Anda di halaman 1dari 18

HUBUNGAN ANTARA HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM

NASIONAL
Makalah ini digunakan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Hukum
Internasional yang diampu oleh :
Valensia Nandia Paramita, SH., MH.

Oleh Kelompok 4 :
1. Ahmad Hamdani Hadi Toma (C03219001)
2. Naila Rantika Rohmah (C03219030)
3. Sagita Destia Ramadhan (C03219036)

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SURABAYA
2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kita panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah, dan inayah-Nya kepada kita, sehingga penyusun
dapat menyelesaikan makalah berjudul “Hubungan antara Hukum Internasional dan
Hukum Nasional”.

Makalah ini telah disusun berdasarkan tugas dari proses pembelajaran yang
telah disampaikan dan diamanahkan kepada penyusun. Makalah ini telah disusun
dengan berbagai macam sumber dari buku yang telah dijadikan referensi, namun
dengan penuh kesabaran dan usaha penyusun mencoba untuk menyelesaikan makalah
ini dengan maksimal.

Penyusun tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penyusun mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Sidoarjo, 07 Oktober 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………..i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………….1
A. Latar Belakang………………………………………………………………1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………..2
C. Tujuan……………………………………………………………………….2
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………..3
A. Tempat Hukum Internasional Dalam Tata Hukum Secara Keseluruhan…...3
B. Primat Hukum Internasional Menurut Praktek Internasional……………… 6
C. Hubungan Antara Hi Dan Hn Menurut Hukum Positif Beberapa Negara….8
BAB III PENUTUP………………………………………………………………..14
A. Kesimpulan………………………………………………………………… 14
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………...15

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum internasional ialah bagian hukum yang mana mengatur aktivitas
entitas berskala internasional. Hukum Internasional juga didasarkan atas pikiran
adanya masyarakat internasional yang terdiri atas sejumlah negara yang berdaulat
dan merdeka dalam arti masing-masing berdiri sendiri yang satu tidak dibawah
kekuasaan lain sehingga merupakan suatu tertib hukum koordinasi antara anggota
masyarakat internasional yang sederajat. Menurut Prof. Mochtar Kusumaatmaja
hukum internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur
hubungan atau persoalan yang melintas batas negara antara negara dengan negara
dan negara dengan subjek lainnya bukan negara atau subjek hukum bukan negara
satu sama lain.
Negara-negara yang ada pasti akan memiliki hubungan satu sama lain, baik
hubungan antara dua negara maupun beberapa negara yang mana hubungan ini
akan melahirkan peraturan yang dipatuhi oleh masing-masing negara tersebut
kemudia berkembang menjadi suatu peraturan yang akan dipatuhi bersama.
Peraturan ini akan menjadi hukum yang tidak saja dipatuhi bersama secara
berkelompok namun akan berlaku secara universal bagi setiap negara tanpa
terkecuali. Hukum internasional pun dapat tercipta dengan adanya suatu
perjanjian ataupun kesepakatan dari kebiasaan nasional suatu negara yang dianut
banyak negara sehingga kebiasaan ini disepakati sebagai hukum internasional.
Hukum nasional ialah kesatuan hukum yang dibangun untuk mencapai tujuan
negara yang bersumber dari falsafah dan konstitusi negara. Selain itu, ada yang
mendefinisikan sebagai sekumpulan hukum yang sebagai besar terdiri atas
prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh masyarakat dalam
suatu negara, dan oleh karena itu juga harus ditaati dalam hubungan-hubungan
natara mereka satu sama lainnya.

1
Selanjutnya hukum nasional dan hukum internasional sangat saling
berhubungan. Misalnya, dalam pembentukan suatu hukum internasional pasti
dipengaruhi oleh hukum nasional, dan tingkat kekuatan Negara tersebut juga akan
mempengaruhi bagaimana arah kebijakan hukum internasional yang akan
dibentuk. Hal ini menunjukan pentingnya hukum nasional masingmasing Negara
dalam menentukan arah kebijakan hukum nasional. Dengan begitu hukum
internasional terpengaruh dengan hukum nasional. Dan yang menjadi
permasalahan yang penting untuk dibahas yaitu mengenai bagaimana hubungan
antara hukum internasional dengan hukum nasional.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tempat hukum internasional dalam tata hukum secara
keseluruhan?
2. Bagaimana primat hukum internasional menurut praktek internasional?
3. Bagaimana hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional
menurut hukum positif beberapa negara?
C. Tujuan
1. Mengetahui tempat hukum internasional dalam tata hukum secara keseluruhan
2. Mengetahui primat hukum internasional menurut praktek internasional
3. Mengetahui hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional
menurut hukum positif beberapa negara

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tempat Hukum Internasional Dalam Tata Hukum Secara Keseluruhan
Jayakusuma mengatakan bahwa “pembahasan persoalan tempat atau
kedudukan hukum internasional dalam rangka hukum secara keseluruhan
didasarkan atas anggapan bahwa sebagai suatu jenis atau bidang hukum, hukum
internasional merupakan bagian dari hukum pada umumnya. Ketentuan hukum
yang mengatur kehidupan manusia dalam lingkungan kebangsaan masing-masing
yang dikenal dengan nama hukum nasional”.
Dalam teori ada dua pandangan hukum internasional yaitu pandangan yang
diberi nama voluntarisme, yang mendasarkan berlakunya hukum internasional ini
pada kemauan negara dan pandangan objektivis yang menganggap ada dan juga
berlakunya hukum internasional ini lepas dari kemauan negara.
Pandangan yang berbeda akan membawa akibat yang berbeda karena sudut
pandang yang pertama akan mengakibatkan adanya hukum internasional dan
hukum nasional sebagai perangkat hukum yang hidup berdampingan dan terpisah,
sedangkan pandangan objektivis menganggapnya sebagai dua bagian dari satu
kesatuan perangkat hukum. Erat hubungannya dengan apa yang diterangkan tadi
ialah persoalan hubungan hirarki antara kedua perangkat hukum itu, baik
merupakan dua perangkat hukum yang masing-masing berdiri sendiri maupun
merupakan dua perangkat hukum yang pada hakikatnya merupakan bagian dari
satu keseluruhan tata hukum yang sama.1
Dari dua teori tersebut, muncullah dua aliran atau sudut pandangan yang
membahas tentang hal ini. Aliran yang pertama adalah aliran dualisme. Aliran ini
sangat berpengaruh di Jerman dan Italia dengan tokoh yang sangat terkenal adalah
Triepel, seorang pemuka aliran positivisme dari Jerman yang menulis buku
Volkerrecht and Landesrecht (1899) dan Anzilotti, pemuka aliran positivisme dari
1
Muhammad Burhantsani, Hukum dan Hubungan Internasional (Yogyakarta: Liberty, 1990), 34.

3
Italia yang menulis buku Corso di Dirrito Internazionale (1923). Menurut aliran
dualisme yang bersumber dari teori daya ikat hukum intemasional bersumber
pada kemauan negara, maka hukum intemasional dan hukum nasional merupakan
dua sistem atau perangkat hukum yang terpisah satu dengan lainnya. Hal ini di
dasarkan pada alasan formal maupun alasan yang berdasarkan kenyataan paham
dualisme ini sangat terkait dengan paham positivisme yang sangat menekankan
unsur persetujuan dari negara-negara. Secara historis pandangan dualisme
merupakan cerminan spirit nasionalisme.
Di antara alasan-alasan yang dapat dikemukakan sebagai berikut:2
1) kedua perangkat hukum tersebut yakni hukum nasional dan hukum
internasional mempunyai sumber yang berlainan, hukum nasional
bersumber pada kemauan negara, sedangkan hukum intemasional
bersumber pada kemauan bersama masyarakat negara;
2) perangkat hukum itu berlainan subyek hukumnya Subyek hukum dari
hukum nasional ialah orang perorangan baik dalam hukum perdata
maupun hukum publik, sedangkan subyek hukum internasional ialah
Negara dan beberapa entitas lainnya;
3) sebagai tata hukum, hukum nasional dan hukum internasional
menampakkan Pula perbedaan dalam strukturnya. Lembaga yang
diperlukan untuk melaksanakan hukum seperti mahkamah intemasional
dan organ eksekutif, tidak sama bentuknya seperti dalam hukum
nasional;
Pandangan dualisme ini mempunyai beberapa akibat yang penting. Salah satu
akibatnya yang terpenting adalah dalam teori dualisme tidak ada tempat bagi
persoalan hirarki antara hukum nasional dan hukum internasional karena pada
hakikatnya kedua perangkat huku ini tidak saja berlainan dan tidak bergantung

2
Sunyowati, HUKUM INTERNASIONAL SEBAGAI SUMBER HUKUM DALAM HUKUM
NASIONAL (Dalam Perspektif Hubungan Hukum Internasional Dan Hukum Nasional Di Indonesia)
(Jakarta: Dwiputra Pustaka Jaya, 2010), 67–84.

4
satu sama lain tapi juga lepas dari yang lainnya. Akibat kedua adalah bawah tidak
mungkin ada pertentangan antara kedua perangkat hukum ini yang mungkin
hanya menunjukkan saja. Akibat lainnya adalah hukum internasional hanya
berlaku setelah di transformasikan dan menjadi hukum nasional.
Pada aliran monisme didasarkan atas pemikiran kesatuan dari seluruh hukum
yang mengatur hidup manusia, menurut aliran ini hukum internasional dan hukum
nasional merupakan dua bagian dari satu kesatuan yang lebih besar yaitu hukum
yang mengatur kehidupan manusia. Secara garis besar, aliran monisme memiliki
prinsip hukum internasional adalah konsekuensi langsung dari norma dasar
seluruh hukum sehingga mengikat setiap individu secara kolektif.
Akibat dari padangan ini bahwa antara dua perangkat ketentuan hukum ini
mungkin ada hubungan hirarki. Persoalan hirarki antara hukum nasional dan
hukum internasional inilah yang melahirkan beberapa sudut pandang yang
berbeda dalam aliran ini, mengenai masalah hukum manakah yang utama dalam
hubungan antara hukum nasional dan hukum internasional.
Ada pihak yang menganggap bahwa dalam hubungan antara hukum nasional
yang utama adalah hukum nasional. Untuk pemahaman seperti ini disebut dengan
paham “minsome dengan primat hukum nasional”. Menurut aliran ini primat
hukum nasional. Hukum internasional berasal dari hukum nasional. Contohnya
adalah hukum yang tumbuh dari praktik negara-negara. Karena hukum
internasional berasal dari hukum nasional maka hukum nasional kedudukannya
lebih tinggi dari hukum internasional, sehingga bila ada konflik hukum nasional
lah yang diutamakan. Aliran lain berpendapat bahwa dalam hubungan antara
hukum nasional dan hukum internasional yang utama adalah hukum internasional.
Pandangan ini disebut dengan paham “minsome dengan primat internasional”.
Menurut teori monisme keduangan sangat mungkin terjadi. Pandangan yang

5
melihat kesatuan antara hukum nasional dan hukum internasional ini bersumber
dari hukum nasional. Alasan utama dari anggapan ini adalah:3
1) bahwa tidak ada satu organisasi di atas negara-negara yang mengatur
kehidupan negara-negara di dunia ini
2) dasar hukum internasional yang mengatur hubungan internasional terletak
dalam wewenang negara-negara untuk mengadakan perjanjian-perjanjian
internasional, jadi wewenang konstitusional.
Paham monisme dengan primat hukum internasional, maka hukum nasional
bersumber pada hukum internasional yang menurut pandangan ini merupakan
suatu perangkat ketentuan hukum yang hirarkis lebih tinggi. Menurut faham ini
hukum nasional tunduk pada hukum internasional pada hakikatnya berkekuatan
mengikatnya berdasarkan suatu “pendelegasian” wewenang daripada hukum
internasional
B. Primat Hukum Internasional Menurut Praktek Internasional
Monoisme dengan primat hukum internasional, ialah paham yang
beranggapan bahwa hukum nasional bersumber dari hukum internasional.
Menurut paham ini hukum nasional tunduk pada hukum internasional yang pada
hakikatnya berkekuatan mengikat berdasarkan pada pendelegasian wewenang dari
hukum internasional. Pada kenyataannya teori ini dipakai oleh negara-negara
dalam menentukan keberlakuan dari hukum internasional di negara-negara.
Aliran tersebut dipandang oleh Kelsen sebagai doktrin tradisional dengan
pendekatan dari sisi hukum internasional dalam memahami hubungan antara
hukum internasional dan hukum nasional. Pandangan tersebut membawa negara
dalam hubungan intrinsik terhadap hukum internasional dan oleh sebab itu, all
the “element” of the state are determined by international law Benarkah bahwa
seluruh elemen negara ditentukan oleh hukum internasional dan dengan begitu
dapat dinyatakan bahwa hukum internasional lebih superior atas hukum nasional

3
Wahidun, HUBUNGAN HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL (Surabaya: UINSA,
2010), 12.

6
mungkin ada benarnya jika dilihat dari sudut pandang cakupannya bahwa hukum
internasional mengatur lalu lintas hubungan hukum antar negara-negara dan
dengan demikian membawahi hukum nasional negara-negara yang tergabung di
dalamnya. Seketika hukum nasional suatu negara terkait dengan materi hukum
perjanjian internasional tunduk kepada hukum internasional. Masalahnya
kemudian, hadirnya negara dalam sebuah konvensi internasional tidak lepas dari
kedaulatan hukum nasionalnya yang memungkinkan untuk itu. Sehingga dasar
terbentuknya perjanjian internasional tidak lain karena kedaulatan hukum
nasional masing-masing negara, sehingga sekalipun suatu negara tunduk dalam
perjanjian tersebut hal tersebut tidak terlepas dari hukum nasional masing-masing
negara yang menjadi dasar validitasnya dalam membentuk hukum internasional.
Namun demikian tidak dapat pula dihindari bahwa pasca ditetapkannya suatu
perjanjian dengan sendirinya berlaku pula primat hukum internasional. Oleh
karena keterlibatan suatu negara dalam perjanjian yang kemudian menjadi hukum
internasional bagi negara-negara yang terlibat di dalamnya menimbulkan
implikasi hukum yang tidak dapat dihindari. Salah satu implikasinya adalah
bahwa ketentuan-ketentuan hukum nasional terkait dengan objek perjanjian
internasional secara otomatis harus menyesuaikan dengan ketentuan-ketentuan
hukum internasional yang telah disepakati.4
Dalam hal ini, faham tersebut berpendapat bahwa dalam hubungan antara
hukum Nasional dan hukum Internasional yang utama adalah hukum
Internasional. Sehingga dalam, pandangan ini disebut faham monisme dengan
primat hukum Internasional.5
Aliran Monisme Primat Hukum Internasional pun juga mendapatkan kritik
karena ketidaksesuaian fakta bahwa Hukum Internasional ada lebih dulu daripada

4
Conf. Guzman dan Andrew T, How International Law Work; A Rational Choices Theory (Oxford:
Oxford University Press, 2008), 212.
5
Burhantsani, Hukum dan Hubungan Internasional, 22.

7
Hukum Nasional. Realita menjelaskan Hukum Internasional lebih banyak
bersumber pada Hukum Negara yaitu dari praktek negara.
C. Hubungan Antara Hukum Internasional Dan Hukum Nasional Menurut
Hukum Positif Beberapa Negara
1) Inggris
Pada awalnya Inggris menerapkan blackstone doctrine yang
dikembangkan oleh Sir Willian Blackstone (1723-1780) yang selanjutnya
dikenal sebagai incorporation doctrine. Doktrin ini menganggap bahwa
hukum internasional adalah sebagai dari common law sehingga diberlakukan
tanpa syarat apapun. Hukum kebiaasaan Internasional sebagai salah satu
sumber hukum internasional diakui sebagai bagian dari hukum nasional.
Pembuatan undang-undang diupayakan tidak bertentangan dengna hukum
kebiasaan internasional yang sudah6 ada.
Dalam perkembangan hukum kebiasaan internasional dapat
diberlakukan di pengadilan Inggris dengan syarat. Pertama, ketentuan tersebut
tidak bertentangan dengan peraturan-peraturan Inggris baik peraturan yang
telah ada lebih dahulu maupun sesudahnya. Kedua, ketentuan-ketentuan
hukum kebiasaan yang telah diterima dalam keputusan pengadilan inggris
akan mengikat pengadilan-pengadilan sesudahnya. Meskipun ketentuan
hukum kebiasaan internasional berubah.
Dalam Tin Council Case dikatakan bahwa meskipun Inggris menganut
doktrin inkorporsi tidaklah otomatis suatu hak diakui dalam hukum kebiasaan
internasional dapat langsung di pengadilan nasional. Sebelunya haruslah
dipastikan dulu secara khusus bahwa hukum kebiasaan internasional itu harus
bisa dilaksanakan di pengadilan nasional. Hak tersebut haruslah hak yang
diakui oleh hukum internasional yang memang ditujukan untuk
dioperasionalkan dalam sistem hukum nasional. Putusan dalam kasus ini

6
HUKUM INTERNASIONAL SEBAGAI SUMBER HUKUM DALAM HUKUM NASIONAL (Dalam
Perspektif Hubungan Hukum Internasional Dan Hukum Nasional Di Indonesia), 79–81.

8
cenderung dualism, merefleksikan fakta bahwa hak-hak internasional tidak
memberikan efek langsung pada hukum nasional kecuali jika ketentuan
tersebut memang dimaksudkan untuk memberikan efek dalam hukum
nasional dan menjadi bagaian dari hukum nasional dengan metode yang tepat.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tidak selamanya pengadilan
Inggris menerapkan doktrin inkorporasi absolut ketika berhadapan dengan
aturan yang mereka pandang unequivocally. Pada beberapa kasus sebelumnya
menunjukan bahwa hukum kebiasaan internasional tidak dapat operasionalkan
dalam sistem hukum Inggris sebelum diadopsi secara eksplisit yang mana
praktik ini cenderung ke penerapan doktrin transformation.
Sehingga dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa praktik di
Inggris yang berkaitan dengan hukum kebiasaan menunjukkan bahwa:
a. Hukum kebiasaan internasional akan diterapkan sebagai bagian
dari hukum nasional
b. Hukum kebiasaaan tersebut haruslah diformulasikan dengan
dengan kehati-hatian dan didukung bukti-bukti
c. Tidak tunduk pada doktrin stare decisis
d. Hukum kebiasaan tidak akan diterapkan bila bertetangan dengan
Hukum Nasional yang fundamental, baik Hukum Nasional itu lahir
lebih dulu atau belakangan dari pada hukum kebiasaan
internasional tersebut.
Mengenai hukum internasional yang bersumberkan perjanjian
internasional (agreements, treaties and conventions) dapat dikatakan bahwa
pada umumnya perjanjian yang memerlukan persetujuan Parlemen
memerlukan pula pengundangan nasional (unincorporated treaties)
sedangkan yang tidak memerlukan persetujuan badan ini dapat mengikat dan
berlaku secara langsung setelah penandatanganan dilakukan7 (incorporated
treaties).
7
Sefriani, Hukum Internasional Suatu Pengantar (Depok: RAJAWALI PRESS, 2019), 80–83.

9
2) Amerika Serikat
Praktik AS tidak jauh berbeda dengan Inggris. Dalam kasus The
Paquette Habana 1900 pengadilan As menengaskan bahwa:
Internasional law is part of our law, and must be ascertained and
andmiistered by the courts of justice of appropriate jurisdiction, as often as
questions of right depending upon it are duly presented for their
determination. For this purpose, where there is no treaty and no controlling
executive or legislative act or judicial decision, resort must be had to the
customs and usages of civilised nations.8
Dari putusan tersbut dapat disimpulkan bahwa Hukum Internasional
menjadi bagian dari Hukum Nasional AS dan bahwa hukum kebiasaan
menempati kedudukan penting di pengadilan nasional AS. Sama hal nya
dengan praktik di Inggris meskipun terhadap hukum kebiasaan berlaku
doktrin inkorporasi, hukum nasional akan diutamakan bilamana ada konflik
dengan hukum kebiasaan.
Berkaitan dengan perjanjian internasional, praktik AS membedakan
perjanjian internasional menjadi dua yaitu perjanjian yang berlaku dengan
sendirinya sebagai bagian dari Hukum Nasioal (self executing treaties) dan
perjanjian yang tidak berlaku sendirianya (non self executing treaties).
Perjanjian kategori pertama tidak memerlukan persetujuan parlemen (kongres)
untuk menjadi bagian Hukum Nasional AS, seperti kerja sama Teknik dan
sosial kebudayaan. Kedua perjanjian yang membutuhkan persetujuan kongres,
seperti perjanjian soal kewarganegaraan, HAM, garis batas wilayah, politik
luas negeri dan hal-hal lain yang dianggap prinsip oleh AS.9
3) Indonesia

8
Firdaus, “Kedudukan Hukum Internasional Dalam Sistem Perundang-Undangan Nasional Indonesia,”
Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum, 1, 8 (2014): 10.
9
Hukum Internasional Suatu Pengantar, 82.

10
Penempatan Hukum Internasional ke dalam Hukum Nasional
Indonesia tidaklah mudah untuk diketahui konstitusi Indonesia silent terhadap
hukum internasional. Kalaupun ada yang menyerempet hukum internasional
dalam konstitusi Indonesia hanya apa yang dinyatakan dalam preabule bahwa
salah satu tujuan NKRI adalah ikut serta mewujudkan tata tertib dunia.
Demikian pula UU NO 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan sama sekali tidak menyebutkan keberadaan hukum
internasional. Sampai saat ini berbagai pendapat berkembang tentang
bagaimana Indonesia memperlakukan hukum internasional dan sistem hukum
nasionalnya. Sebagai pakar hukum berkeyakinan Indonesia menganut dualism
sementara lainnya berkeyakinan Indonesia menganut monism. Disamping itu
juga ada pula yang berpendapat Indonesia menerapkan keduanya.10
a. Indonesia menganut teori monism
Kasus pertama adalah putusan MA dalam perkara hak asasi
manusia dengan terpidana Eurico Guterres, mantan Wakil
Panglima Pasukan Pejuang Integrasi Timor Timor. Dalam kasus
ini MA merujuk langsung kepada perjanjian internasional tanpa
tergantung kepada peraturan perundang-undangan nasional.
Kasus kedua ialah beberapa putusan MK Indonesia
menggunakan perjanjian Internasional bidang HAM yang belum
diratifikasi oleh Indonesia seperti halnya statute Roma 1998
sebagai dasar pertimbangan dalam putusannya.
Kasus ketiga ialah putusan MA dalam kasus PMH longsor
Gunung Mandalawangi, Kecamatan Kadungora, Garut. Pada kasus
ini hakim menetapkan bahwa hukum internasional yang berstatus
sebagai jus cogens dapat diterapkan langsung dalam hukum
nasional Indonesia yang mana Hakim meggunakan prisip

10
Melda Kamil Ariadno, “Kedudukan Hukum Internasional dan Sistem Hukum Nasional,” Jurnal
Hukum Internasional, 1, 5 (2008): 521.

11
precautionary principle (prinsip kehati-hatian) yang dimuat dalam
prinsip ke 15 UN Conference on Environtment and Development
di Rio de Jeneiro 1992.
Dalam contoh kasus-kasus di atas pula dapat disimpulkan
bahwa meskipun tidak ketentuan dalam hukum positif Indonesia
menyatakan bahwa Indonesia tunduk pada ketentuan Hukum
Internasional namun dalam praktik Indonesia tunduk pada
ketentuan-ketentuan hukum internasional yang ada.
b. Indonesia menganut dualism
Contoh yang menunjukkan Indonesia menganut dualism ialah
terkait MK yang dalam putusan tentang permohonan Pengujian
UU No 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan
Penodaan Agama, cenderung menganut dualism. Hal ini
dibuktikan dengan hakim menyatakan Article 18 International
Covenant on Civil and Political Rights telah diadopsi langsung
oleh UU NO 39 Tahun 1999 tentang HAM.
Praktik Indonesia terkait perjanjian internasional tidak jauh
berbeda dengan praktik di negara-negara lain. Pasal 10 UU No 24
Tahun 2000 menyebutkan perjanjian internasional menyangkut:
a) Masalah politik, perdamaian dan hankam
b) Perubahan wilayah/penetapa batas wilayah RO
c) Kedaulatan/hak berdaulat negara
d) HAM dan lingkungan hidup
e) Pembentukan kaidah hukum baru
f) Pinjaman dan atau hibah luar negeri
Memerlukan persetujuan DPR untuk pengesahannya ke dalam
hukum nasional mengingat pengesahannya harus dalam bentuk

12
undang-undang. Namun di luar materi di atas pengesahan suatu
perjanjian internasional cukup dengan Keputusan Presiden. 11

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1) Tempat hukum internasional dalam tata hukum secara keseluruhan jika
ditinjau maka akan mengarah pada dua aliran yakni aliran monoisme dan
11
Hukum Internasional Suatu Pengantar, 84–89.

13
dualisme yang akan memposisikan posisi dari hukum internasinal tersebut.
Pada aliran monisme didasarkan atas pemikiran kesatuan dari seluruh hukum
yang mengatur hidup manusia, menurut aliran ini hukum internasional dan
hukum nasional merupakan dua bagian dari satu kesatuan yang lebih besar
yaitu hukum yang mengatur kehidupan manusia. Sedangkan aliran dualisme
yang bersumber dari teori daya ikat hukum intemasional bersumber pada
kemauan negara, maka hukum intemasional dan hukum nasional merupakan
dua sistem atau perangkat hukum yang terpisah satu dengan lainnya.
2) Primat hukum internasional menurut praktek internasional berpacu pada
monoisme yang mana paham yang beranggapan bahwa hukum nasional
bersumber dari hukum internasional. Menurut paham ini hukum nasional
tunduk pada hukum internasional yang pada hakikatnya berkekuatan mengikat
berdasarkan pada pendelegasian wewenang dari hukum internasional.
3) Hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional menurut hukum
positif ini pada makalah kami memberikan tiga contoh negara yakni Inggris,
Amerika Serikat dan Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Ariadno, Melda Kamil. “Kedudukan Hukum Internasional dan Sistem Hukum


Nasional.” Jurnal Hukum Internasional, 1, 5 (2008).

14
Burhantsani, Muhammad. Hukum dan Hubungan Internasional. Yogyakarta: Liberty,
1990.
Firdaus. “Kedudukan Hukum Internasional Dalam Sistem Perundang-Undangan
Nasional Indonesia.” Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum, 1, 8 (2014).
Guzman, Conf., dan Andrew T. How International Law Work; A Rational Choices
Theory. Oxford: Oxford University Press, 2008.
Sefriani. Hukum Internasional Suatu Pengantar. Depok: RAJAWALI PRESS, 2019.
Sunyowati. HUKUM INTERNASIONAL SEBAGAI SUMBER HUKUM DALAM
HUKUM NASIONAL (Dalam Perspektif Hubungan Hukum Internasional
Dan Hukum Nasional Di Indonesia). Jakarta: Dwiputra Pustaka Jaya, 2010.
Wahidun. HUBUNGAN HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL.
Surabaya: UINSA, 2010.

15

Anda mungkin juga menyukai