Anda di halaman 1dari 31

KELOMPOK 3

Hukum Internasional

Dasar Kekuatan Mengikat Hukum


Internasional

ANGGOTA KELOMPOK
1242-I Nym Bagus Febryan Suryadhiana Mahendra
1243-Patricya Elnada Priyatna
1244-Rachelita Meity Samola
1245-Peter Leviano Sihombing
1246-Michelle Stephanie Langelo
1247-Semeion Timanta Ariyanto Sudi
1248-Asafita Benzelina Salhuteru
1249-Geraldine Zepanya P Sianipar
1250-Bernie Joshua L Tobing
1251-Reifa Annisa Nugraheni
Dasar Kekuatan Mengikat Hukum
Internasional
John Austin: Hukum internasional itu bukan hukum dalam arti yang
sebenarnya. Austin menempatkan hukum segolongan dengan the laws of
honour and the law set by fashion sebagai “the rules of positive morality”
Hal ini disangkal dalam buku Mochtar, dengan memberi contoh hukum
adat di Indonesia.

Domes Tones (ahli filsafat Yunani), ada 4 alasan Dasar kekuatan mengikat
HI:
1. Karena hukum merupakan perintah Tuhan
2.Karena merupakan Tradisi
3. Karena berasal dari kesusilaan
4. Karena ada perjanjian masyarakat.

Teori - Teori 1. Teori Hukum Alam


Dasar Kekuatan 2. Teori Positivisme
Mengikat Hukum 3. Teori Aliran Mazhab Perancis
4. Teori Aliran Mazhab Wina
Internasional
Teori Hukum Alam
Hukum ideal didasarkan atas hakikat manusia
sebagai mahluk yang berakal atau kesatuan
kaidah-kaidah yang diilhami alam pada nalar
manusia. Hukum internasional tidak lain
merupakan hukum alam yang diterapkan
pada kehidupan masyarakat bangsa-bangsa.

Para penganut Teori Hukum Alam disebut


golongan naturalis. Tokohnya adalah Hugo de
Groot atau Hugo Grotius, Fransisco de Vittoria,
Fransisco Suarez, dan Alberico.
Teori Hukum Alam
Dalam teori hukum alam dapat dipahami bahwa
kepatuhan negara terhadap hukum internasional
merupakan sebuah keniscayaan. Ada beberapa
nilai-nilai yang sudah diakui oleh semua umat
manusia dan menjadi kebiasaan internasional.
Karena telah berkembang sebagai sebuah
kebiasaan internasional, maka sudah sepatutnya
seluruh subjek internasional mengetahui akan hal
tersebut. Hal ini juga berdasar atas nilai-nilai yang
dipahami secara universal agar tidak dilanggar dan
dipatuhi sekalipun masih dalam bentuk kebiasaan
(tidak tertulis). Dalam teori hukum alam dipandang
bahwa nilai-nilai yang dipahami secara universal
terbagi atas tiga pokok, yakni:
Teori Hukum Alam
1. Perjanjian yang telah disepakati harus diakui dan wajib dijalankan
pelaksanaannya
Banyak pendapat yang menjelaskan mengenai kekuatan mengikat
hukum internasional kepada negara berdasar pada kesepakatan
(consent) negara untuk mematuhi aturan dan prinsip yang ada di
dalamnya. Para pihak telah menyatakan kesepakatannya untuk
mengikatkan diri pada instrumen-instrumen internasional tersebut.
Teori alam dalam hal ini memandang bahwa adanya nilai-nilai ideal
yang bersifat universal. Pengakuan terhadap nilai bahwa setiap orang
yang telah memberi kesepakatan ataupun berjanji harus mampu
memenuhi janjinya juga merupakan salah satu dari bentuk nilai ideal
yang bersifat universal. Dapat dipahami bahwa tidak ada alasan
pembenar bagi mereka yang mengingkari janji. Dari pengakuan nilai
inilah yang menjadi dasar untuk keberlakukan hukum internasional
yang salah satu sumber hukum internasional dengan asas dasarnya
pacta sunt servanda.
Contoh Kasus teori Hukum Alam

Berkaca dari kasus Taliban yang berhasil menguasai Afghanistan pada bulan Agustus
2021. Taliban mengeluarkan beberapa perjanjian yang akan mereka lakukan selama
menguasai Afghanistan, salah satunya adalah menjunjung tinggi hak perempuan,
mengizinkan perempuan untuk bersekolah dan bekerja selama syariat islam tidak
diabaikan. Namun, kenyataannya berulang kali janji ini diingkar oleh Taliban, sehingga
menimbulkan perhatian dari negara-negara internasional akan pelanggaran terhadap
salah satu dari nilai universal tersebut, negara Indonesia sendiri juga turut bersuara
dalam pengingkaran janji ini. Presiden Jokowi melalui kementerian luar negeri nya
menyatakan akan mengerahkan kontribusi melalui Indonesia-Afghanistan Women
Solidarity Network untuk meningkatkan kerjasama pemberdayaan perempuan
Afghanistan dan juga bersedia memberikan beasiswa pendidikan bagi perempuan
Afghanistan.
Teori Hukum Alam
2. Tidak diperbolehkan untuk merampas hak
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa kekuatan mengikat dari hukum
internasional ini didasarkan atas nilai-nilai ideal yang sifatnya universal
yang berasal dari makhluk yang berakal atau kesatuan kaidah yang
diilhamkan alam kepada manusia. Dalam konteks hukum internasional,
nilai yang dapat dipahami bahwa sebuah negara tidak diperkenankan
merampas hak negara lain.
3. Pengakuan terhadap kebiasaan-kebiasaan internasional yang
dianggap sebagai hukum sekalipun tidak tertulis
Pada kenyataannya, nilai-nilai yang ada pada tiap-tiap bangsa banyak
memiliki perbedaan. Sehingga hukum alam ini juga tidak terlepas dari
konsep rasio, keadilan, agama, yang dianggap dapat menimbulkan
kegaduhan karena sifatnya yang objektif. Namun, tidak bisa dipungkiri
nilai-nilai rasional dan idealis hukum alam ini yang menjadi dasar moral
dan etis berlakunya hukum internasional.
Menurut Teori Positivisme, Kekuatan
Teori mengikatnya hukum internasional
pada kehendak negara itu sendiri

Positivisme untuk tunduk pada hukum


internasional. Hukum internasional
berasal dari kemauan negara dan
berlaku karena disetujui oleh negara.
Para penganut Teori Positivisme
disebut golongan positivisme.
Tokohnya adalah Jacques Rousseau,
Cornelius van Bynkershoek, Prof. Ricard
Zouche, dan Emerich de Vattel.

Teori Positivisme
Menurut aliran hukum positivisme, hukum itu mengikat masyarakat atau masyarakat
tunduk pada hukum, itu disebab­kan oleh masyarakat itu sendiri yang membutuhkan
hukum tersebut untuk mengatur kehidupannya. Jika pandangan aliran hukum positif ini
dihubungkan dengan hukum internasional, maka hukum internasional berlaku dan
mengikat masyarakat internasional itu disebabkan karena masyarakat internasional itu
sendirilah yang membutuhkan dan menghendaki untuk tunduk dan terikat pada hukum
internasional. Jadi ada faktor kehendak negara (state will) yang menyebabkan
masyarakat internasional, khususnya negara-negara untuk tunduk dan terikat pada
hukum internasional.
Ada beberapa mazhab yang termasuk ke dalam kelompok Mazhab atau ajaran Hukum
positif, yaitu :
Teori Positivisme
1. Mazhab/Teori Kehendak negara (Para pemuka mazhab ini, antara lain,
Georg Jellinek, Zorn, dll)
Secara umum inti dari ajaran atau mazhab ini adalah, oleh karena negara
adalah pemegang kedaulatan, maka negara juga sebagai sumber dari segala
hukum. Hukum internasional itu mengikat negara-negara karena atas
kehendak atau kemauannya sendirilah tunduk atau mengikatkan diri kepada
hukum internasional. Tetapi negara juga berhak untuk keluar dan memilih
untuk tidak mengikuti atau terikat pada hukum internasional. Bagi mazhab ini,
hukum internasional itu bukanlah sesuatu yang lebih tinggi dari kemauan
negara (hukum nasional) tetapi merupakan bagian dari hukum nasional.
Teori Positivisme
2. Mazhab atau Teori Kehendak bersama negara - negara. (Zorn, Anzilloti, dan
Triepel)
Menurut mereka, hakekat dan daya mengikat hukum internasional tidak terletak
pada kehendak sepihak negara-negara, melainkan pada kehendak besama
negara-negara. Jika negara-negara tunduk pada hukum internasional, disebabkan
karena terdapat kehendak bersama dan negara-negara untuk tunduk dan terikat
pada hukum internasional. Jadi ada kesamaaan kehendak dari negara-negara.
Jika pada suatu waktu ada satu atau beberapa negara tidak lagi bersedia untuk
tunduk dan terikat pada hukum internasional, dan bermaksud untuk menarik diri,
maka negara itu tidak dapat menarik diri secara sepihak, melainkan harus
mendapat persetujuan bersama dari negara­-negara lainnya. Persetujuan inipun
juga merupakan manifestasi dan kehendak bersama negara-negara.
Contoh kasus Teori
Positivisme
Adapun Contoh kasus hukum positvisme
Saat Indonesia memutuskan untuk keluar dan bergabung kembali pada keanggotaan
PBB. Setelah menanggapi keputusan PBB untuk mengakui kedaulatan Malaysia dan
menjadikan Malaysia anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB pada 7 Januari 1965,
Presiden Soekarno menyatakan untuk pengunduran diri Indonesia dari keanggotaan
PBB pada 20 Januari 1965. Pada 20 Januari 1965, Indonesia resmi mengumumkan dan
mendeklarasikan keluar dari PBB. Setelah adanya pergantian kekuasaan dari Orde
Lama ke Orde Baru, Pemerintah Indonesia pada 19 September 1966 mengumumkan
bahwa Indonesia bermaksud untuk melanjutkan kerja sama dengan PBB dan
melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB, dan menjadi anggota PBB
kembali pada 28 September 1966 , tepatnya pada 16 tahun setelah Indonesia diterima
untuk pertama kalinya.
Teori Aliran
Mazhab Wina
Kekuatan mengikat hukum internasional bukan
merupakan kehendak negara melainkan melalui
norma hukum yang merupakan dasar terakhir
yang harus di patuhi oleh setiap negara. Kekuatan
mengikat hukum internasional didasarkan pada
suatu kaidah yang lebih tinggi lagi.
Aliran mahzab Wina lahir pada abad 19, dengan
diselenggarakannya Kongres Wina tahun 1815.
Hasil Kongres Wina memengaruhi percepatan
perkembangan hukum internasional.
Teori Aliran
Mazhab Wina
Perkembangan hukum Internasional menurut Mahzab
Wina, dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini:
Setelah Kongres Wina tahun 1815, negara-negara
Eropa berjanji untuk selalu menggunakan prinsip-
prinsip hukum internasional dalam hubungannya
satu sama lain.
Banyak dibuatnya perjanjian-perjanjian
(lawmaking treaties) di bidang perang, netralitas,
peradilan, dan arbitrase.
Berkembangnya perundingan-perundingan
multilateral yang juga melahirkan ketentuan-
ketentuan hukum baru.
Teori Aliran
Mazhab Wina
Perkembangan hukum Internasional menurut Mahzab
Wina, dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini:
Setelah Kongres Wina tahun 1815, negara-negara
Eropa berjanji untuk selalu menggunakan prinsip-
prinsip hukum internasional dalam hubungannya
satu sama lain.
Banyak dibuatnya perjanjian-perjanjian
(lawmaking treaties) di bidang perang, netralitas,
peradilan, dan arbitrase.
Berkembangnya perundingan-perundingan
multilateral yang juga melahirkan ketentuan-
ketentuan hukum baru.
Teori Aliran Mazhab Wina
Kelemahan teori-teori berdasarkan kehendak negara melahirkan
sebuah teori baru, yang mendasarkan diri pada norma hukum yang
telah ada terlebih dahulu. Tokoh terkenal dari teori ini adalah Hans
Kelsen dengan mazhabnya yaitu Mazhab Wina. Menurut Kelsen, ada dan
mengikatnya kaidah hukum internasional didasarkan oleh ada dan
mengikatnya kaidah hukum lain yang lebih tinggi. Ada dan mengikatnya
kaidah hukum yang lebih tinggi itu didasarkan oleh ada dan
mengikatnya kaidah hukum yang lebih tinggi lagi. Demikian seterusnya
hingga sampai pada suatu puncak piramida kaidah-kaidah hukum
yang dinamakan kaidah dasar (grundnorm) yang tidak lagi dapat
dijelaskan secara hukum melainka nharus diterima adanya sebagai
hipotesa asal (ursprungs hypothese). Menurut Kelsen, kaidah dasar dari
hukum internasional itu adalah prinsip atau asas pacta sunt servanda.
Teori Aliran Mazhab Wina
Teori ini menjelaskan bahwa, pada dasarnya dasar mengikatnya hukum
internasional bukanlah merupakan kehendak negara melainkan
berdasarkan pada norma hukum. Suatu kaidah pada dasarnya
didasarkan pada kaidah yang lebih tinggi diatasnya begitu pula
seterusnya. Dan segala sesuatunya dikembalikan kepada kaidah dasar,
dan kaidah dasar yang dianut oleh mazhab ini adalah asas "pacta sun
servanda". Kelebihan teori ini adalah Kekuatan mengikat Hukum
Internasional didasarkan pada kaidah yang lebih tinggi hingga sampai
pada kaidah dasar (Grundnorm). Kelemahan dari tori ini adalah tidak
dapat menjawab mengapa kaidah dasar itu sendiri mengikat. Ini
mengakibatkan sistem yang tadinya logis menjadi blurred atau tidak
jelas, karena tidak mungkin persoalan kekuatan mengikatnya hukum
internasional itu didasarkan pada suatu hipotesis.
Teori Aliran Mazhab Wina
Dalam perjalannya banyak pihak yang menentang mazhab wina di
cambrigde misalnya, seperti yang dikemukakan oleh fichte dan
hegel atau kant yang lebih mengutamakan spirit dan pemikiran dari
pada logika dan fisik, sehingga orang yakin bahwa sains harus
belajar dari filsafat dan potivisme logis ( Mazhab wina )juga
bersebrangan dengan idealisme model jerman, Lingkaran wina
menggunakan relativitas einstein (yang pada masa itu
bertentangan dengan akal sehat)untuk melawan pendapat kant,
meskipun demikian mazhab ini meninggalkan aliran potivisme yang
sampai sekarang masih kuat
Contoh Kasus Teori Aliran Mazhab Wina
Pada tanggal 22 Oktober 1946, dua cruisers
Inggris dan dua kapal perusak, datang dari
selatan memasuki Selat Corfu Utara. Selat yang
mereka susuri yang berada di perairan Albania
dinyatakan sebagai aman: selatnya pernah
disapu pada 1944 dan disapu kembali pada
tahun 1945. Salah satu kapal perusaknya,
Saumarez membentur ranjau dan rusak parah.
Kapal perusak yang lain, Volage dikirim untuk
membantu kapal Saumerez dan ketika sedang
mendereknya, membentur ranjau lain dan rusak
lebih parah lagi. Empat puluh lima perwira dan
pelaut Inggris kehilangan hidupnya dan 42
lainnya terluka.
Contoh Kasus Teori Aliran Mazhab Wina
Sebuah insiden juga terjadi di perairan ini, pada bulan Mei 1946: sebuah
battery Albania menembakkan ke arah dua cruisers Inggris. Pemerintah
Inggris memprotes dan menyatakan bahwa innocent passage lewat
selat adalah hak yang dikenal dalam hukum internasional. Pemerintah
Albania menyatakan bahwa kapal perang asing dan kapal dagang di
larang masuk laut teritorial Albania tanpa izin sebelumnya, dan pada
Agustus ke dua 1946, pemerintah Inggris menyatakan bahwa apabila
dimasa depan tembakan di lepaskan kepada kapal perang Inggris yang
melintasi selat maka kapal Inggris akan membalasnya.
Contoh Kasus Teori Aliran Mazhab Wina
Setelah ledakan tanggal 22 Oktober Pemerintah Inggris mengirimkan nota
ke Albania perihal niatnya untuk melakukan sweeping di Corfu Chennel.
Jawaban Albania adalah bahwa ijin tidak dapat diberikan kecuali operasi
penyapuan ranjau berada di luar laut teritorial Albania dan bahwa
penyapuan ranjau yang dilakukan di perairan-perairan tersebut
merupakan pelanggaran kedaulatan Albania, penyapuan yang dilakukan
oleh Angkatan Laut Inggris terjadi pada tanggal 12-13 November 1946, di
laut teritorial Albania dan berada dalam jarak yang sebelumnya di sapu, 22
ranjau dijinakkan, ranjau-ranjau tersebut adalah tipe GY buatan Jerman.
Inggris menuntut ganti rugi atas kerusakan kapal-kapalnya dan korban-
korban yang meninggal. Albania menolak tuntutan tersebut. Inggris
mengajukan kasus ini kepada Mahkamah Internasional pada tanggal 22
Mei 1947.
Teori Aliran Mazhab Prancis
Menurut Teori Aliran Mahzab Prancis, hukum internasional memiliki kekuatan
mengikat karena dihubungkan dengan kenyataan hidup manusia. Hukum
internasional mengikat karena faktor biologis, sosial, sejarah, atau fakta
kemasyarakatan.Selain Mazhab Wina, ada suatu mazhab yang mencoba
menjelaskan dasar mengikatnyahukum internasional dengan konstruksi
pemikiran yang sama sekali berbeda dengan teori hukum alam dan hukum
positif adalah Mazhab Prancis, Dasar pemikiran teori ini adalah apa yang
disebut dengan fakta-fakta sosial, yaitu berupa factor-faktor biologis, sosial,
dan sejarah kehidupan manusia. Artinya, dasarmengikatnya hukum
internasional itu dapat dikembalikan kepada sifat alami manusia sebagai
mahluk sosial yang senantiasa memiliki hasrat untuk hidup bergabung dengan
manusia laindan kebutuhan akan solidaritas. Kebutuhan individu tersebut juga
terdapat pada bangsa dan negara.
Teori Aliran Mazhab Prancis
Suatu mazhab yang mencoba
menjelaskan dasar mengikatnya
Dengan kata lain, menurut
hukum internasional dengan
mazhab ini kekuatan
konstruksi pemikiran yang sama
mengikat hukum
sekali berbeda dengan kedua
internasionaldidasarkan
mazhab sebelumnya(Mazhab
pada fakta-fakta sosial (fait
Hukum Alam dan Mazhab Hukum
social) bahwa manusia
Positif) muncul di Perancis.
butuh hidup bermasyarakat.
Karena itu, Mazhabini dikenal
sebagai Mazhab Perancis.
Pelopornya, antara lain, Leon
Duguit, Fauchile, danSchelle.
Teori Aliran Mazhab Prancis
Aliran Mahzab Prancis lahir di abad 20. Pada masa ini, perkembangan hukum
internasional makin cepat. Hal tersebut dipengaruhi oleh:
Banyaknya negara baru akibat dekolonisasi dan meningkatnya hubungan
antarnegara.
Kemajuan pesat teknologi dan ilmu pengetahuan yang mengharuskan
dibuatnya ketentuan-ketentuan baru yang mengatur kerjasama antar
negara di berbagai bidang.
Banyaknya perjanjian-perjanjian internasional yang dibuat, baik bersifat
bilateral, regional, maupun bersifat global.
Bermunculannya organisasi internasional, seperti Perserikatan Bangsa
Bangsa dan berbagai organ subsidernya, serta Badan-badan Khusus dalam
kerangka Internasional yang menyiapkan ketentuan-ketentuan baru dalam
berbagai bidang khususnya Hukum Internasional.
Teori Aliran Mazhab Prancis
Menurut teori ini, masalah yang dihadapi manusia sama
dengan yang dihadapi oleh negara. Semua masalah
tersebut dapat dikembalikan ke fitrah manusia sebagai
makhluk sosial untuk bergabung dengan manusia lain dan
kebutuhan mereka akan solidaritas. Bangsa juga memiliki
kebutuhan dan naluri sosial manusia sebagai individu. Oleh
karena itu, hukum internasional memiliki kekuatan hukum
mengikat termasuk pemenuhan kebutuhan
manusia/bangsa/negara untuk hidup dalam masyarakat
yang tertib, damai, dan sejahtera.
Contoh Teori Aliran Mazhab Prancis
Contohnya adalah Ubi Societas Ibi Ius yaitu dimana ada masyarakat disitu ada hukum , dimana
hukum dibuat sesuai pada kebutuhan manusia untuk hidup masyarakat.
1) Hukum perdagangan di Indonesia:
Di Indonesia, hukum perdagangan diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang
Perdagangan. Undang-Undang ini mengatur tentang kegiatan perdagangan di Indonesia, termasuk
penjualan barang dan jasa, import dan eksport, dan lain-lain. Hukum perdagangan di Indonesia
menunjukkan prinsip ubi societas ibi ius dan fait social karena hukum ini diatur sesuai dengan
kebutuhan dan kepentingan masyarakat Indonesia yang melakukan kegiatan perdagangan.
2) Hukum Perceraian di Indonesia :
Di Indonesia, hukum perceraian diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan. Undang-Undang ini menyatakan bahwa seorang suami atau istri dapat mengajukan
gugatan perceraian kepada pengadilan jika terdapat alasan yang sah sesuai dengan hukum yang
berlaku di Indonesia.Kasus hukum perceraian di Indonesia menunjukkan prinsip ubi societas ibi ius
karena hukum perceraian di Indonesia diatur sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan masyarakat
Indonesia.Sebagai contoh, di Indonesia, hukum perceraian mengizinkan seorang suami atau istri untuk
mengajukan gugatan perceraian jika terjadi perselingkuhan.Namun, di negara lain, hukum perceraian
mungkin tidak mengizinkan perselingkuhan sebagai alasan gugatan perceraian.
Ruang
Diskusi
Kesimpulan
Hukum Internasional memiliki kekuatan
mengikat. Dasar kekuatan mengikat
Hukum Internasional terdiri dari Teori
Hukum Alam, Teori Positivisme, Teori
Aliran Mazhab Wina dan Teori Aliran
Mazhab Prancis. Masing - masing teori
memiliki alasan dan penjelasan
sebagai dasar kekuatan mengikat
Hukum Internasional
Thank
You!

Anda mungkin juga menyukai