Anda di halaman 1dari 13

BUKU JAWABAN UJIAN (BJU)

UAS TAKE HOME EXAM (THE)


SEMESTER 2021/22.2 (2022.1)

Nama Mahasiswa : YOGA ADI KURNIAWAN

Nomor Induk Mahasiswa/NIM : 042962257

Tanggal Lahir : 21 SEPTEMBER 1999

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4103/ Filsafat Hukum Dan Etika Profesi

Kode/Nama Program Studi : 311/Ilmu Hukum (S1)

Kode/Nama UPBJJ : 44/SURAKARTA

Hari/Tanggal UAS THE : SABTU/18 JUNI 2022

Tanda Tangan Peserta Ujian

Petunjuk

1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN


RISET, DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS TERBUKA
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

Surat Pernyataan Mahasiswa


Kejujuran Akademik

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : YOGA ADI KURNIAWAN


NIM : 042962257
Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4103/ Filsafat Hukum Dan Etika Profesi
Fakultas : FHISIP/Fakultas Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Program Studi : 311/Ilmu Hukum (S1)
UPBJJ-UT : 44/SURAKARTA

1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE pada laman
https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan soal ujian
UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya sebagai pekerjaan
saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai dengan aturan
akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan tidak melakukan
kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui media apapun, serta tindakan tidak
terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan akademik Universitas Terbuka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat pelanggaran atas
pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi akademik yang ditetapkan oleh
Universitas Terbuka.
Wonogiri, 18 Juni 2022

Yang Membuat Pernyataan

YOGA ADI KURNIAWAN


1. Filsafat Yunani terpisah dari agama Yunani yang penuh khurafat dan mitos. Di Yunani
bersifat unik karena masyarakatnya merupakan penganut paham politheisme secara
teologis, sedangkan para filsuf justru membela paham monotheisme.

A. Filsafat dan Agama merupakan sesuatu yang berbeda. Walaupun agama dan
filsafat pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu mengungkap kebenaran
akan tetapi filsafat dan agama berasal dari landasan yang berbeda. Agama berasal
dari sebuah keyakinan, sementara filsafat berasal dari kebertanyaan. Perbedaan
inilah yang membuat para filosof saling bertentangan dan saling berbeda pendapat.
filsafat dan agama adalah dua pokok persoalan yang berbeda, namun memiliki
hubungan. Agama banyak berbicara tentang hubungan antara manusia dengan
Yang Maha Kuasa, sedangkan filsafat seperti yang dikemukakan di atas bertujuan
menemukan kebenaran. Jika kebenaran yang sebenarnya itu mem-punyai ciri
sistematis, jadilah ia kebenaran filsafat. Jika agama membincangkan tentang
eksistensi-eksistensi di alam dan tujuan akhir perjalanan segala maujud, lantas
bagaimana mungkin agama bertentangan dengan filsafat. Bahkan agama dapat
menyodorkan asumsi-asumsi penting sebagai subyek penelitian dan pengkajian
filsafat. Pertimbangan-pertimbangan filsafat berkaitan dengan keyakinan-
keyakinan dan tradisi-tradisi agama hanya akan sesuai dan sejalan apabila seorang
penganut agama senantiasa menuntut dirinya untuk berusaha memahami dan
menghayati secara rasional seluruh ajaran, doktrin, keimanan dan kepercayaan
agamanya. Dengan demikian, filsafat tidak lagi dipandang sebagai musuh agama
dan salah satu faktor perusak keimanan, bahkan sebagai alat dan perantara yang
bermanfaat untuk meluaskan pengetahuan dan makrifat tentang makna terdalam
dan rahasia-rahasia doktrin suci agama, dengan ini niscaya menambah kualitas
pengahayatan dan apresiasi kita terhadap kebenaran ajaran agama. Isi filsafat itu
ditentukan oleh objek apa yang dipikir-kan. Karena filsafat mempunyai pengertian
yang berbeda sesuai dengan pandangan orang yang meninjaunya, akan besar
kemungkinan objek dan lapangan pembicaraan fil-safat itu akan berbeda pula.
Objek yang dipikirkan filosof adalah segala yang ada dan yang mungkin ada, baik
ada dalam kenyataan, maupun yang ada dalam fikiran dan bisa pula yang ada itu
dalam kemungkinan. Sehingga dalam hal ini hubungan filsafat dengan agama
adalah agama sebagai objek kajian filsafat. Agama adalah salah satu materi yang
menjadi sasaran pembahasan filsafat. Dengan demikian, agama menjadi objek
materia filsafat. Ilmu pengeta-huan juga mempunyai objek materia yaitu materi
yang empiris, tetapi objek materia filsafat adalah bagian yang abstraknya. Dalam
agama terdapat dua aspek yang berbeda yaitu aspek pisik dan aspek metefisik.
Aspek metafisik adalah hal-hal yang berkaitan dengan yang gaib, seperti Tuhan,
sifat-sifat-Nya, dan hubungan manusia dengan-Nya, sedangkan aspek pisik adalah
manusia sebagai pribadi, maupun sebagai anggota masyarakat.

B. Perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan seakan-akan terhenti ketika


kekaisaran Yunani runtuh, dan pada tahap berikutnya disusul pula dengan
runtuhnya kekuasaan Romawi. Kondisi seperti itu mulai berubah saat memasuki
abad pertengahan, dimana semangat renaissance mampu menggerogoti kekuasaan
gereja atas warga. Salah satu tujuan renaissance merupakan merubah kehidupan
sosial dan politik secara radikal berdasarkan posisi moral yang kuat(Olaf, 1999:
63). Kendatipun para filosof dan ilmuan pada masa renaissance itu tidak
melakukan perang atau pemberontakan secara nyata, namun usahanya cukup
berhasil dalam mengusung peradaban Barat menjadi sebuah peradaban yang
modern seperti sekarang ini.
Pada zaman Yunani akal menjadi dasar dalam ilmu pengetahuan. Sebaliknya pada
abad pertengahan, akal menjadi benar – benar kalah. Filsuf mencoba
mengeluarkan kembali pandangan berdasarkan akal, seperti halnya Plotinus,
Agustinus, Anselmus. Namun tetap dipengaruhi oleh pandangan kristiani. Tujuan
dan gerak sejarah berdasar pandangan filsuf di abad pertengahan merupakan
bersatu dengan Tuhan. Plotinus yang beranggapan bahwa Tuhan perlu dirasakan
bukan untuk dipahami. Pedoman hidup merupakan kitab suci. Berdasarkan
anggapan ini jelas sekali bahwa akal tidak lagi menjadi dasar dalam lahirnya
pengetahuan dalam abad pertengahan.
Simplicus, yang merupakan pengikut Plotinus ikut dan meneruskan pandangan
bahwa “iman” diatas akal. Filsafat relative yang berdasarkan sains dirasakan
merupakan kesia – siaan belaka. Seorang filsuf “ Augustinus” sependapat dan
mengangap bahwa tidak perlu manusia mempelajari hal yang tidak pasti. Iman
harus mutlak, dan itulah yang menjadi dasar kebenaran. Kuasa manusia (akal)
pada zaman yunani harus ditutup dan digantikan dengan Kuasa Allah yaitu ajaran
Agama(Jerome, 2004: 22)
Filsafat Rasional tumbuh berkembang pada abad pertengahan dibawa oleh filsuf
terkemuka yaitu Thomas Aquinas. Pandangan Thomas mencoba menyatukan teori
Aristoteles dan ajaran agama Kristen. Thomas membuat perpaduan yang
menakjubkan antara ilmu pengetahuan dan iman yang membuatnya termashur
selama abad pertengahan karena dianggap berada dalam posisi yang netral.
Pandangan yang terkenal merupakan Thomas mengatakan bahwa Tuhan masih
dipelajari hingga sekarang. Ilmuan berperan sekaligus menjadi teolog. Maka
semboyan yang berlaku di abad itu selama filsafat rasionalisme berkembang
merupakan “ancilla theologia” atau abdi agama.

C. Pada abad-abad pertengahan, para filosof Barat menjadikan filsafat sebagai


instrument untuk mengharmonisasikan antara akal dengan agama.Bahkan para
ahli teologi di Barat dan para teolog Islam telah menjadikan filsafat sebagai
“tameng” pertahanan aqidah dengan argumentasi rasionalnya. Namun perpaduan
dan harmonisasi antara filsafat dan agama itu telah di nodai oleh lembaran-
lembaran hitam. Hal ini terjadi karena terdapat sebagian dari pemuka agama yang
fanatik pernah memusuhi filsafat antara lain seperti AlGhazali, Ibn Taimiyah dan
Ibnus-Shalah. Al-Ghozali menuduh para filosof sebagai tak beragama, dan kufur.
Taimiyah menyatakan bahwa filsafat itu bid‘ah dan haram hukumnya. Ibnus-
Shalah berpendapat filsafat adalah pokok kebodohan dan penyelewengan, bahkan
kebingungan dan kesesatan. Siapa yang berfilsafat, maka butalah hatinya dari
kebaikan-kebaikan syariah yang suci. Barang siapa yang mempelajarinya maka ia
bertemankan kehinaan, tertutup dari kebenaran dan terbujuk oleh syaitan.
Sebagaimana dipaparkan di atas, bahwa dikalangan umat Islam Indonesia, filsafat
masih merupakan bidang kajian kurang diminati. Kajian filsafat bahkan masih
dianggap dapat membawa seseorang kepada “kemurtadan” (keluar dari agama)
sehingga mempelajari agama yang bernuansa kefilsafatan masih ada yang
memandang haramhukumnya.Pandangan demikian berelasi dengan
kecenderungan filsafat yang menempatkan posisi akal sebagai sumber kebenaran.
Sementara sumber kebenaran agama (Islam) adalah Al-Qur‘an yang di wahyukan
oleh Allah Swt dan Hadist Nabi Saw.Relasiantara filsafat dengan agama dalam
pemikiran keagamaan (Islam) menjadi sebuah pergumulan. Disatu pihak
menyatakan bahwa berfilsafat itu bid‘ah dan haram hukumnya, filsafat adalah
pokok kebodohan dan penyelewengan, bahkan kebingungan dan kesesatan. Siapa
yang berfilsafat, maka butalah hatinya. Barang siapa yang mempelajarinya maka ia
bertemankan kehinaan, tertutup dari kebenaran dan terbujuk dari syaitan.
Sedangkandipihak lain menyatakan bahwa kalau filsafat dipahami sebagai kegiatan
berfikir dan berkontemplasi secara radikal al-Qur‘an berulang-ulang kali
mengisyaratkan arti pentingnya pemikiran sebagai upaya untuk mencapai
kebenaran. Oleh karena itu, berfilsafat suatu kegiatan yang di bolehkan menurut
agama-bahkan suatu kegiatan yang terpuji, sebab tanpa berfilsafat, makna yang
sebenarnya dari dunia dan rohani tidak akan tertangkap dan dipahami.

2. Aliran sosiolegal adalah contoh jenis studi yang merepresentasikan cara melihat
hukum lebih pada konteks daripada teks, lebih pada yang benar-benar terjadi di
masyarakat daripada yang tertulis dalam kitab-kitab hukum atau undang-undang.
Namun, sosok sosiolegal masih ramai diperdebatkan. Pertanyaan pokok yang kerap
dimunculkan adalah apakah sosiolegal itu termasuk kerabat studi ilmu hukum atau
ilmu sosial, lalu apa perbedaan antara sosiolegal dan sosisologi hukum.

a. Aliran sosiologis memandang hukum sebagai kenyataan sosial yaitu tampak pada
kenyataan, bukan hukum sebagai kaidah atau bukan dari sisi normanya seperti
yang dianut aliran positivisme hukum. Walaupun keduanya memiliki persamaan,
tapi juga memiliki perbedaan yang sangat signifikan.
Persamaannya adalah keduanya memusatkan perhatiannya pada hukum tertulis
atau perundang-undangan. Akan tetapi perbedaannya dapat dirinci sebagai
berikut:
- Positivisme memandang hukum tidak lain kaidah-kaidah yang tercantum dalam
perundang-undangan, sedangkan sosiologisme memandang hukum adalah
kenyataan sosial. Ia mempelajari; bagaimana dan mengapanya dari tingkah laku
sosial yang berhubungan dengan hukum dan pranata-pranata hukum
sebagaimana kita lihat. Sikap dasar kaum sosiologis adalah kecurigaan. Apakah
hukum itu seperti yang ditulis? Seperti yang dikatakan? dengan kata lain, kaum
positivis melihat ”law in books”, sedang kaum sosiologis memandang ”law in
action”.
- Positivisme memandang hukum sebagai sesuatu yang otonom atau mandiri,
sedangkan sosiologisme memandang hukum bukan sesuatu yang otonom,
melainkan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor non hukum yang ada dalam
masyarakatnya, seperti faktor ekonomi, politik, budaya dan sosial lainnya.
- Positivisme hanya mempersoalkan hukum sebagai “das sollen” (apa yang
seharusnya, ought), sedang sosiologisme memandang hukum sebagai “das sein”
(dalam kenyataannya, is). Dunia “is” (realm of “is”) adalah: refers to a complez of
actual determinants of actual human conduct.
- Positivisme cenderung berpandangan yuridis-dogmatik, sedang sosiologisme
berpandangan empiris. Mereka ingin melakukan pemahaman secara sosiologis
terhadap fenomena hukum. Jadi, interpretative understanding of social conduct
(suatu usaha untuk memahami objeknya dari segi tingkah laku social), meliputi:
causes, its course, dan its effects. Fenomena hukum dari dari sudut pandangan
aliran sosiologis ini adalah gejala-gejala yang mengandung stereotip baik yang
tertulis maupun yang tidak tertulis.
- Metode yang digunakan kaum positivistis adalah preskriptif, yaitu menerima
hukum positif dan penerapannya. Sedang metode yang digunakan oleh
penganut sosiologisme adalah deskriptif. Dalam metode deskriptifnya, kaum
sosiologis mengkaji dengan menggunakan teknik-teknik: survei lapangan (field
surveys), observasi perbandingan (comparative observation), analisis statistic
(statiscical analysis), dan eksperimen atau experimentation.
Tampak sekali perbedaan antara aliran hukum positivisme dan aliran hukum
sosiologis, jika dianalisis bahwa perbedaan keduanya tidak hanya terletak pada
manifestasi hukum itu sendiri, dimana kaum positivistis lebih melihat hukum dari
segi aturan-aturan formalnya, sedangkan kaum sosiologis memandang manifestasi
hukum dari taraf-taraf kenyataan sosialnya. Perbedaan lainnya juga terletak pada
pemahaman terhadap nilai-nilai hukum tersebut, dimana kaum positivistis lebih
mengacu pada yuridis-dogmatik, sedang kaum sosiologis lebih diwarnai dengan
nilai empirik. Yang tentunya pemahaman terhadap nilai-nilai yang bersifat empiris
ini justru lebih memberikan rasa keadilan bagi masyarakat.

b. Menurut Paton penggunaan istilah sociological dalam nama aliran ini kurang tepat
dan dapat menimbulkan kekacauan karena dapat menimbulkan kerancuan antara
Sociological Jurisprudence dan Sosiologi Hukum (the Sociology of Law). Paton lebih
senang menggunakan istilah Metode Fungsional, sehingga beberapa penulis juga
menyebut aliran ini dengan istilah Functional Anthropological.
Sociological Jurisprudence dan Sosiologi Hukum sebagaimana dikemukakan oleh
Lily Rasjidi memiliki beberapa perbedaan, antara lain:
1. Sociological Jurisprudence merupakan nama aliran dalam filsafat hukum,
sedangkan Sosiologi Hukum adalah cabang dari sosiologi.
2. Meskipun keduanya mempelajari objek yang berkaitan dengan pengaruh timbal
balik antara hukum dan masyarakat, namun pendekatan yang digunakan
berbeda. Sociological Jurisprudence menggunakan pendekatan hukum ke
masyarakat, sebaliknya Sosiologi Hukum menggunakan pendekatan dari
masyarakat ke hukum.
Sosiologi Hukum berupaya untuk menciptakan suatu ilmu mengenai kehidupan
sosial sebagai suatu keseluruhan. Pembahasan Sosiologi Hukum meliputi bagian
terbesar dari sosiologi dan ilmu poitik. Penyelidikan Sosiologi Hukum juga
menitikberatkan pada masyarakat dan hukum sebagai suatu manifestasi semata,
sedangkan Sociological Jurisprudence menitikberatkan pada hukum dan
memandang masyarakat dalam hubungannya dengan hukum.

c. Roscoe Pound terkenal sebagai pencetus teori hukum sebagai alat untuk
merekayasa masyarakat (law as a tool of social engineering). Pemikiran Pound
berangkat dari pemikiran tentang pengaruh timbal balik antara hukum dan
masyarakat. Menurut Pound, kepentingan-kepentingan yang harus dilindungi oleh
hukum secara sistematis dapat dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu:
1) Kepentingan umum (public interest), meliputi:
 Kepentingan negara sebagai badan hukum dalam memertahankan
kepribadian dan substansinya.
 Kepentingan negara sebagai penjaga kepentingan masyarakat.
2) Kepentingan masyarakat (social interest), yaitu:
 Kepentingan masyarakat akan keselamatan umum, seperti keamanan,
kesehatan dan kesejahteraan, serta jaminan bagi transaksi-transaksi dan
pendapatan.
 Perlindungan bagi lembaga-lembaga sosial yang meliputi perlindungan
dalam perkawinan, politik dan ekonomi.
 Pencegahan kemerosotan akhlak, seperti korupsi, perjudian, pengumpatan
terhadap Tuhan, transaksi-transaksi yang bertentangan dengan moral atau
peraturan yang membatasi tindakan-tindakan anggota trust.
 Pencegahan pelanggaran hak (abuse of right)
 Kepentingan masyarakat dalam kemajuan umum, seperti perlindungan
hak milik, perdagangan bebas dan monopoli, kemerdekaan industri, serta
penemuan baru.
 Kepentingan masyarakat dalam kehidupan manusia secara individual,
seperti perlindungan terhadap kehidupan yang layak, kemeredekaan
berbicara dan memilih jabatan.
3) Kepentingan pribadi (private interest), terdiri dari:
 Kepentingan kepribadian (interest of personality), meliputi perlindungan
terhadap integritas (keutuhan) fisik, kemerdekaan kehendak, reputasi
(nama baik), terjaminnya rahasia-rahasia pribadi, kemerdekaan untuk
menjalankan agama yang dianutnya dan kemerdekaan mengemukakan
pendapat.
 Kepentingan dalam hubungan rumah tangga (interest of domestic),
meliputi perlindungan bagi perkawinan, tuntutan bagi pemeliharaan
keluarga dan hubungan hukum antara orang tua dan anak-anak.
 Kepentingan substansi (interest of substance), meliputi perlindungan
terhadap harta, kemerdekaan dalam penyusunan testamen, kemerdekaan
industri dan kontrak, serta pengharapa legal akan keuntungan-
keuntungan yang diperoleh.
Penggolongan kepentingan yang dibuat oleh Roscoe Pound tersebut
menghubungkan antara prinsip hukum dengan praktik hukum, karena
penggolongan kepentingan yang dibuat oleh Pound akan membantu menjelaskan
premis-premis hukum yang dapat digunakan oleh para praktisi hukum seperti
pembentuk undang-undang, hakim, pengacara dan pengajar hukum untuk
menyadari prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang terkait dalam tiap persoalan khusus.
Roscoe Pound sebenarnya dapat digolongkan sebagai penganut
paham Utilitarianisme yang melanjutkan pemikiran Jhering dan Bentham. Hal ini
dapat disimpulkan dari pemikiran Pound yang menggunakan pendekatan terhadap
hukum sebagai jalan ke arah tujuan sosial dan sebagai alat dalam perkembangan
sosial. Di Indonesia konsep Pound dikembangkan oleh Mochtar Kusumaatmadja.

3. Hak asasi manusia merupakan hak-hak dasar yang dibawa manusia semenjak lahir
sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, bukan bersumber dari negara dan hukum
sehingga hak asasi manusia tidak bisa dikurangi. Perjuangan untuk memperoleh
pengakuan dan jaminan terhadap hak asasi manusia selalu mengalami pasang surut.
Perlindungan terhadap hak asasi manusia ditandai dengan lahirnya Piagam PBB
tentang HAM yang dikenal dengan Universal Declaration of Human Right. Inggris
merupakan negara pertama di dunia yang memperjuangkan HAM yang tergambar
dalam perjuangan pada dokumen Magna Charta, Petition of Rights, Habeas Corpus
Act, dan Bill of Rights.

a. secara umum adalah kekuasaan yang dimiliki seseorang. Dalam Kamus Besar


Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian hak adalah bentuk kebenaran, kepemilikan,
kewenangan, kekuasaan, derajat, dan wewenang menurut hukum. Hak adalah
kuasa seseorang yang dimiliki sejak ia lahir bahkan belum dilahirkan. Hak juga
bagian dari fitrah yang dimiliki seseorang. Ahli dalam bidang ini, Prof. Dr.
Notonegoro mengungkapkan pengertian hak adalah sebuah kuasa untuk menerima
atau melakukan suatu hal, harus diterima atau dilakukan. Ditegaskan pula oleh
Prof. R. M. T. Sukamto Notonagoro, pengertian hak adalah sesuatu yang harus
dilakukan oleh pihak tertentu dan bisa dituntut paksa oleh orang yang
berkepentingan. Di Indonesia, pengertian hak adalah diatur dalam Undang-Undang
Dasar (UUD) 1945 pasal 27-31. Contoh paling konkrit dari pengertian hak dalam
UUD 1945 adalah warga negara memiliki hak untuk hidup, tumbuh, dan
berkembang. Begitu pula, warga negara berhak untuk memiliki kehidupan dengan
tinggal di daerah tertentu tanpa menerima diskriminasi. Berikut contoh hak dalam
UUD 1945:

- Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak: “Tiap warga negara berhak
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” (pasal 27 ayat
2).
- Hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan: “Setiap orang berhak untuk
hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.”(pasal 28A).
- Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui
perkawinan yang sah (pasal 28B ayat 1).
- Hak atas kelangsungan hidup. “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,
tumbuh, dan Berkembang.”
- Hak untuk mengembangkan diri dan melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya
dan berhak mendapat pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan
budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan hidup
manusia. (pasal 28C ayat 1)
- Hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif
untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. (pasal 28C ayat 2).
- Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil
serta perlakuan yang sama di depan hukum.(pasal 28D ayat 1).
- Hak untuk mempunyai hak milik pribadi Hak untuk hidup, hak untuk tidak
disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk
tidak diperbudak.
- Hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak
dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang
tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. (pasal 28I ayat 1).

Sedangkan Pengertian HAM atau hak asasi manusia adalah hak paling dasar yang
dimiliki setiap individu. Bisa dikatakan juga bahwa hak asasi manusia merupakan
hak mutlak yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Karena sifatnya yang
mutlak, maka hak asasi manusia harus ada dan tidak dapat diganggu gugat oleh
siapa pun. Menurut Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 Hak asasi manusia
adalah hak dasar yang melekat pada diri manusia yang sifatnya kodrati dan
universal sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dan berfungsi untuk menjamin
kelangsungan hidup, kemerdekaan, perkembangan manusia dan masyarakat, yang
tidak boleh diabaikan, dirampas, atau diganggu oleh siapa pun. berikut adalah
beberapa contoh dalam berbagai aspek.
- Hak Asasi Pribadi
- Hak Asasi Ekonomi
- Hak Asasi Politik
- Hak Asasi Sosial Budaya

b. Piagam Madinah Piagam Madinah (shahifatul madinah / mitsaaqu al-Madiinah) juga


dikenal dengan sebutan Konstitusi Madinah, ialah sebuah dokumen yang disusun
oleh Nabi Muhammad SAW, yang merupakan suatu perjanjian formal antara dirinya
dengan semua suku-suku dan kaum-kaum penting di Yatsrib (kemudian bernama
Madinah) di tahun 622. Dokumen tersebut disusun dengan tujuan utama untuk
menghentikan pertentangan antara Bani ‘Aus dan Bani Khazraj di Madinah. Untuk
itu dokumen tersebut menetapkan sejumlah hak dan kewajiban bagi kaum Muslim,
kaum Yahudi, dan komunitas- komunitas pagan Madinah; sehingga membuat
mereka menjadi suatu kesatuan komunitas, yang dalam bahasa Arab disebut
Ummah. Hak asasi manusia yang terkandung dalam Piagam Madinah dapat
diklasifikasi menjadi tiga, yaitu hak untuk hidup, kebebasan, dan hak mencari
kebahagiaan.

1. Hak untuk hidup Pasal 14 mencantumkan larangan pembunuhan terhadap


orang mukmin untuk kepentingan orang kafir dan tidak boleh membantu orang
kafir untuk membunuh orang mukmin. Bahkan pada pasal 21 memberikan
ancaman pidana mati bagi pembunuh kecuali bila pembunuh tersebut dimaafkan
oleh keluarga korban.
2. Kebebasan Dalam konteks ini, kebebasan dapat dibagi menjadi empat kategori,
yaitu: a. Kebebasan mengeluarkan pendapat Musyawarah merupakan salah satu
media yang diatur dalam Islam dalam menyelesaikan perkara yang sekaligus
merupakan bentuk penghargaan terhadap kebebasan mengeluarkan pendapat. b.
Kebebasan beragama Kebebasan memeluk agama masing-masing bagi kaum
Yahudi dan kaum Muslim tertera di dalam pasal 25. c. Kebebasan dari
kemiskinan Kebebasan ini harus diatasi secara bersama, tolong menolong serta
saling berbuat kebaikan terutama terhadap kaum yang lemah. Di dalam
Konstitusi Madinah upaya untuk hal ini adalah upaya kolektif bukan usaha
individual seperti dalam pandanagn Barat. d. Kebebasan dari rasa takut
Larangan melakukan pembunuhan, ancaman pidana mati bagi pelaku,
keharusan hidup bertetangga secara rukun dan dami, jaminan keamanan bagi
yang akan keluar dari serta akan tinggal di Madinah merupakan bukti dari
kebebasan ini.
3. Hak mencari kebahagiaan Dalam Piagam Madinah, seperti diulas sebelumnya,
meletakkan nama Allah SWT pada posisi paling atas, maka makna kebahagiaan
itu bukan hanya semata-mata karena kecukupan materi akan tetapi juga harus
berbarengan dengan ketenangan batin.

c. HAM adalah suatu hak yang sudah ada dan melekat pada martabat setiap manusia.
Hak asasi manusia dibawa sejak lahir ke dunia sehingga pada dasarnya hak ini
bersifat kodrati. HAM bersifat universal atau menyeluruh karena dimiliki oleh setiap
orang tanpa adanya perbedaan ras, jenis kelamin, agama, suku, budaya, dan
identitas lain yang melekat. Pemahaman HAM di Indonesia sebagai tatanan nilai,
norma, sikap yang hidup di masyarakat, serta acuan dalam bertindak pada
dasarnya sudah berlangsung sejak lama. HAM di Indonesia mengalami
perkembangan pemahaman dari masa ke masa, termasuk pada periode setelah
kemerdekaan.

- Periode 1945 - 1950


Pemahaman HAM pada awal kemerdekaan masih pada hak untuk merdeka, hak
kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan, dan
kebebasan menyampaikan pendapat terutama dalam parlemen. Pemahaman
HAM telah mendapat legitimasi secara formal karena telah memperoleh
pengaturan yang masuk dalam hukum dasar atau konstitusi negara yaitu
Undang-Undang Dasar 1945. Komitmen bangsa Indonesia pada periode awal
kemerdekaan tercantum dalam Maklumat Pemerintah tanggal 1 November 1945.
Lebih lanjut, negara memberikan keleluasaan kepada rakyat untuk mendirikan
partai politik. Hal ini tercantum dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3
November 1945.
- Periode 1950 - 1959
Periode 1950 - 1959 dalam perjalanan negara Indonesia dikenal dengan sebutan
periode parlementer. Pemahaman HAM pada periode ini mendapatkan
momentum yang sangat membanggakan karena suasana kebebasan yang
menjadi semangat demokrasi parlementer mendapatkan tempat di kalangan elit
politik. Pemahaman dan aktualisasi HAM pada periode ini mengalami 'pasang'
dan menikmati 'bulan madu' kebebasan. Terdapat lima aspek yang menjadi
indikator akan kebebasan tersebut, yaitu: Tumbuh suburnya partai-partai
politik dengan beragam ideologi masing-masing. Kebebasan pers sebagai pilar
demokrasi betul-betul menikmati kebebasannya. Pemilihan umum sebagai pilar
lain demokrasi berlangsung dalam suasana bebas, adil, dan demokratis.
Parlemen atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai wakil rakyat melakukan
kontrol yang efektif terhadap eksekutif. Wacana dan pemahaman tentang HAM
mendapat iklim yang kondusif sejalan dengan kekuasaan yang memberi ruang
kebebasan.
- Periode 1959 - 1966
Pada periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem demokrasi
terpimpin. Pada sistem ini, kekuasaan berada di tangan presiden. Akibat dari
sistem demokrasi terpimpin, Presiden melakukan tindakan inkonstitusional baik
pada lembaga tinggi negara maupun di luar tatanan lembaga tinggi negara atau
infratsruktur politik. Pada 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit
presiden yang berdampak pada sistem politik. Kebebasan berpendapat,
berkumpul, dan menyampaikan pendapat secara lisan maupun tulisan sangat
dibatasi.
- Periode 1966 - 1998
Periode 1966 - 1998 diawali dengan peralihan pemerintahan dari Soekarno ke
Soeharto. Pada awal periode ini telah diadakan berbagai seminar tentang HAM.
Salah satunya dilaksanakan pada tahun 1967 yang merekomendasikan gagasan
tentang perlunya pembentukan pengadilan HAM. Pada awal tahun 1970 sampai
akhir 1980 persoalan HAM mengalami kemunduran karena HAM tidak lagi
dihormati, dilindungi, dan ditegakkan. Pemerintah pada periode ini bersifat
defensif, terlihat dari produk hukum yang membatasi HAM. Pemerintah
menganggap HAM sebagai produk pemikiran barat yang tidak sesuai dengan
nilai-nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila. Akan tetapi,
pemahaman HAM mengalami perkembangan di kalangan masyarakat yang
dimotori oleh Lembaga Swadaya Masyarakat atau LSM. Salah satu upaya yang
dilakukan masyarakat adalah dengan pembentukan jaringan dan lobi
internasional terkait pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia seperti kasus
Tanjung Priok, kasus Kedung Ombo, kasus Daerah Operasi Militer atau DOM
Aceh, dan lain-lain. Upaya ini membuahkan hasil yang menggembirakan. Salah
satunya adalah terjadi pergeseran strategi pemerintah dari defensif menjadi
strategi akomodatif terhadap tuntutan yang berkaitan dengan penegakan HAM.
Salah satu sikap akomodatif pemerintah adalah dibentuknya Komisi Nasional
Hak Asasi Manusia atau KOMNAS HAM berdasarkan Keppres Nomor 50 Tahun
1993 tanggal 7 Juni 1993.
- Periode 1998 - Sekarang Pergantian rezim pemerintahan pada tahun 1998
memberikan dampak yang sangat besar pada pemahaman HAM di Indonesia.
Dilakukan pengkajian ulang terhadap kebijakan pemerintah orde baru yang
berlawanan dengan perlindungan HAM. Selanjutnya dilakukan penyusunan
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pemberlakuan HAM
dalam kehidupan ketatanegaraan dan kemasyarakatan di Indonesia. Strategi
penegakan HAM pada periode ini dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap
penentuan dan tahap penataan aturan secara konsisten. Pada tahap penentuan
telah ditetapkan beberapa penentuan perundang-undangan tentang HAM seperti
amandemen UUD 1945, TAP MPR, UU Nomor 39 Tahun 1999, peraturan
pemerintah, dan ketentuan lainnya.
4. Kejaksaan Agung (Kejagung) menyebut dua jaksa yang ikut terjaring dalam operasi
tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Yadi Herdianto dan
Yuniar Pamungkas terbukti melanggar kode etik. Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen
Jan Samuel Maringka mengatakan kesimpulan itu berdasarkan hasil pemeriksaan
terhadap keduanya. Kejagung juga mencopot kedua jaksa yang bertugas di Kejaksaan
Tinggi DKI Jakarta tersebut. Yuniar dicopot dari jabatan Kepala Seksi Keamanan
Negara dan Ketertiban Umum Tindak Pidana Umum Lain dan Yadi dicopot dari posisi
Kepala Subseksi Penuntutan.

A. Kode etik yang dilanggar dalam kasus tersebut adalah larangan yang diatur dalam
Pasal 7 yang memuat beberapa hal, yaitu:
- Memberikan atau menjanjikan sesuatu yang dapat memberikan keuntungan
pribadi secara langsung maupun tidak langsung bagi diri sendiri maupun orang
lain dengan menggunakan nama atau cara apapun;
- Meminta dan/atau menerima hadiah dan/atau keuntungan dalam bentuk
apapun dari siapa pun yang memiliki kepentingan baik langsung maupun tidak
langsung;
secara terang telah terbukti melanggar Pasal 7 huruf a dan b, di mana seorang
jaksa seharusnya tidak boleh menerima hadiah/keuntungan dalam bentuk apapun
dari pihak yang berwenang ataupun pihak lainnya yang berkaitan kasus yang
sedang ditanganinya. Selain itu yang menerima sejumlah uang tersebut bukan saja
melanggar ketentuan larangan dalam kode etik tetapi juga telah menyalahi dan
melanggar sumpah atau janji jabatan jaksa, sebagaimana yang terdapat dalam
Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan. Selain
itu jaksa juga telah melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Pengaturan mengenai kode etik jaksa terdapat dalam Peraturan Jaksa Agung
Republik Indonesia Nomor PER-014/A/JA/11/2012 tentang Kode Perilaku Jaksa
yang di dalamnya memuat mengenai hak dan kewajiban jaksa, serta hal-hal yang
dilarang dilakukan oleh jaksa. Keberlakuan kode jaksa itu sendiri baik di dalam
maupun di luar kerja sehingga kode etik jaksa selalu melekat terhadap jaksa setiap
saat.
Dalam hal seorang jaksa melakukan korupsi maka penyelesaiannya dapat
dilakukan baik secara kode etik profesi ataupun secara hukum positif.
Penyelesaian melalui kode etik dilakukan oleh Majelis Kode Perilaku dan
penyelesaian melalui proses hukum dilakukan dengan berkoordinasi dengan
Kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Terhadap perbuatan tersebut akan
diberikan sanksi berupa Pemberhentian tidak dengan hormat dan hukuman
penjara.

B. Dalam tindak pidana korupsi perbuatan suap menyuap berkaitan dengan subyek
dari tindak pidana korupsi, yaitu Pegawai Negeri yangmenurut Pasal 2 UU. No.3
Tahun 1971 menyebutkan bahwa : “Pegawai Negeri yang dimaksud dalam UU. Ini,
meliputi juga orang-orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan Negara atau
daerah, atau badan hukum lain yang mempergunakan modal dan
kelonggarakelonggaran dari Negara atau masyarakat”. (Dalam Pasal 2 UU. No.31
Tahun 1999 ditambah dengan “korporasi” yang mempergunakan modal dari Negara
atau masyarakat).
Dari pengertian pegawai negeri tersebut, apabila dilihat dalam Pasal 209 KUHP,
Pasal 418 KUHP dan Pasal 419 KUHP maka ada dua kemungkinan yang dilakukan
oleh pegawai negeri yaitu pertama, menerima suap yang berhubungan dengan
jabatannya dan kedua pegawai negeri yang menerima hadiah atau janji. Dalam
pengertian yang pertama, dapat dicontohkan yaitu apabila seorang jaksa setelah
menerima suap maka perkara yang ditanganinya tidak dilanjutkan ke tahap
penuntutan atau persidangan atau juga hakim setelah menerima suap akan
menghukum ringan bahkan membebaskan terdakwa. Hal ini jelas menunjukkan
bahwa jaksa telah melakukan perbuatan yang berlawanan dengan Kewajibannya.
Sedang dalam pengertian yang kedua, sebagai contohnya yaitu seseorang yang
memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri atau aparat penegak hukum
dimana si pemberi hadiah/janji tidak mengharapkan apapun tetapi masih ada
hubungan dengan tugas dan jabatannya maka adalah cukup bahwa pemberian itu
dimaksud untuk mendorong ia melakukan suatu perbuatan yang bertentangan
dengan tugas jabatannya, terlepas apakah si pemberi mempunyai maksud bahwa
perbuatan itu akan terjadi.

C. Dalam kasus diatas kedua jaksa tersebut telah melanggar ciri ciri profesi yang
tercantum dalam Pasal 7 Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor Per–
014/A/Ja/11/2012 Tentang Kode Perilaku Jaksa. Yang berisi tentang larangan
dalam melaksanakan tugas profesi jaksa, antara lain:
- memberikan atau menjanjikan sesuatu yang dapat memberikan keuntungan
pribadi secara langsung maupun tidak langsung bagi diri sendiri maupun
orang lain dengan menggunakan nama atau cara apapun;
- meminta dan/atau menerima hadiah dan/atau keuntungan dalam bentuk
apapun dari siapapun yang memiliki kepentingan baik langsung maupun tidak
langsung;
- menangani perkara yang mempunyai kepentingan pribadi atau keluarga, atau
finansial secara langsung maupun tidak langsung;
- melakukan permufakatan secara melawan hukum dengan para pihak yang
terkait dalam penanganan perkara;
- memberikan perintah yang bertentangan dengan norma hukumyang berlaku;
- merekayasa fakta-fakta hukum dalam penanganan perkara;
- menggunakan kewenangannya untuk melakukan penekanan secara fisik
dan/atau psikis; dan
- menggunakan barang bukti dan alat bukti yang patut diduga telah direkayasa
atau diubah atau dipercaya telah didapatkan melalui cara-cara yang
melanggar hukum;
- Jaksa wajib melarang keluarganya meminta dan/atau menerimahadiah atau
keuntungan dalam bentuk apapun dari siapapun yang memiliki kepentingan
baik langsung maupun tidak langsung dalam pelaksanaan tugas Profesi
Jaksa.

Anda mungkin juga menyukai