Anda di halaman 1dari 9

Interdependence of International Law and National Law

Kelompok 5
Maichle Delpiero [110110190181]
Olwintra Sitorus [110110190184]
Zidna Sabrina [110110190165]
Muhammad Labib Wajdi [110110190195]
Quinnashya Pradipta Early Folanda [110110190205]

Abstract
The application of international law in the national legal system has always been the main subject in any
debate on the principles of international law. In practice, the state can determine the relationship between
two legal systems using the theory of monism and dualism. These two theories are also the basis for a State to
determine the international legal standing in its respective national law, where the two legal systems have
their own provisions to determine whether the agreement can be directly applied in the national legal system
or also needs to be applied after ratification.

Keywords: Internasional Legal Standing, Monism, Dualism

Interdependensi Hukum Internasional dan Hukum Nasional

Abstrak
Penerapan hukum internasional dalam sistem hukum nasional selalu menjadi pokok bahasan utama dalam
setiap perdebatan tentang prinsip-prinsip hukum internasional. Dalam praktiknya, negara dapat menentukan
hubungan antara dua sistem hukum menggunakan teori monisme dan dualisme. Kedua teori tersebut juga
sebagai dasar suatu Negara untuk menentukan kedudukan hukum internasional dalam hukum nasionalnya
masing-masing yang mana  kedua sistem hukum tersebut memiliki ketentuan sendiri untuk menentukan
apakah perjanjian dapat langsung diterapkan dalam sistem hukum nasional atau juga perlu diterapkan setelah
dilakukannya ratifikasi.

Kata kunci: Kedudukan Hukum Internasional, Monisme, Dualisme

A. Pendahuluan
Hubungan antara hukum nasional dan hukum internasional menjadi sebuah pergulatan
dalam kehidupan negara yang berdaulat. Hukum Internasional dan Hukum Nasional pada dasarnya
hidup berdampingan dalam suatu negara, namun perbedaan-perbedaan yang ada meliputi
mengenai, sumber, subyek, dan struktur dari hukum tersebut yang melahirkan beberapa paham
berbeda dalam memandang bagaimana hukum internasional ini dapat diwujudkan sebagai hukum
positif di suatu negara bersamaan dengan adanya kedudukan hukum nasional yang lebih tinggi.
Terdapat beberapa teori mengenai bagaimana sistem hukum internasional dapat dipadupadankan
dengan sistem hukum nasional di suatu negara, teori ini terbagi menjadi teori monisme yang
menganggap bahwa keduanya merupakan satu kesatuan sistem yang sama, dan teori dualisme yang
menganggap bahwa keduanya adalah dua sistem yang terpisah dan tidak memberikan pengaruh
satu sama lain.
Dalam praktiknya di berbagai negara, ditemukan adanya perbedaan mengenai hubungan
antara kedua hukum ini. Beberapa negara menganut paham yang berbeda-beda terkait dengan
penerapan dari hukum internasional ke dalam sistem hukum nasional negara-negara tersebut. Di
Indonesia sendiri, praktik penerapan dari hubungan antara kedua hukum ini tetap mengikuti aturan
yang diatur oleh Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar hukum tertinggi di Indonesia.

B. Interdependensi Hukum Internasional dan Hukum Nasional

1. Komparasi Teori Monisme dan Teori Dualisme


Menurut Dixon dan Mc Corquedale (2003), hubungan antara hukum internasional dan
nasional mencerminkan pergulatan antara kedaulatan negara di satu sisi dan tatanan hukum
internasional di sisi lainnya. Terhadap hal ini, muncul dua persoalan utama mengenai hubungan
serta kedudukan hukum internasional dengan hukum nasional. Pertama, apakah hukum
internasional dan hukum nasional merupakan satu sistem yang sama. Kemudian yang kedua adalah
apakah terdapat hierarki antara hukum internasional dan hukum nasional, yang kaitannya dengan
pedoman untuk menyelesaikan sebuah konflik.
Untuk menjawab kedua persoalan mengenai hubungan hukum internasional dan hukum
nasional tersebut, terdapat dua mazhab atau teori yang dapat digunakan. Dua teori tersebut antara
lain, sebagai berikut.
a. Teori Monisme
Teori monisme adalah sebuah teori yang berpendapat bahwa setiap sistem hukum berakar dari
satu norma yang bersifat universal. Teori monisme ini sangat mendapat pengaruh dari teori hukum
alam. Oleh karenanya, teori monisme berangkat dari pemikiran bahwa hukum internasional adalah
konsekuensi dari basic norm seluruh hukum1 dan menitikberatkan hukum internasional dan hukum
nasional sebagai satu kesatuan dalam sistem hukum yang terintegrasi.2
Teori ini beranggapan bahwa meskipun hukum internasional dipahami sebagai hukum yang
mengatur hubungan antar negara. Namun, pada hakikatnya hubungan tersebut adalah hubungan
antar individu. Hal ini dikarenakan sebuah Negara adalah kumpulan dari individu-individu. Oleh
karena itu, hal ini melatarbelakangi bahwa hukum nasional dan hukum internasional adalah suatu
sistem hukum yang sama karena sama sama mengatur hubungan individu.
Dari asumsi ini dapat diketahui bahwa pada dasarnya hukum merupakan suatu kesatuan yang
utuh, baik itu hukum internasional maupun hukum nasional. Beranjak dari pertanyaan pertama
diatas, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan teori monisme ini, hukum nasional dan hukum
internasional merupakan dua bagian dari satu kesatuan yang lebih besar yaitu hukum yang
mengatur kehidupan manusia/individu. 3
b. Teori Dualisme
Teori dualisme ini mendapat pengaruh yang sangat kuat dari teori positivisme yang menyatakan
bahwa hukum yang mengatur hubungan antar negara adalah prinsip-prinsip yang dibuat oleh
negara-negara dan atas kemauan mereka sendiri. Dasar hukum internasional adalah kesepakatan
bersama antar negara-negara yang diwujudkan dalam perjanjian-perjanjian dan kebiasaan-kebiasaan
internasional.4

1
Martin Dixon, Textbook on International Law, Blackstone Press Limited, 1993, p. 69.
2
Hersch Lauterpacht, International Law: Collected Papers, Cambridge University Press, 1970, p. 216.
3
Mochtar Kusumaatmadja, Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, PT. Alumni, Bandung, 2010, hlm. 56.
4
Boer Mauna, Hukum Internasional, PT Alumni, Bandung, 2005, hlm. 6-7.
Teori ini pernah sangat berkembang di wilayah Jerman dan Italia, dan tokoh pemuka utama teori
dualisme ini adalah Triepel. Ia berpandangan bahwa hukum internasional dan hukum nasional
merupakan suatu sistem hukum yang berlainan. Dasar pemikirannya dipengaruhi oleh alasan-alasan
sebagai berikut.5
- Sumber hukum yang berbeda
Kedua perangkat hukum tersebut yakni hukum nasional dan hukum internasional mempunyai
sumber yang berlainan, hukum nasional bersumber kepada kemauan negara, sedangkan hukum
internasional bersumber kepada kemauan masyarakat negara.
- Subjek hukum yang berbeda
Kedua perangkat hukum itu berlainan subjek hukumnya. Subjek hukum dari hukum nasional
ialah orang perorangan baik dalam apa yang dinamakan hukum perdata maupun hukum publik,
sedangkan subjek hukum dari hukum internasional ialah negara
- Struktur ketatanegaraan yang berbeda
Lembaga yang diperlukan untuk melaksanakan hukum dalam kenyataan seperti
mahkamah/pengadilan dan organ eksekutif hanya memiliki bentuk yang sempurna apabila berada di
lingkup hukum nasional. Ketentuan hukum nasional tetap berlaku efektif maupun bertentangan
dengan hukum internasional. Di dalam sistem hukum internasional, organ-organ atau strukturnya
tidak berada dalam bentuk yang sempurna (tidak dapat dipaksakan), dalam hukum internasional
semua kedudukan sejajar, tidak ada hubungan suprastruktur maupun infrastruktur. Tidak ada
lembaga atau negara yang lebih tinggi dari negara lainnya.
Berdasarkan teori ini, maka untuk menjawab pertanyaan apakah sistem hukum nasional dan
sistem hukum internasional merupakan satu sistem yang sama. Jawabannya adalah bukan, karena
teori ini berpendapat bahwa sistem hukum internasional dan sistem hukum nasional merupakan dua
sistem hukum yang terpisah yang memiliki dan mengatur objek masing-masing.
c. Komparasi Teori Monisme dan Teori Dualisme
Berdasarkan pemaparan diatas, perbandingan yang paling fundamental antara teori monisme
dan teori dualisme adalah perbedaan substansinya. Dalam teori monisme berkeyakinan bahwa
sistem hukum internasional dan hukum nasional merupakan satu kesatuan sistem yang sama,
sedangkan di dalam teori dualisme beranggapan bahwa hukum inbternasional dan hukum nasional
adalah dua sistem yang terpisah/berlainan dan tidak memberikan penbgaruh satu sama lain.
Perbandingan yang kedua, sekaligus menjawab persoalan kedua diatas, dapat kita lihat
melalui hierarki antara hukum internasional dan hukum nasional. Dalam teori monisme terdapat tiga
pandangan mengenai kedudukan atau hierarki antara hukum internasional dengan hukum nasional,
antara lain sebagai berikut.
- Pandangan Primat Hukum Nasional
Menurut teori ini, hukum yang memiliki kedudukan yang lebih tinggi dan harus didahulukan
terlebih dahulu jika terjadi konflik adalah hukum nasional.
- Monisme Primat Hukum Internasional
Menurut teori ini, hukum yang memiliki kedudukan yang lebih tinggi dan harus didahulukan
terlebih dahulu jika terjadi konflik adalah hukum internasional.
- Monisme-Naturalis
Merupakan varian yang dimaksudkan untuk teori jalan tengah antara Monisme Primat Hukum
Nasional dengan Monisme Primat Hukum Internasional. Paham ini menempatkan posisi hukum
5
Mochtar Kusumaatmadja, Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional,PT. Alumni, Bandung, 2010 hlm. 57.
internasional di tengah-tengah diantara hukum alam dengan hukum nasional. Diatas: Hukum Alam,
Ditengah : Hukum Internasional, Dibawah: Hukum Nasional.
Sedangkan, dalam teori dualisme tidak mengatur mengenai hierarki atau kedudukan antara
hukum internasional dan hukum nasional dikarenakan pada prinsipnya sistem hukum internasional
dan hukum nasional merupakan sistem hukum yang berlainan. Oleh karenanya, tidak terdapat
kedudukan yang lebih tinggi maupun rendah terhadap hukum internasional maupun hukum
nasional.
Selanjutnya, dalam hal pengimplementasian hukum internasional ke dalam hukum nasional
masing masing negara, mengacu pada doktrin “inkorporasi” dan “transformasi”. Menurut doktrin
inkorporasi, bahwa hukum internasional dapat langsung menjadi bagian dari hukum nasional. Hal ini
mempunyai makna bahwa apabila suatu negara menandatangani dan meratifikasi traktat atau
perjanjian apapun dengan negara lain, maka perjanjian tersebut dapat secara langsung mengikat
terhadap warga negaranya tanpa adanya sebuah legislasi terlebih dahulu. Contoh negara yang
menerapkan doktrin ini adalah Australia, Kanada, Amerika Serikat, Inggris, beberapa negara dengan
sistem Anglo-Saxon.
Doktrin transformasi menyatakan sebaliknya, bahwa tidak terdapat hukum internasional
dalam hukum nasional sebelum dilakukan proses tranformasi berupa pernyataan terlebih dahulu
dari negara yang bersangkutan. Sehingga traktat atau perjanjian internasional, tidak dapat
digunakan sebagai sumber hukum di pengadilan nasional sebelum dilakukannya 'transformasi' ke
dalam hukum nasional.6 Contoh negara yang menerapkan teori ini diantaranya adalah negara-negara
Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Doktrin inkorporasi beranggapan bahwa hukum internasional merupakan bagian yang secara
otomatis menyatu dengan hukum nasional. Doktrin ini lebih mendekati teori monnisme yang tidak
memisahkan antara hukum nasional dan hukum internasional. Sedangkan doktrin transformasi
menuntut adanya tindakan positif dari negara yang bersangkutan, sehingga lebih mendekati teori
dualisme.

2. Implementasi Hukum Internasional dalam Hukum Nasional


Hukum Internasional dan Hukum Nasional pada dasarnya hidup berdampingan dalam suatu
negara, namun perbedaan-perbedaan yang ada meliputi mengenai, sumber, subyek, dan struktur
dari hukum tersebut yang menjadikan adanya paham yang berbeda mengenai konsep
peingmplementasian Hukum Internasional dalam Hukum Nasional. Dari hal ini lah, maka lahir
sebuah paham dualisme yang menyatakan bahwa Hukum Internasional dan Hukum Nasional
merupakan dua perangkat hukum yang hidup berdampingan dan terpisah.
Dalam praktiknya, terdapat sebuah aturan umum bahwa negara yang melanggar aturan hukum
internasional tidak dapat membenarkan dirinya dengan mengacu pada hukum domestiknya jika
tidak maka hukum internasional dapat dihindari dengan undang-undang nasional yang sesuai. Hal ini
ditegaskan dalam Konvensi Vienna tentang Hukum Perjanjian tahun 1969, dengan jelas menegaskan
bahwa di bawah prinsip pacta sunt servanda, sebuah negara berada di bawah kewajiban untuk
menghormati kewajiban internasional meskipun jika hal tersebut mengakibatkkan perubahan pada

6
Malcom D. Evans, International Law, New York: Oxford University Press, 2006, p. 147.
hukum nasionalnya. “There is a general duty to bring municipal law into conformity with obligations
under international law.”7
Hukum Internasional sebagai suatu perangkat ketentuan dan asas yang efektif yang hidup di
masyarakat dan karenanya mempunyai hubungan yang efektif dengan ketentuan atau bidang
hukum lainnya, di antaranya yang paling penting ialah ketentuan hukum yang mengatur kehidupan
manusia dalam lingkungan kebangsaannya, dikenal dengan hukum nasional. 8
Sebagai contoh, saat sebuah negara ingin membuat sebuah peraturan tentang kejahatan
penerbangan maka negara itu dapat mengacu pada Konvensi-Konvensi Internasional yang
berkenaan dengan penerbangan seperti Konvensi Tokyo tahun 1963. 9
a. Inggris
Negara Inggris menganut suatu ajaran yang mengatakan, “International law is the law of the
land” atau dalam arti lain Inggris mengakui bahwa ajaran hukum internasional adalah hukum negara.
Doktrin ini dikemukakan oleh Blackstone pada tahun 1765, “The law of nations is adopted to its full
extent as part of the law of England.” 10 Prinsip-prinsip dari Hukum Internasional telah digunakan
dengan tujuan untuk mengisi kekosongan-kekosongan dalam hukum negara.
Dalam praktiknya, penerimaan hukum internasional menjadi bagian dari hukum nasional dilalui
dengan dua cara, baik oleh Parlemen melalui undang-undang atau oleh hakim melalui common
law.11 Inggris tetap mempraktikannya dengan paham dualisme atas keberadaan hukum internasional
dalam hukum nasional. Dalam perkembangannya perubahan bahwa doktrin itu tidak lagi diterima
secara mutlak. Pengukuran pada daya ikat doktrin dalam hukum positif yang berlaku di Inggris
dibedakan menjadi:
- Hukum kebiasaan internasional,
Dengan catatan, tidak bertentangan dengan suatu undang-undang baik yang sudah ada maupun
yang akan diundangkan kemudian dan sekali ruang lingkup suatu ketentuan hukum kebiasaan
internasional ditetapkan keputusan mahkamah tertinggi maka semua pengadilan terikat oleh
keputusan itu sekalipun terjadi perkembangan suatu ketentuan hukum kebiasaan yang
bertentangan.
- Hukum internasional tertulis
Berdasarkan pernyataan di atas, tidak mutlak bahwa suatu ketentuan hukum kebiasaan
internasional dapat begitu saja secara otomatis akan diterapkan oleh semua pengadilan di Inggris.
Pengadilan nasional Inggris dalam persoalan yang menyangkut hukum internasional terikat oleh
tindakan pemerintah eksekutif untuk beberapa hal yang menyangkut pernyataan perang, perebutan
wilayah atau tindakan nasionalisasi.
Kasus internasional yang beroperasi secara independen (tidak berkaitan dengan hukum
nasional) maka tidak ada ketentuan dari hukum nasional yang memungkinkan pengadilan nasional
untuk mengadili kasus tersebut. Sebagai contoh dalam sebuah kasus “Tin Council”, House of Lords
menolak untuk mengadili, karena dianggap bahwa kasus tersebut adalah sebuah perjanjian

7
Judy Obitre-gama, “The Application of International Law into National Law , Policy and Practice Author,” The WHO
International Conference on Global Tobacco Control Law: Towards a WHO Framework Convention on Tobacco Control: 7 -9
January 2009., no. January (2000), https://www.who.int/tobacco/media/en/JUDY2000X.pdf?ua=1.
8
Dina Sunyowati, “DALAM HUKUM NASIONAL ( Dalam Perspektif Hubungan Hukum Internasional Dan Hukum Nasional Di
Indonesia ),” n.d.
9
Ibid, hal.19
10
Lauterpacht, H. "Is International Law a Part of the Law of England?" Transactions of the Grotius Society 25 (1939): 51-88.
11
The Uk et al., “International Law in the UK Supreme Court King ’ s College , London Lord Mance,” no. February (2017): 1–
14.
internasional yang murni dan tidak ada kaitannya dengan hukum nasional Inggris. Karena, ada
sebuah hak prerogatif dalam pembuatan perjanjian di mana meskipun sebuah perjanjian antara
negara yang berdaulat memiliki dampak pada hukum internasional dan mengikat negara Inggris
dalam hukum internasional, namun perjanjian tersebut bukanlah bagian dari hukum negara Inggris
dan tidak menimbulkan hak atau kewajiban dalam hukum nasional.
b. Amerika Serikat
Amerika Serikat menganut ajaran campuran antara monisme dan dualisme berupa inkroporasi.
Pasal VI, Bagian 2 Konstitusi Amerika Serikat menyatakan bahwa perjanjian atau treaties “shall be
the supreme Law of the Land”. 12 Perjanjian di negosiasikan oleh Presiden, namun hanya dapat
diratifikasi dengan persetujuan dari dua-pertiga Senat. 13
Perlu atau tidaknya keberadaan undang-undang domestik agar suatu perjanjian berlaku
bergantung kepada sifat dari perjanjian tersebut, apakah self-executing atau non self-executing. 14
Apabila suatu perjanjian bersifat self-executing, tanpa perlu tindakan lebih lanjut, perjanjian
tersebut secara langsung berlaku sebagai bagian dari supreme Law of the Land. 15 Misalnya, dalam
Sei Fujii v. State of California (1952), Mahkamah Agung California menyatakan bahwa piagam PBB
merupakan perjanjian non self-executing karena prinsip-prinsipnya mengenai hak asasi manusia
yang memenuhi kualitas dan kepastian yang dibutuhkan untuk menciptakan hak-hak yang dapat
dibenarkan bagi individu disaat ratifikasi.16
Sebaliknya, dalam Paquette Habana (1900), hukum kebiasaan internasional ditafsirkan
sebagai bagian dari hukum nasional, dimana Mahkamah Agung Amerika Serikat memutuskan bahwa
hukum internasional melarang Angkatan Laut Amerika Serikat untuk menjual kapal-kapal pemancing
ikan Kuba yang telah ditangkap, sebagai prizes of war. 17 Di Amerika Serikat, hukum nasional
mendahului hukum internasional apabila bertentangan, namun pemerintahannya dapat tetap
diminta pertanggungjawaban untuk pelanggaran hukum internasional tersebut. 18

3. Hubungan Hukum Internasional dan Hukum Nasional Berdasarkan Praktik Indonesia


Dalam konstitusi masa kini (modern) ada kecenderungan mencantumkan secara tegas
bahwa hukum Internasional merupakan bagian dari hukum nasional, yang akan mengatasi atau
mengalahkan hukum nasional dalam hal ada pertentangan. 19 Namun, tidak seperti Undang-Undang
Dasar Republik Federisasi Jerman ataupun Undang-Undang Dasar Perancis yang menyatakan bahwa
ketentuan hukum Internasional yang telah disahkan lebih tinggi kedudukannya dari undang-undang
nasional, Undang-Undang Dasar 1945 tidak memuat ketentuan yang demikian.
Pada dasarnya, Indonesia mengakui eksistensi hukum Internasional, tetapi bukan berarti
Indonesia begitu saja menerima hukum internasional sebagai suatu hukum yang wajib dipatuhi.
Dalam hal batas wilayah, Negara-negara di dunia ini termasuk Indonesia menaati hukum
internasional mengenai batas wilayah Negara sebagai suatu hukum yang mengikat dirinya. Namun,

12
U.S. Const. art. VI, § 2.
13
U.S. Const. art. II
14
Malcolm Shaw, International Law, (Cambridge University Press: Cambridge, 2017), hlm. 123.
15
Ibid.
16
Sei Fujii v. State of California, 38 Cal.2d 718 (1952)
17
Malcolm Shaw, hlm. 120., U.S. Reports: Paquete Habana, The/Lola, The, 175 U.S. 677 (1900).
18
Malcom Shaw, International law and municipal law, https://www.britannica.com/topic/international-law/international-
law-and-municipal-law
19
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, Bandung: P.T. ALUMNI, 2003, hal. 87.
tidak selamanya hukum internasional tersebut ditaati Indonesia karena sikap Indonesia terhadap
hukum internasional di tentukan oleh kesadaran kedudukannya didalam masyarakat internasional
yang sedang berkembang. Hal ini terbukti dalam sejarah Negara kita yang pernah melakukan
penyimpangan dari ketentuan hukum internasional mengenai perlindungan milik asing yakni pada
waktu pemerintah Republik Indonesia mengadakan tindakan ambil alih perusahaan milik Belanda
tepatnya perkebunan yang kemudian disusul dengan tindakan nasionalisasi. 20 Walaupun tindakan ini
melanggar hukum internasional, namun melalui proses yang panjang, pada akhirnya keputusan yang
dikeluarkan oleh pengadilan Bremen secara tidak langsung menyatakan bahwa tindakan
nasionalisasi tersebut adalah sah dilihat dari keadaan Indonesia yang pada saat itu baru saja
merdeka.
Dalam praktiknya, Indonesia terkait dengan keberadaan hukum internasional belum
menampakkan sikap yang tegas. Karena dikatakan bahwa Indonesia tidak menganut teori dualisme
(transformasi), tetapi lebih mengarah pada sistem yang dianut negara kontinental Eropa, yaitu
menganggap bahwa negara terikat dalam kewajiban melaksanakan dan mematuhi semua perjanjian
dan konvensi yang sudah disahkan tanpa harus mengadakan lagi perundang-undangan pelaksanaan
(implementing legislation). Namun, pembuatan dan penandatanganan perjanjian internasional oleh
pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara-negara lain, organisasi internasional dan subjek
hukum internasional merupakan suatu perbuatan hukum yang penting dikarenakan bersifat
mengikat negara dengan subjek hukum internasional lainnya. 21 Karena hal demikian, maka
pembuatan dan pengesahan suatu perjanjian internasional dilakukan berdasarkan undang-undang
yang mana tercantum dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.
Dalam pengaturannya, Indonesia dapat dikatakan sebagai negara yang menganut paham dualisme,
hal ini terlihat dalam Pasal 9 ayat 2 UU Nomor 24 tahun 2000, dinyatakan bahwa: "Pengesahan
perjanjian internasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan undang-undang
atau keputusan presiden."
Hal ini membingungkan karena dapat dikatakan bahwa Indonesia menganut doktrin
gabungan antara dualisme dan monisme. Namun, ada kalangan sarjana hukum internasional yang
menyatkan bahwa tidak perlu lagi ada perdebatan untuk menggolongkan Indonesia ke monisme
atau dualisme, karena dalam praktiknya yang dilihat adalah apa kepentingan Indonesia dalam
menundukkan diri kepada satu hukum internasional tertentu, dan sejauh mana dampak penundukan
tersebut akan mempengaruhi sistem hukum nasional. 22

C. Kesimpulan
Hubungan hukum internasional dan hukum nasional merupakan suatu pergulatan dalam
kedaulatan negara di satu sisi dan tatanan hukum internasional di sisi lainnya. Namun, menanggapi
hal tersebut terdapat dua teori yang digunakan untuk menjawab hubungan hukum internasonal
dengan hukum nasional. Dua teori tersebut ialah teori monisme dan teori dualisme. Teori monisme
beranggapan bahwa hukum internasional dan hukum nasional merupakan kesatuan sistem yang
sama, sedangkan teori dualisme menganggap bahwa keduanya adalah dua sistem yang terpisah dan
tidak memberikan pengaruh satu sama lain.

20
Ibid, hal. 68.
21
Dina Susyowanti, Hukum Internasional sebagai Sumber Hukum Dalam Hukum Nasional, Jurnal Hukum dan Peradilan, Vol.
2, No. 1, Maret 2013.
22
Melda Kamil Ariadno, Kedudukan Hukum Internasional dalam Sistem Hukum Nasiona, Jurnal Hukum Internasional, Vol. 5,
No. 3, April 2008.
Walaupun munculnya eksistensi dari teori dualisme yaitu pemisahan antara hukum
internasional dan hukum nasional. Namun, pada dasarnya hukum internasional dengan hukum
nasional hidup secara berdampingan. Hal ini dapat dibuktikan dalam praktik beberapa negara,
contohnya Inggris dan Amerika Serikat. Di dalam praktik ketatanegaraan Inggris, prinsip-prinsip dari
Hukum Internasional telah digunakan dengan tujuan untuk mengisi kekosongan-kekosongan dalam
hukum negara. Dimana dalam mengisi kekosongan dalam hukum negara itu juga dilalui dengan dua
cara, baik oleh Parlemen melalui undang-undang atau oleh hakim melalui common law. Dalam
pengimplementasian hukum internasional dalam hukum nasional di Amerika Serikat, menganut
ajaran campuran yakni monisme dan dualisme berupa inkorporasi. Dimana dalam praktiknya hukum
internasional dinegosiasikan oleh Presiden, namun hanya dapat diratifikasi dengan persetujuan dari
dua-pertiga Senat.
Berbeda dengan negara lain , di dalama undang undang Indonesia tidak dicantumkan bahwa
secara tegas bahwa hukum internasional merupakan bagian dari hukum nasional. Indonesia
menggangap kesadaran hukum internasional didasarkan pada kesadaran kedudukannya dalam
masyarakat intenasional yang sedang berkembang.Dalam praktik hukum internasional kedalam
hukum nasional, Indonesia menganut doktrin gabungan, yaitu monoisme untuk hal-hal
internasional yang menyangkut keterikatan negara sebagai subjek hukum internasionalsecara
eksternal. Sedangkan menganut doktrin dualisme dalam menyangkut hal hal internasional yang
menciptakan hak dan kewajiban bagi seluruh rakyat Indonesia.
REFERENSI

Konstitusi
Constitution of the United States

Buku
Boer Mauna, Hukum Internasional, PT Alumni, Bandung, 2005
Hersch Lauterpacht, International Law: Collected Papers, Cambridge University Press, 1970
Malcom D. Evans, International Law, New York: Oxford University Press, 2006
Malcolm Shaw, International Law, Cambridge University Press: Cambridge, 2017
Martin Dixon, Textbook on International Law, Blackstone Press Limited, 1993
Mochtar Kusumaatmadja, Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, PT. Alumni, Bandung, 2010

Jurnal
Lauterpacht, H. "Is International Law a Part of the Law of England?" Transactions of the Grotius Society 25
(1939): 51-88. Accessed September 20, 2020. http://www.jstor.org/stable/742814.
Mardani, M. (2008). Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional. Jurnal Hukum & Pembangunan, 38(2), 175.
https://doi.org/10.21143/jhp.vol38.no2.170
Melda Kamil Ariadno, Kedudukan Hukum Internasional dalam Sistem Hukum Nasiona, Jurnal Hukum
Internasional, Vol. 5, No. 3, April 2008.
Obitre-gama, Judy. “The Application of International Law into National Law , Policy and Practice Author.” The
WHO International Conference on Global Tobacco Control Law: Towards a WHO Framework Convention
on Tobacco Control: 7 -9 January 2009., no. January (2000).
https://www.who.int/tobacco/media/en/JUDY2000X.pdf?ua=1.
Sunyowati, D. (2013). HUKUM INTERNASIONAL SEBAGAI SUMBER HUKUM DALAM HUKUM NASIONAL (Dalam
Perspektif Hubungan Hukum Internasional Dan Hukum Nasional Di Indonesia). Jurnal Hukum Dan
Peradilan, 2(1), 67. https://doi.org/10.25216/jhp.2.1.2013.67-84
Uk, The, The Uk, There Lord Kerr, Lord Kerr, Supreme Court, European Union, The Court, and Civil Service
Unions. “International Law in the UK Supreme Court King ’ s College , London Lord Mance,” no. February
(2017): 1–14.

Kasus
Sei Fujii v. State of California, 38 Cal.2d 718 (1952)
U.S. Reports: Paquete Habana, The/Lola, The, 175 U.S. 677 (1900).

Website
Malcolm Shaw, “International law and municipal law”, https://www.britannica.com/topic/international-
law/International-law-and-municipal-law

Anda mungkin juga menyukai