Anda di halaman 1dari 4

Nama : Veren Jessica

NPM : 110110160230

Mata kuliah :Hukum Internasional

1. Apa yang dimaksud teori monisme dan dualisme serta bagaimana perbandingan di antara
keduanya?
2. Bagaimana penerepan hukum internasional dalam hukum nasioanal berdasarkan praktik
beberapa negara ,khususnya praktik yang berlaku di inggris dan amerika serikat?
3. Bagaimana hubungan antara hukum nasional dan hukum internasional berdasarkan praktik
Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang- Undang Dasar 1945

Jawaban
1. A. Monisme:
- Anatara HI Dan HN merupakan dua kesatuan hukum dari satu sistem hukum yang lebih
besar yaitu hukum pada umumnya
- Negara yang menganut aliran monisme menganggap hukum internasional berlaku pula
di lingkungan hukum nasional, setaraf dengan hukum nasional dengan mempertahankan
sifat hukum internasional tersebut tanpa mengubahnya sejauh isinya cocok untuk
diterapkan pada hubungan – hubungan hukum nasional
- Aliran Monisme terpecah menjadi dua, yaitu:
a. Aliran monisme primat HI
Menyatakan bahwa HN bersumber dari HI, jadi kedudukan HI lebih tinggi dari HN. HI
harus diutamakan bila terjadi konflik HI-HN. Namun aliran ini di protes karena
kenyataannya hukum HI lebih banyak bersumber dari HN.
b. Aliran monisme primat HN
Menyatakan HI berasal dari HN . Contohnya adalah hukum kebiasaan yang tumbuh
dari praktik – praknik negara . kedudukan HN lebih tinggi dari HI sehingga bila daa
konflik maka HN akan lebih didahulukan.
B. Monisme:
Mengemukakan bahwa antara HI – HN adalah dua sistem hukum yang sangat berbeda satu
sama lain . perbedaan yang dimaksud adalah :
- Subjek HI dalah negara – negara, sedangkan subjek HN adalah individu
- Sumber hukum, HI bersumberkan pada kehendak bersama negara adapun HN
bersumber pada kehendak negara
- HN memiliki integritas yang lebih sempurna dibandingkan dengan HI

HN mendasarkan diri pada prinsip bahwa aturan negara ( state legislation) harus dipatuhi
,sedangkan HI mendasarkan pada prinsip bahwa perjanjian antar negara harus dihormati
berdasarkan prinsip pacta sunt servanda.

2. Praktik di Inggris
Mula mula inggris menerapkan blackstone doctrine yang dikembangkan oleh sir
William Blackstone (1723-1780) yang selanjutnya lebih dikenal dengan incorporation
doctrine. Doktrin ini mengganggap bahwa hukum internasional adalah bagian dari
common law ,sehingga dapat diberlakukan tanpa persyaratan apapun ,sebagaimana
dinyatakan oleh blackstone.hukum internasional adalah bagian dari hukum nasioanal di
Inggris ( the law of the lands) yang artinya bahwa hukum kebiasaan internasional debagai
salah satu sumber hukum internasional diakui sebagai bagian dari hukum nasional bagi
Inggris.
Praktik di Inggris berkaitan dengan hukum kebiasaan menunjukkan bahwa:
a. Hukum kebiasaan internasional akan diterapkan sebagai bagian dari hukum nasional
b. Hukum kebiasaan tersebut haruslah diformulasikan dengan kehati- hatian dan didukung
bukti – bukti
c. Tidak tunduk pada doktrin stare decisis
d. Hukum kebiasaan tidak akan diterapkan bila bertentangan dengan HN yang fundamental
,baik HN itu lahir lebih dulu atau belakangan daripada hukum kebiasaan internasional
tersebut.

Adapun berkaitan dengan sumber HI yang berasal dari perjanjian ,praktik Inggris
membedakan perjkanjian tersebut dalam dua golongan , yaitu perjanjian yang
membutuhkan persetujuan Parlemen untuk bisa diterima menjadi bagian HN dan perjanjian
yang tidak memerlukan persetujuan Parlemen. Perjanjian yang memerlukan persetujuan
parlemen adalah perjanjian yang materinya dianggap cukup penting dan prinsipseperti
masalah batas – batas wilayah , HAM, hak – hak dan kewajiban warga negara , serta
keuangan. Perjanjian ini tidak memberikan akibat hukum di depan pengadilan Inggris
sebelum di implementasikan dalam HN. Perjanjian – perjanjian jenis ini dinamakan
unicorporated treaties. Adapun perjanjian yang bersifat teknis yang tidak begitu prinsip
otomatis dapat menjadi bagian dari HN Inggris dan disebut incorporated treaties.

Kesimpulan : Kebiasaan Internasional tidak boleh bertentangan dengan UU di Iggris. Primat


hukum Inteernasional secara hierarkis lebih menempatkan Hukum Nasional di atas Hukum
Internasional Inggris.(Dualisme)

Praktik di Amerika
Praktik Amerika Serikat tidak jauh berbeda dengan di Inggris. Hukum Internasional
menjadio bagian dari Hukum Nasional AS ,dan bahwa kebiasaan menempati kedudukan
penting di pengadilan nasional AS. Sama halnya sengan praktik Inggris meskipun terhadap
hukum kebiasaan berlaku doktrin inkorporasi ,hukum nasional akan diutamakan bila ada
konflik dengan hukum kebiasaan.
Berkaitan dengan perjanjian internasional,praktik di AS membedakan perjanjian
internasional menjadi dua yakni perjanjian yang berlaku dengan sendirinya sebagai bagian
dari HN (self excuting treaties) dan perjanjian yang tidak berlaku dengan sendirinya (non self
executing treaties). Perjanjian kategori self excuting treaties tidak memerlukan persetujuan
parlemen (Kongres) Amerika Serikat untuk menjadi bagian dari HN Amerika Serikat.
Contohnya perjanjian yang berkaiyan dengan soal – soal teknis administratif seperti kerja
sama teknik juga sosial budaya. Adapun perjanjian kategor non self executing treaties
membutuhkan persetujuan Kongres. Contohnya perjanjian soal kewarganegaraan ,HAM
,garis batas wilayah ,politik luar negeri dan hal – hal lain yang dianggap prinsip oleh Amerika
Serikat.
Kesimpulan :Hukum Internasional lebih tinggi , artinya menerapkan Monisme Primat
Internasional

3.
Penempatan HI ke dalam HN Indonesia tidaklah mudah untuk diketahui konstitusi
Indonesia silent terhadap Hukum internasional. Hukum Internasional dalm konstitusi
Indonesia hanya dinyatakan dalam preambule bahwa salah satu tujuan NKRI adalah ikut
serta memujudkan tata tertib dunia, demikian pula UU No. 12 tahun 2011 tentang
Pembentukkan Peraturan Perundang – undangan, sama sekali tidak menyebut keberadaan
Hukum Internasional. Namun dalam prakteknya, Indonesia menganut sistem monisme
maupun dualisme biarpun menurut Mochtar Indonesia lebih menganut pada sistem
monisme.
Indonesia dapat dikatakan menganut teori Monisme, yang berarti menerapkan
doktrin inkorporasi, di mana Hukum Internasional bisa diberlakukan langsung dalam hukum
nasional tanpa harus diubah dulu dlam hukum nasional. Bukti bahwa Indonesia menganut
teori monisme adalah terdapat dalam beberapa putusan Mahkamah Konstisusi yang
menggunakan perjanjian – perjanjian internasional bidang HAM yang belum diratifikasi oleh
Indonesia seperti halnya statua Roma 1998 sebagai dasar pertimbangan dalam putusannya.
Beberapa putusan Mahkamah Agung dalam menyelesaikan kasus pidana yang sering
menggunakan hukum internasional yang diterapkan langsung dalam hukum nasional
Indonesia.indonesia mengakui dan menghargai imunitas kepala negara asiong yang nyatany
belum dimiliki dan diatur dalam hukum positif Indonesia, melainkan diatur dalam hukum
kebiasaan internasional. Dari praktik di Indonesia, tampak bahwa hukum kebiasaan
internasional dapat diberlakukan otomatis sebagai bagian dari hukum nasional. Ataupun
menunggu sampai berstatus ius cogens. Dalam praktiknya Indonesia tunduk pada ketentuan
– ketentuan Hi naug da sebagaimana ditetapkan dalam UU No. 37 tahun 1999 tentang
Hubungan Luar Negeri. Hubungan luar negeri diselenggarakan sesuai dengan politik luar
negeri,peraturan perundang – undangan nasional dan hukum serta kebiasaan Internasional.
Ketentuian ini berlaku bagi semua penyelenggara Hubungan Luar Negeri ,baik pemerintah
maupun non pemerintah.
Dalam hal Indonesia menganut Dualisme, HI tidak bisa langsung diberlakukan ke
dalam HN sebelum dibuatkan baju Hn nya. Namun dalam praktiknya teori dulisme yang
diterapka Indonesia seringkali tidak konsisten. Contohnya dalam pengesahan United Nations
Concention on The Law of The Sea 1982 melalui UU No. 17 tahun 1985.
Praktik Indonesia teerkait perjanjian Internasional tidak jauh berbeda dengan praktik
di negara – negara lain. Pasal 10 uu no.24 tahun 2000 menyebutkan perjainjian internasional
memerlukan persetujuan DPR untuk pengesahannya ke dalam HN mengingat
pengesahannya harus dalam bentu undang – undang, menyangkut:
- masalah politik, perdamaian dan hankam
- Perubahan wilayah/ penetapan batas wilayah
- Kedaulatan / hak berdaulat negara
- HAM dan lingkungan hidup
- Pembentukkan kaidah hukum baru
- Pinjaman dan atau hibah luar negeri

Sumber : T. May Rudy, Hukum Internasional 1,2002

Anda mungkin juga menyukai