Disusun oleh :
2022
KATA PENGANTAR
Rasa syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia dan nikmatnya yang telah
memberi kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikankan makalah ini dengan tepat waktu.
Tanpa pertolongannya tentunya penulis tidak akan sanggup menyelesaikan makalah dengan baik.tidak
lupa, penulis mengucapkan syukur atas limpahan nikmat sehat fisik dan akal pikiran sehingga penulis
dapat menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas mata kuliah Studi Hukum Islam dengan judul
“Hukum Internasional".
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak terdapat
kesalahan dan kekurangan. karena itu penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca makalah
ini supaya makalah ini kedepannya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yaitu khususnya Dosen Pengantar Hukum
Indonesia yang telah membimbing dalam menulis makalah. Demikian semoga makalah ini berguna
untuk penulis dan pembaca serta diberkahi oleh Allah swt.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II : PEMBAHASAN
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Jakarta: Binacipta, 1997, Hlm. 3-4
2
Boer Mauna, Hukum Internasional, Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, Bandung:
Alumni, 2005, Hlm. 1
3
Ibid.
luas. Selanjutnya hukum internasional tidak saja mengatur hubungan antar Negara
tetapi juga subjek-subjek hukum lainnya.4
Dalam hal tidak adanya suatu system hukum internasional, maka masyarakat
internasional negara-negara tidak dapat menikmati keuntungan-keuntungan
perdagangan dan komersial, saling pertukaran gagasan dan komunikasi rutin yang
sewajarnya.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
4
Ibid.
BAB II
PEMBAHASAN
Hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala
internasional. Pada awalnya, hukum internasional hanya diartikan sebagai perilaku dan
hubung antar Negara namun dalam perkembangan pola hubungan internaional yang semakin
kompleks pengertian ini kemudian meluas sehingga hukum internasional juga mengurusi
5
Setyo Widagdo, dkk, Hukum Internasional dalam Dinamika Hubungan Internasional,(Malang: UB Press, 2019),
hlm.1
struktur dan perilaku organisasi internasional dan pada batas tertentu, perusahaan
multinasional dan individu.6
Maksudnya bahwa dalam definisi hukum internasional tersebut tersirat bahwa yang
diatur oleh hukum internasional adalah hubungan hukum yang dilakukan subyek hukum
internasional yaitu hubungan negara dengan negara, negara dengan subyek hukum lain yaitu
negara dengan organisasi internasional, negara dengan individu, negara dengan palang merah
internasional, dan negara dengan pemberontak (belligerent).
6
Ibid, 3
7
Hasanuddi Hasin, Hubungan Hukum Ineternasional dan Hukum Nasional Prespektif Teori Monism dan Teori
Dualisme, (Jurnal Perbandingan Mazhab, 2019), Vol.1 No.2, hlm. 170
Salah satu definisi hukum internasional yang dapat diandalkan adalah definisi dari
CHARLES CHENY HYDE, seperti yang dikutip oleh J.G. STARKE, yang dalam
terjemahannya sebagai berikut:8
Berdasarkan pada definisi tersebut diatas, kita sudah mendapat gambaram umum
tentang isi dan ruang lingkup hukum internasional itu sendiri. Didalamnya terkandung unsur
subyek atau pelaku-pelaku yang berparan, hubungan-hubungan hukum antara subyek tersebut
serta kaedah-kaedah maupun prinsip-prinsip hukum yang lahir dari hubungan antara subyek
tersebut yang keseluruhannya itu merupakan suatu kesatuan yang saling terjalin satu dengan
lainnya.9
Pada atahun 1930 terjadi satu peritiwa yang luar biasa dalam pekembangan hukum
internasional yakni terselenggaranya konfrensi kodofikasi hukum internasional di den hag
(belanda) sesuai denngan namannya konfrensi yang terselenggara di den hag ini berusaha
mengkodifikasi pelbagai bidang bidang hukum internasional seperti lahirnya, konvensi
tentang wesel, cek, dan askep, konvesni tentang orang orang yang berkedwinegaraan dan
tanpa kewarganegaraan,
Meletusnya Perang Dunia II pada tahun 1939 dan diperluas dengan perang asia timur
raya yang meletus ketika jepang membom pangkalan angkatan laut amtika serikat, pearl
harbor dihawai pada tanggal 7 desember 1941, meruntuhkan bangunan struktur masyarakat
internasional yang sebelumya telah dikonsulidasikan oleh liga bangsa bangsa, namun sama
10
http://generasibiru9.blogspot.com/2015/04/sejarah-dan-perkembangan-hukum.html diakses pada tanggal
11 Juni 2022
11
Ibid
seperti sebelumnya inisiasi dari semua negara untuk berkumpul pasca Perang Dunia II berahir
lahirlah perserikatan bangsa bangsa pada tanggal 24 oktober 1945 yang maksud tujuannya
tidak jauh berbeda dengan liga bangsa bangsa
Terbentuknya perserikatan bangsa bangsa sebgai hasil dari konsensus pasca Perang
Dunia II berpengaruh besar dalam masyarakat hukum internasional, banyak sekali
perkembangan dan kemajuan yang dicapai, secara ringakas sebgai berikut :
a. Lahirnya negara negara baru (perubahan peta politik dunia, polarisasi masayarakat
internasioanal)
khusunya setelah Perang Dunia II tampak adanya perbedaan yang mencolok
dibandingkan dengan masa sebelumnya, jika sebelumnya peta bumi politik dunia
terpolarisasi menjadi kelompok negara atau bangsa bangsa penjajah dan bangsa
kelompok tejajah.
Dalam perkembangannya kemudian HAM menjadi isu global sehingga tidak ada lagi
perlindungan negara yang dapat berlindung di balik kedaulatan teortynya atas pelanggaran,
dengan dibentuknya komisaris tinggi PBB UNHCHR masalah HAM mendapat penanganan
secara lebih konsepsional dan strukturalakda dalam tubuh PBB, dibentuk pulalah mahakamah
pidana internasioanal (ICC) yang berkedudukan di dan haagh belanda dan juga mahakamah
kejahatan perang seperti kasus bekas yugoslavia.12
Sumber hukum dipakai pertama kali pada arti dasar berlakunya hukum dalam hal ini
yang dipersoalkan adalah apa sebabnya suatu hukum mengikat, yakni sebagai sumber hukum
material yang menerangkan apa yang menjadi hakikat dasar kekuatan mengikatnya hukum
internasional.
2. Sumber hukum formil: pasal 7 konvensi den haag XII tanggal 18 Oktober 1907, yang
mendirikan Mahkama Internasional Perampasan Kapal di Laut (International Prize
Court) dan pasal 38 Piagam Mahkamah Internasional
Pada pasal 8 ayat 1 menyatakan bahwa, dalam mengadili perkara yang diajukan
kepadanya, mahkama internasional akan mepergunakan
(4) Sumber hukum tambahan: putusan-putusan pengadilan dan perdapat para sarjana
terkemuka di dunia
Dalam arti yang sebenarnya subyek hukum internasional dalah pemegang(segala) hak
dan kewajiban menurut hukum internasiona. Di samping itu dalamarti yang lebih luas
dank arena itu lebih luwes (flexible) pengertian subyek hukum internasional adalah
mencakup pula keadaan-keadaan dimana yang dimiliki ituhanya hak-hak dan kewajiban
yang terbatas misalnya kewenangan untukmengadakan penuntutan hak yang diberikan
oelh hukum internasional di muka pengadilan berdasarkan suatu konvensi.14
1. Negara
Negara adalah subyek hukum internasional dalam arti yang klasik, dan
telahdemikian halnya sejak lahirnya hukum internasional. Bahkan hingga
sekarangpunmasih ada anggapan bahwa hukum internasional itu pada hakekatnya
adalahhukum antar negara.Beberapa penulis berpendapat bahwa negaralah yang
menjadi subyek utama hukum internasional. Secara teoritis dapat dikemukakan
bahwa subyek hukuminternasional sesunggguhnya adalah Negara. Contohnya,
apabila suatu Negaraterikat pada suatu perjanjian misalnya Konvensi-konvensi
Palang Merah (1949), di mana Konvensi itu memberikan hak dan kewajiban
tertentu, maka hak dankewajiban tersebut tidak diberikan oleh Konvensi secara
langsung kepada perorangan (individu), akan tetapi harus melalui lebi dahulu
negaranya yangmenjadi peserta konvensi.
2. Tahta Suci
Tahta suci merupakan suatu contoh dari pada suatu subyek
hukuminternasional yang telah ada sejak dahulu di samping negara-negar. Hal
inimerupkan peninggalan berkelanjutan sejak zaman dahulu ketika Paus
bukanhanya merupakan kepala Gereja Roma tetapi memiliki pula kekuasaan
duniawi.Hingga sekarang Tahta suci mempunyai perwakilan-perwakilan
14
Idem, Hlm. 92-105
diplomatic di banyak ibu kota terpenting di dunia yang sejajar kedudukannya
dengan wakil-wakil diplomatic negara-negara lain.
15
I Wayan Parthiana, Pengantar Hukum Internasional, Bandung: Mandar Maju, 1990, Hlm. 60
16
Lembaga Pengkajian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Lampung, “PerjanjianInternasional
yang dibuat oleh Organisasi Internasional”, Jurnal Hukum Internasional, Volume 3 Nomor 4 Juli 2006, Hlm.
497, 2006
asas kebebasan berkontrak tidaklah diartikan bahwa para pihak bebas membuat
undang-undang bagi mereka, namun mereka hanya diberi kebebasan memilih
hukumnya dimanamereka bias mempergunakan sebagai dasar dari kontrak yang
dibuatnya.17
5. Orang Perseorangan (Individu)
Dalam arti yang terbatas orang perseorangan sudah agak lama dapatdianggap
sebagai subyek hukum internasional. Dalam perjanjian perdamaianVersailles
tauhun 1919 yang mengakhiri Perang Dunia I antara Jerman denganInggris dan
Perancis, dengan masing-masing sekutunya, sudah terdapat pasal- pasal yang
memnugkinkan orang perseorangan mengajukan perkara kehadapan mahkamah-
mahkamah arbitrase internasional, sehingga dengan demikian sudah ditinggalkan
dalil lama bahwa hanya negara yang bias menjadi pihak dihadapansuatu peradilan
internasional.
6. Pemberontak dan Pihak dalam Sengketa
Pihak-pihak yang bersengketa yang telah mencapai tingkat perang
dapatmemperoleh kedudukan sebagai pihak dalam sengketa perang (belligerent)
dankepada mereka dapat diberikan hak-hak dan kewajiban Negara dalam keadaan
perang. Kepada pihak dalam sengketa tersebut dapat pula diberikan
kedudukansebagai subjek hukum internasional. Pihak-pihak yang bersengketa ini
biasanyamewakili kekuatan-keuatan politik yang ditujukan untuk kemerdekaan
dan pemisahan.
timbulnya suatu pihak berperang (belligerent) dalam suatu negara
didahuluidengan adanya insurrection (pemberontakan dengan scoup yang kecil) ,
yang kemudian meluas menjadi rebellion (rebelli) selanjutnya rebelli ini untuk
dapat berubah statusnya menjadi pihak berperang harus memenuhi syarat-syarat
(obyektif).18
7. Perusahaan sebagai Badan Hukum Otorita
perusahaan sebagai badan hukum internasional Otorita merupakan
subjekhukum internasional. Sebab ia memiliki status hukum (pribadi
hukumInternasional), memiliki hak-hak istimewa dan kekebalan-kekebalan
didalamwilayah negara-negara peserta otorita, memiliki kapasitas membuat
17
Universitas Warmadewa Fakultas Hukum, “Implikasi yuridis keterlibatan Indonesia dalamorganisasi
perdagangan internasional”, Kertha wicaksana : majalah ilmu hokum, Volume 18 Nomor 1, Hlm.30, 2012. E-
Journal Online,(http://isjd.pdii.lipi.go.id/) diunduh pada tanggal 15 November 2012
18
Abdul Muthalib, Op.cit, hlm. 44-45
kontrak-kontrak dan perjanjian-perjanjian dengan negara-negara dan organisasi-
organisasiinternasional, serta ia dapat menjadi pihak dalam proses hukum.
Mengenai perusahaan multinasional, pada hakikatnya
perusahaanmultinasional itu merupakan badan hukum (nasional) yang terdaftar di
suatunegara, maka sebenarnya perusahaan multinasional hanya merupakan
subyekhukum nasional, dan bukan subyek hukum internasional.19
Maka suatu perusahaan merupakan badan hukum otorita internasionalapabila
Perusahaan bertindak sesuai dengan konvensi ini dan ketentuan-ketentuan,
peraturan-peraturan dan prosedur Otorita maupun kebijaksanaan-
kiebijaksanaanumum yang ditetapkan oleh Majelis dan tunduk pada pengarahan
dan pengawasandewan. Dimana suatu Perusahaan otorita memiliki kantor pusat
yang berada ditempat kedudukan Otorita.
Di dalam teori ada 2 (dua) pandangan tentang hukum Internasional ini yaitu
pandangan yang dinamakan voluntarism, yang mendasarkan berlakunya hukum
Internasionaal dan bahkan persoalan ada atau tidaknya hukum Internasional ini pada
kemauan negara dan pandangan obyektif yang menganggap ada dan berlakunya hukum
Internasional ini lepas dari kemauan negara.
Faham dualisme, yang bersumber pada teori bahwa daya ikat hukum Internasional
bersumberkan pada kemauan negara, maka hukum Internasional dan hukum Nasional
merupakan dua sistem atau perangkat hukum yang terpisah satu dari yang lainnya.
Akibat-akibat dari pandangan dari faham dualisme ini bahwa menurut pandangan ini
kaedah-kaedah dari perangkat hukum yang satu tidak mungkin bersumberkan atau
berdasarkan pada perangkat hukum yang lain.
Akibat kedua adalah bahwa menurut pandangan ini tidak mungkin ada pertentangan
antara kedua perangkat hukum itu, yang mungkin hanya penunjukan (renvoi) saja. Akibat
lain yang yang penting pula dari pandangan dualisme ini bahwa ketentuan hukum
Internasional memerlukan transformasi menjadi hukum nasional sebelum dapat berlaku di
dalam lingkungan hukum nasional.
19
Abdul Muthalib Tahar, Hukum Internasional, Lampung: Percetakan Unila, 2010, hlm.32
Faham monisme didasarkan atas pemikiran kesatuan dari pada seluruh hukum yang
mengatur hidup manausia. Dalam rangka pemikiran ini, hukum Internasional dan hukum
Nasional merupakan merupakan dua bagian daripada satu kesatuan yang lebih besar yaitu
hukum yang mengatur kehidupan manusia. Akibat daripada pandangan monisme ini
adalah bahwa antara dua perangkat ketentuan hukum ini mungkin ada hubungan hierarki.
Persoalan hierarki antara hukum nasional dan hukum Internasional inilah yang
melahirkan beberapa sudut pandangan yang berbeda dalam aliran monisme mengenai
masalah hukum manakah yang utama dalam hubungan antara hukum Nasional dan
hukum Internasional ini. Ada pihak yang menganggap bahwa dalam hubungan antara
hukum Nasional dan hukum Internasional yang utama adalah hukum Nasional.
Faham ini adalah faham monisme dengan primat hukum Nasional. Faham lain yang
berpendapat bahwa dalam hubungan antara hukum Nasional dan hukum Internasional
yang utama adalah hukum Internasional. Pandangan ini disebut faham monisme dengan
primat hukum Internasional.
Pandangan yang melihat kesatuan antara hukum Nasional dan hukum Internasional
dengan primat hukum Nasional ini pada hakikatnya menganggap bahwa hukum
Internasional itu bersumberkan kepada hukum nasional. Alasan utama daripada anggapan
ini adalah: (1) bahwa tidak ada satu organisasi di ataas negara-negara yang mengatur
kehidupan negara-negara di dunia ini; (2) dasar daripada hukum Internasional yang
mengatur hubungan Internasional adalah terletak di dalam wewenang negara-negara
untuk mengadakan perjanjian-perjanjian Internasional, jadi wewenang konstitusional.
Paham monisme dengan primat hukum Internasional, maka hukum nasional itu
bersumber pada hukum Internasional yang menurut pandangan ini merupakan suatu
perangkat ketentauan hukum yang hierarkis lebih tinggi. Menurut faham ini hukum
Nasional tunduk pada hukum Internasional pada hakikatnya berkekuatan mengikatnya
berdasarakan suatu “pendelegasian” wewenang daripada hukum Internasional.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Subjek dari hukum internasional tidak hanya Negara melainkan juga tahta suci
(Vatican), palang merah internasional,organisasi internasional, orang perorangan
(individu), dan belligerent.
DAFTAR PUSTAKA