Anda di halaman 1dari 15

HUKUM

Internasional
KELOMPOK 3
Ervina Damaryanti Mia Aurellia Zahra Rose Amadya Berlian
2102010088 2102010096 2102010061

Aldi Gymnastiar Hilal Ahyad


2102010062 2102010098
Kekuatan mengikat
hukum internasional
Kekuatan Mengikat Hukum Internasional adalah terletak pada timbal
balik para subjek hukum internasional. Kekuatan atau sifat mengikat
perjanjian internasional secara tegas telah dinyatakan dalam Pasal 26
Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian yang menyatakan bahwa : Tiap-
tiap perjanjian yang berlaku mengikat negara-negara pihak dan harus
dilaksanakan dengan itikad baik.
Menurut Mochtar Kusumaadmadja juga menarik tentang dasar kekuatan
mengikat hukum internasional karena karakter hukum internasional yang
berbeda dengan hukum nasional dimana hukum internasional tidak memiliki
lembaga-lembaga yang layak diasosiasikan dengan hukum dan
pelaksanaannya. Tidak ada badan legislatif maupun kekuasaan kehakiman
atau kepolisian yang dapat memaksanakan berlakunya hukum internasional
dalam tata masyarakat internasional.
Mengenai hal kekuatan mengikat Hukum Internasional telah dikemukakan
banyak teori, salah satunya pada teori hukum alam. Menurut para penganut hukum
alam ini, hukum internasional itu mengikat karena hukum internasional itu tidak
lain daripada "hukum alam" yang diterapkan pada kehidupan masyarakat bangsa-
bangsa. Dengan kata lain negara itu terikat atau tunduk pada hukum internasional
dalam hubungan antara mereka satu sama lain karena hukum internasional itu
merupakan bagian dari hukum yang lebih tinggi yaitu "hukum alam". Pikiran ini
kemudian, dalam abad XVIII lebih disempurnakan lagi, antara lain oleh seorang
ahli hukum dan diplomat bangsa Emmerich Vattel (1714-1767) dalam bukunya
Droit des Gens, di mana ia antara lain mengatakan:
"We use the term necessary Law of Nations for that law which results from
applying the natural law to nations. It is necessary, because nations are absolutely
bound to observe it. It contains these precepts which the natural law dictates to
States, and it is no less binding upon them It is upon individuals".
Teori Dasar Kekuatan Mengikatnya
Hukum Internasional

Beberapa tori atau ajaran yang mencobamemberikan


landasan pemikiran tentang mengikatnya hukum
internasional, yaitu:
(1) Teori Hukum Alam;
(2) Teori Huküm Positif; dan
(3) Teori Perancis.
Teori Hukum Alam
Menurut teori ini Hukum internasional mengikat karena adalah bagian dari
"hukum alam" yang diterapkan dalam kehidupan bangsa-bangsa. Negara-negara
tunduk atau terikat kepada hukum internasional dalam hubungan antar mereka
karena hukum internasional itu merúpakan bagian dari hukum yang lebih tinggi,
yaitu "hukum alam". Tokoh-tokoh dari teori ini, antara lain, Hugo Grotius (Hugo
de Groot), Emmeric Vattel, dll.
Kontribusi terbesar ajaran hukum alam bagi hukum internasional adalah
bahwa ia memberikan dasar-dasar bagi pembentukan hukum yang ideal. Dalam
hal ini, dengan menjelaskan bahwa konsep hidup bermasyarakat internasional
merupakan keharusan yang diperintahkan oleh akal budi (rasio) manusia, mazhab
hukum alam sesungguhnya telah meletakkan dasar rasionalitas bagi pentingnya
hidup berdampingan secara tertib dan damai antar bangsa-bangsa didunia ini
walaupun mereka memiliki asal-usul keturunan, pandangan hidup, dan nilai-nilai
yang berbeda-beda.
Teori Hukum Positif
Didalam teori hukum positif ada beberapa teori yaitu :
A. Teori Kehendak Negara
Teori ini bertolak dari teori kedaulatan negara. Secara umum inti dari ajaran
ini adalah sebagai berikut: oleh karena negara adalah pemegang kedaulatan, maka
negara adalah juga sumber dari segala hukum. Hukum internasional itu mengikat
negara-negara karena negara-negara itu atas kehendak atau kemauannya sendirilah
tunduk atau mengikatkan diri kepada hukum internasional.
Bagi ajaran ini, hukum internasional itu bukanlah sesuatu yang lebih tinggi
dari kemauan negara (hukum nasional) tetapi merupakan bagian dari hukum
nasional (hukum tata negara) yang mengatur hubungan luar suatu negara (auszeres
Staatsrecht). Para penuka teori ini, antala lain, Georg Jellinek, Zorn,dll.O Kritik
dan sekaligus kelemahan dari ajaran in adalah bahwa ajaran ini tidakmampu
menjelaskan bagaimana jika negara-negara itu secara sepihak, menyatakan tidak
hendak lagi terikat kepada hukum internasional,
B. Teori Kehendak Bersama Negara-negara
Teori ini berusaha untuk menutup kelemahan Teori Kehendak Negara
sebagaimana telah dikemukan di atas. Menurut teori ini, hukum
internasional itu mengikat bukan karena kehendak negara-negara secara
sendiri-sendiri melainkan karena kehendak bersama negara-negara itu
dimana kehendak bersama ini lebih tinggi derajatnya dibandingkan
dengan kehendak negara secara sendiri-sendiri. Dikatakan pula oleh teori
ini bahwa, berbeda halnya dengan kehendak negara secara sendiri-sendiri,
kehendak bersama ini tidak perlu dinyatakan secara tegas atau spesifik.
C. Teori Wina
Kelemahan-kelemahan yang melekat pada teori teori yang meletakkan dasar kekuatan
mengikat hukum internasional pada kehendak negara (yang kerap juga disebut sebagai
aliran voluntaris) melahirkan pemikiran baru yang tidak lagi meletakkan dasar mengikat
hukum internasional itu pada kehendak negara melainkan pada adanya norma atau kaidah
hukum yang telah ada terlebih dahulu yang terlepas dari dikehendaki atau tidak oleh
negara-negara (aliran pemikiran ini kerap disebut sebagai aliran objektivist). Tokoh
terkenal dari aliran in adalah HansKelsen yang teorinya dikenal dengan sebutan Mazhab
Wina ( Vienna School ofThought).
Menurut Kelsen, mengikatnya kaidah hukum internasional didasarkan oleh ada dan
mengikatnya kaidah hukum läin yang lebih tinggi. Ada dan mengikatnya kaidah hukum
yang lebih tinggi itu didasarkan oleh ada dan mengikatnya kaidah hukum yang lebih tinggi
lagi. Demikian seterusnya hingga sampai pada suatu puncak piramida kaidah-kaidah
hukum yang dinamakan kaidah dasar (grundnorm) yang tidak lagi dapat dijelaskan secara
hukum melainkan harus diterima adanya sebagai hipotesa asal (ursprungshypothese).
Menurut Kelsen, kaidah dasar dari hukuminternasional itu adalah prinsip atau asas pacta
sunt servanda.
Teori Perancis
Suatu teori yang mencoba menjelaskan dasar mengikatnya hukum internasional dengan
konstruksi pemikiran yang sama sekali berbeda dengan kedua teori sebelumnya (Teori Hukum
Alam dan Teori Hukum Positif) muncul di Perancis. Karena itu, teori ini dikenal sebagai
Mazhab Perancis. Pelopornya, antara lain, Leon Duguit, Fauchile, dan Schelle. Dalam garis
besarnya, teori ini meletakkan dasar mengikatnya hukum internasional - sebagaimana halnya
bidang hukum lainnya pada faktor-faktor yang mereka namakan "fakta-fakta kemasyarakatan"
(fait social), yaitu berupa faktor-faktor biologis, sosial, dan sejarah kehidupan manusia.
Artinya, dasar mengikatnya hukum internasional itu dapat dikembalikan kepada sifat alami
manusia sebagai mahluk sosial yang senantiasa memiliki hasrat untuk hidup bergabung dengan
manusia lain dan kebutuhan akan solidaritas. Kebutuhan dan naluri sosial manusia sebagai
individu itu juga dimiliki ole negara-negara atau bangsa-bangsa (yang merupakan kumpulan
manusia). Dengan kata lain, menurut teori ini, dasar mengikatnya hukum internasional itu,
sebagaimana halnya dasar mengikatnya setiap hukum, terdapat dalam kenyataan sosial yaitu
pada kebutuhan manusia untuk hidup bermasyarakat.
PERBEDAAN DARI TEORI KEKUATAN MENGIKAT
HUKUM INTERNASIONAL
Teori Hukum Teori Hukum Positif ( Teori Kehendak
Alam Bersama, Teori Kehendak Bersama Negara, Teori Perancis
Teori Wina)

Didasarkan pada ajaran Kekuatan mengikatnya hukum internasional Kekuatan mengikatnya hukum
ketuhanan dan hakikat terikat karena kehendak negara bersama 1 internasional pada faktor biologis,
manusia sebagai makhluk per 1 untuk terikat untuk tunduk pada hukum sosial dan sejarah kehidupan
yang berakal dan Negara- internasional. Hukum internasional bukanlah manusia yang disebut sebagai fakta
negara terikat pada hukum hukum yang lebih tinggi yang mengikat kemasyarakatan
internasional karena terdapat diluar kehendak negara dan teori ini Dasar kekuatan mengikat hukumnya
hukum yang lebih tinggi yang memandang bahwa hukum internasional internasionalnya adalah karena
diyakini berlaku secara sebagai hukum perjanjian antar negara Hukum Internasional mutlak
universal diperlukan guna memenuhi
kebutuhan bangsa-bangsa untuk
hidup bermasyarakat
CONTOH KASUS
Daya Ikat Hukum Internasional terhadap Hubungan Internasional
mengenai Kasus Sengketa antara Indonesia dengan Timor Leste
terkait Permasalahan Klaim Batas Negara

Dalam kasus Pendefinisian Batas wilayah Negara dari UU No .43TAHUN 2008 disebutkan
bahwa UU tersebut didasarkan pada Hukum Internasional.hal ini menunjukan bahwa ada hubungan
antara Hukum Internasional dengan Hukum Nasional. Dalam terkaitannya tersebut terlihat ada
unsur dari Tori Monisme atau dapat dikatakan Hukum Internasional sama dengan Hukum Nasional.
Indonesia dalampenyelenggaraan suatu urusan kenegaraan Khususnya dalam penyelesaian
sengketadengan Timor Lest masih menganut dan menjunjung tinggi aturan didalam Hukum
Internasional yang terlihat pada menganut Treaty Montevideo 1932 dalam melihat prinsip mutlak
berdirinya negara, serta tunduk pada pengaturan ketentuan-ketentuan Hukum Laut Internasional dan
sisanya berupa batas wilayah daratan dengan negara-negara tetangganya, hal itu telah menunjukkan
bahwa Hukum Internasional tak lainadalah Hukum Alam yang artinya mutlak ditaati
CONTOH KASUS
Daya Ikat Hukum Internasional terhadap Hubungan Internasional mengenai
Kasus Sengketa antara Indonesia dengan Timor Leste terkait Permasalahan
Klaim Batas Negara

Dalam kasus sengketa yang mewarnai konflik dalam Hubungan Internasional, Hukum
internasional memiliki daya ikat atau hubungan signifikan, Hukum internasional merupakan
sebuah sistem
aturan, prinsip, dan konsep mengatur hubungan antar negara, organisasi internasional,individu,
 dan aktor lainnya 
dalam politik dunia. Hubungan antar aktor internasional inimerupakan subjek dari ilmu 
Hubungan internasional.
THANKYOU
Have a great day

Anda mungkin juga menyukai