Anda di halaman 1dari 15

NEGARA SEBAGAI SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL

Disusun Oleh:
Cevin Okta Saputra
NIM. 2011150036

Jovi Efrianto
NIM. 2011150044

Anca Juliansyah
NIM. 2011150038

Dosen Pengampuh:
Riki Aprianto, S.H., M.H.

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARI’AH
UIN FATMAWATI SUKARNO NEGERI BENGKULU
TAHUN 2022/2023

0
NEGARA SEBAGAI SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL

A. Pendahuluan
Subjek hukum adalah pemegang hak dan kewajiban, menurut hukum
pemegang hak dan kewajiban itu memiliki kemampuan untuk mengadakan
hubunganhubungan hukum dengan sesama pemegang hak dan kewajiban
hukum lainnya. Dalam hukum internasional subyek-subyek tersebut termasuk
negara, organisasi internasional dan entitas-entitas lainnya. Organisasi
internasional diperhitungkan sebagai salah satu subjek dari hukum
internasional pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.1 Tiap organisasi
internasional mempunyai personalitas hukum dalam hukum internasional.
Tanpa personalitas hukum maka suatu organisasi internasional tidak akan
mampu untuk melakukan tindakan yang bersifat hukum. Subyek hukum dalam
yurisprudensi secara umum dianggap mempunyai hak dan kewajiban yang
menurut ketentuan hukum dapat dilaksanakan. Dengan demikian subjek hukum
yang ada dibawah sistem hukum internasional merupakan personalitas hukum
yang mampu untuk melaksanakan hak dan kewajiban tersebut.1
Setiap subjek hukum internasional memiliki tingkat hak dan kewajiban
yang berbeda. Misalnya, negara dan individu, negara merupakan subjek hukum
internasional yang pertama dan karena itu memiliki hak dan kewajiban penuh
di hadapan hukum internasional, sedangkan individu tidak. Untuk menentukan
derajat hak dan kewajiban suatu subjek hukum internasional dapat dilihat dari
tiga indikator yaitu:2
1. Subjek yang bersangkutan memiliki hak untuk membuat perjanjian
internasional.
2. Subjek yang bersangkutan memiliki hak untuk mengirim dan menerima
perwakilan.

1
Sumaryo Suryokusumo, Hukum Organisasi Internasional, (Bandung: Universitas
Padjajaran, 2006), h. 46.
2
Jan Klabbers, Introduction to internasional Intitutional Law Cambridge: (Cambridge
University Pres, 2002), h. 42

1
3. Subjek yang bersangkutan dapat mengajukan dan menerima tuntutan
internasional
B. Pembahasan
1. Klasifikasi Negara Menurut Hukum Internasional
Negara merupakan subjek hukum yang terpenting dibanding dengan
subjek-subjek hukum internasional lainnya. Pasal 1 konvensi Montevideo 27
December 1933 mengenai hak dan kewajiban Negara menyebutkan bahwa
Negara sebagai subjek dalam hukum internasional harus memiliki empat unsur
yaitu : penduduk yang tetap, wilayah tertentu, pemerintahan yang berdaulat
dan kapasitas untuk berhubungan dengan Negara lain. 3
Negara merupakan subjek Hukum Internasional yang terpenting (par
Excellence) di banding dengan subjek-subjek hukum internasional lainnya,
sebagai subjek hukum internasional Negara memiliki hak dan kewajiban
menurut hukum internasional. Menurut R. Kranenburg Negara adalah
organisasi kekuasaan yang diciptakan oleh kelompok manusia yang disebut
bangsa sedangkan menurut Logeman Negara adalah organisasi kekuasaan
yang menyatukan kelompok manusia yang disebut bangsa. 4
Hendry C Black mendefinisikan Negara sebagai sekumpulan orang yang
secara permanen menempati suatu wilayah yang tetap diikat oleh ketentuan-
ketentuan hukum yang melalui pemerintahannya mampu menjalankan
kedaulatannya yang merdeka dan mengawasi masyarakatnya dan harta
bendanya dalam wilayah perbatasannya, mampu mengadakan perang dan
damai serta mampu mengadakan hubungan internasional dengan masyarakat
internasional lainnya.5
Seperti pengertian yang diberikan Logeman bahwa Negara adalah
organisasi kekuasaan. Organisasi diartikan sekumpulan orang yang dalam
mencapai tujuan bersama mengadakan kerjasama dan pembagian kerja di

3
Jawahir Thontowi, Hukum dan Hubungan Internasional, (Yogyakarta: UII Press,
2016), h. 105
4
Moctar Kusumaatmadja, Pembinaan Hukum dalam Rangka Pembangunan Nasional,
(Bandung: Penerbit Binacipta, 1986), h. 86
5
Huala Adolf, Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional, (Jakarta: Rajawali
Pers, 1991), h. 1-2

2
bawah satu pemimpin. Kekuasaan diartikan kemampuan untuk memaksakan
kehendak sehingga Negara diartikan sebagai sekumpulan orang yang dalam
mencapai tujuan bersama mengadakan kerjasama dan pembagian kerja di
bawah satu pemimpin yang mempunyai kemampuan untuk memaksakan
kehendaknya.
Selain itu menurut Hans Kelsen Negara adalah komunitas yang
diciptakan oleh suatu tatanan hukum nasional yang membentuk komunitas ini.
Oleh sebab itu, dari sudut pandang hukum persoalan Negara tampak sebagai
persoalan tatanan hukum nasional maka kita harus menerima bahwa komunitas
yang disebut Negara adalah tatanan hukumnya, Hukum Perancis dapat
dibedakan dari hukum Swiss atau Meksiko tanpa bantuan dari hipotesis bahwa
Negara Perancis, Swiss, dan Meksiko merupakan realitas sosial yang
keberadaannya berdiri sendiri-sendiri. Negara sebagai komunitas dalam
hubungannya dengan hukum bukanlah suatu realitas alami atau suatu realitas
sosial yang serupa dengan realitas alami seperti manusia dalam
hubungannya dengan hukum. Jika ada suatu realitas sosial yang
berhubungan dengan fenomena yang disebut Negara dan oleh sebab itu
suatu konsep sosiologis yang dibedakan dari konsep hukum mengenai
Negara maka prioritas jatuh pada konsep hukum bukan kepada konsep
sosiologis. 6
Pengertian Negara sebagai subjek hukum internasional adalah organisasi
kekuasaan yang berdaulat, menguasai wilayah tertentu, penduduk tertentu dan
kehidupan didasarkan pada sistem hukum tertentu (Sugeng Istanto 1994: 20-
21).7 Dalam pengertian mengenai Negara tersebut walaupun memiliki banyak
pendapat dan perbedaan dalam memberikan pengertian tentang Negara tetapi
baik menurut para ahli dan konvensi Montevideo tetap memiliki persamaan
bahwa suatu Negara akan berdaulat jika memiliki kriteria-kriteria yang di
terima oleh masyarakat internasional.

6
Hans Kelsen, General Theory of Law and State, (Bandung: Nusa Media, 1971), h. 263
7
Sugeng Istanto, Hukum Internasional, (Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, 1994), h.20-
21

3
Suatu Negara dapat saja lahir dan hidup tetapi itu belum berarti bahwa
Negara tersebut mempunyai kedaulatan, kedaulatan ialah kekusaan tertinggi
yang dimiliki oleh suatu Negara untuk secara bebas melakukan berbagai
kegiatan sesuai kepentingannya asal saja kegiatan tersebut tidak bertentangan
dengan hukum internasional. Sesuai konsep hukum internasional kedaulatan
memiliki tiga aspek utama yaitu:
a. Aspek ekstern kedaulatan adalah hak bagi setiap Negara untuk secara bebas
menentukan hubungannya dengan berbagai Negara atau kelompok-
kelompok lain tampa tekanan atau pengawasan dari Negara lain.
b. Aspek intern kedaulatan ialah hak atau wewenang eksklusif suatu Negara
untuk menentukan bentuk lembaga-lembaganya, cara kerja lembaga-
lembaganya tersebut dan hak untuk membuat undang-undang yang
diinginkannya serta tindakan-tindakan untuk mematuhi.
c. Aspek territorial kedaulatan berarti kekuasaan penuh dan eksklusif yang
dimiliki oleh Negara atas individu-individu dan benda-benda yang terdapat
di wilayah tersebut.8
2. Wilayah Negara
a. Wilayah daratan
Wilayah daratan merupakan tempat dimana setiap aktifitas yang
dilakukan oleh individu maupun kelompok maupun tempat untuk
berinteraksi antara satu sama lain. Wilayah daratan memiliki keguanaan
yang sangat penting yang merupakan suatu objek vital negara dimana pada
wilayah daratan berlangsung sistem pemerintahan.
Secara umum dikatakan bahwa hukum internasional tidak mengenal
adanya aturan secara khusus yang berlaku dalam rangka pengaturan
ratifikasi wilayah perbatasan daratan anatarnegara. Hal ini terkesan bisa
menimbulkan konflik antara negara-negara. Metode yang biasanya
digunakan dalam hal penentuan perbatasan antara negara dilakukan denga
dua cara yakni penerpan secara alami dan secara artificial.

8
Boer Mauna, Hukum Internasional, (Bandung: PT. Alumni. Darwan Prinst, 2005), h. 24

4
Metode lainnya yang dipakai yakni dengan mengikuti contur alami
daerah perbatasan dimaksud. Hukum internasional mengenal pendekatan ini
sebagai pendekatan watershed,yaitu mengikuti aliran turunnya air dari
tempat yang lebih tinggi. 9 Dalam prakteknya, mekanisme ini banyak
timbulkan permasalahan dan masalah dalam hubungan antara dua negara.
Permasalahan akan timbul karena perbedaan penafsiran kedua belah pihak
akibat fakta dilapangan yang lain dan beda dengan substansi naskah
perjanjian.Dalam keterkaitan ini, hukum international tekankan perlunya
good faith (itikad baik) kedua pihak untuk mengensampingkan pendekatan
kekerasan dan sebaliknya prioritaskan untuk cara penyelesaian secara aman
damai. Kesepakatan yang dicapai kedua pihak sehubungan dengan output
penetapan dilapangan berdasar penerapan method ini umumnya dituangkan
didalam field plan dan sebagai salah satu referansi hukum dalam penetapan
perbatasan daratan.
b. Wilayah Laut
Kondisi geografis bumi menunjukan bahwa wilayah lautan lebih besar
dari wilayah daratan, sehingga konsekuensi logisnya adalah bahwa sebagian
besar sumber daya alam yang diperlukan untuk mendukung kesejahteraan
manusia tersedia dilautan. Fungsi utama laut disamping penyedia media
transportasi, juga sebagai penyedia sumber daya alam yang paling besar,
baik sumber daya alam hayati maupun non-hayati.
Seorang ahli hukum yang beraliran hukum alam yakni Hugo Grotius 10
berpendapat bahwa “Laut adalah unsur yang bergerak dengan cair, orang-
orang tidak bisa secara permanen tinggal dilautan, laut hanya digunakan
sebagai tempat singgah dan jalur transportasi dalam rangka keperluan-
keperluan tertentu dan kemudian kembali lagi ke daratan. Di wilayah darat
manusia bisa hidup dan berkembang secara permanen, dimana dapat
melakukan kekuasaan secara efektif dan berkelanjutan. Oleh karena itu laut
tidak bisa dimiliki oleh siapa pun (res extra commercium). Laut tidak dapat

9
Sugeng Istanto, Hukum Internasional..., h.20-21
10
Boer Mauna, Hukum Internasional..., h. 24

5
berada dibawah kedaulatan negara mana pun di dunia ini dan laut menjadi
bebas”.
Konvensi PBB tentang hukum laut 1982 (UNCLOS 1982) melahirkan
bebarapa bentuk pengaturan terkait hukum laut yakni :11
1) Laut Teritorial
Laut territorial (territorial Sea) adalah bagian laut yang terletak
pada sisi luar dari garis pangkal atau garis dasar (base line) dan disebelah
luarnya dibatasi oleh garis atau batas luar (outer limit). Yang dimaksud
oleh garis pangkal adalah garis yang ditarik pada pantai pada air laut
surut. Ditetapkanya pada waktu air laut surut disebabkan oleh karena
garis air laut surut adalah merupakan batas antara daratan dan perairan
(laut).
2) Perairan Pedalaman
Pasal 8 ayat (1) United Nations Conventions on the Law ofthe Sea
(UNCLOS 1982) disebutkan bahwa Perairan Pedalaman adalah perairan
pada sisi darat garis pangkal laut teritorial. Pasal tersebut berbunyi,
“Perairan pada sisi darat garis pangkal laut territorial merupakan bagian
perairan pedalaman negara tersebut”.
3) Zona tambahan
Zona tambahan sebenarnya sudah dikenal semenjak perang dunia II,
sebagai konsep hukum yang pertama kali diperkenalkan oleh Oden de
Bouen dalam konperensi internasional tentang perikanan yang
diselenggarakan di Madrid, Spanyol.
Zona tambahan sesuai Pasal 33 ayat (2) UNCLOS 1982
menjelaskan bahwa zona tambahan tidak dapat melebihi dari 24 mil laut
garis pangkal dari mana lebar laut territorial diukur. Pada zona tambahan
hanya memiliki kedaulatan yang terbatas dimanakedaulatan terbatas
tersebut hanya mencakup bentuk pencegahan terhadap pelanggaran
seperti bea cukai,fisikal, imigrasi atau saniteri dan perikanan seperti
ditegaskan pada Pasal 33 ayat 1.

11
Boer Mauna, Hukum Internasional..., h. 26

6
4) Landasan kontinen
Landasan kontinen meliputo dasar laut dan tanah dibawahnya dari
area dibawah permukaan laut yang terletak di luar laut territorial,
sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratan hingga pinggiran luar tepi
kontinen, atau hingga suatu jarak 200 (dua ratus) mil laut dari garis
pangkal darimana lebar laut territorial diukur.12
5) Zona ekonomi eksklusif
ZEE adalah suatu zona selebar tidak lebih dari 200 mil laut dari
garis pangkal. Di zona ini negara pantai memiliki hak-hak berdaulat yang
eksklusif untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi sumber kekayaan
alam serta yurisdiksi tertentu terhadap :
a) Pembuatan dan pemakaian pulau buatan, instalasi dan bagunan
b) Riset ilmiah kelautan
c) Perlindungan dan pelastarian lingkungan laut
6) Laut lepas
Istilah laut lepas (high seas) pada mulanya berarti seluruh bagian
laut yang tidak termasuk perairan pedalaman dan laut teritorial dari suatu
negara. Pada konperensi Kodifikasi Den Haag 1930 atas prakarsa Liga
Bangsa-Bangsa walaupun disetujui mempertimbangkan laut teritorial
sebagai bagian dari wilayah negara pantai, dan perairan di luarnya adalah
laut lepas, tetapi konperensi tersebut mengalami kegagalan dalam
menentukan lebar laut teritorial. 13
7) Dasar laut samudra dalam
Dasar laut yang berada diluar yuridiksi negara dalam UNCLOS
1982 ditetapkan bahwa Dasar Laut Internasional yang tunduk kepada
ketentuan internasional merupakan Warisan Bersama Umat Manusia dan
dicadangkan untuk generasi yang akan datang. Suatu kemajuan sangat
berarti diperoleh oleh negara-negara berkembang dikawasan ini yaitu
dengan diakuinya prinsip warisan bersama umat manusia (common

12
Jawahir Thontowi, Hukum dan Hubungan Internasional..., h. 105
13
Jawahir Thontowi, Hukum dan Hubungan Internasional..., h. 106

7
heritage ofmankind), serta terbentuknya badan otorita hukum laut
internasional sebgai tindak lanjutnya.
c. Wilayah Udara
Terdapat adagium dalam hukum Romawi yang berbunyi “ciujus est
solum, ejus est usque ad coelum”, yang artinya barang siapa yang
menguasai sebidang tanah, maka dia berhak atas segala sesuatu yang
terdapat di tanah tersebut sampai suatu ketinggian yang tidak terbatas.
Menurut Adi sumardiman secara garis besar terdapat dua hal yang
menjadi dasar dalam penetapan perbatasan, yaitu:14
a. Ketentuan tak tertulis
Ketentuan ini pada umumnya berdasarkan pada pengakuan para pihak
yang berwewenang di kawasan perbatasan oleh para saksi atau
berdasarkan petunjuk. Tempat pemukiman penduduk, golongan ras,
perbedaan cara hidup, perbedaan bahasa dan lain sebagainnya dapat
dijadikan dasar atau pedoman dalam membedakan wilayah yang satu
dengan wilayah yang lain. Penetapan batas antarnegara yang berdasarkan
pada ketentuanketentuan yang tidak tertulis ini, pada kenyataannya lebih
banyak mengalami kesulitan karena menyangut juga faktor historis dan
cultural yang secara politis lebih rumit dari pada faktor teknis.
b. Ketentuan Tertulis
Dokumen-dokumen tertulis baik berupa peta-peta maupun naskah
perjanjian-perjanjian perbatasan merupakan landasan tertulis dalam
penegasan dan penetapan batas antarnegara. Dokumen resmi tentang
perbatasan biasanya terdiri dari dokumen yang khusus mengatur tentang
perbatasan yang dibuat oleh pejabat yang berwewenang dan disertai
dengan otentifikasinya dalam bentuk tandatangan dan disertai keterangan
jabatan yang sesuai dengan bidangnya.
Dalam hubungan internasional perbatasan antarnegara merupakan
faktor yang mempengaruhi hubungan antaranegara. Perjanjian perbatasan
antarnegara berbentuk treaty yang kemudian diratifikasi dengan Undang-

14
Adi Sudirman, Sejarah lengkap Indonesia, (Yogjakarta : Diva Press, 2014), h. 20

8
undang. Dalam perjanjian perbatasan antarnegara seyogianya dilandasi
oleh kepastian Negara yang berbatasan dalam penentuan, penetapan dan
penegasan batas wilayah yang selanjutnya dituangkan dalam bentuk
perjanjian antarnegara.
Dalam penyusunan dan penetapan perjanjian perbatasan
antarnegara, peta memegang peranan yang sangat penting, yaitu sebagai
alat bantu untuk menemukan dan menentukan lokasi distribusi dari
kawasan perbatasan. Berkaitan dengan hal tersebut dalam setiap
perjanjian perbatasan biasanya perjanjian perbatasan dilengkapi dengan
peta sebagai lampiran yang berfungsi untuk mempermudah dan
memperjelas letak dan lokasi dari masing-masing titik-titik batas maupun
area perbatasan yang telah disepakati oleh Negara yang berbatasan.
3. Perjanjian perbatasan antarnegara menurut Hukum Internasional
Perjanjian perbatasan antarnegara merupakan salah satu bentuk
perjanjian internasional yang tentu saja dalam pelaksanaannya mengikuti
asas-asas dan kaidah yang lazim dalam hukum internasional. Doktrin
hukum internasional mengajarkan bahwa perjanjian tentang batas Negara
bersifat final sehingga tidak dapat diubah, Negara pihak tidak dapat
menuntut perubahan garis batas setelah batas tersebut disepakati bersama. 15
Hukum internasional juga memberikan modalitas bagi upaya
kerjasama perbatasan antarnegara, terutama dalam kaitan dengan situasi
dimana para pihak masih belum mencapai kata sepakat perihal garis batas
yang final, maka demi kepentingan kedua Negara dibentuknya suatu
perjanjian sementara sebagaimana yang dilakukan oleh RDTL dengan
NKRI melalui provisional arrangement mengenai wilayah perbatasan.
4. Fungsi Perbatasan
Bagi setiap Negara berdaulat perbatasan setidaknya memiliki tujuh
macam fungsi. 16
a. Fungsi militer strategis

15
Boer Mauna, Hukum Internasional..., h. 30
16
Boer Mauna, Hukum Internasional..., h. 30

9
Dalam konteks ini perbatasan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan
militer strategis suatu Negara, terutama pembangunan sistem pertahanan
laut, darat dan udara untuk menjaga diri dari ancaman eksternal.
b. Fungsi Ekonomis
Perbatasan berfungsi sebagai penetapan wilayah tertentu dimana suatu
Negara melakukan kontrol terhadap arus modal, perdagangan antarnegara,
investasi asing, pergerakan barang antarnegara. Fungsi ekonomis perbatasan
juga memberikan patokan bagi suatu Negara untuk melakukan eksplorasi
sumber-sumber alam secara legal pada wilayah tertentu.
c. Fungsi Konstitutif
Berdasarkan konsep hukum international modern suatu Negara
berdaulat wajib memiliki wilayah perbatasan yang terdefinisikan dengan
jelas. Artinya, perbatasan menetapkan posisi konstitutif Negara tertentu di
dalam komunitas international. Suatu Negara memiliki kedaulatan penuh
atas wilayah yang merupakan teritorialnya sebagaimana ditetapkan oleh
perbatasan yang ada.
d. Fungsi identitas Nasional
Sebagai pembawa identitas nasional, perbatasan memiliki fungsi
pengikat secara emosional terhadap komunitas yang ada dalam teritori
tertentu. Kesamaan pengalaman dan sejarah, secara langsung maupun tidak
langsung telah mengikat masyarakat secara emosional untuk mengklaim
identitas dan wilayah tertentu.
e. Fungsi persatuan nasional
Melalui pembentukan identitas nasional perbatasan ikut menjaga
persatuan nasional. Untuk menjaga persatuan dan kesatuan nasional, para
pemimpin Negara biasanya mengombinasikan simbol dan jargon dengan
konsep teritori dan perbatasan. Konsepkonsep seperti kekuatan maritime
dan kekuatan darat biasanya dipakai untuk mendorong warga agar menjadi
persatuan dan kesatuan nasional. 17

17
Jawahir Thontowi, Hukum dan Hubungan Internasional..., h. 105

10
f. Fungsi pembangunan Negara bangsa
Perbatasan sangat membantu dalam pembangunan dan pengembangan
Negara bangsa karena memberikan kekuatan bagi Negara untuk
menentukan bagaimana sejarah bangsa dibentuk, menentukan simbol-
simbol apa yang dapat diterima secara luas, dan menentukan identitas
bersama secara normatif maupun kultural.
g. Fungsi pencapaian kepentingan domestik
Perbatasan berfungsi untuk memberikan batas geografis bagi upaya
Negara untuk mencapai kepentingan nasional di bidang politik, sosial,
ekonomi, pendidikan, pembangunan infrastruktur, konservasi energi, dan
sebagainya. Perbatasan juga menetapkan sampai sebatas mana Negara dapat
melakukan segala upayanya untuk mencapai kepentingan nasionalnya. 18
5. Doktrin Hak Dan Kewajiban Negara
Upaya masyarakat Internasional untuk mempersoalkan hak-hak dan
kewajibankewajiban Negara-negara telah dimulai sejak abad ke-17 dengan
landasan teori kontrak sosial. Pada tahun 1916 American Institute of
International law (AIIL) mengadakan seminar dan menghasilkan
Declaration of the Right and Duties of Nations yang diusul dengan sebuah
kajian yang berjudul Fundamental Right and Duties of American Republics
dan sampai dirampungkannya konvensi Montevideo tahun 1933. Hasil
konvensi Montevideo ini kemudian menjadi rancangan deklarasi tentang
hak dan kewajiban Negara-negara yang disusun oleh Komisi Hukum
Internasional PBB pada tahun 1949, Namun komisi tersebut tidak pernah
berhasil menghasilkan usulan yang memuaskan Negara-negara. Deklarasi
prinsip-prinsip mengenai hak dan kewajiban Negara yang terkandung dalam
rancangan tersebut adalah sebagai berikut:19
Hak-hak Negara:
a. Hak atas kemerdekaan

18
Ganewati Wuryandari, Format Baru Politik Luar Negeri Indonesia, (Jakarta: LIPI.
2009)., h. 36-37
19
Huala Adolf, Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional...., h. 37-38

11
b. Hak untuk melaksanakan juridis terhadap wilayah, orang dan benda yang
berada di dalam wilayahnya
c. Hak untuk mendapatkan kedudukan hukum yang sama dengan Negara-
negara lain
d. Hak untuk menjalankan pertahanan diri sendiri atau kolektif
Kewajiban-kewajiban Negara:
a. Kewajiban Negara tidak melakukan intervensi terhadap masalah-masalah
yang terjadi di Negara lain
b. Kewajiban untuk tidak menggerakkan pergolakan sipil di Negara lain
c. Kewajiban untuk tidak menggerakkan semua orang yang berada di
wilayahnya dengan memperhatikan hak-hak asasi manusia
d. Kewajiban untuk menjaga wilayahnya agar tidak membahayakan
perdamaian dan keamanan internasional
e. Kewajiban untuk mengadakan hubungan dengan Negara-negara lain
sesuai dengan hukum internasional.
Menurut G.H. Hackworth, Negara-negara pada umumnya
diklasifikasikan di dalam Negara merdeka (independent states) dan Negara
yang dinaungi (dependent states) Istilah Negara merdeka menunjuk pada
status bahwa Negara tersebut sepenuhnya menguasai hubungan luar
negerinya tampa didikte oleh Negara lain, walaupun Negaranegara pada
umumnya berbeda dalam luas wilayah, penduduk, kekayaan, kekuatan, dan
kebudayaannya di dalam hukum internasional di kenal ajaran persamaan
kedudukan Negara-negara (doctrine of the equality of state) dalam doktrim
ini dituntut bahwa kedudukan Negara-negara adalah sama di mata hukum
walaupun terdapat perbedaanperbedaan di antara mereka dalam berbagai
hal. 20
C. Penutup
Negara merupakan subjek utama utama dari hukum internasional, baik
ditinjau secara historis maupun secara faktual. Secara historis yang pertama-

20
Chairul Anwar, Hukum Internasional, Pengantar Hukum Bangsa. Bangsa, (Jakarta:
Barston, 1989), h. 30-31

12
tama merupakan subjek hukum internasional pada awal mula lahir dan
pertumbuhan hukum internasional adalah negara. Peranan negara lama-
kelamaan juga semakin dominan oleh karena bagian terbesardari hubungan
hubungan internasional yang dapat melahirkan prinsip-prinsip dan kaidah-
kaidah hukum internasional dilakukan oleh negara-negara. Bahkan hukum
internasional itu sendiri boleh dikatakan bagian terbesar terdiri atas hubungan
hukum antara negara dengan negara.
Kelebihan negara sebagai subjek hukum internasional dibandingkan
dengan subjek hukum internasional lainnya adalah, negara memiliki apa yang
disebut "kedaulatan" atau sovereignity. Kedaulatan yang artinya kekuasaan
tertinggi", pada awalnya diartikan sebagai suatu kedaulatan dan keutuhan yang
tidak dapat dipecah-pecah dan dibagi-bagi serta tidak dapat ditempatkan di
bawah kekuasaan lain. Akan tetapi kini arti dan makna dari kedaulatan itu telah
mengalami perubahan. Kedaulatan tidak lagi dipandang sebagai seatu yang
bulat dan utuh melainkan dalam batas-batas tertentu sudah tuntuk pada
pembatasan-pembatasan. Pembatasan-pembatasan itu sendiri tidak lain adalah
hukum internasional dan kedaulatan dari sesama negara lainnya. Suatu negara
yang berdaulat, tetap tunduk pada hukum internasional serta tidak boleh
melanggar atau merugikan kedaulatan negara lainnya.

D. Referensi
Anwar, Chairul. Hukum Internasional, Pengantar Hukum Bangsa. Bangsa.
Jakarta: Barston. 1989.

Hans Kelsen. General Theory of Law and State. Bandung: Nusa Media. 1971.

Huala, Adolf, Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional. Jakarta: Rajawali


Pers. 1991.

Istanto, Sugeng. Hukum Internasional. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya. 1994.

Klabbers, Jan. Introduction to internasional Intitutional Law Cambridge.


Cambridge University Pres. 2002.

Kusumaatmadja, Moctar. Pembinaan Hukum dalam Rangka Pembangunan


Nasional. Bandung: Penerbit Binacipta. 1986.

13
Mauna, Boer. Hukum Internasional. Bandung: PT. Alumni. Darwan Prinst. 2005.

Sudirman, Adi. Sejarah lengkap Indonesia. Yogjakarta : Diva Press. 2014.

Suryokusumo, Sumaryo. Hukum Organisasi Internasional. Bandung: Universitas


Padjajaran. 2006.

Thontowi, Jawahir. Hukum dan Hubungan Internasional. Yogyakarta: UII Press.


2016.

Wuryandari, Ganewati. Format Baru Politik Luar Negeri Indonesia. Jakarta:


LIPI. 2009.

14

Anda mungkin juga menyukai