Anda di halaman 1dari 2

Nama : Rahayu Nadisa Dewi

NIM : 041847177

Tugas I Sesi III

1. Sikap tentang penggunaan Bahasa Indonesia di media sosial seperti Twitter, Facebook, dan
Instagram yang keluar dari kaidah Bahasa Indonesia seperti penggunaan angka, tanda baca, bahasa
alay, dan yang menyinggung SARA.

Penggunaan Bahasa Indonesia di media sosial yang keluar dari kaidah Bahasa Indonesia tidak
dibenarkan jika berdasarkan sifat dan kaidah Bahasa Indonesia tersebut. Seperti pada hakikatnya,
bahasa itu bermakna, jika misal saja ada penggunaan bahasa Indonesia menggunakan angka, tanda
baca, bahasa tersebut tidak dipahami oleh sebagian orang yang tidak mengetahui arti bahasa
tersebut, sehingga akan menimbulkan kekeliruan, dan akhirnya bahasa tersebut tidak bermakna.

Kemudian untuk bahasa yang menyinggung SARA, berdasarkan sifat bahasa yaitu bahasa memiliki
fungsi, orang berbahasa karena ingin mengungkapkan seuatu yang ada di dalam pikiran dan
perasaannya, bahasa digunakan untuk kepentingan dirinya. Namun dengan penggunaan bahasa
yang menyinggung SARA, bahasa tersebut akan berfungsi negatif, karena akan menjadi
penyampaian buruk, dan menimbulkan ketersinggungan terhadap interaksi dengan orang lain.
Dan penggunaan Bahasa Indonesia yang keluar dari kaidah Bahasa Indonesia akan merusak sistem
bahasa itu sendiri seperti yang terdapat pada fungsi bahasa, yaitu bahasa memiliki sistem, bahasa
yang keluar dari kaidah akan sulit untuk dipahami karena tidak pernah ada kesepakatan susunan
bunyi sistem bunyi diluar kaidah Bahasa Indonesia, sehingga akan menyebabkan makna yang bias.

Salah satu sifat bahasa adalah bahasa itu indah, jika penggunaan bahasa yang menyinggung SARA,
maka sifat bahasa tersebut jauh dari kata indah. Karena bermakna negatif dan hanya akan merusak
seni bahasa itu sendiri. Sehingga bahasa tersebut justru akan menjadi buruk.
Kemudian, untuk penggunaan Bahasa Indonesia di mesia sosial yang keluar dari kaidah Bahasa
Indonesia seperti tanda baca dan penggunaan angka, jika dilihat dari salah satu sifat bahasa, yaitu
bahasa itu variatif, dimana variatif yang dimaksud yaitu ragam bahasa, maka penggunaan Bahasa
Indonesia di media sosial yang keluar dari kaidah Bahasa Indonesia termasuk ragam bahasa tidak
baku,

Salah satu sifat bahasa yaitu bahasa itu dinamis, yaitu dalam penggunaan bahasa Indonesia diluar
kaidah Bahasa Indonesia, hal tersebut tidak termasuk sifat dinamis jika berdasarkan kaidah Bahasa
Indonesia, karena dinamis yang dimaksud dalam kaidah Bahasa Indonesia adalah kosakata yang
berasal dari bahasa daerah Indonesia, atau sumber eksternal yaitu dari bahasa asing, yaitu kata
serapan. Namun penggunaan tersebut dinamis hanya untuk sebuah ide kreatif semata di kalangan
pengguna media sosial.
2. Penyebab perbedaan bunyi (onomatope) pada suara hewan berbeda di setiap negara. Seperti tiruan
suara anjing di Indonesia gonggongannya berbunyi “guk guk” di Jepang “wang wang” dan di Korea
“mang mang”

Bunyi tiruan (onomatope) suara hewan di setiap Negara berbeda, penyebab perbedaan bunyi
tersebut dikarenakan berdasarkan salah satu sifat bahasa yaitu bahasa itu bersifat konvensional.
Yang artinya bahasa tersebut merupakan sebuah kesepakatan. Bahasa dibentuk berdasarkan
komunitas penggunanya. Contoh dari kesepakatan bahasa tersebut yaitu pada onomatope suara
hewan yang ada di Indonesia berbeda dengan yang ada di Jepang yaitu Indonesia memiliki
kesepakatan pada komunitasnya dalam hal ini masyarakatnya yaitu suara anjing menggonggong
adalah “guk guk” sementara di Jepang warganya memiliki kesepakatan yaitu berbunyi “wang wang”
untuk suara anjing menggonggong.

Kemudian dari bunyi tiruan (onomatope) suara hewan ini disebabkan dari adanya sifat arbitrer yang
ditimbulkan dari sifar konvensional tersebut. Arbitrer berarti sewenang – wenang atau sesuka – suka
sehingga tidak dapat dijelaskan berdasarkan berdasarkan petimbangan logika atau nalar. Sifat
arbitrer ini tidak ada kaitannya antara bunyi kata dengan benda-benda yang dibahasai atau antara
lambang bunyi dengan yang dilambangkan. Seperti bunyi tiruan gonggongan anjing di Korea yaitu
“mang mang” dimana bunyi tersebut tidak ada hubungan dengan benda tersebut. Sehingga kembali
lagi sebutan – sebutan, bunyi – bunyi tersebut muncul atas kesepakatan masyarakat pengguna
bahasa (konvensional) dan tidak ada hubungan antara benda dan nama benda ataupun bunyi benda
tersebut.

Sumber referensi :

Santoso, Anang dkk. 2020. Bahasa Indonesia. Tangerang Selatan : Universitas Terbuka.

Anda mungkin juga menyukai