Anda di halaman 1dari 3

Nama : Tika Agustine

Nim : 022344996
Prodi : Akuntansi

Tugas Tutorial I

Tugas pertama ini mencakup materi yang ada pada inisiasi 1-3. Kerjakan dengan baik sesuai
dengan rambu-rambu yang diberikan.

1. Utarakan sikap Anda mengenai penggunaan bahasa Indonesia di media sosial


seperti Twitter, Facebook, dan Instagram yang cenderung menggunakan bahasa
Indonesia yang disingkat, angka, tanda baca berlebih, bahasa alay, dan yang
menyinggung SARA.

Bahasa di media sosial bukanlah bahasa resmi sebagaimana menulis artikel karya ilmiah,
makalah, jurnal, skripsi dan thesis. Saya selalu berusaha menulis status facebook, twitter sesuai
dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Kalaupun disingkat tentu dengan memilih singkatan
yang membuat pembaca mudah memahami maksudnya. Misal untuk singkatan; dengan = dgn,
tidak = tdk, klu = kalau, yg = yang, utk = untuk, sy = saya, dan lain sebagainya.

Saya paling sering membaca tulisan orang di media sosial untuk hal yang sama sekali tidak
menggunakan bahasa/kata yang baik dan benar. Ini penting dilakukan karena berbicara soal etika
dalam berkomunikasi sesama pengguna facebook dan twitter. Padahal sejak sekolah dasar
sampai ke perguruan tinggi sekalipun, pelajaran bahasa indonesia selalu jadi ilmu yang wajib
dipelajari dan diulang-ulang.

Bahasa merupakan instrumen terpenting dalam kehidupan manusia. Manusia tidak dapat
hidup tanpa menggunakan bahasa, baik lisan maupun tulisan. Bahasa juga di jadikan simbol-
simbol yang digunakan untuk menyatakan gagasan, ide, dan perasaan orang kepada orang
lain. Mulai dari bangun tidur, makan, mandi, sampai tidur lagi, atau melakukan berbagai
aktivitas manusia lainnya, tidak luput dari adanya penggunaan bahasa.

Namun, hingga hari ini kita menghadapi tantangan yang berat seiring intervensi dan
realitas penggunaan bahasa pada media sosial. Penggunaan bahasa persatuan Indonesia
bertolak belakang dengan prinsip yang ditetapkan dengan baik dan benar. Satu hal yang
pasti dalam bahasa media sosial adalah adanya peralihan dari komunikasi lisan menjadi
komunikasi tulisan.  

Hal ini terjadi karena dilakukan melalui internet. Cara berkomunikasi ini yang
mendorong terjadinya eksplorasi untuk memperkaya bahasa tulis yang dipakai, termasuk
menggunakan emot icon sebagai simbol ekspresi tertentu. Dari segi sifatnya, bahasa dalam
media sosial biasanya terjadi pada pemakai bahasa yang sudah saling kenal, meskipun
berada di ruang publik.

Dalam media sosial, para penutur bahasa alay saling berdialog melalui ragam tulis.
Dalam berbahasa tulis kita harus lebih menaruh perhatian agar kalimat-kalimat yang kita
susun bisa dapat dipahami pembaca dengan baik. Oleh karena itu, para penutur bahasa alay
sering menciptakan kosakata baru yang mereka gunakan untuk berkomunikasi dalam
jejaring sosial tersebut. 

Penggunaan kosakata bahasa gaul yang ada dalam jejaring sosial terus berkembang dan
berganti mengikuti tren. Masa remaja memiliki karakteristik antara lain petualangan,
pengelompokan, dan kenakalan. Ciri ini tercermin juga dalam bahasa mereka. Keinginan
untuk membuat kelompok eksklusif menyebabkan mereka menciptakan bahasa rahasia.

Bahasa media sosial telah menjadi realitas. Dalam konteks berbahasa, kita hanya perlu
mencermati beberapa ciri bahasa media sosial, antara lain: Adanya sisipan, singkatan,
bahasa alay icon emot dan lainnya. Dalam bermedsos kita sering menemukan  adanya
singkatan pada sebagian besar konstruksi kalimat yang digunakan.

2. Bunyi tiruan (onomatope) suara hewan berbeda di setiap negara. Tiruan suara anjing  di
Indonesia gonggongannya berbunyi “guk guk’ di Jepang “wang wang’, serta di Korea
“mang mang.” Penyebab perbedaan bunyi onomatope tersebut menurut Anda adalah....

Bahasa adalah lambang bunyi yang digunakan oleh anggota masyarakat dalam berinteraksi,
atau berkomunikasi satu sama lain. Dengan demikian bahasa merupakan alat yang digunakan
untuk menyampaikan sesuatu yang terlintas dalam hati, gagasan, pemikiran, dan juga perasaan.

Bahasa mempunyai karakteristik tersendiri yang dapat menunjukkan budaya suatu bangsa.
Salah satu contohnya yaitu dalam penggunaan onomatope, yaitu tiruan bunyi baik tiruan bunyi
benda ataupun tiruan bunyi hewan. Onomatope ini walaupun mungkin di semua bahasa memiliki
tiruan bunyi, akan tetapi mempunyai perbedaan dalam mengungkapkannya. Menurut
Kridalaksana (2008 : 149) pengertian dari onomatope adalah : “Onomatope adalah tiruan bunyi
yang biasanya terdiri dari satu atau dua perulangan silabel, sesuatu yang dapat berdiri sendiri
sebagai suku kata.” Onomatope itu sendiri biasanya digunakan dalam kehidupan sehari–hari,
baik dalam ucapan maupun tulisan. Onomatope menunjukkan suatu ekspresi yang berasal dari
bunyi, suara. Di dalam bahasa Indonesia onomatope atau tiruan bunyi jarang digunakan dalam
kehidupan sehari-hari oleh karena itu tiruan bunyi dalam bahasa Indonesia berjumlah sedikit
berbeda dengan di negara Jepang yang terdapat banyak tiruan bunyi.

Onomatope berasal dari Bahasa Yunani yang berarti kata atau sekelompok kata yang
menirukan bunyi-bunyi dari sumber yang digambarkannya. Konsep ini berupa sintesis dari kata
Yunani όνομα (onoma  yang berarti nama) dan ποιέω (poieō yang berarti "saya buat" atau "saya
lakukan") sehingga artinya adalah "pembuatan nama" atau "menamai sebagaimana bunyinya".
Bunyi-bunyi ini mecakup antara lain suara hewan dan suara-suara lain yang bukan merupakan
kata, seperti suara orang tertawa.

Beberapa contoh onomatope:

• Suara hewan: menggonggong, mendesis, mengeong dsb.

• Suara lain: tercebur

• Suara manusia: ha-ha-ha

• Suara burung, namanya berasal dari suara yang dikeluarkannya.

Perbedaan bunyi onomatope pada hewan di setiap Negara yang memiliki karakter unik
tersebut dapat terlihat dalam sistem fonologinya. fonologi merupakan bidang ilmu yang meneliti
sistem bunyi suatu bahasa, dan perbedaan berbagai bunyi sehingga mampu membedakan makna.

Anda mungkin juga menyukai