Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH HUKUM INTERNASIONAL

Peranan Penting Berlakunya Hukum Internasional

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Hukum Internasional
Dosen Pengampu:
Hj. Tuti Susilawati K., SH.,MH

Disusun Oleh :
Nurcholis Majid (010117061)
Yoko Mardhian Mulyanto (0101 17 330)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PAKUAN BOGOR

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah
ini. Saya juga berterima kasih kepada selaku dosen mata kuliah Hukum
Internasional di Universitas Pakuan yang telah memberikan tugas ini.

Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan mengenai Hukum internasional. Saya juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik, saran, dan usulan demi
perbaikan makalah di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa adanya saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang


membacanya. Semoga makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf bila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan memohon kritik dan saran
yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Bogor, Maret 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i

Daftar Isi ii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 2

B. Rumusan Masalah 2

C. Tujuan 2

BAB II PEMBAHASAN 3

A. Pengertian Hukum Internasional 3

B. Pengertian Hukum Nasional 4


C. Hubungan Hukum Nasional dengan Hukum Internasional 4

D. Esensial Hukum Internasional 6


E. Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai 7
BAB III PENUTUP 11

A. Simpulan 11

B. Saran 11

DAFTAR PUSTAKA 12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas
berskala internasional. Pada awalnya, Hukum Internasional hanya diartikan sebagai
perilaku dan hubungan antar negara namun dalam perkembangan pola hubungan
internasional yang semakin kompleks pengertian ini kemudian meluas sehingga
hukum internasional juga mengurusi struktur dan perilaku organisasi
internasional dan, pada batas tertentu, perusahaan multinasional dan individu.
Hukum bangsa-bangsa dipergunakan untuk menunjukkan pada kebiasaan dan
aturan hukum yang berlaku dalam hubungan antara raja-raja zaman dahulu. Hukum
antar bangsa atau hukum antar negara menunjukkan pada kompleks kaedah dan
asas yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa atau
negara. Hukum Internasional terdapat beberapa bentuk perwujudan atau pola
perkembangan yang khusus berlaku di suatu bagian dunia (region) tertentu : (1)
Hukum Internasional regional : Hukum Internasional yang berlaku/terbatas daerah
lingkungan berlakunya, seperti Hukum Internasional Amerika / Amerika Latin, seperti
konsep landasan kontinen (Continental Shelf) dan konsep perlindungan kekayaan
hayati laut (conservation of the living resources of the sea) yang mula-mula tumbuh
di Benua Amerika sehingga menjadi hukum Internasional Umum. (2) Hukum
Internasional Khusus : Hukum Internasional dalam bentuk kaedah yang khusus
berlaku bagi negara-negara tertentu seperti Konvensi Eropa mengenai HAM sebagai
cerminan keadaan, kebutuhan, taraf perkembangan dan tingkat integritas yang
berbeda-beda dari bagian masyarakat yang berlainan. Berbeda dengan regional
yang tumbuh melalui proses hukum kebiasaan.
Hukum Internasional didasarkan atas pikiran adanya masyarakat internasional
yang terdiri atas sejumlah negara yang berdaulat dan merdeka dalam arti masing-
masing berdiri sendiri yang satu tidak dibawah kekuasaan lain sehingga merupakan
suatu tertib hukum koordinasi antara anggota masyarakat internasional yang
sederajat.
Hukum Nasional di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum
Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik
perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari

1
Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan
dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena
sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau
Syari'at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan
warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat, yang merupakan
penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang
ada di wilayah Nusantara.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hubungan kemitraan DPRD dan Kepala Daerah dalam rangka
mensejahterakan masyarakat
2. Hubungan kerjasama DPRD dengan Pemerintah Daerah?

C. Tujuan
1. Untuk memenuhi tugas matakuliah Hukum Pemda.
2. Untuk mengetahui hubungan kemitraan DPRD dan Kepala Daerah dalam rangka
mensejahterakan masyarakat.
3. Untuk mengetahui hubungan kerjasama DPRD dengan Pemerintah Daerah?

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum Internasional
Hukum internasional dapat didefinisikan sebagai sekumpulan hukum yang
sebagian besar terdiri atas prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan yang harus
ditaati oleh negara-negara, dan oleh karena itu juga harus ditaati dalam hubungan-
hubungan antara mereka satu dengan lainnya, serta yang juga mencakup : (a)
organisasi internasional, hubungan antara organisasi internasional satu dengan
lainnya, hubungan peraturan-peraturan hukum yang berkenaan dengan fungsi-
fungsi lembaga atau antara organisasi internasional dengan negara atau negara-
negara ; dan hubungan antara organisasi internasional dengan individu atau
individu-individu ; (b) peraturan-peraturan hukum tertentu yang berkenaan dengan
individu-individu dan subyek-subyek hukum bukan negara (non-state
entities) sepanjang hak-hak dan kewajiban-kewajiban individu dan subyek hukum
bukan negara tersebut bersangkut paut dengan masalah masyarakat internasional”
(Phartiana, 2003; 4).
Sejalan dengan definisi yang dikeluarkan Hyde, Mochtar Kusumaatmadja
mengartikan ’’hukum internasional sebagai keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-
asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas
negara, antara negara dengan negara dan negara dengan subjek hukum lain bukan
negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain’’. (Kusumaatmadja, 1999;
2).
Berdasarkan pada definisi-definisi di atas, secara sepintas sudah diperoleh
gambaran umum tentang ruang lingkup dan substansi dari hukum internasional,
yang di dalamnya terkandung unsur subyek atau pelaku, hubungan-hubungan
hukum antar subyek atau pelaku, serta hal-hal atau obyek yang tercakup dalam
pengaturannya, serta prinsip-prinsip dan kaidah atau peraturan-peraturan
hukumnya.
Sedangkan mengenai subyek hukumnya, tampak bahwa negara tidak lagi
menjadi satu-satunya subyek hukum internasional, sebagaimana pernah jadi
pandangan yang berlaku umum di kalangan para sarjana sebelumnya.

3
B. Pengertian Hukum Nasional
Hukum nasional adalah sekumpulan hukum yang sebagian besar terdiri atas
prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh masyarakat dalam
suatu negara, dan oleh karena itu juga harus ditaati dalam hubungan-hubungan
antara mereka satu dengan lainnya.
Hukum Nasional di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum
Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik
perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari
Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah
jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama,
karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi
hukum atau Syari'at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan,
kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat,
yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan
budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.

C. Hubungan Hukum Nasional dan Hukum Internasional


Menurut teori Dualisme, hukum internasional dan hukum nasional, merupakan
dua sistem hukum yang secara keseluruhan berbeda. Hukum internasional dan
hukum nasional merupakan dua sistem hukum yang terpisah, tidak saling
mempunyai hubungan superioritas atau subordinasi. Berlakunya hukum
internasional dalam lingkungan hukum nasional memerlukan ratifikasi menjadi
hukum nasional. Kalau ada pertentangan antar keduanya, maka yang diutamakan
adalah hukum nasional suatu negara.
Sedangkan menurut teori Monisme, hukum internasional dan hukum nasional
saling berkaitan satu sama lainnya. Menurut teori Monisme, hukum internasional itu
adalah lanjutan dari hukum nasional, yaitu hukum nasional untuk urusan luar negeri.
Menurut teori ini, hukum nasional kedudukannya lebih rendah dibanding dengan
hukum internasional. Hukum nasional tunduk dan harus sesuai dengan hukum
internasional. (Burhan Tsani, 1990; 26).
Berangkat dari pentingnya hubungan lintas negara disegala sektor kehidupan
seperti politik, sosial, ekonomi dan lain sebagainya, maka sangat diperlukan hukum
yang diharap bisa menuntaskan segala masalah yang timbul dari hubungan antar
negara. Hukum Internasional ialah sekumpulan kaedah hukum wajib yang mengatur
4
hubungan antara person hukum internasional (Negara dan Organisasi
Internasional), menentukan hak dan kewajiban badan tersebut serta membatasi
hubungan yang terjadi antara person hukum tersebut dengan masyarakat sipil.
Oleh karena itu hukum internasional adalah hukum masyarakat internasional
yang mengatur segala hubungan yang terjalin dari person hukum internasional serta
hubungannya dengan masyarakat sipil. Hukum internasional mempunyai beberapa
segi penting seperti prinsip kesepakatan bersama (principle of mutual consent),
prinsip timbal balik (priniple of reciprocity), prinsip komunikasi bebas (principle of free
communication), princip tidak diganggu gugat (principle of inciolability), prinsip layak
dan umum (principle of reasonable and normal), prinsip eksteritorial (principle of
exterritoriality), dan prinsip-prinsip lain yang penting bagi hubungan diplomatik
antarnegara.
Maka hukum internasional memberikan implikasi hukum bagi para pelangarnya,
yang dimaksud implikasi disini ialah tanggung jawab secara internasional yang
disebabkan oleh tindakan-tindakan yang dilakukan sesuatu negara atau organisasi
internasional dalam melakukan segala tugas-tugasnya sebagai person hukum
internasional. Dari pengertian diatas dapat kita simpulkan unsur-unsur terpenting
dari hukum internasional; (a) Objek dari hukum internasional ialah badan hukum
internasional yaitu negara dan organisasi internasional, (b) Hubungan yang terjalin
antara badan hukum internasional adalah hubungan internasional dalam artian
bukan dalam scope wilayah tertentu, ia merupakan hubungan luar negeri yang
melewati batas teritorial atau geografis negara, berlainan dengan hukum negara
yang hanya mengatur hubungan dalam negeri dan (c) kaedah hukum internasional
ialah kaedah wajib, seperti layaknya semua kaedah hukum, dan ini yang
membedakan antara hukum internasional dengan kaedah internasional yang berlaku
dinegara tanpa memiliki sifat wajib seperti life service dan adat kebiasaan
internasional.
Jika hukum nasional ialah hukum yang terapkan dalam teritorial sesuatu
negara dalam mengatur segala urusan dalam negeri dan juga dalam menghadapi
penduduk yang berdomisili didalamnya, maka hukum internasional ialah hukum
yang mengatur aspek negara dalam hubungannya dengan negara lain.
Hukum Internasional ada untuk mengatur segala hubungan internasional demi
berlangsungnya kehidupan internasional yang terlepas dari segala bentuk tindakan
yang merugikan negara lain. Oleh sebab itu negara yang melakukan tindakan yang
5
dapat merugikan negara lain atau dalam artian melanggar kesepakatan bersama
akan dikenai implikasi hukum, jadi sebuah negara harus bertanggung jawab atas
segala tindakan yang telah dilakukannya.
Pengertian tanggung jawab internasional itu sendiri itu adalah peraturan hukum
dimana hukum internasional mewajibkan kepada person hukum internasional pelaku
tindakan yang melanggar kewajiban-kewajiban internasional yang menyebabkan
kerugian pada person hukum internasional lainnya untuk melakukan kompensasi.

D. Esensial Hukum Internasional
Apa yang menjadi kepentingan hukum internasional adalah memberikan
batasan yang jelas terhadap kewenangan negara dalam pelaksanaan hubungan
antarnegara. Hal ini bertolak belakang dengan kepentingan penyelenggaraan politik
internasional yang bertujuan untuk mempertahankan atau memperbesar kekuasaan.
Karena itu, hukum bermakna memberikan petunjuk operasional perihal kebolehan
dan larangan guna membatasi kekuasaan absolut negara.
Realitanya keterkaitan diantara kedua dimensi hubungan ini berujung kepada
persoalan esensi hukum sebagai suatu kekuatan yang bersifat memaksa. Masalah
efektifitas hukum dalam hubungan internasional ini menimbulkan dua konsekuensi
yang secara diameteral saling bertolak-belakang. Pertama, struktur hukum nasional
lebih tinggi dari pada hukum internasional. Pemahaman ini membawa implikasi
hukum internasional terhadap kebijakan domestik suatu negara akan diukur
berdasarkan sistem hukum nasional. Di sini hukum internasional baru akan berlaku
jika tidak bertentangan dengan kaedah hukum nasional. Agar berlaku, hukum
internasional juga perlu diadopsi terlebih dahulu menjadi hukum nasional, yaitu
suatu proses yang dilakukan antara lain melalui ratifikasi. Dasarnya adalah doktrin
hukum pacta sunc servanda di mana perjanjian berlaku sebagai hukum bagi para
pihak. Perjanjian merefleksikan itikad bebas yang dicapai secara sukarela oleh
subjek hukum internasional yang memiliki kesetaraan satu sama lain. Sebaliknya,
hukum dinilai tidak dapat berfungsi secara efektif jika tidak ada keinginan negara
untuk tunduk di bawah ketentuan yang diaturnya. Kemudian pemahaman kedua
sementara itu mendalilkan bahwa hukum internasional otomatis berlaku sebagai
kaedah hukum domestik yang mengikat negara tanpa melalui proses adopsi
menjadi hukum nasional. Menurut paradigma ini, hukum internasional merupakan
fondasi tertinggi yang mengatur hubungan antarnegara. Sumber kekuatan mengikat
6
hukum internasional adalah prinsip hukum alam(costumary) yang menempatkan
akal sehat masyarakat internasional sebagai cita-cita dan sumber hukum ideal yang
tertinggi. Terlepas dari ada atau tidaknya persetujuan ini, secara yuridis negara
dapat terikat oleh prinsip hukum internasional yang berlaku universal atau oleh
kaedah kebiasaan internasional. Customary itu sendiri membuktikan bahwa praktek
negara atas sesuatu hal yang sama dan telah mengkristal, sehingga diakui oleh
masyarakat internasional memiliki implikasi hukum bagi pelanggaran terhadapnya.

E. Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai.


Ketentuan hukum internasional telah melarang penggunaan kekerasan dalam
hubungan antar negara. Keharusan ini seperti tercantum pada Pasal 1 Konvensi
mengenai Penyelesaian Sengketa-Sengketa Secara Damai yang ditandatangani di
Den Haag pada tanggal 18 Oktober 1907, yang kemudian dikukuhkan oleh pasal 2
ayat (3) Piagan Perserikatan bangsa-Bangsa dan selanjutnya oleh Deklarasi
Prinsip-Prinsip Hukum Internasional mengenai Hubungan Bersahabat dan
Kerjasama antar Negara. Deklarasi tersebut meminta agar “semua negara
menyelesaikan sengketa mereka dengan cara damai sedemikian rupa agar
perdamaian, keamanan internasional dan keadilan tidak sampai terganggu”.
Penyelesaian sengketa secara damai dibedakan menjadi: penyelesaian melalui
pengadilan dan di luar pengadilan. Yang akan dibahas pada kesemapatan kali ini
hanyalah penyelesaian perkara melalui pengadilan. Penyelesaian melalui
pengadilan dapat ditempuh melalui:
1. Arbitrase Internasional
Penyelesaian sengketa internasional melalui arbitrase internasional adalah
pengajuan sengketa internasional kepada arbitrator yang dipilih secara bebas oleh
para pihak, yang memberi keputusan dengan tidak harus terlalu terpaku pada
pertimbangan-pertimbangan hukum. Arbitrase adalah merupakan suatu cara
penerapan prinsip hukum terhadap suatu sengketa dalam batas-batas yang telah
disetujui sebelumnya oleh para pihak yang bersengketa. Hal-hal yang penting dalam
arbitrase adalah; (a) perlunya persetujuan para pihak dalam setiap tahap proses
arbitrase, dan (b) sengketa diselesaikan atas dasar menghormati hukum. (Burhan
Tsani, 1990; 211)
Secara esensial, arbitrase merupakan prosedur konsensus, karenanya
persetujuan para pihaklah yang mengatur pengadilan arbitrase. Arbitrase terdiri dari
7
seorang arbitrator atau komisi bersama antar anggota-anggota yang ditunjuk oleh
para pihak atau dan komisi campuran, yang terdiri dari orang-orang yang diajukan
oleh para pihak dan anggota tambahan yang dipilih dengan cara lain.
Pengadilan arbitrase dilaksanakan oleh suatu “panel hakim” atau arbitrator
yang dibentuk atas dasar persetujuan khusus para pihak, atau dengan perjanjian
arbitrase yang telah ada. Persetujuan arbitrase tersebut dikenal
dengan compromis (kompromi) yang memuat; (a) persetujuan para pihak untuk
terikat pada keputusan arbitrase, (b) metode pemilihan panel arbitrase, (c) waktu
dan tempat hearing (dengar pendapat), (d) batas-batas fakta yang harus
dipertimbangkan, dan (e) prinsip-prinsip hukum atau keadilan yang harus diterapkan
untuk mencapai suatu kesepakatan. (Burhan Tsani, 1990, 214).
Masyarakat internasional sudah menyediakan beberapa institusi arbitrase
internasional, antara lain (a) Pengadilan Arbitrase Kamar Dagang Internasional
(Court of Arbitration of the International Chamber of Commerce) yang didirikan di
Paris, tahun 1919, (b) pusat Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal
Internasional (International Centre for Settlement of Investment Disputes) yang
berkedudukan di Washington DC, (c) Pusat Arbitrase Dagang Regional untuk Asia
(Regional Centre for Commercial Arbitration), berkedudukan di Kuala Lumpur,
Malaysia dan (d) Pusat Arbitrase Dagang Regional untuk Afrika (Regional Centre for
Commercial Arbitration), berkedudukan di Kairo, Mesir. (Burhan Tsani; 216)
2.     Pengadilan Internasional
Pada permulaan abad XX, Liga Bangsa-Bangsa mendorong masyarakat
internasional untuk membentuk suatu badan peradilan yang bersifat permanent,
yaitu mulai dari komposisi, organisasi, wewenang dan tata kerjanya sudah dibuat
sebelumnya dan bebas dari kehendak negara-negara yang bersengketa.
Pasal 14 Liga Bangsa-Bangsa menugaskan Dewan untuk menyiapkan sebuah
institusi Mahkamah Permanen Internasional. Namun, walaupun didirikan oleh Liga
Bangsa-Bangsa, Mahkamah Permanen Internasional, bukanlah organ dari
Organisasi Internasional tersebut. Hingga pada tahun 1945, setelah berakhirnya
Perang Dunia II, maka negara-negara di dunia mengadakan konferensi di San
Fransisco untuk membentuk Mahkamah Internasional yang baru. Di San Fransisco
inilah, kemudian dirumuskan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Statuta
Mahkamah Internasional.

8
Menurut Pasal 92 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa disebutkan bahwa
Mahkamah Internasional merupakan organ hukum utama dari Perserikatan Bangsa-
Bangsa.
Namun sesungguhnya, pendirian Mahkamah Internasional yang baru ini, pada
dasarnya hanyalah merupakan kelanjutan dari Mahkamah Internasional yang lama,
karena banyak nomor-nomor dan pasal-pasal yang tidak mengalami perubahan
secara signifikan. Secara umum, Mahkamah Internasional mempunyai kewenangan
untuk:
a. Melaksanakan “Contentious Jurisdiction”, yaitu yurisdiksi atas perkara biasa, yang
didasarkan pada persetujuan para pihak yang bersengketa; dan
b. Memberikan “Advisory Opinion”, yaitu pendapat mahkamah yang bersifat
nasehat. Advisory Opinion tidaklah memiliki sifat mengikat bagi yang meminta,
namun biasanya diberlakukan sebagai “Compulsory Ruling”, yaitu keputusan wajib
yang mempunyai kuasa persuasive kuat (Burhan Tsani, 1990; 217).
Sedangkan, menurut Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional,
sumber-sumber hukum internasional yang dipakai oleh Mahkamah dalam mengadili
perkara, adalah:
a. Perjanjian internasional (international conventions), baik yang bersifat umum,
maupun khusus;
b. Kebiasaan internasional (international custom);
c. Prinsip-prinsip hukum umum (general principles of law) yang diakui oleh negara-
negara beradab; dan
d. Keputusan pengadilan (judicial decision) dan pendapat para ahli yang telah
diakui kepakarannya, yang merupakan sumber hukum internasional tambahan.
 Mahkamah Internasional juga sebenarnya bisa mengajukan keputusan ex
aequo et bono, yaitu didasarkan pada keadilan dan kebaikan, dan bukan
berdasarkan hukum, namun hal ini bisa dilakukan jika ada kesepakatan antar
negara-negara yang bersengketa. Keputusan Mahkamah Internasional sifatnya final,
tidak dapat banding dan hanya mengikat para pihak. Keputusan juga diambil atas
dasar suara mayoritas. Yang dapat menjadi pihak hanyalah negara, namun semua
jenis sengketa dapat diajukan ke Mahkamah Internasional. Masalah pengajuan
sengketa bisa dilakukan oleh salah satu pihak secara unilateral, namun kemudian
harus ada persetujuan dari pihak yang lain. Jika tidak ada persetujuan, maka
perkara akan di hapus dari daftar Mahkamah Internasional, karena Mahkamah
9
Internasional tidak akan memutus perkara secara in-absensia(tidak hadirnya para
pihak).

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut teori Dualisme, hukum internasional dan hukum nasional,
merupakan dua sistem hukum yang secara keseluruhan berbeda. Hukum
internasional dan hukum nasional merupakan dua sistem hukum yang terpisah, tidak
saling mempunyai hubungan superioritas atau subordinasi. Berlakunya hukum
internasional dalam lingkungan hukum nasional memerlukan ratifikasi menjadi
hukum nasional. Kalau ada pertentangan antar keduanya, maka yang diutamakan
adalah hukum nasional suatu negara.
Sedangkan menurut teori Monisme, hukum internasional dan hukum nasional
saling berkaitan satu sama lainnya. Menurut teori Monisme, hukum internasional itu
adalah lanjutan dari hukum nasional, yaitu hukum nasional untuk urusan luar negeri.
Menurut teori ini, hukum nasional kedudukannya lebih rendah dibanding dengan
hukum internasional. Hukum nasional tunduk dan harus sesuai dengan hukum
internasional.
Berangkat dari pentingnya hubungan lintas negara disegala sektor kehidupan
seperti politik, sosial, ekonomi dan lain sebagainya, maka sangat diperlukan hukum
yang diharap bisa menuntaskan segala masalah yang timbul dari hubungan antar
negara. Hukum Internasional ialah sekumpulan kaedah hukum wajib yang mengatur
hubungan antara person hukum internasional (Negara dan Organisasi
Internasional), menentukan hak dan kewajiban badan tersebut serta membatasi
hubungan yang terjadi antara person hukum tersebut dengan masyarakat sipil.

B. Saran
Keberadaan Pemerintah Negara di Indonesia sungguh sangat berpengaruh
dan memegang peranan yang sangat penting. Oleh karena itu pada tahun 2019 ini,
dimana wajah lembaga tersebut sedang menjadi sorotan publik karena profil yang
negatif, maka sangat penting untuk dilakukan pendekatan konkret terhadap terhadap
masyarakat, baik melalui media maupun terjun langsung ke lapangan masyarakat
atas tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara ini mengenai
Hukum Internasional agar berjalan dengan baik.

11
DAFTAR PUSTAKA

Ardiwisastra Yudha Bhakti, 2003, Hukum Internasional, Bunga Rampai, Alumni, Bandung.

Burhantsani, Muhammad, 1990; Hukum dan Hubungan Internasional, Yogyakarta :


Penerbit Liberty.

Disarikan dari paparan ilmiah Abdul Hakim Garuda Nusantara, dalam Dialog Interaktif, “Arti
Pengesahan Dua Kovenan HAM bagi Penegakan Hukum,” di Hotel Acacia, Jakarta,
pada 9 Maret 2006, yang diselenggarakan oleh Komisi Hukum Nasional RI.

Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara (terj), (Bandung: Nuansa, 2006),
hal. 512-513.

J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional Buku 2 (terj), (Jakarta: Sinar Grafika, 1992),
hal. 98. Lihat juga Boer Mauna, Hukum Internasional, (Bandung: Alumni, 2000), hal.
12-13. Lebih lanjut mengenai pandangan Kelsen ini dapat di lihat dalam beberapa
tulisan Kelsen, Teori Hukum Murni: Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif, hal.
353. Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, hal. 511. Ibid, hal. 97.

Kusamaatmadja Mochtar, 1999, Pengantar Hukum Internasional, Cetakan ke-9, Putra


Abardin.

Mauna Boer, 2003, Hukum Internasional; Pengertian, Peran dan Fungsi dalam Era
Dinamika Global,Cetakan ke-4, PT. Alumni, Bandung.

Phartiana I Wayan, 2003, Pengantar Hukum Internasional, Penerbit Mandar maju,


Bandung.

Situni F. A. Whisnu, 1989, Identifikasi dan Reformulasi Sumber-Sumber Hukum


Internasional, Penerbit Mandar Maju, Bandung

Suryokusumo, Sumaryo,.(1995) Hukum Diplomatik Teori dan Kasus, Bandung: Alumni.

12
Soekanto, Soerjono,.(1993) Sendi-sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum, Bandung: Citra
Aditya

13

Anda mungkin juga menyukai