Anda di halaman 1dari 8

HUKUM INTERNASIONAL

Hukum Tata Negara (5A)

Dosen Pengampu: Dr. Ine Fauzia, S.H., M.Sc.

KELOMPOK 7:

1. Abiyyu Mufid 1213030002


2. Dwi Safitri 1213030037
3. Eka Putri Wulamdari 1213030040
4. Farah Fauziah Firdaus 1213030044
5. Fauzan 1213030046

1. Bagaimana teori-teori Hukum Internasional menjelaskan hubungan antara Hukum


Internasional dengan Hukum Nasional?
Hubungan Hukum Internasional dengan Hukum Nasional dalam pandangan Teori Monisme
dan Dualisme. Dalam memahami berlakunya hukum internasional terdapat dua teori yang
cukup dikenal, yaitu monisme dan dualisme. Menurut teori monisme, hukum internasional
dan hukum nasional merupakan dua aspek yang sama dari satu sistem hukum umumnya.
Menurut teori dualisme hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua system
yang sama sekali berbeda, hukum internasional mempunyai suatu karakter yang berbeda
secara intrinsic (intrinsically) dari hukum nasional. Karena melibatkan melibatkan sejumlah
besar system hukum domestik, teori dualisme kadang-kadang dinamakan teori “pluralistik”,
tetapi sesungguhnya istilah “dualisme” lebih tepat dan tidak membingungkan. 1
Perbedaan pandangan atas dua teori ini membawa akibat yang berbeda dalam memahami
hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional. Pandangan teori voluntarisme
memandang hukum nasional dan hukum internasional sebagai dua perangkat hukum yang
berbeda, saling berdampingan dan terpisah. Berbeda dengan pandangan teori objektivis yang
menganggap hukum nasional dan hukum internasional sebagai dua perangkat hukum dalam
satu kesatuan perangkat hukum.
Terdapat teori mengenai keberlakuan hukum Internasional antara lain:
a) Dualisme
Aliran dualisme bersumber pada teori bahwa daya ikat hukum internasional bersumber
pada kemauan negara, hukum internasionaldan hukum nasional merupakan dua sistem
atau perangkat hukum yang terpisah.

1 J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional ( : Sinar Grafika, 1988), hlm. 96


Ada beberapa alasan yang dikemukakan oleh aliran dualisme untuk menjelaskan hal ini:
a. Sumber hukum, paham ini beranggapan bahwa hukum nasional dan hukum
internasional mempunyai sumber hukum yang berbeda, hukum nasional bersumber
pada kemauan negara, sedangkan hukuminternasional bersumber pada kemauan
bersama dari negara-negara sebagai masyarakat hukum internasional;
b. Subjek hukum internasional, subjek hukum nasional adalah orang baik dalam hukum
perdata atau hukum publik, sedangkan pada hukuminternasional adalah negara;
c. Struktur hukum, lembaga yang diperlukan untuk melaksanakan hukum pada
realitasnya ada mahkamah dan organ eksekutif yang hanya terdapat dalam hukum
nasional. Hal yang sama tidak terdapat dalam hukum internasional.
d. Kenyataan, pada dasarnya keabsahan dan daya laku hukum nasional tidak
dipengaruhi oleh kenyataan seperti hukum nasional bertentangan dengan hukum
internasional.

Dengan demikian hukum nasional tetap berlaku secara efektif walaupun bertentangan
dengan hukum internasional.

Adapun akibat Pandangan Dualisme ini, antara lain :

a) Kaidah-kaidah dari perangkat hukum yang satu tidak mungkin bersumber atau
berdasar pada perangkat hukum yang lain. (tidak ada persoalan hierarki)
b) Tidak mungkin ada pertentangan antara kedua perangkat hukum tersebut.
c) Ketentuan hukum internasional memerlukan tarnsformasi menjadi hukum nasional.

Akibat lain adalah tidak mungkin adanya pertentangan antara kedua perangkat hukum
tersebut, yang mungkin adalah renvoi. Karena itu dalam menerapkan hukum
internasional dalam hukum nasional memerlukan transformasi menjadi hukum
nasional.2

b) Monisme
Teori monisme didasarkan pada pemikiran bahwa satu kesatuan dari seluruh hukum yang
mengatur hidup manusia. Dengan demikian hukum nasional dan hukum internasional
merupakan dua bagian dalam satu kesatuan yang lebih besar yaitu hukum yang mengatur
kehidupan manusia. Hal ini berakibat dua perangkat hukum ini mempunyai hubungan
yang hirarkis. Mengenai hirarki dalam teori monisme ini melahirkan dua pendapat yang

2 Mumut Muthoah, “Hubungan antara Hukum Internasional dan Hukum Nasional”, diakses dari
http://kicauanpenaku.blogspot.co.id/2012/12/hubungan-antara-hukum-internasional-dan.html, pada tanggal 25 Desember 2016 pada
pukul 10.08
berbeda dalam menentukan hukum mana yang lebih utama antara hukum nasional dan
hukum internasional. Menurut aliran monisme primat Hukum Nasional, Hukum
Internasional berasal dari Hukum Nasional. Contohnya adalah hukum yang tumbuh dari
praktik Negara-negara. Karena hukum internasional berasal atau bersumber dari hukum
nasional maka hukum nasional kedudukannya lebih tinggi dari hukum internasional,
sehingga bila ada konflik hukum nasional lah yang diutamakan. 3Ada pihak yang
menganggap hukum nasional lebih utama dari hukum internasional. Paham ini dalam teori
monisme disebut sebagai paham monisme dengan primat hukum nasional. Paham lain
beranggapan hukum internasional lebih tinggi dari hukum nasional. Paham ini disebut
dengan paham monisme dengan primat hukum internasional. Hal ini dimungkinkan dalam
teori monisme. Monisme dengan primat hukum nasional, hukum internasional merupakan
kepanjangan tangan atau lanjutan dari hukum nasional atau dapat dikatakan bahwa hukum
internasional hanya sebagai hukum nasional untuk urusan luar negeri. Paham ini melihat
bahwa kesatuan hukum nasional dan hukum internasional pada hakikatnya adalah hukum
internasional bersumber dari hukum nasional.
Alasan yang kemukakan adalah sebagai berikut:
a) tidak adanya suatu organisasi di atas negara-negara yang mengatur kehidupan negara-
negara;
b) dasar hukum internasional dapat mengatur hubungan antar negara terletak pada
wewenang negara untuk mengadakan perjanjian internasional yang berasal dari
kewenangan yang diberikan oleh konstitusi masing-masing negara. Monoisme dengan
primat hukum internasional, paham ini beranggapan bahwa hukum nasional
bersumber dari hukum internasional. Menurut paham ini hukum nasional tunduk pada
hukum internasionalyang pada hakikatnya berkekuatan mengikat berdasarkan pada
pendelegasian wewenang dari hukum internasional. Pada kenyataannya kedua teori
ini dipakai oleh negara-negara dalam menentukan keberlakuan dari hukum
internasional di negara-negara. Indonesia sendiri menganut teori dualisme dalam
menerapkan hukum internasional dalam hukum nasionalnya. Pembuatan dan
pengesahan perjanjian internasional antara Pemerintah Indonesia dengan pemerintah
negara-negara lain, organisasi internasional dan subjek hukum internasional lain
adalah suatu perbuatan hukum yang sangat penting karena mengikat negara dengan
subjek hukum internasional lainnya. Oleh sebab itu pembuatan dan pengesahan suatu
perjanjian internasional dilakukan berdasarkan undang-undang.

3 Sefiani, S.H., M.HUM., Hukum Internasional : Suatu Pengantar, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2011, hlm. 86.
Perbedaan antara hukum internasional dan hukum nasional menurut anzilotti dapat ditarik
dari dua prinsip yang fundamental. Hukum nasional mendasarkan diri pada prinsip bahwa
aturan Negara (state legislation) harus dipatuhi, sedangkan hukum internasional
mendasarkan pada prinsip bahwa perjanjian antarnegara harus dihormati berdasarkan
prinsip pacta sunt servanda.4

a. Berbagai perspektif mengenai korelasi hukum nasional dan hukum internasional.


Dalam logika sederhana bergabungnya seorang individu manusia dalam suatu
komunitas perkumpulan, asosiasi atau organisasi membuat seseorang individu tunduk
pada ketentuan-ketentuan yang berlaku yang disepakati dalam suatu perkumpulan
yang diikuti. Sehingga baik berdasarkan aturan perkumpulan maupun secara etis
moral yang berkembang dalam tradisi organisasi membuat seseorang secara suka rela
tunduk jika hendak eksis dalam perkumpulan yang diikuti.5 Jika seorang individu
tidak setuju dengan berbagai ketentuan serta etika moral yang berkembang dalam
suatu perkumpulan maka konsekuensinya ada dua yakni dikeluarkan atau keluar
sendiri dari perkumpulan tersebut. Namun dalam konteks tersebut tampak cukup jelas
bahwa manusialah sebagai pelaku utama dalam hubunganhubungan sosial. Meski
kemudian bahwa terdapat aturan, norma etika moral yang mengikat satu komunitas
tetapi sedimentasi akan hal itu tetap berakar pada manusia sebagai aktor utama. Satu
kenyataan yang dihadapi oleh seorang individu manusia adalah bahwa kelahirannya
di muka bumi tidak begitu saja dengan sendirinya, melainkan dari proses dan dalam
lingkungan sosial. Sehingga dalam pertumbuhan dan perkembangannya senantiasa
dalam tradisi dan normalingkungannya, hingga pada tahap tertentu dianggap cakap
bertindak secara hukum dan kepadanya diberi kemandirian bertindak dengan segala
hak dan kewajiban serta mempertanggungjawabkan segala pilihan-pilihan Tindakan
dalam pergaulan sosialnya. Menarik pandangan tersebut sebagai pendekatan dalam
memahami pola hubungan negara nasional dalam konteks internasional maka
keberadaan hukum internasional berdiri di atas negaranegara nasional4, tetapi tidak
dipungkiri bahwa lahirnya beberapa negara atas jasa dan dukungan negara-negara lain
dalam pergaulan Masyarakat internasional.6 Dukungan negara-negara bagi lahir dan
terbentuknya suatu negara merdeka dan berdaulat tidak berarti bahwa negara-negara

4 John O’Brien, International Law, (London: Cavendih Publishing Limited, 2001), hlm. 109.
5
Conf. Hayes, Carlton J.H., The Historical Evolution of Modern Internationalism, (New
York:The Macmillan Company, 1961), hlm. 4. Hugo Grotius gave classical ekspression to
the principles of the new “internationalism” holding that “nations” are free, souvereign,
equal states, and telling how they should behave one another in war and in peace.
6 Kelsen, Hans, General Theory of Law and State, (New Brunswick USA: Transaction

Publishers, 2006), hlm. 351.


lain bebas mengatur dan mengintervensi negara baru tersebut. Sebab merdeka dan
berdaulat berarti adanya kebebasan dan kesetaraan yang dimiliki suatu negara utuk
mengatur dan menyelenggarakan pemerintahan sendiri serta menentukan pilihan-
pilihan secara bebas dan setara untuk bekerjasama dengan negara lainnya dan
bergabung dalam masyarakat internasional. Tunduknya suatu negara dan bekerjasama
dalam konteks internasional tidak berarti hilang atau tercederainya kedaulatan suatu
negara tetapi hal itu tidak lain dari pilihan bebas dalam perwujudan kedaulatan suatu
negara dalam menentukan preferensi negara dalam pergaulan internasiona.
b. Eksistensi hukum internasional dalam pandangan hukum nasional.
Ada dua teori yang membahas mengenai keberadaan hukum internasional dalam
hukum nasional suatu negara yakni teori inkorporasi dan teori transformasi7. Teori
inkorporasi merupakan rangkaian lanjut dari paham monisme yang memandang
antara hukum nasional dan internasional sebagai satu kesatuan. Oleh karena itu teori
inkorporasi memandang hukum internasional sebagai bagian dari hukum nasional dan
berlakunya hukum internasional dalam sistem hukum nasional tidak membutuhkan
persetujuan legislasi terlebih dahulu tetapi dengan sendirinya berlaku ketika suatu
perjanjian internasional disetujui oleh Pemerintah suatu negara. Sebaliknya produk-
produk hukum yang dihasilkan oleh negara semaksimal mungkin dilakukan tidak
bertentangan dengan dan sesuai dengan hukum internasional. Negara-negara yang
pemanut doktrin inkorporasi adalah Amerika Serikat, namun terdapat pengecualian
terutama jika suatu produk hukum nasional bertentangan dengan hukum internasional
maka hukum nasional lebih diutamakan. 8Ketentuan hukum internasional yang tidak
bertentangan dengan hukum internasional seketika berlaku dengan sendirinya disebut
self executing sedangkan yang dianggap bertentangan dan membutuhkan persetujuan
legislatif disebut non-self executing. Hal tersebut menunjukan bahwa ketertundukan
hukum nasional Amerika Serikat terhadap hukum internasional tergantung pada
tingkat kepentingan negaranya dan oleh sebab itu Amerika Serikat termasuk penganut
monisme dengan primat hukum nasional. Praktek yang sama juga berlangsung
diInggris. Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa aliran dualisme atau pluralisme
memandang hukum internasional dan hukum nasional berada pada ruang yang
berbeda dengan materi pokok yang diaturnya berbeda. Hukum internasional mengatur
hubungan antar negara berdaulat, sedangkan hukum nasional mengatur hubungan

7 Conf. Brownlie, Ian, Principles of Public International Law, (Clarendon: Oxford University

Press, 1998), hlm. 32, 42


8
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, (Bandung:
Alumni, 2003), hlm. 84-85.
antar warganegara serta warganegara dengan negara.9 Pemikiran yang memandang
bahwa sistem hukum internasional dan sistem hukum nasional merupakan dua sistem
hukum yang berbeda dan berdiri sendiri menjadi titik awal lahirnya teori
transformasi.
Teori transformasi mengkonsepsi berlakunya hukum internasional dalam hukum
nasional harus terlebih dahulu dengan persetujuan badan legislatif negara. Konsepsi
transformasi sungguh merupakan proses harmonisasi hukum internasional ke dalam
hukum nasional dengan mengingat bahwa kedua sistem hukum tersebut berbeda dan
terpisah antara satu dengan yang lainnya. Sehingga suatu ketentuan hukum
internasional sebelum diberlakukan dalam hukum nasional perlu diubah bentuknya
dan disesuaikan dengan bentuk dalam sistem hukum nasional. Konsepsi demikian
tampak memposisikan kedaulatan hukum nasional sebagai pokok utama berlakunya
hukum internasional sekaligus mengabsahkan teori voluntarisme yang menyatakan
berlakunya hukum internasional pada kemauan negara.10 Selain kedua teori tersebut
ada teori adopsi, di mana suatu negara secara diam-diam mengakui keberadaan
prinsip-prinsip hukum internasional dan mengadopsi prinsip-prinsip hukum
internasional melalui peraturan perundang-undangan dalam sistem hukum nasional
suatu negara.
2. Bagaimana teori-teori tersebut menyikapi pertentangan antara ketentuan Hukum
Internasional dengan Hukum Nasional?
Teori dualisme dan monisme adalah dua pendekatan yang digunakan dalam hukum
internasional untuk mengatasi pertentangan antara ketentuan hukum internasional dan hukum
nasional.
a. Teori Dualisme:
Dalam teori dualisme, hukum internasional dan hukum nasional dianggap sebagai dua sistem
hukum yang terpisah dan otonom. Mereka memiliki sumber-sumber yang berbeda dan tidak
tumpang tindih. Konflik antara hukum internasional dan hukum nasional dianggap sebagai
masalah yang perlu dipecahkan oleh negara-negara secara terpisah.11 Dalam konteks hukum
internasional, hukum internasional harus diimplementasikan dalam hukum nasional melalui
proses legislatif yang sesuai, seperti pengesahan perjanjian internasional menjadi undang-
undang dalam hukum nasional.
b. Teori Monisme:

9 Starke, J.G. 1984. Introduction to International Law, Ninth Edition. London: Butterworths.
10 Wayan Parthiana. 1987. Beberapa Masalah dalam Hukum Internasional dan Hukum Nasional Indonesia. Bandung: Binacipta.
11 "Hukum Internasional Indonesia" oleh Dr. Jimly Asshiddiqie - Buku ini membahas berbagai aspek hukum internasional yang

relevan untuk Indonesia, dan mungkin mencakup bagaimana hukum internasional diimplementasikan dalam hukum nasional.
Dalam teori monisme, hukum internasional dan hukum nasional dianggap sebagai bagian dari
sistem hukum yang sama. Hukum internasional dianggap otomatis menjadi bagian dari hukum
nasional ketika diadopsi atau diratifikasi oleh negara. Dalam konteks hukum monisme,
konflik antara hukum internasional dan hukum nasional biasanya dipecahkan dengan
memberikan keutamaan pada hukum internasional.12 Artinya, jika ada ketentuan hukum
internasional yang bertentangan dengan hukum nasional, maka hukum internasional yang
akan berlaku.
Pendekatan yang digunakan oleh suatu negara bergantung pada konstitusi dan sistem hukum
negara tersebut. Beberapa negara mungkin menganut pendekatan dualisme, sementara yang
lain mungkin menganut pendekatan monisme. Hal ini juga dapat bervariasi tergantung pada
jenis perjanjian internasional yang terlibat dan tingkat kepentingannya.
Landasan hukum untuk teori dualisme dan monisme dalam undang-undang dapat berbeda
antara negara-negara karena keduanya didasarkan pada struktur hukum nasional masing-
masing. Namun, di banyak negara, prinsip-prinsip ini tercermin dalam undang-undang atau
konstitusi.13
3. Bagaimana Hukum Nasional Indonesia mengatur mengenai kondisi tersebut?
Setiap negara memiliki hukum nasional yang memiliki signifikansi dalam konteks politik
global dan masyarakat internasional, yang memunculkan pertanyaan tentang bagaimana
hubungan antara hukum nasional dan hukum internasional berjalan. Diskusi mengenai
hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional bisa dilihat dari perspektif teori
dan juga dalam konteks kebutuhan praktis.14 Hukum nasional adalah kerangka hukum yang
berlaku di suatu negara tertentu. Di Indonesia, sistem hukum nasional merupakan hasil
perpaduan dari berbagai sumber, termasuk warisan sistem hukum Eropa, hukum agama, dan
hukum adat. Sebagian besar komponen hukum, baik dalam hukum perdata maupun hukum
pidana, mengambil inspirasi dari sistem hukum Eropa Kontinental, terutama yang berasal dari
Belanda, karena Indonesia memiliki sejarah sebagai bekas jajahan Hindia Belanda. 15Dalam

12"Pengantar Hukum Internasional" oleh Hikmahanto Juwana - Buku ini adalah panduan yang baik untuk memahami hukum
internasional dan konsep monisme dalam konteks Indonesia. Brownlie, Ian. (2008). "Principles of Public International Law." Oxford
University Press. "Pengantar Hukum Internasional" oleh Sri Soemantri - Buku ini memberikan pemahaman umum tentang hukum
internasional, termasuk konsep monisme, dan mungkin memberikan pandangan tentang bagaimana hukum internasional diterapkan
di Indonesia.
13Koskenniemi, Martti. (2007). "From Apology to Utopia: The Structure of International Legal Argument." Cambridge University
Press. Crawford, James. (2006). "The Creation of States in International Law." Clarendon Press."Hukum Internasional Indonesia"
oleh Dr. Hikmahanto Juwana - Buku ini mencakup topik-topik hukum internasional di Indonesia, termasuk prinsip-prinsip dualisme
dalam konteks hukum Indonesia.Weiler, Joseph H. H. (1999). "The Constitution of Europe: "Do the New Clothes Have an Emperor?
And Other Essays on European Integration." Cambridge University Press.
14 Dina Sunyowati, “Hukum Internasional Sebagai Sumber Hukum Dalam Hukum Nasional”, Jurnal Hukum dan Peradilan, Vol. 2

No. 1, 2013, 76.

15
Andi Tenripadang, “Hubungan Hukum Internasional dan Hukum Nasional”, Jurnal Hukum Dictum, Vol. 14 No. 1, 2016, 70.
konteks praktis, Indonesia memberikan prioritas pada hukum nasional di atas hukum
internasional, namun demikian, pengakuan terhadap supremasi hukum internasional tidak
berarti bahwa Indonesia harus sepenuhnya tunduk pada hukum internasional tanpa
pertimbangan. Ada dua teori utama yang umum digunakan untuk memahami hubungan antara
hukum internasional dan hukum nasional, yaitu teori monisme dan dualisme. Teori monisme
menyatakan bahwa hukum internasional dan hukum nasional saling terhubung dan hukum
nasional harus selalu sejalan dengan hukum internasional. Di sisi lain teori dualisme
menganggap bahwa hukum internasional dan hukum nasional adalah dua sistem hukum yang
terpisah dan tidak memiliki hubungan hierarki satu sama lain. Posisi hukum internasional
dalam kerangka hukum secara keseluruhan didasarkan pada pandangan bahwa, sebagai
bentuk hukum yang khusus, hukum internasional merupakan komponen integral dari hukum
secara umum. Hukum internasional terdiri dari serangkaian peraturan dan prinsip yang
berlaku efektif dalam masyarakat, sehingga memiliki keterkaitan yang kuat dengan berbagai
bidang hukum lainnya. Salah satu hubungan paling signifikan adalah dengan hukum nasional,
yang mengatur kehidupan individu di dalam wilayah negara mereka masing-masing.
Dalam perspektif filsafat hukum yang mengambil Pancasila sebagai landasan filosofinya,
Indonesia dapat dianggap sebagai negara yang menganut baik aliran monisme maupun aliran
dualisme atau pluralisme dalam konteks kedudukan hukum internasional dalam sistem
perundang-undangan Indonesia. Pandangan monisme mencakup Sila Pertama dan Kedua,
sementara pandangan pluralisme mencakup Sila Ketiga, Keempat, dan Kelima 16. Selain itu,
hukum nasional yang mengatur aspek pertentangan antara hukum internasional dengan
hukum nasional dapat ditemukan dalam UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian
Internasional dan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 85/PUU-
X/2012. Keduanya menggarisbawahi prinsip bahwa hukum internasional memiliki tingkat
keutamaan jika terjadi pertentangan dengan hukum nasional. 17

16
Firdaus, “Kedudukan Hukum Internasional dalam Sistem Perundang-Undangan Nasional Indonesia” Fiat Justia Jurnal Ilmu
Hukum. Vol.1, No. 8, 201

17 UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.

Anda mungkin juga menyukai