Anda di halaman 1dari 7

1.

Contoh Kasus :

PT. Hancur Lebur membuka sebuah anak Perusahaan bernama PT. Hancur Bersama dengan
saham mayoritas 95%. PT. Hancur bersama bergerak di bidang penjualan komputer yang
harganya sangat murah. Karena penjualan PT. Hancur Bersama meningkat tajam dalam 3 bulan,
maka harga sahamnya pun naik dari semula Rp. 100 per lembar menjadi Rp. 800 per lembar
saham. Dengan kondisi tersebut PT. Hancur Lebur melepas sahamnya ke pasar saham. Pada
Faktanya PT. Hancur Lebur melakukan kecurangan dengan melakukan subsidi Harga Komputer
yang dijual oleh PT. Hancur Bersama untuk meningkatkan harga sahamnya. Setelah saham
dibeli oleh pihak luar harga saham menjadi anjlok Rp. 50 per lembar!

Analisis kasus diatas dan uraikan analisis anda tindak pidana pasar modal yang terjadi disertai
dasar hukumnya!

Jawab: Kejahatan di bidang pasar modal adalah kejahatan yang dilakukan Oleh pelaku pasar
modal dalam Kegiatan pasar modal. Kejahatan di bidang pasar modal dapat terjadi karena
adanya kesalahan Pelaku, kelemahan aparatur yang mencakup integritas Dan profesionalisme
Dan kelemahan peraturan. Jenis tindak pidana yang umumnya terjadi di pasar modal ada
beberapa macam, antara lain penipuan (fraud), manipulasi pasar (market manipulation), dan
perdagangan orang dalam (insider trading).

Tindak pidana pasar modal yang terjadi pada kasus diatas adalah manipulasi pasar, dimana PT.
Hancur Lebur melakukan kecurangan dengan melakukan subsidi Harga Komputer yang dijual
oleh PT. Hancur Bersama untuk meningkatkan harga sahamnya. Sebagaimana ketentuan Pasal
91 Undang-Undang Pasar Modal, Manipulasi Pasar adalah tindakan yang dilakukan oleh setiap
pihak secara langsung maupun tidak dengan maksud untuk menciptakan gambaran semu atau
menyesatkan mengenai perdagangan, keadaan pasar atau harga efek di bursa efek.

Definisi lain tentang Manipulasi Pasar adalah sebuah upaya yang disengaja untuk
mencamputangani situasi pasar dengan operasi pasar yang bebas dan adil dan menciptakan
kenampakan buatan yang palsu atau menyesatkan menyangkut harga, atau pasar untuk
sekuritas, komoditas, atau nilai tukar.

Dalam ruang lingkup Pasar Modal di Indonesia, definisi tersebut diatas sesuai dengan ketentuan
Pasal 92 Undang-Undang Pasar Modal yang berbunyi : “ setiap tindak, baik sendiri-sendiri
maupun bersama-sama dengan pihak lain, dilarang melakukan 2 (dua) transaksi efek atau lebih,
baik langsung maupun tidak langsung, sehingga menyebabkan harga efek di Bursa Efek tetap,
naik atau turun dengan tujuan mempengaruhi pihak lain untuk membeli, menjual atau menahan
efek “.

Berdasarkan ketentuan pasal tersebut diatas, unsur-unsur tindakan yang dilarang adalah:

 Melakukan 2 transaksi efek atau lebih, baik langsung maupun tidak langsung.

 Menyebabkan harga efek di bursa efek tetap, naik atau turun.


 Dengan tujuan mempengaruhi pihak lain untuk membeli, menjual atau menahan efek.

Sebagaimana ketentuan Pasal 104 Undang-Undang Penanaman Modal, setiap pihak yang
melanggar ketentuan Pasal 92 tersebut diatas, diancam dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 15 miliar.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal secara tegas melarang kegiatan
perdagangan efek yang mengandung unsur penipuan, manipulasi, dan perdagangan orang
dalam. Larangan ini dibuat untuk melindungi kepentingan masyarakat investor/pemodal, serta
untuk menjamin agar proses perdagangan efek dapat berlangsung secara jujur dan sehat
sehingga kepercayaan masyarakat terhadap industri Pasar Modal Indonesia dapat terus terjaga
dan bertahan lama.

2. Sebuah perusahaan Kapal Laut yang mendistribusikan Oli Bekas dan zat berbahaya antar
pulau. Suatu ketika karena tidak menaati prosedur, Oli bekas dan zat berbahaya yang diangkut
tumpah sebanyak 200.000 liter ke pinggir pantai yang merupakan kawasan pemukiman nelayan.
Atas kejadian tersebut para nelayan yang sedang melaut dan masyarakat kawasan pantai
mengalami penyakit kulit berbahaya.

Berikan analisis anda atas contoh kasus diatas apakah ada tindak pidana yang terjadi atas
tumpahnya oli bekas dan zat berbahaya berdasarkan kasus diatas ? dan uraikan
pertanggungjawaban pidana yang dilakukan oleh perusahaan diatas!

Jawab: Ya, Ada. tindak pidana yang terjadi atas tumpahnya oli bekas dan zat berbahaya dalam
kasus diatas adalah tindak pidana lingkungan.

Pencemaran lingkungan hidup menurut Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun


2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (“UU PPLH”) adalah masuk atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup
oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.

Pada dasarnya setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan
hidup wajib melakukan penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan serta melakukan
pemulihan lingkungan hidup. Penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup dilakukan dengan:

 Pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup


kepada masyarakat;

 Pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;

 Penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; dan/atau

 Cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pasal 60 UU PPLH: Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media
lingkungan hidup tanpa izin.

Pasal 104 UU PPLH: Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media
lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar
rupiah).

Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009, ketentuan pidana diatur dari Pasal 97 sampai
dengan Pasal 120. Dari ketentuan tersebut secara umum rumusan delik lingkungan
dikualifikasikan dalam delik material dan formal. “delik lingkungan sebagai perbuatan yang
dilakukan dengan sengaja dan atau karena kelalaiannya yang menyebabkan dilampauinya baku
mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, dan atau criteria baku kerusakan
lingkungan hidup” dirumurkan dalam pasal 98 dan 99 Undang-undang No. 32 Tahun 2009.
Selain itu, “delik lingkungan yang berakibat terjadinya pencemaran dan atau kerusakan
lingkungan yang menyebabkan hilangnya nyawa manusia dirumuskan dalam pasal 122 Undang-
undang No. 32 Tahun 2009.

Jika tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk, atau atas nama badan usaha,
tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada:

a. badan usaha; dan/atau

b. orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau orang yang
bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut.

Jika tuntutan pidana diajukan kepada pemberi perintah atau pemimpin tindak pidana dalam
huruf b di atas, ancaman pidana yang dijatuhkan berupa pidana penjara dan denda diperberat
dengan sepertiga.

Jika tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada badan usaha sebagaimana dalam
huruf a di atas, sanksi pidana dijatuhkan kepada badan usaha yang diwakili oleh pengurus yang
berwenang mewakili di dalam dan di luar pengadilan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan selaku pelaku fungsional.

3. Serang, 17 Februari 2020 - Dalam kurun waktu 2019-2020, Penyidik Kanwil DJP Banten
bersama-sama Polda Banten dan Kejaksaan Tinggi Banten telah melakukan penyidikan
terhadap empat tersangka tindak pidana perpajakan dengan inisial ES, TK, IH, dan JDG.

Tersangka ES, IH dan JDG telah disangka menerbitkan dan/atau menggunakan Faktur Pajak
yang Tidak Berdasarkan Transaksi yang Sebenarnya (TBTS) atau yang lebih dikenal dengan
Faktur Pajak Fiktif. Modus yang dilakukan oleh para tersangka adalah dengan mengaku sebagai
konsultan pajak dan menawarkan kepada perusahaan-perusahaan bahwa mereka dapat
membantu mengurangkan pembayaran pajak dengan memakai dokumen yang dianggap dapat
mengurangkan pembayaran pajak (PPN).

Karena keterbatasan pemahaman mengenai pajak para pemilik perusahaan dan percaya bahwa
para tersangka adalah orang yang mengerti pajak, maka para pengusaha percaya bahwa
dokumen yang diberikan oleh tersangka adalah benar dan tidak ada permasalahan dalam
pelaporan perpajakannya. Adapun tersangka TK ditengarai melaporkan jenis kegiatan usaha
yang tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya serta tidak melaksanakan kewajiban
perpajakannya dengan benar sehingga menimbulkan kerugian bagi negara. Tersangka TK
berkedudukan sebagai direktur PT PH, menggunakan perusahaan tersebut untuk menjual
gudang atau kavling untuk gudang namun tidak memenuhi kewajiban PPh dan PPN terutang.

Modus tersangka adalah dengan melaporkan kegiatan usaha PT PH sebagai perusahaan yang
bergerak dalam bidang usaha jasa pemeliharaan dan pengamanan lingkungan sehingga selama
bertahun-tahun lolos dari pengawan kantor pajak yang menaunginya. Pengalihan Hak atas
Tanah dan atau Bangunan atas gudang dan/atau kavling untuk gudang dapat terus terjadi
sampai dengan pembuatan dokumen Akta Jual Beli oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
karena Tersangka membuat seolah-olah pajak penghasilan yang terutang atas transaksi
tersebut sudah dibayar. Dengan tidak dilaporkannya transaksi ini, otomatis PPN terutangnya
juga tidak dilaporkan ke kantor pajak.

Atas perbuatan tersangka ES menimbulkan kerugian terhadap negara sebesar Rp5.905.763.662,


- (lima milyar sembilan ratus lima juta tujuh ratus enam puluh tiga ribu enam ratus enam puluh
dua rupiah). Atas perbuatan tersangka IH menimbulkan kerugian terhadap negara sebesar Rp
1.805.870.731 (Satu Milyar Delapan Ratus Lima Juta Delapan Ratus Tujuh Puluh Ribu Tujuh
Ratus Tiga Puluh Satu Rupiah). Sedangkan atas perbuatan tersangka JDG menimbulkan
kerugian terhadap negara sebesar Rp2.283.525.428,- (dua milyar dua ratus delapan puluh tiga
juta lima ratus dua puluh lima ribu empat ratus dua puluh delapan rupiah). Begitu pula atas
perbuatan tersangka TK telah menimbulkan kerugian Negara sebesar lebih dari Rp
3.000.000.000,- (Tiga miliar rupiah). Ancaman hukuman pidana maksimal atas modus seperti ini
adalah ancaman hukuman pidana penjara 8 tahun.

Berkat kerjasama antara penegak hukum Kanwil DJP Banten, Polda Banten, dan Kejaksaan
Tinggi Banten, berkas perkara atas tersangka ES, TK, IH dan JDG sudah dinyatakan lengkap oleh
Jaksa Peneliti (P-21). Terhadap tersangka ES sudah divonis pidana penjara selama 3 (tiga)
tahun dan denda sebesar Rp4.730.755.030,- (empat miliar tujuh ratus tiga puluh juta tujuh ratus
lima puluh lima ribu tiga puluh rupiah) oleh Pengadilan Negeri Serang. Untuk tersangka TK
masih dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Tangerang. Untuk tersangka IH dan JDG
sudah dilakukan penyerahan tahap tersangka dan barang bukti. Keberhasilan Kanwil DJP
Banten dalam menangani tindak pidana di bidang perpajakan ini sekaligus menunjukkan
keseriusan dalam melakukan penegakan hukum dalam bidang perpajakan di wilayah provinsi
Banten yang akan memberikan peringatan bagi para pelaku lainnya dan juga untuk
mengamankan penerimaan negara demi tercapainya pemenuhan pembiayaan negara dalam
APBN. Sumber : https://pajak.go.id/id/siaran-pers/kanwil-banten-sukses-ungkap-empat-kasus-
tindak-pidana-perpajakan

Jika membaca berita diatas, Penyidik Kanwil DJP Banten Bersama penyidik Kejati dan penyidik
Polda telah melakukan penyidikan kepada para tersangka. Berikan analisis anda mengapa
pegawai Pajak dapat menjadi penyidik atas tindak pidana perpajakan serta uraikan unsur-unsur
tindak pidana perpajakan!

Jawab: Secara sederhana, penyidikan merupakan suatu proses keberlanjutan dari proses
pemeriksaan yang mengindikasi adanya bukti permulaan. Bukti permulaan itu sendiri
merupakan suatu keadaan, benda, ataupun bukti yang dapat memberikan petunjuk atas adanya
suatu tindak pidana perpajakan.

Apabila bercermin pada Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP),
khususnya pada Pasal 1 angka 31 menjelaskan bahwa penyidikan pajak atau lebih tepatnya
disebut dengan penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan merupakan suatu rangkaian
tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh penyidik untuk dapat mencari dan mengumpulkan
bukti-bukti yang kuat.

Berdasarkan Pasal 44 ayat (1) UU KUP, penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan hanya
dapat dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tertentu di lingkungan DJP yang
diberi wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana di bidang perpajakan. Selain itu, apabila
diperlukan, penyidik juga dapat meminta bantuan aparat penegak hukum lain demi kelancaran
proses penyidikan. Dalam melaksanakan tugasnya, penyidik pajak juga harus tunduk pada
norma penyidikan dan memperhatikan asas hukum. Maka dengan demikian tentunya pegawai
pajak dapat menjadi penyidik atas tindak pidana perpajakan.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melakukan proses penegakan hukum, berupa pemeriksaan atau
penyidikan. Penegakan hukum dibidang perpajakan ini harus dilakukan oleh Direktorat Jenderal
Pajak (DJP) dengan tujuan:

 Agar aktivitas penerimaan pajak dapat berjalan dengan baik dan lancar.

 Memulihkan kerugian atas pendapatan negara.

 Memberikan efek jera kepada pelaku penyelewengan pajak dan efek gentar kepada
calon pelaku penyelewenang pajak.

 Memberikan keadilan dan kepastian hukum dengan menjunjung tinggi nilai integritas.

Ada beberapa unsur pidana perpajakan yang diuraikan pada BAB VIII Kompilasi UU Ketentuan
Umum Perpajakan. Unsur-Unsur pidana perpajakan tersebut adalah:

1. Adanya unsur pidana perpajakan yakni setiap orang baik pribadi maupun badan;

2. Adanya unsur pidana perpajakan “karena kealpaan”:


 tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan;

 menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi yang isinya tidak benar atau tidak
lengkap, atau melampirkan keterangan yang tidak benar;

 Pejabat yang karena kealpaanya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan;

 Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang
menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat;

3. Adanya unsur pidana perpajakan “dengan sengaja”:

 tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak

 menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak

 tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan;

 menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar


atau tidak lengkap;

 menolak untuk dilakukan pemeriksaan

 memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau


dipalsukan seolaholah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya;

 tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak


memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain;

 tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau
pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang
dikelola secara elektronik atau diselenggarakan secara program aplikasi online di
Indonesia

 tidak menyetorkan pajak yang

 Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana


menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;

 menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti


pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi
yang sebenarnya;

 menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
 dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti, atau memberi keterangan atau
bukti yang tidak benar;

 Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak
pidana di bidang perpajakan;

 Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak
pidana di bidang perpajakan;

 tidak memberikan data dan informasi yang diminta oleh Direktur Jenderal Pajak;

 menyalahgunakan data dan informasi perpajakan;

4. Adanya unsur dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara;

5. Adanya ancaman pidana.

Anda mungkin juga menyukai