Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PKN
Sistem Hukum Internasional dan PeradilanInternasional

Di Susun Oleh :
Kata Pengantar
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Mahakuasa , karena berkat rahmat dan
hidayah- Nya saya dapat menyelesaikan tugas penyusunan Makalah 1 yang berjudul Sistem
Hukum dan Peradilan Nasional .
Tujuan dari penyusunan makalah ini, selain untuk memenuhi salah satu tugas mata
pelajaran PKN, juga saya susun sebagai bahan pembelajaran untuk teman teman yang lain .
Namun di samping itu, saya menyadari betul bahwa dalam makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan dan untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran yang sekiranya
membangun dari para pembaca sekalian juga teman teman semua agar kekurangan dari
makalah ini dapat diperbaiki dan menjadi lebih sempurna.

Rahayu, 6 Februari 2016


Penyusun

Nuron Alfiyansyah
Daftar Isi
KATA PENGANTAR......................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
BAB I .PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................
1.2 Tujuan..............................................................................................................................
A. Pendahuluan.....................................................................................................................
BAB II . SISTEM HUKUM DAN PERADILAN INTERNASIONAL
2.1 Sistem Hukum Internasional............................................................................................
2.2 Pengertian Hukum Internasional......................................................................................
2.3 Asal Mula Hukum Internasional......................................................................................
2.4 Hukum Internasional dalam Arti Modern........................................................................
2.5 Asas-asas Hukum Internasional.......................................................................................
2.6 Sumber Hukum Internasional..........................................................................................
2.7 Subjek Hukum Internasional............................................................................................
2.8 Hubungan Hukum Internasional dengan Hukum Nasional.............................................
2.9 Proses Ratifikasi Hukum Internasional menjadi Hukum Nasional..................................
2.10 Peradilan Internasional...................................................................................................
BAB III . KESIMPULAN, SARAN, DAN PENUTUP
3.1 Kesimpulan......................................................................................................................
3.2 Saran................................................................................................................................
3.3 Penutup............................................................................................................................

BAB I
1.1 Latar Belakang
Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum Eropa, hukum Agama dan hukum
Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa
kontinental. Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka
dominasi hukum atau Syariat Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan
warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat, yang merupakan penerusan dari aturan-
aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.
Pengertian sistem hukum sendiri yaitu Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sistem adalah
perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas. Hukum
merupakan peraturan didalam negara yang bersifat mengikat dan memaksa setiap warga Negara untuk
menaatinya. Jadi, sistem hukum adalah keseluruhan aturan tentang apa yang seharusnya dilakukan dan
apa yang seharusnya tidak dilakukan oleh manusia yang mengikat dan terpadu dari satuan kegiatan satu
sama lain untuk mencapai tujuan.

1.2 Tujuan
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
Makalah ini dibuat untuk menambah wawasan tentang Sistem hukum dan Peradilan Nasional.
Menjelaskan pengertian Sistem Hukum dan Peradilan Nasional

BAB II
SISTEM HUKUM DAN PERADILAN INTERNASIONAL
A. PENDAHULUAN
Keberadaan hukum internasional dalam harta pergaulan internasional
sesungguhnya merupakan konsekuensi dari adanya hubungan internasional
yang telah di praktikan oleh Negara-negara selama ini. Hubungan
internasional yang merupakan hubungan antarnegara, pada dasarnya adalah
hubungan hokum. Ini berarti hubungan internasional telah melahirkan hak
dan kewajiban antarsubjek hokum (Negara) yang saling berhubungan baik
dalam bentuk bilateral, regional maupun multilateral.
Perkembangan dunia global yang sudah melintasi batas-batas wilayah
teritorial Negara lain sangat membutuhkan aturan yang jelas dan tegas.
Aturan tersebut bertujuan agar tercipta suasana kerukunan dan kerja sama
yang saling menguntungkan kerja sama dalam hubungan antarbangsa
memerlukan aturan hukum yang bersifat yang bersifat internasional, sumber
hukum internasional yang berupa perjanjian internasional, kebiasaan
internasional, dan sebagainya, mempunyai peranan penting dalam mengatur
masalah-masalah bersama yang dihadapi subjek-subjek hukum internasional.

2.1 Sistem Hukum Internasional


Dalam berbagai kesempatan kita sering mendengar kata system.
ketika berbicara hukum, orang akan bertanya tentang pentingnya system
hukum. Demikian juga ketika orang berbicara tentang internasional, orang
akan bertanya bagaimana system hukum internasional, dan sebagainya. Kata
system dalam kamus bahasa Indonesia mengandung arti susunan
kesatuan-kesatuan yang masing-masing tidak berdiri sendiri, tetapi berfungsi
membentuk kesatuan secara keseluruhan. Pengertian system dalam penerapan
tidak tidak seluruhnya berasal dari suatu disiplin ilmu yang mandiri, karena
dapat pula berasal dari pengetahuan, seni maupun kebiasaan seperti mata
pencahariaan, system tarian, system perkawinan, system pemerintahan,
system hukum, dan sebagainya.

2.2 Pengertian Hukum Internasional


Hugo de Groot (Grotius) dalam bukunya De jure Belli ac Pacis
(Perihal Perang dan Damai) mengemukakan bahwa hukum dan hubungan
internasional didasarkan pada kemauan bebas dan persetujuan beberapa atau
semua Negara. Ini ditunjukan demi kepentingan bersama dari mereka
menyatakan diri di dalamnya. Sedangkan Sam Suhaedi berpendapat bahwa
hukum internasional merupakan himpunan aturan, norma, dan asas yang
mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat internasional.
Dalam pengertian umum, Hukum internasional adalah bagian hukum
yang mengatur aktivitas entitas berskala internasional. Pada awalnya, hukum
internasional hanya diartikan sebagai perilaku dan hubungan antarnegara
namun dalam perkembangan pola hubungan internasional yang semakin
kompleks pengertian ini kemundian meluas sehingga hukum internasional
juga mengurusi struktur dan prilaku organisasi internasional dan, pada batas
tertentu,perusahaan multifungsi dan individu
Beberapa sarjana lain menyarakan pendapatnya tentang hukum
internasional, di antaranya adalah:
a. J.G. Starke
Hukum internasioanl adalah sekumpulan hukum (body of law ) yang
sebagian besar terdiri dari asas-asas dank arena itu biasanya ditaati
dalam hubungan antarnegara.
b. Wirjono Prodjodikoro
Hukum internasional adalah sekumpulan hukum yang mengatur
perhubungan hukum antara berbagai bangsa di berbagai Negara.
c. Mochtar Kusumaatmadja
Hukum internasional adalah keseluruh kaidah dan asas yang
mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas
Negara antara:
Negara dan Negara
Negara dan subjek hukum lain bukan Negara atau subjek
hukum bukan Negara satu sama lain.

2.3 Asal mula hukum international


Bangsa romawi sudah mengenal hukum internasional sejak tahun
89SM. Hukum tersebut lebih dikenal dengan nama ius civile (hukum sipil)
dan ius gentium (Hukum antarbangsa).ius civile merupakan hug bekum
nasional yang berlaku bagi warga Romawi di manapun mereka berada. Ius
Gentium yang kemudian berkembang menjadi ius intergentium ialah hukum
mereka berada. Ius Gentium kemudian berkembang menjadi Ius intergentium
ialah hukum yang bagian dari hukum Romawi dan diterapkan bagi kaula
Negara (orang asing) yang bukan orang Romawi, yaitu orang-orang jajahan
atau orang-orang asing.
Hukum ini kemudian berkembang menjadi volkrnercht
(bahasa Jerman), droit des gens (bahasa Perancis), dan law of nations atau
international law (Bahasa Inggris). Pengertian volkernrencht dan ius gentium
sebenarnya Sebenarnya tidak sama karena hukum Romawi, Istilah ius
gentium mempunyi pengertian berikut ini:
a. Hukum yang mengatur hubungan antara dua orang warga kota Roma
dan orang asing (orang yang bukan warga kota Roma).
b. Hukum yang diturunkan dari tata tertib alam yang mengatur
masyarakat segala bangsa, yaitu hukum alam (natuurecht) yang
menjadi dasar perkembangan hukum internasional di Eropa pada abad
ke-15 sampai abad ke-19.

Dalam perkembangan berikutnya, pemahaman tentang hukum


internasional dapat dibedakan dalam 2 (dua) hal, yaitu:
a. Hukum perdata internasional, yaitu hukum internasional yang
mengatur hubungan hukum antarwarga Negara suatu Negara dan warga
Negara dari Negara lain (antarbangsa).
b. Hukum public internasional, yaitu hukum internasional yang mengatur
Negara yang satu dan Negara yang lain dalam hubungan internasional
(hukum antarnegara).
Tentang persamaan dan perbedaan antara hukum perdata internasional dan
hukum public internasional dapat dilihat pada bagan berikut.

Persamaan Perbedaa
Keduanya mengatur hubungan Hukum Dalam hukum perdata
antarpersoalan-persoalan yang perdata Internasional, persoalan
melintasi batas-batas Negara internasional berkaitan dengan hukum
dan Hukum perdata, sedangkan dalam
Publik hukum public internasional,
internasional. persoalan berkaitan dengan
hukum public.
2.4 Hukum Internasional dalam Arti Modern
Terwujudnya hukum internasional yang kita kenal sekarang merupakan
hasil kerja keras para pakar hukum dunia yang mengadakan konferensi di
wina tahun 1969 atas prakarsa PBB. Hasil konfersi tersebut menyepakati
sebuah naskah hukum internasional, baik yang menyangkut lapangan hukum
perdata internasional maupun hukum public internasional.
Secara garis besar, hukum internasional dapat dibagi dua, yaituh hukum
internasional tertulis dan hukum internasional tidak tertulis, yang
terwujudnya dalam bentuk perjanjian internasioanl.
2.5 Asas-asas Hukum Internasional
Dalam menjalin hubungan antar bangsa, setiap Negara harus
memperhatikan asas-asas hukum internasional, yaitu:
Asas-asas tertorial
Asas di dasarkan pada kekuasaan Negara atas daerahnya. Menurut asas
ini, Negara melaksanakan hukum bagi semua orang dan semua barang
yang ada di wilayahnya. Jadi, terhadap semua barang atau orang yang
berada diluar wilayah tersebut, berlaku hukum asing ( Internasional )
sepenuhnya.
Asas kebangsaan
Asas ini didasarkan pada kekuasaan Negara untuk waraga negaranya.
Menurut asas ini, setiap Negara dimanapun dia berada, tetap mendapat
perlakuan hukum dari negaranya. Asas ini mempunyai kekuatan
exeritorial. Artinya hukum dinegara tersebut tetap berlaku juga bagi
warga negaranya, walaupun berada di Negara asing.
Asas kepentingan umum
Asas ini di dasarkan pada wewenang Negara untuk melindungi dan
mengatur kepentingan dalam kehidupan masyarakat. Dalam hal ini,
Negara dapat menyesuaikan diri dengan semua keadaan dan peristiwa
yang berkaitan dengan kepentingan umum. Jadi, hukum tidak terikat
pada batas-batas wilayahnya suatu Negara.
Apabila ketiga asas ini tidak diperhatikan, akan timbul kekacauan
hukum dalam hubungan antar bangsa. Oleh sebab itu, antara satu
Negara lain perlu ada hubungan yang teratur dan tertib dalam bentuk
hukum internasional.

2.6 Sumber Hukum Internasional


Sumber-sumber hukum internasional adalah sumber-sumber yang
digunakan oleh mahkamah internasional dalam memtuskan masalah-
masalah hubungan antara internasional. Sumber hukum internasional
menurut mochtar kusumaatmadja dalam buku hukum
internasional humaniter, dapat dibedakan antara sumber hukum
dalam arti material dan sumber hukum dalam arti formal.

Dalam arti material, hukum internasional tidak dapat dipaksakan


seperti hukum nasional karena masyarakat internasional bukanlah suatu
Negara dunia yang memiliki badan kekuasaan atau pemerintah tertentu
seperti halnya sebuah Negara. Masyarakat internasional adalah
masyarakat Negara-negara atau bangsa-bangsa yang anggotanya
didasarkan atas sukarela dan kesadaran, sedangkan kedualatan bagai
kekuasaan tertinggi tetap berada dinegara masing-masing.
Meksipun demikian, dalam kenyataan kaidah-kaidah hukum
internasional juga ditaati oleh sebagian besar Negara anggota
masyarakat bangsa-bangsa yang berarti juga mengikat. Mengenal hal
ini, ada dua aliran yang memiliki pendapat yang berbeda. Kedua aliran
itu adalah sebagai berikut:

a. Aliran naturalis
aliran ini bersandar pada hak asasi atau hak-hak alamiah. Aliran
ini berpendapat bahwa kekuatan mengikat dari hukum internasional
didasarkan pada hukum alam yang berasal dari tuhan. Menurut teori
ini, hukum internasional adalah hukum alam, sehingga kedudukannya
di anggap lebih tinggi dari pada hukum nasional. Pencetus teori ini
adalah Grotius ( hugo de groot ) yang kemudian diikuti dan
disempurnakan oleh Emmerich vateel ahli hukum dab diplomat swiss.

b. Aliran positivisme
Aliran ini berdasarkan berlakunya hukum internasional pada
persetujuan bersama dari Negara-negara di tambah dengan asas
pacta sunt seruanda yang dianut oleh mazhab wina dengan
pelapornya Hans kelsen. Menurut hans kelsen pacta sunt servanda
merupakan kaidah dasar pasal 26 konvensi wina tentang hukum
perjanjiaan ( viena convetion the law of treaties ) tahun 1969.

Dalam arti formal, hukum internasional merupakan sumber


hukum yang digunakan oleh mahkamah internasional dalam
memutuskan masalah-masalah hubungan internasional. Menurut
brierly, sumber hukum internasional dalam arti formal merupakan
sumber hukum paling utama dan memiliki otoritas tertinggi dan otentik
yang dapat dipergunakan oleh mahkamah internasional di dalam
memutuskan suatu sengketa internasional. Pasal 38 piagam mahkamah
internasional permanen tertanggal 16 desember 1920 dapat dipakai
oleh mahkamah internasional untuk menyelesaikan persoalaan
internasional.
Sumber-sumber hukum internasional sesuai dengan yang
tercantum didalam piagam mahkamah internasional pasal 38 adalah
sebagai berikut:

a. Perjanjian internasional ( Traktat = treaty )


b. Kebangsaan-kebangsaan internasional yang terbukti dalam
peraktik umum dan diterima sebagai hukum,
c. Asas-asas umum hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa
beradab,
d. Keputusan-keputusaan hakim dan ajaran-ajaran para ahli
hukum internasional dari berbagai Negara sebagai alat
tambahan untyk menentukan hukum, dan
e. Pendapat-pendapat para ahli hukum yang terkemuka
2.7 Subjek Hukum Internasional
Subjek hukum internasional adalah orang, Negara, badan/organisasi-
organisasi tertentu yang dapat melakukan tindakan tindakan untuk dan atas
nama sendiri atau pihak lain yang dapat menimbulkan hak dan kewajiban
dalam bidang internasional. Pihak-pihak yang dapat disebut sebagai subjek
hukum internasional adalah Negara, Takha Suci, Palang Merah internasional,
organisasi internasional, orang perorangan (individu), pemberontak, dan
pihak dalam sengketa.

2.8 Hubungan Hukum internasional dengan hukum nasional


Dalam kenyataan kehidupan sehari-hari,praktik-praktik penyeleng-
garaan negara pada suatu negara antara hukum internasional dengan hukum
nasional tidak dapat dipisahkan.hal ini karena hukum nasional menjadi dasar
pembentukan hukum internasional.terdapat 2 (dua) aliran yang coba
memberikan gambaran bagaimana keterkaitan antara hukum internasional
dengan hukum nasional.aliran itu adalah:
a.Aliran Monoisme
Tokohnya adalah Hanz Kelsen dan Georges Scelle, menurut aliran ini,
Hukum merupakan satu sistem kesatuan hukum yang mengikat individu-
individu dalam suatu negara ataupun negara-negara dalam masyarakat
internasional.menurut aliran monisme,hukum internasional dan hukum
nasional merupakan satu kesatuan.hal ini di sebabkan:
1. Walaupun kedua sistem hukum itu mempunyai istilah yang berbeda,
Tetapi hukumnya tetap sama,yaitu individu-individu yang terdapat
dalam suatu negara.

2. Sama-sama mempunyai kekuatan hukum yang mengikat,hukum tidak


untuk di bantah.

b. Aliran dualisme
Tokohnya adalah Triepel dan Anzilotti.aliran ini beranggapan bahwa
hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua sistem
terpisah yang berbeda satu sama lain.hukum tersebut di sebabkan
karena:
1.perbedaan sumber hukum
2.perbedaan mengenai subjek
3.perbedaan mengenai kekuatan hukum

9. Proses Ratifikasi Hukum internasional menjadi hukum Nasional


a. proses ratifikasi hukum internasional menurut UUD no.24 tahun 2000
tentang perjanjian internasional. Dinyatakan bahwa pembuatan perjanjian
internasional harus didasarkan pada prinsip-prinsip persamaan, saling
menguntungkan dan memperhatikan hukum nasional atau hukum
internasional yang berlaku. Lebih lanjut pada pasal 5 disebutkan bahwa
pembuatan perjanjian harus didahului dengan konsultasi dan koordinasi
dengan mentri luar negeri dan posisi pemerintah harus dituangkan dalam
suatu pedoman degladasi.
Pembuatan perjanjiaan dapat dilakukan dengan surat kuasa penuh.
Surat kuasa diperlukan bagi seseorang yang mewakili pemerintah untuk
menerima atau menandatangani suatu naskah, sedangkan presiden dan
menteri tidak memerlukan dokumen tersebut. Surat kuasa dikeluarkan oleh
menteri luar negeri sesuai dengan praktik internasional yang telah di
kukuhkan dalam konvensi wina tahun 1969 di samping itu, ada pula
dokumen lain , yaitu surat kepercayaan yang dikeluarkan menteri luar negeri
untuk menghindari, merundingkan atau menerima hasil akhir suatu
pertemuan internasional.
Surat kuasa tidak diperlukan jika penandatangan suatu perjanjian
internasional hanya bersifat kerja sama teknis sebagai pelaksanaan
perjanjiaan yang sudah berlaku. Selain itu, undang-undang tentang
perjanjiaan internasional pun berisi ketentuan mengenai persyaratan atau
pernyataan terhadap suatu perjanjian internasional yang dapat dilakukan pada
saat penandatanganan perjanjian, kemudian ditugaskan pada waktu
dilakukanya pengesahan. Pernyataan dan pengesahan dapat ditarik kembali
setiap saat melalui pernyataan tertulis.
Pengesahan perjanjian internasional merupakan tahap yang sangat
penting dalam proses pembuataan perjanjian internasional karena pada tahap
tersebut suatu negara menyatakan diri untuk terikat secara definitif tentang
pengesahan dan perjanjian internasional dapat dibedakan antara pengesahan
dengan undang-undang dan pengesahan dengan keputusan presiden.
Selanjutnya, setiap undang-undang atau keputusan presiden tentang
pengesahan perjanjian internasional ditempatkan dalam lembaran Negara
Republik Indonesia pemerlakuan perjanjian internasional yang tidak disahkan
dengan undang-undang atau keputusan presiden, langsung berlaku setelah
penandatanganan atau pertukaran dokumen perjanjian atau not
Dioptimalkan ataupun melalui cara-cara lain sebagaimana disepakati
oleh para pihak terkait.
Adapun yang termasuk kategori perjanjian yang berlaku ini antara lain
adalah perjanjian yang
Secra teknis mengatur kerja sama di bidang pendidikan, sosial budaya,
paristiwa, penerangan, kesehatan dan keluarga berencana, lingkugan hidup,
pertanian, kehutanan, serta kerja sama persaudaraan antara provinsi dan kota.
Selanjutnya juga terdapat kemungkinan bagi indonesia untuk melakukan
perubahan atas ketentuan suatu perjanjian internasioal berdaskan kesepakatan
para pihak terkait melalui tata cara yang ditetapkan dalam perjanjian dan
disahkan dengan peraturan perundang-undangan yang setingkat.
Penyimpanan perjanjian internasional merujuk pada tanggung jawab
menteri luar negeri untuk menyimpan dan memelihara naskah asli perjanjian
internasional, serta menyampaikan salinan naskah resmi setiap perjanjijian
internasional kepda lembaga negara, lembaga pemerintah, dan kepada
sekertariat nasional. Suatu perjanjian internasional dapat berakhir apanila:

a. Terdapat kesepakatan para pihak melalui prosedur yang


ditetapkan dalam perjanjian;
b. Tujuan perjanjian tersebut telah dicapai;
c. Terdapat perubahan dasar yang mempengaruhi pelaksanaan
perjanjian;
d. Salah satu pihak tidak dilaksanakan atau melanggar ketentuan
dalam perjanjian;
e. Dibuat suatu perjanjian baru yang menggantikan perjanjianlama;
f. Munculnya norma-norma baru dalam hukum internasional;
g. Hilangnya objek perjanjian
h. Terdapathal-hal yang yang merugikan kepentingan nasional.
Selanjutnya, pasal 19 menegaskan pula bahwa perjanjian internasional
yang berakhir sebelum waktunya berdasarkan kesepakatan para pihak
terkait, tidak mempengaruhi penyelesaian setiap peraturan yang
menjadi bagian perjanjian dan belum dilaksanakan secara penuh pada
saat berakhirnya perjanjian tersebut.

B Proses ratifikasi perjanjian internasional menurut pasal 11 UUD 1945


1) Pengertian ratifikasi
Dalam konvensi wina pada tahun 1968 hukum (perjanjian)
internasional, disebutkan bahwa dalam pembuataan hukum (perjanjian)
baik bilateral maupun multilatela dapat dapat dilakukan melalui tahap
perundingan (negotiation), penandatanganan (signature), dan pengesahan
(ratification).

a) Ratifikasi oleh badan eksekutif. Sistem ini biasa dilakukan oleh raja-
raja absolut dan pemerintah otoriter.
b) Ratifikasi oleh badan legislatif. Sistem ini jarang dilakukan
c) Ratifikasi campuran (DPR dan pemerintah). Sistem ini paling banyak
digunakan karena peranan legislatif dan eksekutif sama-sama
menentukan dalam proses ratifikasi suatu perjanjian.
d)
2) Proses ratifikasi
Suatu negara mengikatkan diri pada suatu perjanjian dengan
syarat apabila telah disahkan oleh suatu badan yang berwenang
dinegaranya. Penandatanganya atas perjanjian hanya bersifat sementara
dan masih harus dikuatkan dengan pengesahan atau pengutan.
Persetujuan untuk meratifikasi (mengikat diri) tersebut dapat diberikan
dengan berbagai cara, tergantung kepada persetujuan mereka.
Misalnya, dengan penandatanganan, ratifikasi, pernyataan turut serta
(accession), ataupun pernyatan menerima (acceptance) dan dapat juga
dengan cara pertukaran naskah yang sudah ditandatangani.
Berikut ini adalah beberapa contoh proses ratifikasi hukum
(perjanjian) internasional menjadi hukum nasional.
a) Persetujuan indonesia-belanda mengenai penyerahan iran barat
(PAPUA) yang ditandatangani di New york (15 januari 1962)
disebut agreement. Akan tetapi, karena pentingnya materi yang
diatur di dalam agreemant tersebut maka dianggap sama dengan
treaty. Sebagai konsekuensinya, presiden memerlukan persetujuan
DPR dalam bentuk pernyataan pendapat
b) Perjanjian antara indonesia-australia mengenai garis besar batas
wilayah antara indonesia dangan papua New Gunea yang
ditandatangani di jakarta, 12 februari 1973 dalam bentuk agreemant.
Namun, karena pentingnya materi yang diatur dalam agreemant
tersebut, maka pengesahanya memerlukan persetujuan DPR dan
dituangkan ke dalam bentuk Undang-Undang, yaitu UU No.6 Tahun
1973.
c) Persetujuan garis batas landas kontinen antara indonesia dan
singapura tentang selat singapura (25 Mei 1973). Sebenarnya materi
persetujuan ini cukup penting, namun dalam pengesahanya tidak
meminta persetujuan DPR melainkan dituangkan dalam bentuk
keputusan presiden .
3) Proses ratifikasi menurut UUD 1945
Pasal 11 UUD 1945 menyatakan bahwa presiden dengan
persetujuan dewan perwakilan rakyat menyatakan perang,
membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain. Untuk
menjamin kelancaran pelaksanan kerja sama antara eksekutif
(presiden) dengan legislatif ( Dewan Perwakilan Rakyat ), harus
diperhatikan hal-hal berikut:
a. Presiden dengan persetujuan dewan perwakilan rakyat
menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan
negara lain.
b. Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang
dapat menimbulkan akibat luas dan mendasar bagi kehidupan
rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/ atau
mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang
harus dengan persetujuan dewan perwakilan rakyat.
c. Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur
dengan undang-undang.
Berdasarkan hal tersebut, hanya perjanjian-perjanjian yang
penting ( treaty ) yang disampakan kepada DPR, sedangkan
perjanjian lain (agreemant) akan disampaikan kepada DPR hanya
diketahui, pasal 11 UUD 1945 tidak menentukan bentuk yuridis
persetujuan DPR. Oleh karena itu, tidak ada keharusan bagi DPR
untuk memberikan persetujuannya dalam bentuk undang-undang.

Anda mungkin juga menyukai