Anda di halaman 1dari 17

Hubungan Hukum Internasional dengan Hukum Nasional

Dosen Pembimbing : Riadhi Alhayyan

Disusun Oleh :

Nama : Yosephine

Nim : 210200187

Kelas B

PRODI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2022/2023
Kata Pengantar

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, kasih
karunia serta berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah mengenai “Dewasa dan
Perkawinan Menurut Hukum Indonesia” dengan baik dan tepat pada waktunya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak selaku dosen pembimbing mata kuliah
Hukum Perdata.Besar harapan penulis agar makalah ini dapat menambah wawasan serta
pengetahuan sehingga dapat bermanfaat bagi pembaca.

Penulis menyadari apabila dalam penulisan makalah ini terdapat kesalahan dan masih jauh dari
kata sempurna dikarenakan pengetahuan penulis yang masih terbatas, oleh karena itu penulis
memohon maaf apabila terdapat kesalahan ataupun kekurangan dalam makalah ini. Demi
tercapainya kesempurnaan dalam makalah ini, penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari para pembaca.

Medan, 27 Mei 2022

Penulis
Daftar Isi

BAB I...............................................................................................................................................4
Pendahuluan.....................................................................................................................................4
1.2 Latar Belakang.......................................................................................................................4
1. Hukum Internasional Regional................................................................................................4
2. Hukum Internasional Khusus...................................................................................................4
1.3 Rumusan Masalah..................................................................................................................5
1.4 Tujuan Pembahasan...............................................................................................................5
BAB II.............................................................................................................................................6
Pembahasan.....................................................................................................................................6
A. Hokum Internasional Dapat Masuk Menjadi Hokum Nasional...............................................6
BAB III..........................................................................................................................................11
B. Hubungan Antara Hokum Nasional dan Hokum Internasional..............................................11
BAB IV..........................................................................................................................................13
C. Kedudukan Hokum Pidana Nasional dan Hokum Pidana Internasional................................13
BAB V...........................................................................................................................................16
Penutup..........................................................................................................................................16
1.5 Kesimpulan..........................................................................................................................16
Daftar Pustaka................................................................................................................................17
BAB I

Pendahuluan

1.2 Latar Belakang

Menurut Hyde, hukum Internasional adalah sekumpulan hukum yang sebagian besar
terdiri atas prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh negara-negara.
Untuk itu hukum internasional harus ditaati ketika negara-negara saling berhubungan.
Hukum Internasional merupakan bagian hukum yang mengatur aktivitas yang berskala
internasional. Pada awalnya, hukum internasional diartikan sebagai perilaku dan hubungan
antarnegara, namun dalam perkembangan pola hubungan internasional yang semakin
kompleks pengertian ini ,meluas sehingga hukum internasional juga menyangkut struktur dan
perilaku organisasi internasional dan pada batas tertentu, perusahaan multinasional, dan
individu.

Hukum antar bangsa-bangsa dipergunakan untuk menunjukkan kebiasaan dan aturan


hukum yang berlaku dalam hubungan antara raja-raja zaman dahulu. Hukum antar bangsa
atau hukum antar negara menunjukkan pada kompleks kaedah dan asas yang mengatur
hubungan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa atau negara. Hukum Internasional
terdapat beberapa bentuk perwujudan atau pola perkembangan yang khusus berlaku di suatu
dunia (region) tertentu:

1. Hukum Internasional Regional


Hukum Internasional Regional adalah hukum yang berlaku/terbatas daerah lingkungan
berlakunya, misalnya Hukum Internasional Amerika/Amerika Latin, seperti konsep landasan
kontinen (Continental Shelf) dan konsep perlindungan kekayaan hayati laut (conservation of
the living resources of the sea) yang mula-mula tumbuh di benua Amerika sehingga menjadi
hokum Internasional Umum.

2. Hukum Internasional Khusus


Hukum Internasional Khusus adalah hukum internasional dalam bentuk kaidah yang khusus
berlaku bagi negara-negara tertentu seperti Konvensi Eropa mengenai Hak Asasi Manusia
(HAM) sebagai cerminan keadaan, kebutuhan, taraf perkembangan dan tingkat intergritas
yang berbeda-beda dari bagian masyarakat yang berlainan. Berbeda dengan regional yang
tumbuh melalui proses hukum kebiasaan. Hukum Internasional didasarkan atas
pikiran adanya masyarakat internasional yang terdiri dari sejumlah negara yang
berdaulat dan merdeka dalam arti masing-masing berdiri sendiri yang satu
tidak di bawah kekuasaan lain sehingga merupakan suatu tertib hukum koordinasi
anatara anggota masyarakat internasional yang sederajat.

Hukum Nasional di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum-hukum Eropa,


hukum Agama dan hokum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut,baik perdata maupun
pidana berbasis pada hukum Eropa Kontinental,khususnya dari Belanda karena aspek sejarah
masa lalu Indonesia merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda
(Nederlands-Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut
Islam,maka dominasi hukum atau Syariat Islam lebih banyak terutama di bidang
perkawinan, kekeluargaan dan warisan.Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum
Adat, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-
budaya yang ada di wilayah Indonesia.

1.3 Rumusan Masalah

1. Apakah hokum intenasional dapat masuk menjadi hokum nasional?


2. Bagaimana hubungan antara hokum nasional dan hokum internasional?
3. Bagimana kedudukan hokum pidana nasional dan hokum pidana internasional?

1.4 Tujuan Pembahasan


1. Memahami hokum internasional dapat masuk menjadi hokum nasional.
2. Memahami hubungan antara hokum nasional dan hokum internasional.
3. Memahami kedudukan hokum pidana nasional dan hokum pidana internasional.
BAB II

Pembahasan

A. Hokum Internasional Dapat Masuk Menjadi Hokum Nasional

1.Teori Monisme

Menurut teori ini hukum nasional dan hukum internasional hanyalah merupakan
bagian saja dari suatu hokum yang lebih besar yaitu hukum pada umumnya. Menurut
paham ini semua hokum yang merupakan suatu kesatuan yang sifatnya mengikat.
Mengikat individu maupun mengikat subjek-subjek hukum lainnya, semuanya itu
merupakan suatu kesatuan hokum yaitu hukum yang berlaku bagi umat manusia.
Dalam doktrin hierarki menurut Hans Kelsen analisis struktural antara hukum
internasional dan hukum nasional adalah asas-asas hukum ditentukan oleh
asas-asas lainnya yang menjadi sumber dan sebab kekuatan mengikat atas hukum. 2
hukum nasional dan hukum internasional merupakan dua aspek yang berasal dari satu
sistem hukum umumnya. Lebih jauh Kelsen mengemukakan, bahwa tidak perlu ada
pembedaan antara hukum nasional dengan hukum internasional, karena alasan
pertama adalah, bahwa objek dari kedua hukum itu sama, yaitu tingkah laku individu;
Kedua,bahwa kedua kaedah hukum tersebut memuat perintah untuk ditaati; dan
Ketiga,bahwa kedua-duanya merupakan manifestasi dari satu konsepsi hukum saja
atau keduanya merupakan bagian dari kesatuan yang sama dengan kesatuan ilmu
pengetahuan hukum. Monisme ini sebenarnya merupakan perwujudan dari ajaran
hukum alam yang memandang hukum sebagai suatu yang berlaku umum dan abstrak
serta berlaku dimana-mana, dan berlaku satu hukum bagi seluruh umat manusia di
dunia. Pendapat dari teori ini cenderung berpandangan kondisi “ideal”. Maksudnya
adalah menyatakan bahwa hokum internasional lebih tinggi kedudukannya dari pada
hukum nasional suatu negara. Jadi kondisi ideal yang dimaksudkan adalah jika hal ini
diterapkan pada negara-negara di dunia maka akan terwujud suatu kondisi ketertiban
dan kedamaian dalam masyarakat internasional.
2.Teori Dualisme

Anggapan dari teori ini adalah hukum internasional dan hukum nasional itu
merupakan dua bidang hukum yang berbeda satu sama lain. Pendukung aliran ini
adalah Triepel (1899) dan Anzilotti (1928) mengajarkan apa yang disebut dengan
teori dualisme atau teori pluralistik. Menurut teori ini, hukum nasional dan hukum
internasional merupakan dua sistem hokum yang sama sekali berbeda secara intrinsik.
Perbedaan antara hukum nasional dan hukum internasional, berdasarkan tiga
sandaran, yaitu perbedaan sumber hukum,subjek hukum, dan kekuatan hukum.
Mengenai sumbernya, jika hukum nasional bersumber pada kehendak negara itu
sendiri, sedangkan hukum internasional bersumber pada kehendak bersama negara-
negara dalam masyarakat internasional. Terkait subjek hukumnya, maka subjek
hokum nasional adalah individu-individu yang terdapat dalam suatu negara.
Sedangkan subjek hukum internasional adalah negara-negara anggota masyarakat
internasional. Sedangkan perbedaan mengenai kekuatan hukumnya, maka hukum
nasional lebih memiliki kekuatan mengikat dibandingkan dengan hukum
internasional yang lebih bersifat mengatur hubungan negara-negara secara horizontal.
Dalam hal ini, Anzilotti menggunakan pendekatan berbeda,walaupun memiliki muara
yang sama. Menurutnya, perbedaan mendasar dari hukum nasional dan hukum
internasional adalah terletak pada hakikat bahwa hokum nasional harus ditaati,
sedangkan hokum internasional harus dijunjung tinggi, sebagai hasil kesepakatan
bersama.

3.Aliran Hukum Campuran

Seperti telah diuraikan sebelumnya, alasan bahwa baik monisme maupun


dualisme, masing-masing memiliki kekurangan yang dirasakan tak mampu
menjawab perkembangan permasalahan-permasalahan sekarang ini, maka lahirnya
teori-teori hukum baru seperti teori transformasi, teori delegasi dan teori
harmonisasi. Menurut teori transformasi, peraturan-peraturan hukum internasional
untuk dapat berlaku dan dihormati sebagai norma hukum nasional harus melalui
proses transformasi atau alih bentuk, baik secara formal maupun substansial. Secara
formal maksudnya mengikuti bentuk yang sesuai dengan hukum atau peraturan
perundang-undangan nasional negara yang bersangkutan. Sedangkan secara
substansial artinya materi dari peraturan hokum internasional itu harus sesuai dengan
materi hukum negara yang bersangkutan.
Berdasarkan teori tersebut,ada perbedaan antara traktat yang bersifat janji
(promises), dengan undang-undang yang bersifat memaksa (command).
Menurut teori delegasi, implementasi dari hukum internasional diserahkan kepada
negara-negara atau hukum nasional itu masing-masing. Jadi masalah
implementasinya itu didelegasikan kepada hukum nasional. Oleh karena itu, maka
masing-masing negara berwenang menentukan hukum internasional mana yang
hendak diterapkan di dalam wilayahnya,mana yang tidak atau ditolak untuk
diterapkan.Menurut teori harmonisasi, yang penganutnya adalah D.P.O. Conel,
hokum internasional dan hukum nasional harus diartikan sedemikian rupa bahwa
antara keduanya itu terdapat keharmonisan. Tegasnya, eksistensi hukum internasional
dan hukum nasional berada dalam suatu hubungan yang harmonis.

4.Indonesia Sebagai Penganut Aliran

Hukum Campuran Berdasarkan uraian teori-teori tersebut terlihat bahwa Indonesia


sebagai bagian dari masyarakat internasional tidak dapat melepaskan diri dari
pemberlakuan hukum internasional dan juga tidak dapat mengesampingkan hokum
positifnya atau hukum nasionalnya. Sehingga berdasarkan jiwa kebangsaan dan cita
hukum (recht idee) indonesia, maka Indonesia dalam penerapan hukumnya tidak
sesuai dengan aliran monisme maupun dualisme, karena baik hukum internasional
dan hokum nasional harus dipandang sejajar dalam hal kedudukannya serta adanya
hubungan antara satu dengan yang lain, karena pada dasarnya diakui bahwa hukum
internasional dan hukum nasional itu mempunyai hubungan saling mempengaruhi
yaitu sebagai berikut:

a. Hukum Internasional Dapat Menjadi Hukum Nasional

Hukum internasional yang terbentuk berdasarkan kesepakatan diantara


berbagai Negara-negara di dunia ini dapat menjadi atau masuk dalam ruang lingkup
hukum nasional suatu Negara apabila suatu Negara tersebut meratifikasi hukum
internasional tersebut.

b. Hukum Nasional Dapat Menjadi Hukum Internasional

Hukum nasionlapun dapat menjadi hokum Internasional karena pada dasarnya


hukum internasional bersumber dari hukum nasional. Untuk menjadi hukum
internasional,hukum nasional dapat melalui tiga cara yaitu melalui hukum
kebiasaan internasional, melalui yurisprudensi, melalui perjanjian dan
konvensi internasional. Penulis lebih sependapat apabila
Indonesia mengikuti aliran campuran dalam hal ini harmonisasi, tetapi harmonisasi
yang diharapkan oleh penulis adalah harmonisasi
yang saling berkoordinasi. Karena dua sistem hukum, yaitu sistem hukum
internasional dan sistem hukum nasional itu, tidak berada dalam situasi konflik atau
tidak bertentangan antar keduanya, karena dua sistem itu bekerja dalam lingkungan
yang berbeda. Masing-masing mempunyai supremasi di lapangannya sendiri. Meski
pada praktiknya di lapangan, sangat dimungkinkan terjadinya konflik implementatif,
yang sering disebut dengan konflik kewajiban (conflict of obligation).
Makna dari konflik kewajiban ialah ketidakmampuan negara untuk
melaksanakan suatu kewajiban internasional,ketika negara bersangkutan meratifikasi
suatu ketetapan atau konvensi atau perjanjian internasional. Akan tetapi,
ketidakmampuan negara tersebut, tidak kemudian berakibat pada tidak sahnya
hukum internal/hukum nasional. Kendati demikian, tanggung jawab internasional
negara itu masih tetap eksis, dan tidak ada argumen untuk menghindar dari kewajiban
internasional tersebut.
Berdasarkan uraian teori-teori jelas terlihat bahwa Indonesia sebagai bagian dari
masyarakat internasional tidak dapat melepaskan diri dari pemberlakuan hukum
internasional dan juga tidak dapat mengesampingkan hokum positifnya atau hukum
nasionalnya. Sehingga berdasarkan jiwa kebangsaan dan cita hukum (recht idee)
indonesia, maka penulis memandang bahwa Indonesia dalam penerapan hukumnya
tidak sesuai dengan aliran monisme maupun dualisme, karena baik hukum
internasional dan hokum nasional harus dipandang sejajar dalam hal kedudukannya
serta adanya hubungan antara satu dengan yang lain, karena pada dasarnya diakui
bahwa hukum internasional dan hukum nasional itu mempunyai hubungan saling
mempengaruhi yaitu sebagai berikut:
a. Hukum Internasional Dapat Menjadi Hukum Nasional
Hukum internasional yang terbentuk berdasarkan kesepakatan diantara berbagai
Negara-negara di dunia ini dapat menjadi atau masuk dalam ruang lingkup
hukum nasional suatu Negara apabila suatu Negara tersebut meratifikasi hukum
internasional tersebut.
b. Hukum Nasional Dapat Menjadi Hukum Internasional
Hukum nasionlapun dapat menjadi hokum Internasional karena pada dasarnya
hukum internasional bersumber dari hukum nasional. Untuk menjadi hukum
internasional,hukum nasional dapat melalui tiga cara yaitu melalui hukum
kebiasaan internasional, melalui yurisprudensi, melalui perjanjian dan
konvensi internasional. Penulis lebih sependapat apabila Indonesia mengikuti aliran
campuran dalam hal ini harmonisasi, tetapi harmonisasi yang diharapkan oleh penulis
adalah harmonisasi yang saling berkoordinasi. Karena dua sistem hukum, yaitu sistem
hokum internasional dan sistem hukum nasional itu, tidak berada dalam situasi
konflik atau tidak bertentangan antar keduanya, karena dua sistem itu bekerja dalam
lingkungan yang berbeda. Masing-masing mempunyai supremasi di lapangannya
sendiri. Meski pada praktiknya di lapangan, sangat dimungkinkan terjadinya konflik
implementatif, yang sering disebut dengan konflik kewajiban (conflict of obligation).
Makna dari konflik kewajiban ialah ketidakmampuan negara untuk melaksanakan
suatu kewajiban internasional, ketika negara bersangkutan meratifikasi suatu
ketetapan atau konvensi atau perjanjian internasional. Akan tetapi,
ketidakmampuan negara tersebut, tidak kemudian berakibat pada tidak sahnya
hukum internal/hukum nasional. Kendati demikian, tanggung jawab internasional
negara itu masih tetap eksis, dan tidak ada argumen untuk menghindar dari kewajiban
internasional tersebut.
BAB III

B. Hubungan Antara Hokum Nasional dan Hokum Internasional

Di dalam teori ada 2 (dua) pandangan tentang hukum Internasional ini yaitu
pandangan yang dinamakan voluntarism, yang mendasarkan berlakunya hukum
Internasionaal dan bahkan persoalan ada atau tidaknya
hukum Internasional ini pada kemauan negara dan pandangan obyektif yang
menganggap ada dan berlakunya hokum Internasional ini lepas dari kemauan
Negara Faham dualisme, yang bersumber pada teori bahwa daya ikat hukum
Internasional bersumberkan pada kemauan negara, maka hukum
Internasional dan hukum Nasional merupakan dua sistem atau perangkat
hukum yang terpisah satu dari yang lainnya. Akibat-akibat dari pandangan
dari faham dualisme ini bahwa menurut pandangan ini kaedah-kaedah dari
perangkat hukum yang satu tidak mungkin bersumberkan atau berdasarkan
pada perangkat hukum yang lain. Akibat kedua adalah bahwa menurut
pandangan ini tidak mungkin ada pertentangan antara kedua perangkat
hukum itu, yang mungkin hanya penunjukan (renvoi) saja. Akibat lain
yang yang penting pula dari pandangan dualisme ini bahwa ketentuan hukum
Internasional memerlukan transformasi menjadi hukum nasional sebelum dapat
berlaku di dalam lingkungan hokum nasional. Faham monisme didasarkan atas
pemikiran kesatuan dari pada seluruh hukum yang mengatur hidup manausia.
Dalam rangka pemikiran ini, hokum Internasional dan hukum Nasional
merupakan merupakan dua bagian daripada satu kesatuan yang lebih besar
yaitu hukum yang mengatur kehidupan manusia. Akibat daripada pandangan
monisme ini adalah bahwa antara dua perangkat ketentuan hukum ini mungkin
ada hubungan hierarki. Persoalan hierarki antara hukum nasional dan hukumAndi
Tenripadang, Hubungan Hukum Internasional Dengan Hukum Nasional Internasional
inilah yang melahirkan beberapa sudut pandangan yang berbeda dalam aliran
monisme mengenai masalah hukum manakah yang utama dalam hubungan antara
hukum Nasional dan hukum Internasional ini. Ada pihak yang menganggap bahwa
dalam hubungan antara hukum Nasional dan hokum Internasional yang utama adalah
hokum Nasional.
Faham ini adalah faham monism dengan primat hukum Nasional. Faham lain yang
berpendapat bahwa dalam hubungan antara hukum Nasional dan hukum Internasional
yang utama adalah hukum Internasional. Pandangan ini disebut faham monisme
dengan primat hukum Internasional. Pandangan yang melihat kesatuan antara hukum
Nasional dan hokum Internasional dengan primat hokum Nasional ini pada
hakikatnya menganggap bahwa hukum Internasional itu bersumberkan kepada hukum
nasional. Alasan utama daripada anggapan ini adalah:
(1) bahwa tidak ada satu organisasi di ataas negara-negara yang mengatur kehidupan
negara-negara di dunia ini;
(2) dasar daripada hokum Internasional yang mengatur hubungan
Internasional adalah terletak di dalam wewenang negara-negara untuk
mengadakan perjanjian-perjanjian Internasional, jadi wewenang
konstitusional. Paham monisme dengan primat hukum Internasional, maka hukum
nasional itu bersumber pada hokum Internasional yang menurut pandangan ini
merupakan suatu perangkat ketentauan hukum yang hierarkis lebih
tinggi. Menurut faham ini hokum Nasional tunduk pada hokum Internasional pada
hakikatnya berkekuatan mengikatnya berdasarakan suatu “pendelegasian” wewenang
daraipada hukum Internasional.
BAB IV

C. Kedudukan Hokum Pidana Nasional dan Hokum Pidana Internasional

Dilihat dari segi substansinya, hukum pidana internasional itu


menunjukkan pada sekumpulan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum pidana
yang mengatur tentang kejahatan internasional . Namun, sebenarnya pengertian
hukum pidana internasional tidaklah sesederhana itu.Ruang lingkup dari hukum
pidana internasional sangatlah luas dan bahkan memiliki 6 (enam) pengertian
sebagaimana Romli Atmasasmita menyebutkan hukum pidana internasional
mencakup aspek-aspek sebagai
berikut :

1. Hukum pidana internasional dalam arti ruang lingkup territorial pidana nasional
(internastional criminal law in the meaning of the territorial scope of municipal
criminal law);
2. Hukum pidana internasional dalam arti kewenangan internasional yang terdapat di
dalam hukum pidana internasional (international criminal law in the meaning of
internationally priscribel municipal criminal
law);
3. Hukum pidana internasional dalam arti kewenangan internasional yang terdapat
dalam hukum pidana nasional (international criminal law in the meaning of
internationally authorised municipal criminal law);
4. Hukum pidana internasional dalam arti ketentuan hukum pidana nasional yang
diakui sebagai hukum yang patut dalam kehidupan masyarakat bangsa yang beradab
(internasional criminal law in the meaning of municipal criminal law common to
civillised nations);
5. Hukum pidana internasional dalam arti kerja sama internasional dalam mekanisme
administrasi peradilan pidana nasional (internasional criminal law in the meaning of
international co-operation in the administration of municipal criminal justice);
6. Hukum pidana internasional dalam arti materiil (international criminal in the
material sense of the word). Di dalam hukum pidana nasional, hukum pidana
internasional diakui sebagai salah satu sumber hukumnya, disamping sumber hukum
lainnya seperti undang-undang, doktrin, yurisprudensi, dan kebiasaan. Berkaitan
dengan hal tersebut, dalam hubungan hukum pidana internasional dengan hukum
pidana nasional telah melahirkan beberapa pandangan berkaitan dominasi hukum dari
kedua bidang hukum tersebut, yaitu faham dualisme dan faham monisme yang terbagi
atas dua yaitu teori monisme dalam primat hukum nasional dan teori monisme dengan
primat hukum internasional. Faham yang pertama yakni faham dualisme yang
bersumberpada teori bahwa daya ikat hukum internasional bersumberkan pada
kemauan negara, maka hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua
sistem atau perangkat hukum yang terpisah satu dari yang lainnya (Istanto, 1998:5).
8. Akibat-akibat dari pandangan dari faham dualisme ini bahwa menurut pandangan
ini kaedah-kaedah dari perangkat hukum yang satu tidak mungkin bersumberkan atau
berdasarkan pada perangkat hukum yang lain. Akibat yang kedua adalah bahwa
menurut pandangan ini tidak mungkin ada pertentangan antara kedua perangkat
hukum itu, yang mungkin hanya penunjukan (renvoi) saja. Akibat lain yang yang
penting pula dari pandangan dualisme ini bahwa ketentuan hukum pidana
internasional memerlukan transformasi menjadi hukum pidana nasional sebelum
dapat berlaku didalam lingkungan hukum pidana nasional. Faham yang kedua yakni
faham monisme yang didasarkan atas pemikiran kesatuan dari pada seluruhhukum
yang mengatur hidup manusia. Dalam rangka pemikiran ini, hukum pidana
internasional dan hukum pidana nasional merupakan dua bagian daripada satu
kesatuan yang lebih besar yaitu hukum yang mengatur kehidupan manusia. Akibat
daripada pandangan monisme ini adalah bahwa antara dua perangkat ketentuan
hukum ini mungkin ada hubungan hierarki. Persoalan hierarki antara hukum pidana
nasional dan hukum internasional inilah yang melahirkan beberapa sudut pandangan
yang berbeda dalam aliran mononisme mengenai masalah hukum manakah yang
utama dalam hubungan antara hukum pidana nasional dan hukum pidana
internasional ini. Ada pihak yang menganggap bahwa dalam hubungan antara hukum
pidana nasional dan hukum internasional yang utama adalah hukum pidana nasional.
Faham ini adalah faham monisme dengan primat hukum nasional. Faham lain yang
berpendapat bahwa dalam hubungan antara hukum nasional dan hokum internasional
yang utama adalah hukum internasional. Pandangan ini disebut faham monisme
dengan primat hukum internasional Oleh karenanya, dapat dikatakan bahwa
hubungan antara hokum pidana nasional dengan hukum pidana internasional yang
lebih utama adalah hukum pidana internasional. Pandangan yang melihat kesatuan
antara hukum nasional dan hokum internasional dengan primat hukum nasional ini
pada hakikatnya menganggap bahwa hukum internasional itu adalah bersumberkan
dari hukum nasional. Alasan utama daripada anggapan ini adalah:
1. Bahwa tidak ada satu organisasi di atas negara-negara yang mengatur
kehidupan negara-negara di dunia ini;
2. Dasar daripada hukum internasional yang mengatur hubungan internasional adalah
terletak di dalam wewenang negara-negara untuk mengadakan perjanjian-perjanjian
internasional, jadi wewenang konstitusional. Berdasarkan pandangan ini maka yang
utama dalam hubungan antara hukum pidana nasional dengan hukum pidana
internasional adalah hokum pidana nasional. Meskipun hukum pidana nasional
mempunyai kewenangan sesuai dengan yuridiksi teritorialnya atas semua peristiwa
yang terjadi di wilayah kedaulatan suatu negara, tetap dikecualikan terhadap peristiwa
pidana atau kejahatan yang dikategorikan sebagai kejahatan internasional,
misalkan International Criminal Court berdasarkan Statuta Roma tetap bias
menjalankan yuridiksi teritorialnya diwilayah yuridiksi negara yang berdaulat dengan
tujuan untuk menjaga keamanan, kedamaian dan melindungi hak-hak masyarakat
internasional. Olehnya itu, ada dualisme pemahaman mengenai kedudukan hukum
pidana internasional di dalam hukum pidana nasional negara yang berdaulat, yaitu:
1. Hukum pidana internasional merupakan sebagai pelengkap dalam hukum pidana
nasional. Kedudukan Hukum pidana internasional dalam hukum pidana nasional
hanya sebagai pelengkap karena baik hukum pidana internasional maupun hukum
pidana nasional memiliki hubungan yang bersifat komplementer antara satu dengan
yang lainnya sebab aturan hukum pidana internasional (Statuta Roma) sebagian besar
sudah diadopsi dan diratifikasi kedalam undang- undang hukum pidana nasional oleh
masing-masing negara yang berdaulat, disamping itu, negara berhak untuk mengadili
setiap pelaku kejahatan yang terjadi di wilayah yuridiksi teritorialnya, meskipun
perbuatan tersebut dikualifikasikan sebagai kejahatan internasional.
2. Hukum pidana internasional berada di atas hukum pidana nasional.Hukum pidana
internasional mempunyai kedudukan lebih tinggi dibandingkan hukum pidana
nasioanal manakala dalam proses peradilan terhadap para pelaku kejahatan
internasional terjadi praktek impunitas dengan maksud melindungi para pelaku
kejahatan internasional sehingga hukum pidana internasional dapat menerpakan
yuridiksinya berdasarkan Statuta Roma yang sudah disepakati sebagai aturan hukum
yang mengikat bagi negara-negara peserta maupun yang bukan peserta selama ada
persetujuan khusus dengan hokum pidana internasional.
BAB V

Penutup
1.5 Kesimpulan

Hukum Internasional dapat dirumuskan sebagai sekumpulan hokum yang sebagian besar
terdiri dari asas-asas dan peraturan-peraturan tingkah laku yang mengikat negara-negara dan
karena itu biasanya ditaati dalam hubungan negara-negara satu sama lainnya.
Pengutamaan hukum yang mengatur hubungan hukum antar Negara dalam hubungan
Internasional, dikenal adanya 2 (dua) faham (pandangan), yaitu:
1. Faham dualisme, yang bersumber pada teori bahwa daya ikat hokum Internasional
bersumberkan pada kemauan negara, maka hokum Internasional dan hukum Nasional
merupakan dua sistem atau perangkat hukum yang terpisah satu dari yang
lainnya.
2. Faham monisme didasarkan atas pemikiran kesatuan dari pada seluruh
hukum yang mengatur hidup manausia. Dalam rangka pemikiran ini, hukum Internasional
dan hokum Nasional merupakan dua bagian daripada satu kesatuan yang lebih besar yaitu
hukum yang mengatur kehidupan manusia. Akibat daripada pandangan monisme ini adalah
bahwa antara dua perangkat ketentuan hukum ini mungkin ada hubungan hierarki. Persoalan
hierarki antara hukum nasional dan hokum Internasional inilah yang melahirkan
beberapa sudut pandangan yang berbeda dalam aliran monism mengenai masalah hukum
manakah yang utama dalam hubungan antara hukum Nasional dan hokum Internasional ini.
Ada pihak yang menganggap bahwa dalam hubungan antara hukum Nasional dan hukum
Internasional yang utama adalah okum Nasional.
Daftar Pustaka

Andri Tendipadang/2016/”Hubungan Hukum Internasional dan Hukum


nasional”/Jurnal Hukum Dikum/Vol.14

Hukum Umsu/2021/Hukum Internasional/ https://fahum.umsu.ac.id/8385/

Veriena J. B. Rehatta/2016/” INDONESIA DALAM PENERAPAN HUKUM


BERDASARKAN ALIRAN MONISME,
DUALISME DAN CAMPURA”/Jurnal sasi/Vol.22

Wahyu/2019/” The Effect Of International Criminal Law To Nasional Criminal


Law”/Jurnal Hukum

Kumpulan artikel news/2021/Pengertian hokum internasional/


http://xerma.blogspot.com/2014/01/pengertian-sistem-hukum-nasional.html

Anda mungkin juga menyukai