NIM : 041869885
Tugas 1
Tugas pertama ini membahas materi yang ada pada inisiasi 1-3. Kerjakan dengan baik sesuai
dengan rambu-rambu yang diberikan.
Jawab
Indonesia merupakan negara dengan pengguna media sosial yang cukup tinggi. Hal
ini berdasarkan pada hasil survei yang dimuat berita online www.tribunnews.com
(Senin, 13 April 2020) menyatakan bahwa Indoensia menduduki peringkat keempat
terbesar di dunia setelah India, Amerika Serikat dan Brazil. Dengan begitu banyaknya
pengguna tersebut dari berbagai latar belakang yang berbeda seperti, pendidikan,
sosial, dan lain sebagainya, tentu saja, akan menghasilkan variasi penggunaan bahasa
tulis yang berbeda di sosial media, dari mulai bahasa serampangan, sembrono; bahasa
yang lembut hingga yang sarkasme, dari bahasa yang lugas hingga ambigu, bahkan
dari bahasa kesenangan hingga ujaran kebencian baik yang menyerang pribadi, agama
ras dan budaya. Dan tidak mau ketinggalan bahasanya kaum alay juga mewarnai
sosial media. Hal demikian, menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi para pakar
bahasa dan pecinta Bahasa Indonesia, jangan sampai penggunaan bahasa indonesia
yang baik, benar sesuai kaidah – kaidah tata bahasa semakin diabaikan oleh penutur
bahasa Indonesia.
Berikut beberapa variasi bahasa tulis yang yang sering kita temukan di sosial media
seperti Twitter, Facebook, WhatsApp dan Instagram
1. Terdapat singkatan pada sebagian besar kata pada kalimat yang digunakan,
seperti: met pgi, pa kbr? Lg dmna? Kk sdang ap? Sdh mkn? Dan lain lain
6. Tulisan sering ditambahkan huruf yang tidak perlu dan tidak penting.
Dari uraian diatas sebenarnya sangat mudah memahami bahasa dunia maya yang
terdapat di jejaring sosial dan setiap orang bisa saja membuat kreasi masing – masing,
karena tidak ada aturan yang mengikat dalam berbahasa di sosial media, selama hal
tersebut tidak mengandung unsur SARA dan merugikan pihak lain. Jika hal – hal
yang mengandung unsur SARA dan ujaran kebencian bisa dihindari oleh pengguna
sosial media di Indonesia, maka fungsi bahasa sebagai alat kontrol sosial yang sangat
efektif baik berupa lisan maupun tulisan guna untuk mengontrol suatu kegiatan
manusia berjalan sesuai dengan fungsinya. Dengan demikian, mudahnya diterima
penggunaan bahasa – bahasa singkatan dan gaya bahasa alay atau semacamnya karena
sifatnya yang santai. Hal demikian sebenarnya bukanlah masalah yang serius, selama
penggunaan variasi bahasa - bahasa di sosial media tersebut tidak menggunakannya
pada komunikasi formal baik itu dalam bentuk tulisan maupun lisan. Syarifudin
Yunus, seorang pemerhati Bahasa Indonesia & Dosen Program Studi Bahasa
Indonesia Universitas Indraprasta PGRI, mengatakan bahwa dunia maya dan jejaring
sosial akan menjadi ancaman apabila penggunaannya yang marak mulai merambah
pada aktivitas berbahasa formal, baik lisan maupun tulisan. Namun, bahasa dunia
maya dan jejaring sosial akan memberi peluang kepada Bahasa Indonesia untuk
semakin menegaskan posisinya sebagai bahasa nasional dan bahasa persatuan.
Jawab.
Ketika membahas sistem bunyi bahasa, maka kita akan berbicara tentang fonologi, karena
fonoligi adalah bidang ilmu yang mempelajari sistem bunyi pada suatu bahasa. Menurut
Kridalaksana (2002) yang di kutip dari kamus linguistik, fonologi mempunyai arti bidang
pada linguistik yang mempelajari tentang berbagai bunyi bahasa berdasarkan fungsinya.
Seperti yang telah kita ketahui bahwa bahasa itu memiliki sifatnya yang arbitrare. Menurut
Defenisi bahasa dari Kridalaksana bahwa: “Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang
arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerjasama,
berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri”. Arbitrare artinya sembarang, sewenang –
wenang, maka suka, berubah – ubah. Maksudnya adalah tidak ada hubungan wajib antara
lambang bahasa dengan konsep yang dimaksud pada lambang bahasa tersebut misalnya kita
tidak bisa menjelaskan hubungan antara lambang bunyi (air) dengan benda yang
dilambangkan yaitu benda cair yang diapakai.
Contohnya :
kuda memiliki konsep hewan berkaki 4 yang biasa orang gunaka untuk
menarik delman misalnya.
Karena hakikat bahasas adalah arbitare sehingga lambang dari kata “kuda” diatas di negara
lain juga berbeda baik dari lambang maupun sistim ujarnya. Begitupun halnya pada hewan
bahwa setiap bunyi tiruan (onomatope) pada suara hewan berbeda di setiap negara.
Perbedaan sistem bunyi bahasa, maka tiruan bunyi yang dihasilkan pun berbeda walau
sumber suara yang dihasilkan sama. Misalnya, menyebut suara kucing di Indonesia “meong”
sedangkan di Jepang “nyannyan”. Contoh lainnya: seperti menyebut suara anjing, dalam
bahasa Jepang dengan “wanwan”, sedangkan dalam bahasa Indonesia dengan gukguk. Sekali
lagi saya katakan bahwa Hal tersebut terjadi karena perbedaan sistem bunyi bahasa yang
dimilki di kedua negara tersebut, maka tiruan bunyi yang dihasilkan pun berbeda meskipun
sumber suara yang dihasilkan sama. Karakter yang unik tersebut terlihat dalam sistem
fonologinya. Dalam bahasa Jepang terutama pada onomatope memiliki bunyi – bunyi yang
segmental (vokal dan konsonan), juga terdapat bunyi – bunyi suprasegmental (seperti nada,
tekanan, jeda, dll). (A’tin Nurjanah Yuniarti, 2017. Hal. 6)
Referensi:
1. BMP Bahasa Indonesia MKDU4110
3. Elearning.ut.ac.id/course/view.php?id=44998
4. Setiawati, Lis. (n.d). Modul 1 Bahasa Indonesia. Diakses pada 9 April 2020, dari
http://repository.ut.ac.id/4737/1/PBIN4105-M1.pdf
5. Yuniarti, N. A’tin, (2017). Analisis Bentuk Fonologis Dan Makna Onomatope Bunyi Glottal
Stop. Universitas Diponegoro Semarang: Semarang.
6. Yunus, Syarifudin. (26 Januari 2019). Bahasa Indonesia di Dunia Maya; Ancaman atau
Peluang?. Diakses pada 13 April 2020, dari
https://www.kompasiana.com/syarif1970/551b006b8133117e089de3a0/bahasa-indonesia-
di-dunia-maya-ancaman-atau-peluang