbicara dalam kegiatan formal atau membuat
makalah berbahasa Indonesia. Fakta membuktikan bahwa bahasa yang
digunakan oleh kalangan remaja di Indonesia kebanyakan sudah tercampur
dengan bahasa gaul.
Kekhawatiran akan semakin maraknya penggunaan bahasa gaul/bahasa
alay pada media sosial sangat beralasan. Bahasa gaul/alay dianggap sebagai
ancaman terhadap peraturan tata bahasa Indonesia, karena meskipun dalam
bahasa ada bahasa baku dan tidak baku, bahasa alay adalah bahasa tidak
baku yang tidak bagus. Selain itu, sifat dari media sosial yang membuat
penikmatnya asik dengan dunia maya mereka masing-masing membuat
mereka malas berkomunikasi di dunia nyata. Akibatnya, karena sering
berinteraksi di media sosial dengan bahasa gaul/alay, tingkat pemahaman
bahasapun akan terganggu.
Apabila ini dibiarkan terus menerus dan tidak dilakukan pencegahan,
lama-lama keaslian bahasa Indonesia akan hilang. Maka, untuk menghindari ini
semua diperlukan upaya untuk menanamkan dan menumbuhkan kecintaan
terhadap pemahaman bahasa Indonesia. Salah satu upaya yang telah terbukti
efektif adalah pendekatan pembelajaran bahasa Indonesia dengan
menggunakan media sosial dalam membantu remaja memahami kaidah tata
bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Sebenarnya, ada banyak sekali upaya-upaya pencegahan yang dapat kita
lakukan agar perkembangan bahasa gaul di media sosial ini tidak berkembang
dengan pesat. Namun upaya terbesar datang dari diri kita sendiri. Upaya
penyadaran diri akan kaidah tata bahasa yang baik dan benar.

Anda mungkin juga menyukai