Anda di halaman 1dari 5

UJIAN TENGAH SEMESTER

HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL

DOSEN PENGAMPU:
Dr. I Gede Pasek Eka Wisanjaya, SH, MH

OLEH:
Ni Kadek Karina Putri
2204551528

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
JIMBARAN
2023
SOAL:

1. Jelaskan tentang kaitan antara hubungan internasional dengan perjanjian


internasional dari perspektif perkembangan peradaban masyarakat
internasional (negara-negara) pada abad 21 ini ?, serta beri contoh.
2. Jelaskan penerapan prinsip hukum internasional ‘sovereignty of state’
(kedaulatan negara) dalam pelaksanaan perjanjian internasional ?, serta beri
contoh.
3. Jelaskan arti penting perjanjian internasional dalam sistem hukum nasional
Indonesia ?, serta beri contoh.
4. Jelaskan tentang ‘law making treaty’ (perjanjian yang menciptakan hukum)
dari perspektif hukum perjanjian internasional ?, serta beri contoh.

JAWAB:
1. Dalam sejarah peradaban masyarakat internasional, dalam hal ini ialah negara-
negara mengalami perkembangan. Pada abad 21, Hukum Internasional
berkembang selaras dengan perkembangan-perkembangan dalam masyarakat
modern, baik di bidang teknologi, industri, informasi, militer, ruang angkasa,
lingkungan, perdagangan, dan hak asasi manusia. Dengan adanya
perkembangan ini, maka dianggap perlu melakukan hubungan internasional
untuk menjaga kelangsungan hidup negaranya. Sebab tidak ada negara yang
berdiri dengan aman ataupun tidak ada negara yang bisa maju tanpa dukungan
negara lain. Berdasarkan hal tersebut, Perjanjian Internasional merupakan
salah satu instrumen penting dalam pelaksanaan hubungan antar negara-
negara, suatu hubungan internasional tidak akan mampu berjalan dengan baik
tanpa adanya perjanjian internasional. Perjanjian internasional menempati
posisi paling atas sebagai sumber hukum internasional.1 Salah satu contoh
hubungan internasional akibat dari perjanjian internasional yaitu perjanjian
bilateral yang dilakukan Indonesia dan Jepang. Kedua negara ini telah
melakukan perjanjian bilateral untuk mencapai Protokol Kyoto dan Paris

1
Mahendra, Kurnia P. 2008. International Law; an Ontological Review. Risalah Hukum Fakultas
Hukum Unmul. Volume 4 Nomor 2. Hal. 77-85.
Agreement dalam penurunan emisi yang dilakukan melalui mekanisme kredit
bersama (JCM).2
2. Prinsip ‘sovereignty of state’ (kedaulatan negara) dalam hukum internasional
merupakan prinsip yang menganggap bahwa negara sebagai entitas yang
merdeka dan berdaulat, artinya negara itu tidak tunduk pada otoritas lain yang
lebih.3 Dalam penerapan prinsip kedaulatan negara terdapat beberapa hak yang
diakui oleh Hukum Internasional seperti misalnya; hak kesederajatan
(equality), yurisdiksi wilayahnya (territorial jurisdiction), hak untuk
menentukan nasionalitas bagi penduduk di wilayahnya (the right to determine
nationality for the population in its territory), hak untuk mengizinkan dan
menolak atau melarang orang untuk masuk dan keluar dari wilayahnya (the
right to allow and reject or prohibit people from entering and leaving their
territory), hak untuk melakukan nasionalisasi (the right to nationalize).4 Pada
Abad ke 18 dan 19 kedaulatan diartikan kekuasaan kenegaraan yang tertinggi.
Kemudian, di abad 20 ini diartikan kekuasaan Negara yang tertinggi tetapi
dalam batas-batas hukum internasional. Dalam konteks hukum internasional,
negara yang berdaulat pada hakikatnya harus tunduk dan menghormati hukum
internasional, maupun kedaulatan dan integritas wilayah negara lain. Sebagai
salah satu contoh ialah Perjanjian Garis Batas Laut Wilayah antara Indonesia
dengan Singapura yang ditandatangani di Jakarta pada 25 Mei 1973 dan
disahkan dengan UU No. Tahun 1973.
3. Perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota
masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat hukum
tertentu. Perjanjian internasional mempunyai kelebihan dibandingkan sumber
hukum internasional lainnya, karena bentuknya tertulis sehingga jelas
kepastiannya. Selain itu perjanjian internasional juga merupakan sumber
hukum internasional yang dimanfaatkan secara konsisten untuk menunjang
hubungan antarnegara. Arti penting perjanjian internasional dalam sistem
hukum nasional Indonesia yakni digunakan sebagai alat kerja sama atau
2
Ismail. 2018. Bab II Tinjauan Tentang Perjanjian Internasional. Jurnal Universitas Atma Jaya
Yogyakarta.
3
Marco, Miguel Gonzalez 2003. The Search for Common Democratic Standart Through
International Law. Washington: Heinrich Boll Foundation North America.
4
Hingorani, R.C.1982. Modern International Law. Second Edition. New Delhi: Oxford & IBH
Publishing Co.
hubungan damai antar negara apapun sistem politik, ekonomi dan sosialnya. 5
Pelaksanaan di Indonesia pada prinsipnya mengakui supremasi hukum
internasional, tetapi tidak berarti bahwa kita begitu saja menerima hukum
internasional. Doktrin transformasi menyatakan bahwa tidak terdapat hukum
internasional dalam hukum nasional sebelum dilakukan proses transformasi
berupa pernyataan terlebih dahulu dari negara yang bersangkutan. Sehingga
traktat atau perjanjian internasional, tidak dapat digunakan sebagai sumber
hukum di pengadilan nasional sebelum dilakukannya `transformasi' ke dalam
hukum nasional. Perjanjian internasional sesuai dengan UU Nomor 24 tahun
2000 tentang Perjanjian Internasional, diratifikasi melalui undang-undang dan
keputusan presiden. Contoh perjanjian internasional yang diratifikasi
Indonesia adalah International Covenant on Civil and Political Rights.
Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik diratifikasi melalui
UU No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan ICCPR.6
4. Law making Treaty merupakan istilah perjanjian yang menciptakan hukum
dalam hukum internasional, artinya ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah
hukum bagi masyarakat internasional sebagai keseluruhan. Atau dengan kata
lain perjanjian yang berlaku yaitu memiliki kaidah yang mengikat semua
negara, walau negara tersebut tidak turut serta menandatanganinya. Konsep
law making treaties dipandang sebagai output hukum dalam produk
perjanjian. Karena sifatnya sebagai 'perjanjian', pasal-pasal dalam perjanjian
law making treaties menjelma menjadi ketentuan hukum positif yang
cenderung bersifat kewajiban yang harus dipenuhi, berbeda dengan hukum
yang bersifat memaksa. hukum yang bersifat memaksa. Sebagai contoh,
hukum laut. UNCLOS 1982 merupakan perjanjian internasional yang
berbentuk law making treaties dan diikuti oleh banyak negara di dunia,
sehingga bersifat multilateral.7 Contoh lain dari perjanjian law making treaty,
antara lain:8
1. Konvensi Jenewa tahun 1949 mengenai Perlindungan Korban Perang
5
Elfia Farida. 2020. Kewajiban Negara Indonesia Terhadap Perjanjian Internasional; Convention
on The Protection of The Rights of All Migrant Workers of Their Families. Administrative Law &
Governance Journal. Volume 3 Issue 1, 182-191.
6
Ibid.
7
Rudi Natamiharja. 2020. Law Making Treaties: The Implication of International Law towards
Indonesia’s Legislations. Jambe Law Jurnal. Volume 3 Nomor 2. 191-210.
2. Konvensi Wina tahun 1961 mengenai hubungan diplomatik
3. Konvensi Hak Cipta Internasional

8
Kristiyanti. 2018. The 1951 Refugee Convention; Studi Tentang Keterikatan Negara Pada
Perjanjian Internasional yang Memiliki Karakteristuk Law Making Treaty. Jurnal Ilmu Hukum
Alathea. Volume 1 Nomor 2. 143-155

Anda mungkin juga menyukai