Anda di halaman 1dari 7

36

PERJANJIAN INTERNASIONAL OLEH DAERAH SEBAGAI KEWENANGAN


OTONOMI DAERAH

Noer Indriati
Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Jawa Tengah

Abstract

Law number 32 year 2004 on Regional Government suggests need to do adjustment authority
implementation Foreign Relations and Cooperation. Along with the entry into force of the regional
autonomy act, the policy of foreign relations and diplomacy by the Central Government, among
others, also aimed at empowering and promoting regional potentials. The freedom to conduct
foreign relations and cooperation, did not rule on the future more increased in line with the will of
Autonomous District and the City to obtain added value for the Autonomous Region concerned. The
mechanism of cooperation carried out in consultation with and coordination of the Ministry.

Keywords: treaty, sister’s city and sister’s province

Abstrak

Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyarankan perlu dilakukannya
penyesuaian kewenangan dari pelaksanaan kerjasama dan hubungan luar negeri. Seiring dengan
berlakunya Undang-Undang otonomi daerah tersebut, kebijakan hubungan luar negeri dan diplomasi
oleh Pemerintah Pusat ditujukan untuk memberdayakan dan mempromosikan potensi daerah.
Kebebasan untuk melakukan kerjasama dan hubungan luar negeri tidaklah menutup kemungkinan
menjadi lebih meningkat sejalan dengan kehendak dari otonomi Kabupaten dan Kota guna
mendapatkan nilai tambah bagi daerah otonom yang bersangkutan. Mekanisme kerjasama dilakukan
dengan konsultasi dan koordinasi dari pihak kementerian.

Kata kunci: perjanjian, perjanjian oleh kabupaten/kota dan perjanjian oleh provinsi

Pendahuluan sang surutnya hubungan antar Negara atau


Perwujudan atau realisasi hubungan in- bangsa.1
ternasional dalam bentuk perjanjian-per- Substansi yang diatur dalam perjanjian-
janjian internasional, sudah sejak lama dilaku- perjanjian internasional tidak hanya masalah-
kan oleh Negara-negara dalam masyarakat masalah dan objek-objek yang ada di bumi
internasional. Perjanjian internasional ter- saja. Memang dalam situasi kemajuan tekno-
sebut merupakan hukum yang harus dihormati logi seperti sekarang ini, sangat memung-
dan ditaati oleh pihak-pihak yang ber- kinkan bagi masyarakat internasional untuk
sangkutan. Dengan kata lain, bahwa selama mengadakan perundingan-perundingan tentang
masih tetap berlangsungnya hubungan antar masalah dan kemudian merumuskannya dalam
bangsa atau negara di dunia ini, selama itu bentuk perjanjian internasional. Peranan hu-
pula masih tetap akan selalu muncul perjanji- kum internasional pada umumnya, perjanjian
an internasional. Pasang surutnya perjanjian- internasional pada khususnya dalam mengatur
perjanjian internasional tergantung pada pa- hubungan-hubungan internasional semakin

1
I Wayan Parthiana, 2002, Hukum Perjanjian
Internasional Bagian I, Bandung: Penerbit CV Mandar
Maju, hlm. 1
Perjanjian Internasional oleh Daerah Sebagai Kewenangan Otonomi Daerah 37

lama semakin dirasakan pentingnya, terutama Undang-undang No. 32 tahun 2004 ten-
sejak permulaan abad keduapuluh. tang Pemerintahan Daerah mengisyaratkan
Sejalan dengan perkembangan atau ke- perlu dilakukannya penyesuaian kewenangan
majuan teknologi para pelaku hubungan inter- pelaksanaan Hubungan dan Kerjasama Luar
nasional juga meluas. Perubahan-perubahan Negeri. Pada prinsipnya pelaksanaan politik
mendasar yang terjadi dalam proses tersebut, Luar Negeri merupakan kewenangan Pemerin-
dilingkup nasional, regional maupun global tah Pusat. Akan tetapi seiring dengan berlaku-
telah menuntut kebijakan dan perangkat baru nya undang-undang otonomi daerah tersebut,
dalam pelaksanaan hubungan antar negara. kebijakan hubungan luar negeri dan diplomasi
Kemajuan teknologi komunikasi telah oleh Pemerintah Pusat antara lain juga diarah-
mendorong globalisasi saling ketergantungan kan untuk memberdayakan dan mempromo-
antar negara dan antar masalah yang semakin sikan potensi Daerah, dalam kerangka Negara
erat. Hal ini mengakibatkan terciptanya suatu Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
dunia tanpa batas (boderless world) yang
seolah-olah telah membentuk suatu global Pembahasan
village bagi masyarakat dunia. Tinjauan terhadap Perjanjian Internasional
Pemerintah telah mengundangkan Un- Perjanjian internasional dalam arti
dang-undang No. 37 tahun 1999 tentang umum dan luas meliputi: persetujuan, traktat
Hubungan Luar Negeri dan Undang-undang No. ataupun konvensi. Perjanjian yang dimaksud
24 tahun 2000 tentang Perjanjian Inter- adalah:
nasional. Kedua undang-undang ini memberi- Kata sepakat antara dua atau lebih
kan landasan hukum yang kuat bagi penye- subjek hukum internasional mengenai
lenggaraan hubungan luar negeri, pelaksanaan suatu objek atau masalah tertentu
dengan maksud untuk membentuk
politik luar negeri dan pembuatan perjanjian hubungan hukum atau melahirkan hak
internasional. Kedua perangkat hukum ini dan kewajiban yang diatur oleh hukum
menandai dibukanya paradigma baru bagi internasional.2
Indonesia dalam melakukan hubungan luar
negeri untuk memenuhi tuntutan jaman yang Sedangkan perjanjian internasional dalam arti
bergerak cepat. Dengan terjadinya paradigma sempit adalah:
baru ini, tentu mengubah pemahaman yang Kata sepakat antara dua atau lebih sub-
jek hukum internasional (negara, tahta
selama ini ada bahwa hubungan luar negeri suci, kelompok pembebasan, organisasi
merupakan monopoli negara. internasional) mengenai suatu objek
Hubungan internasional yang berkem- tertentu yang dirumuskan secara tertulis
bang sebagai akibat kemajuan teknologi dan tunduk pada atau yang diatur oleh
menyebabkan para pelaku hubungan inter- hukum internasional
nasional juga meluas, tidak hanya mencakup Berdasarkan pengertian tersebut, maka
negara (state actors) saja, akan tetapi telah dapat diuraikan beberapa unsur atau kuali-
meluas pada aktor-aktor selain negara (non fikasi yang harus dipenuhi sebagai perjanjian,
state actors) seperti: organisasi internasional, sehingga dapat disebut sebagai perjanjian
Lembaga Swadaya Masyarakat, perusahaan- internasional, yaitu kata sepakat, subjek-sub-
perusahaan multinasional (MNCs), media, dae- jek hukum, berbentuk tertulis, objek tertentu,
rah, kelompok-kelompok minoritas, bahkan dan tunduk pada atau diatur oleh hukum
individu. Bermacam-macamnya aktor yang ter- internasional.
libat dalam hubungan internasional dan kerja-
sama luar negeri di samping membuat proses
pengambilan keputusan semakin kompleks,
tetapi juga membuka peluang bagi peman-
tapan diplomasi Indonesia. 2
Ibid, hlm. 12
38 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 10 No. 1 Januari 2010

Definisi perjanjian menurut Konvensi tunggal maupun lebih, serta tunduk pada hu-
Wina 1969, dalam Pasal 2 ayat 1 butir a kum internasional.
dijelaskan:
Treaty means an international Pembuatan Perjanjian Internasional oleh
agreement concluded between States in Negara (State Actor)
written from and governed by Negara masih merupakan subjek hukum
international law, whether embodied in
a single instrument or in two or more yang terpenting dibanding dengan subjek-
related instruments and whatever its subjek hukum internasional lainnya.4 Negara
particular designation. sebagai subjek hukum internasional, terdapat
satu patokan/standart seperti yang tercantum
Adapun yang dimaksud dengan perjanji- pada Pasal 1 Konvensi Montevideo (Pan Ame-
an internasional adalah suatu persetujuan/ rican) The Convention on Rights and Duties of
kesepakatan yang diadakan antara Negara- State of 1933, yang menentukan:
negara dalam bentuk yang tertulis dan diatur Negara sebagai subjek dalam hukum
oleh hukum internasional, baik yang berupa internasional harus memiliki (a).
satu instrument tunggal atau berupa dua atau penduduk tetap; (b). wilayah tertentu;
lebih instrument yang saling berkaitan tanpa (c). pemerintahan dan (d). kapasitas
memandang apapun juga namanya. Sedangkan untuk berhubungan dengan negara lain.5
berdasarkan Undang-undang No. 24 Tahun Dari segi hukum internasional, syarat (d)
2000 tentang Perjanjian Internasional disebut- merupakan syarat yang paling penting. Suatu
kan: negara harus memiliki kemampuan untuk me-
Perjanjian internasional adalah nyelenggarakan hubungan-hubungan ekstern
perjanjian, dalam bentuk dan nama
tertentu, yang diatur dalam hukum dengan negara-negara lain.6 Hal inilah yang
internasional yang dibuat secara tertulis membedakan negara adalam arti sesung-
serta menimbulkan hak dan kewajiban di guhnya dengan unit-unit lain atau negara-
bidang hukum publik.3 negara protektorat, negara Federal dan
sebagainya.
Undang-undang Nomor 37 Tahun 1999
Suatu negara atau bangsa pastilah me-
tentang Hubungan Luar Negeri, dalam Bab I
miliki kewenangan atas apa yang ada di
Pasal 1 ayat 3 disebutkan:
bawah, dalam dan atas wilayahnya. Kewe-
Perjanjian internasional adalah
perjanjian dalam bentuk dan sebutan nagan tersebut tidak lepas dari kedaulatan
apa-pun, yang diatur oleh hukum internal negara tersebut, karena hal tersebut
internasional dan dibuat secara tertulis menunjang dapat atau tidaknya suatu negara
oleh Pemerintah Republik Indonesia mempertahankan kedaulatannya. Terdapat
dengan satu atau lebih negara, beberapa cara yang harus dilakukan oleh ne-
organisasi internasional atau subjek
hukum internasional lainnya, serta gara untuk memperkuat atau mempertahankan
menimbulkan hak dan kewajiban pada kedaulatannya, yaitu melalui pengembangan
Pemerintah Republik Indonesia yang kewenangan-kewenangan dalam memanfaat-
bersifat hukum publik

Dari pengertian di atas dapat diketahui


bahwa perjanjian internasional merupakan 4
Lihat Advisory Opinion dari ICJ dalam Reparation
suatu persetujuan yang dapat berbentuk ter- Case di mana ICJ secara penuh (unanimously)
menyatakan bahwa PBB dapat mengajukan klaim atas
tulis maupun tidak tertulis, dilakukan oleh pertanggungjawaban internasional terhadap pemerin-
negara atau subjek hukum internasional lain, tah yang secara de facto atau de Jure telah
melakukan tindakan-tindakan yang merugikannya.
yang diatur dengan menggunakan instrumen 5
Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar, 2006,
Hukum Internasional Kontemporer, Bandung: Refika
Aditama, hlm.105
6
JG. Starke, 2006, Pengantar Hukum Internasional 1,
3
Undang-undang No. 24 Tahun 2000 Pasal 1 (ayat 1) Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 128
Perjanjian Internasional oleh Daerah Sebagai Kewenangan Otonomi Daerah 39

kan potensi-potensi alamiah maupun non- kan dengan Surat Presiden No. 2826/Hk/1960
alamiah negaranya.7 sebagai pelaksanaan Pasal 11 Undang-undang
Istilah apapun yang digunakan untuk Dasar 1945. Dengan ketentuan-ketentuan
perjanjian internasional yang dibuat, ber- tersebut di atas, sudah jelas bahwa dalam
dasarkan praktik negara-negara, negara Repu- konteks pembuatan perjanjian internasional
blik Indonesia hanya membedakan perjanjina pemegang ”treaty making power” di Indonesia
internasional dalam 2 (dua) golongan. Pada adalah Presiden dan Presiden memberikan
satu pihak terdapat perjanjian internasional wewenangnya kepada Menteri Luar Negeri.
yang diadakan menurut tiga tahap pem- Pembuatan perjanjian internasional di-
bentukan, yakni perundingan, penandatangan laksanakan melalui beberapa tahap, yaitu
dan ratifikasi. Dan pada lain pihak perjanjian Pertama, ahap Penjajakan. Tahap penjajakan
internasional dibuat dengan dua tahap yakni adalah tahan dimana para pihak yang ingin
perundingan dan penandatanganan.8 Praktik membuata perjanjian menjajaki kemungkinan-
mengenai dua macam perjanjian ini belum kemungkinan untuk dibuatnya perjanjian
jelas sampai diundangkannya suatu Undang- internasional. Penjajakan dapat dilakukan me-
undang tentang Perjanjian Internasional. Le- lalui inisiatif instansi/lembaga pemerintahan
pas dari persoalan ini, yang sangat penting (negara) di Indonesia ataupun dapat pula
juga apabila dilihat dari sudut ketatanegaraan merupakan inisiatif dari ”calon mitra” (coun-
dan politik dalam Negara Indonesia, semata- terpart); Kedua, Tahap Perundingan. Tahap
mata dari sudut peristilahan hanya untuk perundingan adalah suatu upaya yang di-
membedakan kedua perjanjian internasional tempuh oleh para pihak yang membuat per-
tersebut. janjian internasional untuk mencapai kesepa-
Undang-undang Dasar 1945 menetapkan katan atas materi yang masih belum dapat
bahwa yang menjadi pemegang kekuasaan disetujui dalam tahap penjajakan. Tahap ini
membuat Perjanjian Internasional adalah ker- dapat pula dipergunakan sebagai wahana
jasama antara lembaga eksekutif dan lembaga untuk memperjelas pemahaman setiap pihak
legslatif. Hal ini sebagaimana disebutkan tentang ketentuan-ketentuan yang tertuang
dalam Pasal 11 sebagai berikut: dalam perjanjian internasional; Ketiga, Tahap
Presiden dengan persetujuan Dewan Perumusan Masalah. Tahap perumusan naskah
Perwakilan Rakyat menyatakan perang, adalah merupakan hasil kesepakatan dalam
membuat perdamaian dan perjanjian perundingan oleh para pihak atas materi
dengan negara lain
perjanjian internasional. Pada tahap ini di-
Selanjutnya sebagai aturan operasional lakukan pemarafan terhadap naskah perjan-
dalam rangka pembuatan dan pengesahan per- jian internasional yang telah disetujui. Pada
janjian internasional, Pemerintah pada tang- tahap ini disusun pula Agreed Minutes of
gal 23 Oktober 2000 telah mengundangkan Meeting, Records of Discussion atau Summary
Undang-undang No. 24 Tahun 2000 tentang Records yang dapat berisi hal-hal yang telah
Perjanjian Internasional dan juga sebagai pe- disepakati, hal-hal yang belum disepakati
laksanaan ketentuan-ketentuan Pasal 13 dan serta tentang perundingan berikutnya. Dalam
Pasal 14 Undang-undang No. 37 Tahun 1999 hal masih ada ketentuan-ketentuan yang be-
tentang Hubungan Luar Negeri. Sebelum ada- lum disepakati, instansi teknis harus senan-
nya Undang-undang No. 24 Tahun 2000, dasar tiasa mengupayakan komunikasi intern yang
pembuatan perjanjian internasional dilaksana- efektif dengan instansi di dalam negeri dan
komunikasi dengan mitra runding melalui
Deplu. Komunikasi demikian dapat meliputi
7
Mirza Satria Buana, 2007, Hukum Internasional Teori
usul rumusan baru atau kompromi atau penen-
dan Praktek, Bandung: Nusamedia, hlm. 19
8
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty Agoes, 2003, tuan jadual perundingan; Keempat, Tahap
Pengantar Hukum Internasional, Bandung: Alumni,
Penerimaan. Tahap perundingan bilateral,
hlm. 119
40 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 10 No. 1 Januari 2010

kesepakatan atas naskah awal hasil perun- Hubungan Luar Negeri. Bab I Ketentuan Umum
dingan dapat disebut ”penerimaan” yang Pasal 1 point 6 menyebutkan bahwa:
biasanya ditandai dengan pemarafan pada Daerah Otonom yang selanjutnya disebut
naskah perjanjian internasional oleh ketua Daerah, adalah kesatuan masyarakat
masing-maisng delegasi. Proses penerimaan hukum yang mempunyai batas-batas
wilayah yang berwenang mengatur dan
(acceptance/approval) pada perjanjian multi- mengurus urusan pemerintahan dan
lateral merupakan tindakan pengesahan suatu kepentingan masyarakat setempat
negara pihak atas perubahan perjanjian menurut prakarsa sendiri berdasarkan
internasional; Kelima, Tahap Penandatangan. aspirasi masyarakat dalam sistem Negara
Tahap ini merupakan tahap akhir dari sebuah Kesatuan Republik Indonesia
perundingan untuk melegalisasi kesepakatan Berdasarkan prinsip otonomi luas, nyata
yang dituangkan dalam naskah perjanjian dan bertanggungjawab, maka kepada Daerah
internasional. Namun penandatanganan tidak Otonom dapat diberikan wewenang yang luas
selalu merupakan pemberlakuan perjanjian untuk menyelenggarakan pemerintahan dan
internasional. Keterikatan akan tergantung mengatur urusan rumah tangganya. Selain itu
pada klausula pemberlakuan yang telah Pemerintah Daerah Otonom Kabupaten dan
disepakati oleh para pihak dalam sebuah Kota juga diberikan wewenang (dan bilamana
perjanjian. Hal ini tidak hanya berlaku pada perlu) dapat mengadakan hubungan dan
perjanjian bilateral namun juga pada kerjasama luar negeri dalam rangka usaha
perjanjian multilateral. untuk memajukan Daerahnya sendiri.
Kebebasan untuk melakukan hubungan
Perjanjian Internasional Oleh Daerah dan kerjasama luar negeri, tidak menutup
Sebagai Wujud Kewenangan Otonomi Daerah kemungkinan pada masa yang akan datang
Hubungan dan kerjasama luar negeri lebih meningkat sejalan dengan kehendak
oleh Pemerintah Daerah harus diselenggarakan Daerah Otonom Kabupaten dan Kota untuk
sesuai dengan Politik Luar Negeri, sesuai memperoleh nilai tambah bagi Daerah Otonom
Konvensi Wina 1961 mengenai Hubungan yang bersangkutan. Hal ini merupakan babak
Diplomatik dan Konvensi Wina 1963 mengenai baru dalam penyelenggaraan Pemerintah Dae-
Hubungan Konsuler. Pemerintah Republik In- rah yang penuh dengan tantangan. Penyeleng-
donesia mempunyai wakil di luar negeri yang garaan otonomi daerah dilaksanakan dengan
hanya dikenal sebagai Perwakilan Republik prinsip-prinsip demokrasi dan memperhatikan
Indonesia, yang melayani kepentingan Negara keanekaragaman daerah.9 Dan kewenangan
Republik Indonesia termasuk Pemerintah Dae- Daerah Otonom tidak mencakup kewenangan
rah, karena Pemerintah daerah tidak diper- dalam bidang kebijakan strategis untuk pe-
bolehkan membuka Perwakilan tersendiri. nyelenggaraan pemerintahandan hanya melak-
Peluang untuk menyelenggarakan hu- sanakan pemerintah Pusat yang dilimpahkan.
bungan dan kerjasama luar negeri oleh Daerah Demikian juga dengan hal-hal yang harus
Otonom Kabupaten dan Kota sangat dimung- diperjanjikan oleh Daerah adalah dalam batas-
kinkan dan terbuka secara luas, baik yang batas kewenangan Daerah yang bersangkutan.
berbentuk sister’s city atau sister’s province. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 yang
Hal tersebut terlihat sejak diberlakukannya menganut prinsip otonomi seluas-luasnya,
Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang maka pemberian kewenangan kepada Daerah
Pemerintahan Daerah, yang kemudian diubah
dengan Undang-undang No. 32 Tahun 2004,
Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000
9 Syahda Guruh LS, 2000, Menimbang Otonomi Vs
tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewe-
Federal – Mengembangkan Wacana Federalisme dan
nangan Propinsi sebagai Daerah Otonom dan otonomi luas menuju masyarakat Madani Indonesia,
Bandung: Pemuda Rosdakarya, hlm.80
Undang-undang No. 37 Tahun 1999 tentang
Perjanjian Internasional oleh Daerah Sebagai Kewenangan Otonomi Daerah 41

Otonom diberikan dengan keleluasaan penuh menetapkan pinjaman dan/atau hibah luar
di mana kepada Daerah Otonom dapat me- negeri yang akan diteruspinjamkan atau di-
nyelenggarakan pemerintahan sebagaimana terushibahkan kepada Pemerintah Daerah.
ditentukan dalam Bab III mengenai Pembagian Pinjaman luar negeri oleh Daerah melalui
Urusan Pemerintahan, dari Pasal 10 sampai Pemerintah Pusat diatur tersendiri dalam
dengan Pasal 18. Pasal 10 ayat 3 menetapkan Peraturan Menteri Keuangan No. 52 Tahun
bahwa urusan pemerintahan yang menjadi 2006 dan No. 53 Tahun 2006.
urusan Pemerintah Pusat adalah: Kerjasama luar negeri dilakukan dengan
a. politik luar negeri; syarat-syarat berupa Pertama, dengan negara
b. pertahanan; yang memiliki hubungan diplomatik dengan
c. keamanan; Indonesia dan dalam kerangka Negara Ke-
d. justisi; satuan Republik Indonesia (NKRI); Kedua,
e. moneter dan fiskal nasional; dan sesuai dengan bidang kewenangan Pemerintah
f. agama Daerah sebagaimana diatur dalam peraturan
Sedangkan bidang-bidang lain yang men- perundang-undangan nasional Republik Indo-
jadi kewenangan pemerintahan daerah Pro- nesia; Ketiga, mendapat persetujuan dari
vinsi merupakan skala provinsi diatur dalam Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD);
Pasal 13, dan Pasal 14 mengatur kewenangan Keempat, tidak mengganggu stabilitas politik
Kabupaten dan Kota. Bidang-bidang hubungan dan keamanan dalam negeri; Kelima, tidak
dan kerjasama luar negeri oleh Daerah mengarah pada campur tangan urusan dalam
memerlukan konsultasi dan koordinasi dengan negeri masing-masing negara; Keenam, ber-
Departemen Luar Negeri. Bila diringkas antara dasarkan asas persamaan hak dan tidak saling
lain meliputi bidang-bidang kerjasama sebagai memaksakan kehendak; Ketujuh, mendukung
berikut: penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan
a. Kerjasama Ekonomi nasional dan Daerah serta pemberdayaan
1. Perdagangan masyarakat.10
2. Investasi Secara umum mekanisme pembuatan
3. Ketenagakerjaan perjanjian internasional didasarkan pula pada
4. Kelautan dan Perikanan Pasal 5 ayat (1) Undang-undang No. 24 Tahun
5. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 2000 yang menentukan agar lembaga negara
6. Kehutanan dan lembaga pemerintah, baik departemen
7. Pertanian maupun non departemen di tingkat Pusat dan
8. Pertambangan Daerah yang mempunyai rencana untuk
9. Kependudukan membuat perjanjian internasional, terlebih
10. Pariwisata dahulu melakukan konsultasi dan koordinasi
11. Lingkungan Hidup mengenai rencana tersebut dengan Menteri
12. Perhubungan Luar Negeri. Hal ini berlaku pada seluruh
b. Kerjasama Sosial Budaya perjanjian internasional yang bersifat bilateral
1. Pendidikan maupun multilateral.11
2. Kesehatan
3. Kepemudaan
10 Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, 2007,
4. Kewanitaan
Panduan Umum Tata Cara Hubungan dan Kerjasama
5. Olahraga Luar Negeri Oleh Pemerintah Daerah Revisi Tahun
2006, Jakarta, hal. 20.
6. Kesenian
11 Kria Fahmi Pasaribu, 2004, Pembuatan Dan
c. Bentuk Kerjasama Lain Pengesahan Perjanjian Internasional Dalam Kerangka
Undang-undang No. 24 Tahun 2000 Tentang
Pemerintah Daerah dalam hal ini di-
Perjanjian Internasional, Makalah disampaikan pada
larang melakukan pinjaman langsung kepada Pelatihan Nasional ”Peningkatan Pengetahuan Dalam
Penyusunan Kontrak-kontrak Perjanjian Internasional
pihak lain di Luar Negeri. Pemerintah Pusat
Di Era Otonomi Daerah” Di Malang, hal. 6.
42 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 10 No. 1 Januari 2010

Mekanisme hubungan dan kerjasama luar melakukan evaluasi terhadap tindak lanjut dan
negeri atas prakarsa Pihak Indonesia yang pelaksanaan kerjasama.12
dilakukan oleh Pemerintah Daerah atau pihak-
pihak lain (non state actors), adalah Pertama, Penutup
Pemerintah Daerah sebagai instansi pemra- Pembuatan perjanjian oleh Daerah Oto-
karsa melakukan koordinasi dengan Departe- nom merupakan suatu fenomena baru. Hal ini
men Luar Negeri serta instansi terkait dan memberikan cakrawala kepada daerah untuk
mengajukan usulan program kerjasama yang senantiasa menawarkan potensi-potensi yang
berisi latar belakang kerjasama, tujuan, sa- ada di Daerah, dalam batas-batas kewe-
saran, pertimbangan, potensi daerah, keung- nangannya, baik kewenangan Kabupaten/kota
gulan komparatif, dan profil pihak asing yang (sister’s city) maupun kewenangan provinsi
akan menjadi mitra kerjasama; Kedua, Pe- (sister’s province).
merintah Daerah sebagai instansi pemrakarsa
dapat mengadakan rapat interdep dengan
mengundang Departemen Luar Negeri dan
instansi terkait untuk membicarakan usulan
program tersebut; Ketiga, Koordinasi dapat
juga dilakukan melalui komunikasi resmi surat
menyurat; Keempat, Departemen Luar Negeri
selanjutnya memberikan pertimbangan politis/
yuridis Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri
sesuai dengan Kebijakan Politik Luar Negeri
Indonesia; Kelima, Departemen Luar Negeri
berdasarkan masukan dari perwakilan Republik
Indonesia menyediakan informasi yang diper-
lukan dalam rangka menjalin kerjasama
dengan pihak Asing.
Keenam, Departemen Luar Negeri
mengkomunikasikan rencana kerjasama
dengan perwakilan Diplomatik dan Konsuler
pihak asing di Indonesia dan Perwakilan
Republik Indonesia di Luar Negeri; Ketujuh,
Departemen Luar Negeri memberi-tahukan
hasil koordinasi kerjasama dengan Pihak asing
kepada instansi terkait di daerah dan
Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri.
Kedelapan, Kesepakatan kerjasama
antar pihak Asing dan Daerah dituangkan
dalam bentuk Perjanjian Internasional yang
lazim digunakan sesuai dengan pertimbangan
Departemen Luar Negri. Dalam hal diperlukan
Surat Kuasa (full powers) dari Menteri Luar
Negeri dapat diberikan setelah dipenuhi per-
syaratan-persyaratan peraturan perundang-
undangan yang berlaku; Kesembilan, Depar-
temen Luar Negeri ikut serta memantau dan
12 Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, Op Cit,
hlm. 21-22

Anda mungkin juga menyukai