NIM : A1A319034
KELAS : R002/19
TUGAS : RESUME BUKU HI
BAB 7
SUMBER HUKUM INTERNASIONAL
Perjanjian Internasional
waktu pembentukan yang agak lama dibandingkan dengan perjanjian jenis yang kedua.
Sedangkan, perjanjian jenis yang kedua merupakan perjanjian yang digunakan untuk
perjanjian-perjanjian yang itdak begitu penting dan memerlukan penyelesaian cepat,
seperti perjanjian perdagangan berjangka pendek. Profesor Mochtar Kusumaatmadja
mengklasifikasikan perjanjian jenis yang pertama sebagai perjanjian internasional atau
traktat (treaty), sedangkan perjanjian jenis yang kedua sebagai persetujuan (agreement)
Perjanjian internasional juga diklasifikasikan berdasarkan jumlah pihak- pihak yang
membuat perjanjian. Berdasarkan pengklasifikasian ini, perjanjian internasional
diklasifikasikan atas perjanjian bilateral dan perjanjian multilateral. Perjanjian bilateral
adalah perjanjian yang dibuat oleh negara, sedangkan perjanjian multilateral adalah
perjanjian yang dibuat oleh lebih dari dua negara. Contoh perjanjian bilateral, misalnya
Perjanjian antara Republik Indonesia dengan Republik Rakyat Tiongkok tentang Dwi
Kewarganegaraan (1954). Sedangkan contoh perjanjian multilateral adalah Konvensi
Jenewa tentang Perlindungan Korban Perang (1949).
Pengklasifikasian lainnya, yang sebetulnya lebih penting, adalah pengklasifikasian
berdasarkan akibat hukum yang ditimbulkan oleh perjanjian yang dibuat. Berdasarkan
pengklasifikasian ini, perjanjian internasional diklasifikasi atas: (1) perjanjian yang
mempunyai sifat seperti kontrak, sebagaimana kontrak di dalam hukum perdata, karena
hanya mengikat para pihak yang membuatnya. Perjanjian ini disebut TREATY CONTRACT
(traite-contract) dan LAW MAKING TREATIES (traite-lois). TREATY CONTRACT adalah
perjanjian yang mengikat pihak-pihak yang membuatnya. Perjanjian ini hanya
menimbulkan hak dan kewajiban serta tanggungjawab diantara pihak-pihak yang
membuatnya. Misalnya, perjanjian tentang kewarganegaraan, perjanjian perdagangan,
perjanjian pemberantasan penyeludupan, dan perjanjian tentang batas-batas negara. LAW
MAKING TREATIES adalah perjanjian yang meletakkan kaedah-kaedah hukum bagi
masyarakat internasional sebagai suatu keseluruhan. Misalnya, Konvensi tentang Hukum
Laut, Konvensi Ruang Angkasa dan Benda- benda Langit lainnya, Konvensi Ruang Udara,
dan lain-lain. Disamping perbedaan
dari segi akibat hukum atau keberlakuan mengikatnya, kedua jenis perjanjian ini
juga dibedakan berdasarkan peserta yang ikut dalam pembentukan perjanjian tersebut.
Pada Treaty Contract, hanya pihak-pihak perjanjian yang terlibat dalam pembentukan
perjanjian. Pihak ketiga umumnya tidak diperkenankan iktu dalam prose pembentukan
perjanjian. Sedangkan, peserta dalam Law Making Treaty bersifat terbuka dan umumnya
melibatkan selbagian besar, jika bukan seluruh, negara.81 Professor Mochtar
Kusumaatmadja memandang pembedaan antara perjanjian yang memiliki sifat sebagai
Tretay Contract dan Law Making Treaty sebagai pembedaan yang kurang tepat, karena
baik Treaty Contract maupun Law Making Treaty sama-sama merupakan perjanjian
dengan sifat dan akibat hukum yang sama, yaitu mengikat para pihak dan menimbulkan
akibat hukum terhadap para pihak. Demikian juga dalam soal kerberlakuannya. Sekalipun
Law Making Treaty menyediakan kaedah hukum bagi seluruh anggota masyarakat
internasional, Treaty Contract secara tidak langsung juga menyediakan kaedah hukum bagi
masyarakat internasional melalui proses hukum kebiasaan. Negara- negara bukan anggota
perjanjian Treaty Contract juga dapat menyerap atau memberlakukan Treaty Contract
melalui proses hukum kebiasaan. Professor Mochtar juga menyebut Treaty Contract
sebagai perjanjian yang bersifat khusus dan Law Making Treaty sebagai perjanjian yang
bersifat umum. Perjanjian yang bersifat khusus merupakan perjanjian bilateral, sedangkan
perjanjian yang bersifat umum merupakan perjanjian multilateral.
47
the practice of international organization.88 Sementara Ian Brownlie memasukkan kedalam
praktek negara-negara itu, antara lain: policy statements, press releases, official manuals
on legal questions, executive decisions and practices, and comments on drafts produced by
the ILC.
Unsur Psikologis
Unsur penerimaan sebagai hukum mengandung makna bahwa kebiasaan itu
merupakan perbuatan dalam rangka memenuhi suruhan kaedah atau kewajiban hukum
(opinion juris sive necessitates). Secara praktis, penerimaan demikian itu oleh suatu negara
ditunjukkan dalam bentuk tindakan menerima atau negara-negara yang bersangkutan tidak
menyatakan keberatan. Keberatan itu dapat dinyatakan melalui saluran diplomatik atau
saluran hukum, misalnya Mahkamah. Beberapa contoh ketentuan hukum internasional
yang terbentuk melalui proses kebisaan, misalnya: penggunaan bendera putih sebagai
bendera parlementer, yaitu bendera yang memberi perlindungan terhadap utusan yang
dikirim untuk mengadakan hubungan dengan pihak musuh di dalam keadaan perang;
hukum perlakuan tawanan perang dalam peristiwa perang. Disamping banyak kebiasaan
internasional yang diterima sebagai hukum, terdapat juga kebiasaan internasional yang
ditinggalkan oleh masyarakat internasional, seperti misalnya praktek Jerman
menenggelamkan kapal musuh dengan cara menembak
88
Ibid.
47
tanpa pemberitahuan terlebih dahulu dan tanpa memberikan kesempatan kepada pihak
kapal untuk menyelamatkan diri.
Kebiasaan internasional yang berkembang menjadi hukum dan kebiasaan
internasional yang ditinggalkan sebagai kebiasaan umumnya didasarkan pertimbangan
keadilan dan kepatutan di dalam kehidupan masyarakat internasional. Kebiasaan
internasional yang diterima sebagai hukum, umumnya karena dinilai memenuhi rasa
keadilan dan perikemanusiaan. Sedangkan, kebiasaan yang semula ada dan dipraktekkan,
tetapi kemudian ditinggalkan, umumnya karena dinilai bertentangan dengan hukum,
misalnya hukum perang yang berlaku di laut.
89
Mochtar Kusumaatmadja, ibid., h. 140.
48
general principle of law as distinct from a legal rule of more limited
functional scope);
(2) harus diakui oleh bangsa-bangsa beradab, yang berbeda dengan masyarakat barbar
(it must be recognized by civilized nations as distinct from barbarous or savage
communities);
(3) harus merupakan praktek dari beberapa negara dalam jumlah yang wajar, dan
merupakan bagian dari sistem hukum sebagai pembentuk sistem hukum dunia (it
must share by a fair number of civilized nations, and it is arguable that these must
include at least the principal legal sistems of the world).
Karena itu, praktek berulang-ulang dari suatu kebiasaan di dalam wilayah suatu
negara belum dapat dikategorikan sebagai sebagai kebiasaan yang berlaku diseluruh
dunia sampai kebiasaan itu dikaui sebagai kebiasaan di dalam penyelesaian suatu kasus
tertentu. Penentuan suatu kebiasaan sebagai kebiasaan internasional yang diterima
sebagai hukum harus diuji secara tersendiri dalam setiap kasus, kecuali kebiasaan itu
telah diakui, diterima, dan berlaku secara umum dalam pergaulan masyarakat
internasional.90
Pengertian kata „pengadilan‟ sebagaimana diatur di dalam Pasal 38 ayat (1) Statuta
Mahkamah mencakup pengadilan secara keseluruhan, baik badan peradilan internasional
maupun nasional, termasuk mahkamah dan arbitrase.
91 Ibid., h.
141.
49
Pendapat para ahli hukum internasional terkemuka berkenaan dengan pendapat-
pendapat mereka dalam hasil penelitian mereka, publikasi, maupun dalam kaitan dengan
kedudukan mereka sebagai tim kodifikasi dalam berbagai tim kerja hukum internasional
seperti: International Law Association, Institute de Dorit International, termasuk tim kerja
hukum dalam berbagai organisasi non- pemerintah dari para ahli demikian itu.
.
50
Pada tahun 1946, Majelis Umum PBB, berdasarkan Pasal 13 Piagam PBB,
membentuk International Law Commission (ILC) yang diberi tugas meningkatkan usaha
pengembangan yang cepat (progressive development) dan pengkodifikasian (codification)
hukum internasional. Pengembangan huhukum internasional yang progresif adalah
pengembangan berbagai draft hukum internasional yang belum ada sebelumnya atau
rancangan hukum internasional yang belum selesai. Sedangkan yang dimaksud dengan
kodifikasi adalah sistematisasi dan formulasi hukum internasional secara lebih baik,
terutama pada bidang-bindang yang telah terisi oleh praktek negara-negara, preseden, dan
doktrin yang telah berkembang secara luas.
Berbagai konvensi yang saat ini berlaku merupakan produk dari ILC, seperti:
Geneva Convention on the Law of the Sea 1958, Vienna Convention on Diplomatic
Relation 1961, Vienna Convention on the Law of Treaties 1969, dan Vienna Convention on
Succession of State in Respect of Treaties 1978. ILC telah menyiap draft dari berbagai
Konvensi itu, kemudian draft itu dibahas di dalam berbagai Konferensi yang
diselenggarakan oleh Majelis Umum PBB, untuk selanjutnya melalui Konferensi itu
ditetapkan sebagai Konvensi. Beberapa hasil lain dari hasil kerja ILC, antara lain: Draft
Declaration on Rights and Duties of States (1949), the Principles of International Law
sebagaimana diatur di dalam the Charter of the Nurnberg Tribunal dan di dalam the
Judgement of the Tribunal (1950), Draft Code of Offence against the Peace and Security of
Mankind (1954), dan Model Rules on Arbitration Procedure (1958).
93
94