PKN
Sistem Hukum Internasional dan PeradilanInternasional
Di Susun Oleh :
Kata Pengantar
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Mahakuasa , karena berkat rahmat dan
hidayah- Nya saya dapat menyelesaikan tugas penyusunan Makalah 1 yang berjudul Sistem
Hukum dan Peradilan Nasional .
Tujuan dari penyusunan makalah ini, selain untuk memenuhi salah satu tugas mata
pelajaran PKN, juga saya susun sebagai bahan pembelajaran untuk teman teman yang lain .
Namun di samping itu, saya menyadari betul bahwa dalam makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan dan untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran yang sekiranya
membangun dari para pembaca sekalian juga teman teman semua agar kekurangan dari
makalah ini dapat diperbaiki dan menjadi lebih sempurna.
Nuron Alfiyansyah
Daftar Isi
KATA PENGANTAR......................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
BAB I .PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................
1.2 Tujuan..............................................................................................................................
A. Pendahuluan.....................................................................................................................
BAB II . SISTEM HUKUM DAN PERADILAN INTERNASIONAL
2.1 Sistem Hukum Internasional............................................................................................
2.2 Pengertian Hukum Internasional......................................................................................
2.3 Asal Mula Hukum Internasional......................................................................................
2.4 Hukum Internasional dalam Arti Modern........................................................................
2.5 Asas-asas Hukum Internasional.......................................................................................
2.6 Sumber Hukum Internasional..........................................................................................
2.7 Subjek Hukum Internasional............................................................................................
2.8 Hubungan Hukum Internasional dengan Hukum Nasional.............................................
2.9 Proses Ratifikasi Hukum Internasional menjadi Hukum Nasional..................................
2.10 Peradilan Internasional...................................................................................................
BAB III . KESIMPULAN, SARAN, DAN PENUTUP
3.1 Kesimpulan......................................................................................................................
3.2 Saran................................................................................................................................
3.3 Penutup............................................................................................................................
BAB I
1.1 Latar Belakang
Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum Eropa, hukum Agama dan hukum
Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa
kontinental. Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka
dominasi hukum atau Syariat Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan
warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat, yang merupakan penerusan dari aturan-
aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.
Pengertian sistem hukum sendiri yaitu Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sistem adalah
perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas. Hukum
merupakan peraturan didalam negara yang bersifat mengikat dan memaksa setiap warga Negara untuk
menaatinya. Jadi, sistem hukum adalah keseluruhan aturan tentang apa yang seharusnya dilakukan dan
apa yang seharusnya tidak dilakukan oleh manusia yang mengikat dan terpadu dari satuan kegiatan satu
sama lain untuk mencapai tujuan.
1.2 Tujuan
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
Makalah ini dibuat untuk menambah wawasan tentang Sistem hukum dan Peradilan Nasional.
Menjelaskan pengertian Sistem Hukum dan Peradilan Nasional
BAB II
SISTEM HUKUM DAN PERADILAN INTERNASIONAL
A. PENDAHULUAN
Keberadaan hukum internasional dalam harta pergaulan internasional
sesungguhnya merupakan konsekuensi dari adanya hubungan internasional
yang telah di praktikan oleh Negara-negara selama ini. Hubungan
internasional yang merupakan hubungan antarnegara, pada dasarnya adalah
hubungan hokum. Ini berarti hubungan internasional telah melahirkan hak
dan kewajiban antarsubjek hokum (Negara) yang saling berhubungan baik
dalam bentuk bilateral, regional maupun multilateral.
Perkembangan dunia global yang sudah melintasi batas-batas wilayah
teritorial Negara lain sangat membutuhkan aturan yang jelas dan tegas.
Aturan tersebut bertujuan agar tercipta suasana kerukunan dan kerja sama
yang saling menguntungkan kerja sama dalam hubungan antarbangsa
memerlukan aturan hukum yang bersifat yang bersifat internasional, sumber
hukum internasional yang berupa perjanjian internasional, kebiasaan
internasional, dan sebagainya, mempunyai peranan penting dalam mengatur
masalah-masalah bersama yang dihadapi subjek-subjek hukum internasional.
Persamaan Perbedaa
Keduanya mengatur hubungan Hukum Dalam hukum perdata
antarpersoalan-persoalan yang perdata Internasional, persoalan
melintasi batas-batas Negara internasional berkaitan dengan hukum
dan Hukum perdata, sedangkan dalam
Publik hukum public internasional,
internasional. persoalan berkaitan dengan
hukum public.
2.4 Hukum Internasional dalam Arti Modern
Terwujudnya hukum internasional yang kita kenal sekarang merupakan
hasil kerja keras para pakar hukum dunia yang mengadakan konferensi di
wina tahun 1969 atas prakarsa PBB. Hasil konfersi tersebut menyepakati
sebuah naskah hukum internasional, baik yang menyangkut lapangan hukum
perdata internasional maupun hukum public internasional.
Secara garis besar, hukum internasional dapat dibagi dua, yaituh hukum
internasional tertulis dan hukum internasional tidak tertulis, yang
terwujudnya dalam bentuk perjanjian internasioanl.
2.5 Asas-asas Hukum Internasional
Dalam menjalin hubungan antar bangsa, setiap Negara harus
memperhatikan asas-asas hukum internasional, yaitu:
Asas-asas tertorial
Asas di dasarkan pada kekuasaan Negara atas daerahnya. Menurut asas
ini, Negara melaksanakan hukum bagi semua orang dan semua barang
yang ada di wilayahnya. Jadi, terhadap semua barang atau orang yang
berada diluar wilayah tersebut, berlaku hukum asing ( Internasional )
sepenuhnya.
Asas kebangsaan
Asas ini didasarkan pada kekuasaan Negara untuk waraga negaranya.
Menurut asas ini, setiap Negara dimanapun dia berada, tetap mendapat
perlakuan hukum dari negaranya. Asas ini mempunyai kekuatan
exeritorial. Artinya hukum dinegara tersebut tetap berlaku juga bagi
warga negaranya, walaupun berada di Negara asing.
Asas kepentingan umum
Asas ini di dasarkan pada wewenang Negara untuk melindungi dan
mengatur kepentingan dalam kehidupan masyarakat. Dalam hal ini,
Negara dapat menyesuaikan diri dengan semua keadaan dan peristiwa
yang berkaitan dengan kepentingan umum. Jadi, hukum tidak terikat
pada batas-batas wilayahnya suatu Negara.
Apabila ketiga asas ini tidak diperhatikan, akan timbul kekacauan
hukum dalam hubungan antar bangsa. Oleh sebab itu, antara satu
Negara lain perlu ada hubungan yang teratur dan tertib dalam bentuk
hukum internasional.
a. Aliran naturalis
aliran ini bersandar pada hak asasi atau hak-hak alamiah. Aliran
ini berpendapat bahwa kekuatan mengikat dari hukum internasional
didasarkan pada hukum alam yang berasal dari tuhan. Menurut teori
ini, hukum internasional adalah hukum alam, sehingga kedudukannya
di anggap lebih tinggi dari pada hukum nasional. Pencetus teori ini
adalah Grotius ( hugo de groot ) yang kemudian diikuti dan
disempurnakan oleh Emmerich vateel ahli hukum dab diplomat swiss.
b. Aliran positivisme
Aliran ini berdasarkan berlakunya hukum internasional pada
persetujuan bersama dari Negara-negara di tambah dengan asas
pacta sunt seruanda yang dianut oleh mazhab wina dengan
pelapornya Hans kelsen. Menurut hans kelsen pacta sunt servanda
merupakan kaidah dasar pasal 26 konvensi wina tentang hukum
perjanjiaan ( viena convetion the law of treaties ) tahun 1969.
b. Aliran dualisme
Tokohnya adalah Triepel dan Anzilotti.aliran ini beranggapan bahwa
hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua sistem
terpisah yang berbeda satu sama lain.hukum tersebut di sebabkan
karena:
1.perbedaan sumber hukum
2.perbedaan mengenai subjek
3.perbedaan mengenai kekuatan hukum
a) Ratifikasi oleh badan eksekutif. Sistem ini biasa dilakukan oleh raja-
raja absolut dan pemerintah otoriter.
b) Ratifikasi oleh badan legislatif. Sistem ini jarang dilakukan
c) Ratifikasi campuran (DPR dan pemerintah). Sistem ini paling banyak
digunakan karena peranan legislatif dan eksekutif sama-sama
menentukan dalam proses ratifikasi suatu perjanjian.
d)
2) Proses ratifikasi
Suatu negara mengikatkan diri pada suatu perjanjian dengan
syarat apabila telah disahkan oleh suatu badan yang berwenang
dinegaranya. Penandatanganya atas perjanjian hanya bersifat sementara
dan masih harus dikuatkan dengan pengesahan atau pengutan.
Persetujuan untuk meratifikasi (mengikat diri) tersebut dapat diberikan
dengan berbagai cara, tergantung kepada persetujuan mereka.
Misalnya, dengan penandatanganan, ratifikasi, pernyataan turut serta
(accession), ataupun pernyatan menerima (acceptance) dan dapat juga
dengan cara pertukaran naskah yang sudah ditandatangani.
Berikut ini adalah beberapa contoh proses ratifikasi hukum
(perjanjian) internasional menjadi hukum nasional.
a) Persetujuan indonesia-belanda mengenai penyerahan iran barat
(PAPUA) yang ditandatangani di New york (15 januari 1962)
disebut agreement. Akan tetapi, karena pentingnya materi yang
diatur di dalam agreemant tersebut maka dianggap sama dengan
treaty. Sebagai konsekuensinya, presiden memerlukan persetujuan
DPR dalam bentuk pernyataan pendapat
b) Perjanjian antara indonesia-australia mengenai garis besar batas
wilayah antara indonesia dangan papua New Gunea yang
ditandatangani di jakarta, 12 februari 1973 dalam bentuk agreemant.
Namun, karena pentingnya materi yang diatur dalam agreemant
tersebut, maka pengesahanya memerlukan persetujuan DPR dan
dituangkan ke dalam bentuk Undang-Undang, yaitu UU No.6 Tahun
1973.
c) Persetujuan garis batas landas kontinen antara indonesia dan
singapura tentang selat singapura (25 Mei 1973). Sebenarnya materi
persetujuan ini cukup penting, namun dalam pengesahanya tidak
meminta persetujuan DPR melainkan dituangkan dalam bentuk
keputusan presiden .
3) Proses ratifikasi menurut UUD 1945
Pasal 11 UUD 1945 menyatakan bahwa presiden dengan
persetujuan dewan perwakilan rakyat menyatakan perang,
membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain. Untuk
menjamin kelancaran pelaksanan kerja sama antara eksekutif
(presiden) dengan legislatif ( Dewan Perwakilan Rakyat ), harus
diperhatikan hal-hal berikut:
a. Presiden dengan persetujuan dewan perwakilan rakyat
menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan
negara lain.
b. Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang
dapat menimbulkan akibat luas dan mendasar bagi kehidupan
rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/ atau
mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang
harus dengan persetujuan dewan perwakilan rakyat.
c. Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur
dengan undang-undang.
Berdasarkan hal tersebut, hanya perjanjian-perjanjian yang
penting ( treaty ) yang disampakan kepada DPR, sedangkan
perjanjian lain (agreemant) akan disampaikan kepada DPR hanya
diketahui, pasal 11 UUD 1945 tidak menentukan bentuk yuridis
persetujuan DPR. Oleh karena itu, tidak ada keharusan bagi DPR
untuk memberikan persetujuannya dalam bentuk undang-undang.