Anda di halaman 1dari 5

1.

a. Coba saudara kemukakan Laut Cina Selatan masuk lingkup Hukum Internasional
apa dan bedakan dengan lingkup hukum internasional lainnya dengan memberikan
contoh kasusnya?
Menurut saya permasalahan LCS termasuk dalam lingkup HUKUM LAUT
INTERNASIONAL sesuai dalam aturan Konvensi UNCLOS 1982, adapun perbedaan
dengan Hukum Internasional lain seperti contoh Hukum Humaniter Internasional yang
mengatur masalah sengketa konflik bersenjata, Hukum Udara Internasional yang mengatur
batas hak negara memiliki wilayah kedaulatan angkasa atau udara.
Coba saudara kemukakan mengapa dalam peristilahan mengenai ”Hukum
Internasional”, ternyata istilah yang dipakai adalah istilah Hukum Internasional
Publik?
Hukum Internasional Publik adalah Hukum internasional publik adalah peraturan hukum
Internasional yang yang mengatur masalah atau hubungan yang melintasi batas Negara baik
antar Negara dengan Negara hubungan Internasional) atau Negara dengan subjek hukum
internasional selain Negara, serta antar subjek hukum internasional selain Negara satu sama
lain yang bukan perdata. Contoh : Hukum Humaniter, Hukum Laut Internasional, Hukum
Diplomatik Internasional, Hak Asasi Manusia, Hukum Perjanjian Internasional
c. Dalam teks di atas menyebutkan UNCLOS 1982, coba saudara kemukakan dan
berikan alasannya UNCLOS itu termasuk bentuk perwujudan Hukum Internasional
yang mana?
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (bahasa Inggris: United Nations
Convention on the Law of the Sea, UNCLOS) juga disebut Konvensi Hukum Laut
Internasional atau Hukum Perjanjian Laut, adalah perjanjian internasional yang dihasilkan
dari Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut yang ketiga (UNCLOS III)
yang berlangsung dari tahun 1973 sampai dengan tahun 1982. Konvensi Hukum Laut ini
mendefinisikan hak dan tanggung jawab negara dalam penggunaan lautan di dunia serta
menetapkan pedoman untuk bisnis, lingkungan, dan pengelolaan sumber daya alam laut.

2.
a. Coba saudara analisis mengenai uraian di atas, dimana Indonesia menggunakan UNCLOS
1982 sebagai pedoman mempertahankan wilayah Natuna, apakah UNCLOS 1982 langsung
berlaku di Indonesia berkaitan dengan Teori Hubungan Hukum Internasional dengan Hukum
Nasional?
Apa sebenarnya UNCLOS itu? Ini adalah singkatan dari United Nations Convention on The
Law of the Sea (UNCLOS), yang sering disebut Konvensi PBB tentang Hukum Laut.
Indonesia sudah meratifikasi Konvensi ini melalui UU No. 17 Tahun 1985. Sejak saat itu
Indonesia resmi tunduk pada rezim UNCLOS 1982. Konvensi ini mempunyai arti penting
karena konsep Negara Kepulauan yang diperjuangkan Indonesia selama 25 tahun secara terus
menerus berhasil memperoleh pengakuan resmi masyarakat internasional. UNCLOS adalah
hasil dari Konferensi-konferensi PBB mengenai hukum laut yang berlangsung sejak 1973
sampai 1982. Hingga kini, tak kurang dari 158 negara yang telah menyatakan bergabung
dengan Konvensi, termasuk Uni Eropa. Pengakuan resmi secara internasional itu
mewujudkan satu kesatuan wilayah sesuai dengan Deklarasi Djuanda 6 Desember 1957.
Kepulauan Indonesia sebagai satu kesatuan politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan
keamanan tidak lagi sebatas klaim sepihak pemerintah Indonesia.
Negara Kepulauan menurut UNCLOS 1982 adalah suatu negara yang seluruhnya terdiri dari
satu atau lebih gugusan kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain. Negara Kepulauan
dapat menarik garis dasar/pangkal lurus kepulauan yang menghubungkan titik-titik terluar
pulau-pulau dan karang kering terluar kepulauan itu. Termasuk dalam ketentuan konvensi
adalah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di wilayah perairan Natuna Utara. Kali ini kapal-
kapal Cina berani kembali melakukan kegiatan eksploitasi tanpa izin di wilayah tersebut.
Tidak hanya tanpa izin, namun juga bersikukuh pada klaim sepihaknya atas hak eksploitasi di
sana. Klaim yang tidak diakui hingga saat ini oleh hukum internasional. Penguatan
kewilayahan laut Indonesia sebagaimana diatur dalam UNCLOS 1982 juga telah diperkuat
melalui UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan. Undang-Undang ini menjadikan Deklarasi
Djuanda 1957 juncto UNCLOS 1982 sebagai salah satu momentum penting yang menjadi
pilar memperkukuh keberadaan Indonesia suatu negara. Dua momentum lain adalah Sumpah
Pemuda 1928, dan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Itu pula sebabnya, persoalan
kedaualatan atas perairan Natuna sangat penting bagi Indonesia.
b. Coba saudara analisis kesamaan negara Indonesia dengan negara lain dalam
menerapkan Hukum Internasional ke dalam Hukum Nasionalnya. Berikan dua contoh
negara!
Misal penerapan Hukum Laut Internasional pada Indonesia, juga diikuti oleh negara ASEAN
dan menjadi landasan hukum dalam aturan negaranya seperti contoh Singapura, dan
Malaysia. Seperti Pemimpin negara ASEAN bersuara bulat menyatakan Konvensi PBB
tentang Hukum Laut tahun 1982 atau UNCLOS menjadi dasar hak berdaulat untuk menolak
klaim Cina atas hampir seluruh perairan di Laut Cina Selatan. Hal ini menjadi perjanjian atau
Hukum yang harus dipatuhi di setiap negara.
c. Coba saudara analisis mengapa suatu negara harus memilih teori yang akan
digunakan dalam menerapkan Hukum Internasional ke dalam Hukum Nasionalnya?
Teori ratifikasi hukum Internasional ada dua yaitu monoisme dan dualisme. Monoisme
Monisme menyatakan bahwa sistem hukum nasional dan internasional membentuk satu
kesatuan. Aturan hukum nasional dan internasional yang telah diterima oleh suatu negara
sama-sama menentukan apakah suatu tindakan itu sesuai dengan hukum atau tidak. Di suatu
negara yang murni menganut monisme, hukum internasional sama sekali tidak perlu diubah
menjadi hukum nasional. Hukum tersebut secara otomatis berlaku di ranah hukum nasional,
dan hukum internasional dapat langsung diterapkan oleh hakim di tingkatan nasional, dan
dapat langsung digunakan sebagai landasan hukum dalam perkara oleh warga negara.
Seorang hakim dapat menyatakan aturan nasional tidak sah jika bertentangan dengan aturan
internasional karena di beberapa negara, hukum yang paling baru dikeluarkan memiliki
prioritas. Di negara-negara seperti Jerman, perjanjian-perjanjian memiliki kekuatan hukum
sama seperti undang-undang, dan dengan diberlakukannya asas Lex posterior derogat legi
priori ("undang-undang baru menghapus yang sebelumnya"), maka perjanjian tersebut
mengesampingkan undang-undang nasional dari masa sebelum ratifikasi. Sistem monisme
yang paling murni menyatakan bahwa hukum nasional yang bertentangan 6 dengan hukum
internasional tidak berlaku lagi, bahkan jika hukum nasional tersebut dikeluarkan setelah
hukum internasional atau jika hukum itu bersifat konstitusional.
Konsep dualisme menekankan perbedaan antara hukum nasional dan internasional, dan
mewajibkan pengubahan hukum internasional menjadi hukum nasional. Tanpa pengubahan,
hukum internasional tidak diakui sebagai hukum. Hukum internasional harus menjadi hukum
nasional, atau bukan hukum sama sekali. Jika suatu negara menerima sebuah perjanjian,
tetapi tidak menyesuaikan hukum nasionalnya supaya sesuai dengan perjanjian tersebut; atau
tidak menciptakan undang-undang nasional yang secara eksplisit memasukkan perjanjian
tersebut, maka hal tersebut melanggar hukum internasional. Namun, seseorang tidak dapat
mengklaim bahwa perjanjian tersebut telah menjadi bagian dari hukum nasional. Warga
negara tidak dapat bergantung padanya dan hakim tidak dapat menerapkannya. Hukum
nasional yang bertentangan dengan hukum internasional tetap berlaku. Menurut konsep
dualisme, hakim nasional tidak pernah menerapkan hukum internasional, dan baru dapat
melakukannya jika hukum internasional tersebut telah diubah menjadi hukum nasional.
Menurut analisa saya hal tersebut terjadi sesuai kebiasaan hukum suatu negara dan
menggunakan teori sesuai konstitusi yang berlaku di negara tersebut.

3.
a. Coba saudara uraikan Subyek Hukum Internasional yang ada dalam bacaan di atas!
Dalam bacaan tersebut setidaknya ditemukan beberapa subyek dalam Hukum Internasional,
Negara : Indonesia, Amerika Serikat Organisasi Internasional : PBB, ASEAN
b. Coba saudara uraikan apakah Indonesia ikut melakukan klaim di wilayah Laut Cina
Selatan?
Penguatan kewilayahan laut Indonesia sebagaimana diatur dalam UNCLOS 1982 juga telah
diperkuat melalui UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan. Undang-Undang ini menjadikan
Deklarasi Djuanda 1957 juncto UNCLOS 1982 sebagai salah satu momentum penting yang
menjadi pilar memperkukuh keberadaan Indonesia suatu negara. Dua momentum lain adalah
Sumpah Pemuda 1928, dan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Itu pula sebabnya,
persoalan kedaualatan atas perairan Natuna sangat penting bagi Indonesia.. Sesuai dalam
aturan tersebut Indonesia secara sah berdaulat atas wilayah Kepulauan Indonesia sebagai satu
kesatuan politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan tidak lagi sebatas klaim
sepihak pemerintah Indonesia.
c. Coba saudara uraikan mengapa suatu Subyek Hukum Internasional dapat
melakukan klaim atau tuntutan kepada negara lain atau ke Mahkamah Internasional?
Menurut analisa saya pengajuan klaim dan tuntutan terhadap negara lain ke mahkamah
internasional disebabkan adanya pelanggaran kesepakatan antara negara terkait dalam hukum
Internasional sehingga hal tersebut tak mampu diselesaikan secara bilateral kemudian
diajukan kepada mahkamah internasional untuk memutuskan perkara tersebut.

4.
a. Coba saudara klasifikasikan klaim China terhadap LCS, apakah cara perolehan
wilayah tersebut dapat dibenarkan oleh Hukum Internasional?
Pertama, klaim historis Tiongkok (China) bahwa sejak dulu nelayan China telah lama
beraktivitas di perairan tersebut bersifat unilateral, tidak memiliki dasar hukum, dan tidak
pernah diakui UNCLOS 1982. Argumen ini telah dibahas dan dimentahkan melalui putusan
SCS Tribunal 2016. Indonesia juga menolak istilah ‘relevant waters’ yang diklaim Tiongkok
karena istilah ini tidak dikenal dan tidak sesuai dengan UNCLOS 1982. Kedua, Indonesia
mendesak Tiongkok untuk menjelaskan dasar hukum dan batas-batas yang jelas perikal klaim
di ZEEI berdasarkan UNCLOS 1982. Ketiga, berdasarkan UNCLOS 1982 Indonesia tidak
memiliki overlapping claim dengan Tiongkok sehingga berpendapat tidak relevan adanya
dialog apapun tentang delimitasi batas maritim. Dari pernyataan resmi itu jelas bahwa
pemerintah Indonesia itu menggunakan dasar hukum internasional yang lazim disebut
UNCLOS 1982. Apa sebenarnya UNCLOS itu? Ini adalah singkatan dari United Nations
Convention on The Law of the Sea (UNCLOS), yang sering disebut Konvensi PBB tentang
Hukum Laut. Indonesia sudah meratifikasi Konvensi ini melalui UU No. 17 Tahun 1985.
Sejak saat itu Indonesia resmi tunduk pada rezim UNCLOS 1982. Dan jelas hal yang
dilakukan Tiongkok bertentangan dengan Hukum Internasional dan tidak memiliki landasan
hukum.
b. Coba saudara klasifikasikan cara perolehan wilayah yang diperbolehkan dalam
Hukum Internasional?
Dalam hukum internasional dikenal beberapa cara untuk mendapat suatu wilayah negara,
sebagai berikut:
1. Penambahan Wilayah (Accretion)
Akresi adalah suatu cara penambahan wilayah yang terjadi secara alamiah (proses geografi),
terbentuk dan bersatu dengan wilayah kedaulatan suatu negara yang telah ada. Salah satu
contoh dari akresi adalah terbentuknya sebuah pulau yang disebabkan oleh endapan lumpur
pada suatu muara sungai atau mengeringnya bagian sungai yang disebabkan oleh adanya
aliran sungai yang baru. Penambahan suatu wilayah dapat juga terjadi karena munculnya
suatu pulau baru akibat dari letusan gunung api dilaut, pulau tersebut secara otomatis menjadi
bagian dari suatu wilayah negara apabila pulau yang baru terbentuk itu berada dalam wilayah
perairan suatu negara.
2. Cessie
Cessie adalah suatu cara untuk memperoleh wilayah dengan pemberian hak atas wilayah
kedaulatan satu negara kepada negara lain yang dilakukan dengan sebuah perjanjian damai
yang diadakan antara penjajah dengan penduduk asli dari wilayah tersebut dan merupakan
hasil dari peperangan antara kedua negara.Meskipun cessi biasanya berlangsung dengan
adanya suatu perjanjian setelah usainya suatu peperangan, cessi dapat juga berlangsung
dalam bentuk lain selain karena berakhirnya peperangan. Misalnya, pada tahun 1867
Amerika Serikat membeli Alaska dari Rusia (sebesar 7.200.000 dolar), atau penjualan
wilayah-wilayah di West Indies oleh Denmark yaitu pulau St.Thomas, St. Jhon dan St. Croix
kepada Amerika Serikat tahun 1916 sebesar 25.000.000 dolar. Hal yang menjadi ciri dari
pengalihan dengan cara ini adalah bahwa negara yang mendapatkan wilayah tersebut hanya
memiliki hak dan kedaulatan sebatas pada apa yang dimiliki oleh pendahulunya dan tidak
lebih dari pada itu.
3. Okupasi atau pendudukan (Occupation)
Okupasi merupakan suatu cara untuk memperoleh suatu wilayah dengan cara pendudukan
terhadap suatu wilayah yang belum berada dibawah kedaulatan suatu negara manapun, dapat
berupa tanah yang tidak dimiliki oleh siapapun yang baru ditemukan. Cara ini harus
dilakukan oleh suatu negara dan tidak dapat dilakukan oleh perorangan secara efektif serta
terbukti bahwa negara tersebut memiliki kehendak untuk menjadikan wilayah tersebut
sebagai bagian dari kedaulatannya.
4. Preskripsi
Preskripsi adalah pemilikan suatu wilayah oleh suatu negara yang telah didudukinya dalam
jangka waktu yang lama dan dengan sepengetahuan dari pemilik wilayah tersebut serta tidak
ada protes dari pemilik wilayah terhadap negara yang menduduki wilayah tersebut.
Pelaksanaan kedaulatan oleh suatu negara tersebut secara de facto dan de jure. Persamaan
preskripsi dengan okupasi adalah bahwa pelaksanaan kedaulatan tersebut harus dilaksanakan
oleh suatu negara dan bukan oleh perorangan yang sama sekali tidak ada hubungannya
dengan klaim kedaulatan tersebut.
5. Aneksasi atau Penaklukan
Aneksasi atau penaklukan merupakan suatu cara untuk memperoleh wilayah dengan cara
kekerasan (penaklukan). Dalam hal perolehan suatu wilayah secara paksa yang penting
adalah sejauh mana tindakan tersebut dianggap sah dan diakui oleh masyarakat internasional.
Dalam hal mendapatkan suatu wilayah, hukum internasional melarang adanya cara kekerasan
(militer) oleh negara. Hal ini diatur dalam Piagam PBB Pasal 2 ayat 4 yang menyebutkan
bahwa segenap anggota PBB menjauhkan diri dari tindakan mengancam atau menggunakan
kekerasan terhadap integritas suatu wilayah atau kedaulatan negara dalam suatu wilayah
dengan cara apapun yang bertentangan dengan tujuan-tujuan PBB.
c. Coba saudara klasifikasikan perbedaan mengenai Sengketa Laut Cina Selatan
dengan Sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan!
Sengketa Laut Cina Selatan dari subyek hukum bersengketa dengan seluruh negara ASEAN
Sedangkan Sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan subyek hukum Indonesia dan Malaysia
Sengketa Laut Cina Selatan merupakan klaim sepihak secara historis terhadap wilayah
sengketa Sedangkan Sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan merupakan sengketa terkait pulau
yang masuk kedalam perbatasan kedua negara
Sengketa Laut Cina Selatan belum dapat diselesaikan karena pihak Tiongkok tidak mau
menghadiri forum ASEAN dan hany ingin melakukan pertemuan antar negara secara 4 mata.
Sedangkan sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan diselesaikan melalui sidang di Mahkamah
Internasional dan dimenangkan oleh Malaysia.

Anda mungkin juga menyukai