Anda di halaman 1dari 4

Jelaskan serta berikanlah contoh dari sebuah peristiwa yang menggambarkan

pengertian dari Hukum Pidana Material dan Hukum Pidana Formil!

Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara yang
mengadakan dasar-dasar dan mengatur ketentuan tentang perbuatan yang tidak boleh
dilakukan, dilarang yang disertai ancaman pidana bagi barang siapa yang melakukan. Kapan
dan dalam hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan itu dapat dikenakan sanksi
pidana dan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan.

https://jdih.jogjakota.go.id/index.php/articles/read/141

Contoh Kasus Hukum Pidana Korupsi di Indonesia: Bansos Kementerian Sosial

Ketua KPK Firli Bahuri menyebut jika Mensos Juliari Batubara dijerat dengan Pasal 12 huruf
a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.

Korupsi Bansos, Juliari Batubara dapat Dijerat Hukuman Mati. Pasal yang disebutkan oleh
Ketua KPK tersebut mengancam Juliari Batubara dengan hukuman pidana penjara maksimal
seumur hidup (atau paling singkat 4 tahun).

Juliari telah ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka dalam korupsi bantuan sosial COVID-19.
Juliari dituding telah menerima uang belasan miliar dari perusahaan rekanan pengadaan
bantuan sosial (bansos) paket sembako.

Juliari dapat Dijerat Pasal 2 ayat 2 UU 31 Tahun 1999. Juliari Batubara melakukan tindakan
korupsi dan terancam hukuman mati lantaran hal tersebut dilakukan ketika negara dalam
situasi tanggap darurat pandemi COVID-19.

Fungsi/Tugas Hukum pidana dikenal juga dengan istilah Fungsi Preventif dan Fungsi
Represif. Buatlah kesimpulan saudara tentang fungsi-fungsi tersebut, kemudian
berikan masing-masing contohnya!

Fungsi Preventif yaitu fungsi mencegah dan mengurangi tingkat kejahatan. fungsi ini dapat
dilihat ketika sistem peradilan pidana dapat berjalan dengan baik dan ada kepastian
hukumnya, maka orang akan berpikir kalau akan melakukan tindak pidana.

Contoh

Pencegahan Tindak Pidana Korupsi

Pencegahan Tindak Pidana Nepotisme

Fungsi Represif yaitu Fungsi Hukum acara pidana adalah melaksanakan dan menegakkan
hukum pidana. artinya jika ada perbuatan yang tergolong sebagai perbuatan pidana maka
perbuatan tersebut harus diproses agar ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalamhukum
pidana dapat diterapkan.
Contoh

Pelecehan Seksual

Pencurian

Tindak Kriminalitas

Berdasarkan pengertian kata “perbuatan” dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP sebagai
definisi asas legalitas, maka dalam hukum pidana dikenal beberapa rumusan delik.
Berikan kesimpulan saudara tentang rumusan delik tersebut yang dikaitkan dengan
kata “perbuatan” dalam pasal 1 ayat (1) KUHP tersebut, kemudian berikanlah masing-
masing contohnya!

Pidana yang merumuskan perbuatan yang melawan hukum saja, sehingga sering dinamakan
delik formil (formele delicten) atau delik yang dirumuskan secara formil, sedangkan akibat
perbuatan itu tidak disyaratkan adanya untuk menjatuhkan pidana bagi barang siapa yang
mewujudkan kelakuan tersebut. Misalnya pasal 362 KUUHP merumuskan kelakuan yang
dilarang yaitu mengambil barang yang seluruhnya atau sebagiannya kepunyaan orang lain.
Namun kelakuan mengambil saja tidak cukup untuk memidana seseorang, diperlukan pula
keadaan yang menyertai pengambilan itu “adanya maksud pengambil untuk memilikinya
dengan melawan hukum”.

Unsur delik ini dinamakan unsur melawan hukum yang subyektif, yaitu kesengajaan
pengambil barang itu diarahkan ke perbuatan melawan hukum, sehingga menjadi unsur
obyektif bagi para sarjana hukum yang berpandangan monistis terhadap delik, atau
merupakan unsur actus reus, criminal act, perbuatan kriminal bagi yang berpandangan
dualistis terhadap delik. Kata “sengaja” di sini harus diartikan dulu dalam tiga jenis coraknya,
sedangkan kata “melawan hukum” terlepas dari kata “dengan sengaja” dan merupakan unsur
perbuatan kriminal, karena antara kata “sengaja” dan “melawan hukum” diantara oleh kata
dan (jadi berdiri sendiri).

Perumusan ketentuan pidana dalam arti merumuskan tindak pidana dalam peraturan
perundang-undangan pidana merupakan masalah yang sangat penting. Belum adanya
pedoman yang komprehensif tentang bagaimana merumuskan suatu ketentuan pidana dalam
peraturan perundang-undangan, baik dalam undang-undang pidana maupun undang-undang
administratif, menyebabkan perumusan yang “buruk” dan sangat beragam. Bahkan suatu
undang-undang yang diundangkan dalam masa yang kurang lebih sama, mempunyai karakter
rumusan yang sangat berbeda.

https://info-hukum.com

Apakah Tujuan Pidana berhubungan dengan pemidanaan, jelaskan!

Tujuan pemidanaan ada kaitannya dengan hakekat dari pemidanaan, bahwa “hukum pidana
merupakan sistem sanksi yang negatif. Ia diterapkan jika sarana (upaya) lain sudah tidak
medai, maka hukum pidana dikatakan mempunyai fungsi yang subsidiair.
Menurut Sahardjo rumusan dari tujuan pidana penjara, disamping menimbulkan rasa derita
pada terpidana karena hilangnya kemerdekaan bergerak, membimbing terpidana agar
bertaubat, mendidik supaya ia menjadi anggota masyarakat sosial Indonesia yang berguna.

Selanjutnya dikatakan, bahwa dengan perkataan lain, tujuan pidana penjara adalah
pemasyarakatan. Dasar untuk pembinaan para terhukum ialah yang lazim disebut treatment
philosophy atau behandelingsfilosofie. Istilah pemasyarakatan dapat disamakan dengan
resosialisasi dan/atau rehabilitasi. Perihal tujuan pemidanaan Muladi membagi teori-teori
tentang tujuan pemidanaan menjadi 3 kelompok yakni:

1. Teori Retributif ( retributivism)

2. Teori teleologis (teleological theory)

3. Retributifisme teleologis (teleological retributivist)

Penghukuman itu berasal dari kata dasar hukum, sehingga dapat diartikan sebagai
menetapkan hukum atau memutuskan tentang hukumnya. Menetapkan hukum untuk suatu
peristiwa itu tidak hanya menyangkut bidang pidana saja, akan tetapi juga dalam hukum
perdata, maka istilah tersebut harus disempitkan artinya, yaitu penghukuman dalam perkara
pidana, yang kerapkali sinonim dengan pemidanaan atau pemberian atau penjatuhan pidana
oleh hakim.

Penghukuman dalam hal ini mempunyai makna sama dengan sentence atau veroordeling.”
Menurut beliau, Veroordeling tidak dapat diterjemahkan lain selain pemidanaan Dalam
menetapkan pidana, harus dipahami benar apa makna kejahatan, penjahat dan pidana.
Tidaklah cukup untuk mengatakan bahwa pidana itu harus setimpal dengan berat dan sifat
kejahatan, seperti yang

Mahkamah Agung RI tanggal 3 September 1972 Nomor 5 Tahun 1972. KUHP kita tidak
memuat pedoman pemberian pidana yang umum, ialah suatu pedoman yang dibuat oleh
pembentuk Undang-undang yang memuat asas-asas yang perlu diperhatikan oleh Hakim
dalam menjatuhkan pidana, yang ada hanya aturan pemberian

Dalam menjatuhkan sesuatu pidana itu, orang yang terikat untuk hanya menjatuhkan jenis-
jenis pidana pokok atau pidana tambahan seperti yang ditentukan di dalam Pasal 10 KUHP.
Mahkamah Agung dalam putusannya Nomor 59 K./Kr/1969, secara tegas telah
mengemukakan pendiriannya, bahwa perbuatan menambah-nambah jenis-jenis pidana yang
telah ditentukan dalam Pasal 10 KUHP dengan lain-lain jenis pidana adalah terlarang.

Ibid. Pendapat E. Utrecht, Hukum Pidana I, Penerbit Universitas, Jakarta, 1958, hlm. 149.

Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hlm 2.

Hamzah dan Siti Rahayu, Pendapat Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni Bandung,
1977, hlm 30.

Muladi, Lembaga Pidana Bersyarat, Alumni, Bandung, 1985, hlm. 49-51.


PAF.Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Surabaya: Citra Aditya, 1997, hlm
49.

Soesilo, KUHP Beserta Penjelasannya Pasal Demi Pasal, Poeliteia, Bogor, 1986, hlm. 35.

Anda mungkin juga menyukai