Petunjuk
1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.
1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE pada laman
https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan soal ujian
UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya sebagai pekerjaan
saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai dengan aturan
akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan tidak melakukan
kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui media apapun, serta tindakan tidak
terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan akademik Universitas Terbuka.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat pelanggaran atas
pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi akademik yang ditetapkan oleh
Universitas Terbuka.
Wonogiri, 18 Juni 2022
A. Filsafat dan Agama merupakan sesuatu yang berbeda. Walaupun agama dan
filsafat pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu mengungkap kebenaran
akan tetapi filsafat dan agama berasal dari landasan yang berbeda. Agama berasal
dari sebuah keyakinan, sementara filsafat berasal dari kebertanyaan. Perbedaan
inilah yang membuat para filosof saling bertentangan dan saling berbeda pendapat.
filsafat dan agama adalah dua pokok persoalan yang berbeda, namun memiliki
hubungan. Agama banyak berbicara tentang hubungan antara manusia dengan
Yang Maha Kuasa, sedangkan filsafat seperti yang dikemukakan di atas bertujuan
menemukan kebenaran. Jika kebenaran yang sebenarnya itu mem-punyai ciri
sistematis, jadilah ia kebenaran filsafat. Jika agama membincangkan tentang
eksistensi-eksistensi di alam dan tujuan akhir perjalanan segala maujud, lantas
bagaimana mungkin agama bertentangan dengan filsafat. Bahkan agama dapat
menyodorkan asumsi-asumsi penting sebagai subyek penelitian dan pengkajian
filsafat. Pertimbangan-pertimbangan filsafat berkaitan dengan keyakinan-
keyakinan dan tradisi-tradisi agama hanya akan sesuai dan sejalan apabila seorang
penganut agama senantiasa menuntut dirinya untuk berusaha memahami dan
menghayati secara rasional seluruh ajaran, doktrin, keimanan dan kepercayaan
agamanya. Dengan demikian, filsafat tidak lagi dipandang sebagai musuh agama
dan salah satu faktor perusak keimanan, bahkan sebagai alat dan perantara yang
bermanfaat untuk meluaskan pengetahuan dan makrifat tentang makna terdalam
dan rahasia-rahasia doktrin suci agama, dengan ini niscaya menambah kualitas
pengahayatan dan apresiasi kita terhadap kebenaran ajaran agama. Isi filsafat itu
ditentukan oleh objek apa yang dipikir-kan. Karena filsafat mempunyai pengertian
yang berbeda sesuai dengan pandangan orang yang meninjaunya, akan besar
kemungkinan objek dan lapangan pembicaraan fil-safat itu akan berbeda pula.
Objek yang dipikirkan filosof adalah segala yang ada dan yang mungkin ada, baik
ada dalam kenyataan, maupun yang ada dalam fikiran dan bisa pula yang ada itu
dalam kemungkinan. Sehingga dalam hal ini hubungan filsafat dengan agama
adalah agama sebagai objek kajian filsafat. Agama adalah salah satu materi yang
menjadi sasaran pembahasan filsafat. Dengan demikian, agama menjadi objek
materia filsafat. Ilmu pengeta-huan juga mempunyai objek materia yaitu materi
yang empiris, tetapi objek materia filsafat adalah bagian yang abstraknya. Dalam
agama terdapat dua aspek yang berbeda yaitu aspek pisik dan aspek metefisik.
Aspek metafisik adalah hal-hal yang berkaitan dengan yang gaib, seperti Tuhan,
sifat-sifat-Nya, dan hubungan manusia dengan-Nya, sedangkan aspek pisik adalah
manusia sebagai pribadi, maupun sebagai anggota masyarakat.
2. Aliran sosiolegal adalah contoh jenis studi yang merepresentasikan cara melihat
hukum lebih pada konteks daripada teks, lebih pada yang benar-benar terjadi di
masyarakat daripada yang tertulis dalam kitab-kitab hukum atau undang-undang.
Namun, sosok sosiolegal masih ramai diperdebatkan. Pertanyaan pokok yang kerap
dimunculkan adalah apakah sosiolegal itu termasuk kerabat studi ilmu hukum atau
ilmu sosial, lalu apa perbedaan antara sosiolegal dan sosisologi hukum.
a. Aliran sosiologis memandang hukum sebagai kenyataan sosial yaitu tampak pada
kenyataan, bukan hukum sebagai kaidah atau bukan dari sisi normanya seperti
yang dianut aliran positivisme hukum. Walaupun keduanya memiliki persamaan,
tapi juga memiliki perbedaan yang sangat signifikan.
Persamaannya adalah keduanya memusatkan perhatiannya pada hukum tertulis
atau perundang-undangan. Akan tetapi perbedaannya dapat dirinci sebagai
berikut:
- Positivisme memandang hukum tidak lain kaidah-kaidah yang tercantum dalam
perundang-undangan, sedangkan sosiologisme memandang hukum adalah
kenyataan sosial. Ia mempelajari; bagaimana dan mengapanya dari tingkah laku
sosial yang berhubungan dengan hukum dan pranata-pranata hukum
sebagaimana kita lihat. Sikap dasar kaum sosiologis adalah kecurigaan. Apakah
hukum itu seperti yang ditulis? Seperti yang dikatakan? dengan kata lain, kaum
positivis melihat ”law in books”, sedang kaum sosiologis memandang ”law in
action”.
- Positivisme memandang hukum sebagai sesuatu yang otonom atau mandiri,
sedangkan sosiologisme memandang hukum bukan sesuatu yang otonom,
melainkan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor non hukum yang ada dalam
masyarakatnya, seperti faktor ekonomi, politik, budaya dan sosial lainnya.
- Positivisme hanya mempersoalkan hukum sebagai “das sollen” (apa yang
seharusnya, ought), sedang sosiologisme memandang hukum sebagai “das sein”
(dalam kenyataannya, is). Dunia “is” (realm of “is”) adalah: refers to a complez of
actual determinants of actual human conduct.
- Positivisme cenderung berpandangan yuridis-dogmatik, sedang sosiologisme
berpandangan empiris. Mereka ingin melakukan pemahaman secara sosiologis
terhadap fenomena hukum. Jadi, interpretative understanding of social conduct
(suatu usaha untuk memahami objeknya dari segi tingkah laku social), meliputi:
causes, its course, dan its effects. Fenomena hukum dari dari sudut pandangan
aliran sosiologis ini adalah gejala-gejala yang mengandung stereotip baik yang
tertulis maupun yang tidak tertulis.
- Metode yang digunakan kaum positivistis adalah preskriptif, yaitu menerima
hukum positif dan penerapannya. Sedang metode yang digunakan oleh
penganut sosiologisme adalah deskriptif. Dalam metode deskriptifnya, kaum
sosiologis mengkaji dengan menggunakan teknik-teknik: survei lapangan (field
surveys), observasi perbandingan (comparative observation), analisis statistic
(statiscical analysis), dan eksperimen atau experimentation.
Tampak sekali perbedaan antara aliran hukum positivisme dan aliran hukum
sosiologis, jika dianalisis bahwa perbedaan keduanya tidak hanya terletak pada
manifestasi hukum itu sendiri, dimana kaum positivistis lebih melihat hukum dari
segi aturan-aturan formalnya, sedangkan kaum sosiologis memandang manifestasi
hukum dari taraf-taraf kenyataan sosialnya. Perbedaan lainnya juga terletak pada
pemahaman terhadap nilai-nilai hukum tersebut, dimana kaum positivistis lebih
mengacu pada yuridis-dogmatik, sedang kaum sosiologis lebih diwarnai dengan
nilai empirik. Yang tentunya pemahaman terhadap nilai-nilai yang bersifat empiris
ini justru lebih memberikan rasa keadilan bagi masyarakat.
b. Menurut Paton penggunaan istilah sociological dalam nama aliran ini kurang tepat
dan dapat menimbulkan kekacauan karena dapat menimbulkan kerancuan antara
Sociological Jurisprudence dan Sosiologi Hukum (the Sociology of Law). Paton lebih
senang menggunakan istilah Metode Fungsional, sehingga beberapa penulis juga
menyebut aliran ini dengan istilah Functional Anthropological.
Sociological Jurisprudence dan Sosiologi Hukum sebagaimana dikemukakan oleh
Lily Rasjidi memiliki beberapa perbedaan, antara lain:
1. Sociological Jurisprudence merupakan nama aliran dalam filsafat hukum,
sedangkan Sosiologi Hukum adalah cabang dari sosiologi.
2. Meskipun keduanya mempelajari objek yang berkaitan dengan pengaruh timbal
balik antara hukum dan masyarakat, namun pendekatan yang digunakan
berbeda. Sociological Jurisprudence menggunakan pendekatan hukum ke
masyarakat, sebaliknya Sosiologi Hukum menggunakan pendekatan dari
masyarakat ke hukum.
Sosiologi Hukum berupaya untuk menciptakan suatu ilmu mengenai kehidupan
sosial sebagai suatu keseluruhan. Pembahasan Sosiologi Hukum meliputi bagian
terbesar dari sosiologi dan ilmu poitik. Penyelidikan Sosiologi Hukum juga
menitikberatkan pada masyarakat dan hukum sebagai suatu manifestasi semata,
sedangkan Sociological Jurisprudence menitikberatkan pada hukum dan
memandang masyarakat dalam hubungannya dengan hukum.
c. Roscoe Pound terkenal sebagai pencetus teori hukum sebagai alat untuk
merekayasa masyarakat (law as a tool of social engineering). Pemikiran Pound
berangkat dari pemikiran tentang pengaruh timbal balik antara hukum dan
masyarakat. Menurut Pound, kepentingan-kepentingan yang harus dilindungi oleh
hukum secara sistematis dapat dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu:
1) Kepentingan umum (public interest), meliputi:
Kepentingan negara sebagai badan hukum dalam memertahankan
kepribadian dan substansinya.
Kepentingan negara sebagai penjaga kepentingan masyarakat.
2) Kepentingan masyarakat (social interest), yaitu:
Kepentingan masyarakat akan keselamatan umum, seperti keamanan,
kesehatan dan kesejahteraan, serta jaminan bagi transaksi-transaksi dan
pendapatan.
Perlindungan bagi lembaga-lembaga sosial yang meliputi perlindungan
dalam perkawinan, politik dan ekonomi.
Pencegahan kemerosotan akhlak, seperti korupsi, perjudian, pengumpatan
terhadap Tuhan, transaksi-transaksi yang bertentangan dengan moral atau
peraturan yang membatasi tindakan-tindakan anggota trust.
Pencegahan pelanggaran hak (abuse of right)
Kepentingan masyarakat dalam kemajuan umum, seperti perlindungan
hak milik, perdagangan bebas dan monopoli, kemerdekaan industri, serta
penemuan baru.
Kepentingan masyarakat dalam kehidupan manusia secara individual,
seperti perlindungan terhadap kehidupan yang layak, kemeredekaan
berbicara dan memilih jabatan.
3) Kepentingan pribadi (private interest), terdiri dari:
Kepentingan kepribadian (interest of personality), meliputi perlindungan
terhadap integritas (keutuhan) fisik, kemerdekaan kehendak, reputasi
(nama baik), terjaminnya rahasia-rahasia pribadi, kemerdekaan untuk
menjalankan agama yang dianutnya dan kemerdekaan mengemukakan
pendapat.
Kepentingan dalam hubungan rumah tangga (interest of domestic),
meliputi perlindungan bagi perkawinan, tuntutan bagi pemeliharaan
keluarga dan hubungan hukum antara orang tua dan anak-anak.
Kepentingan substansi (interest of substance), meliputi perlindungan
terhadap harta, kemerdekaan dalam penyusunan testamen, kemerdekaan
industri dan kontrak, serta pengharapa legal akan keuntungan-
keuntungan yang diperoleh.
Penggolongan kepentingan yang dibuat oleh Roscoe Pound tersebut
menghubungkan antara prinsip hukum dengan praktik hukum, karena
penggolongan kepentingan yang dibuat oleh Pound akan membantu menjelaskan
premis-premis hukum yang dapat digunakan oleh para praktisi hukum seperti
pembentuk undang-undang, hakim, pengacara dan pengajar hukum untuk
menyadari prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang terkait dalam tiap persoalan khusus.
Roscoe Pound sebenarnya dapat digolongkan sebagai penganut
paham Utilitarianisme yang melanjutkan pemikiran Jhering dan Bentham. Hal ini
dapat disimpulkan dari pemikiran Pound yang menggunakan pendekatan terhadap
hukum sebagai jalan ke arah tujuan sosial dan sebagai alat dalam perkembangan
sosial. Di Indonesia konsep Pound dikembangkan oleh Mochtar Kusumaatmadja.
3. Hak asasi manusia merupakan hak-hak dasar yang dibawa manusia semenjak lahir
sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, bukan bersumber dari negara dan hukum
sehingga hak asasi manusia tidak bisa dikurangi. Perjuangan untuk memperoleh
pengakuan dan jaminan terhadap hak asasi manusia selalu mengalami pasang surut.
Perlindungan terhadap hak asasi manusia ditandai dengan lahirnya Piagam PBB
tentang HAM yang dikenal dengan Universal Declaration of Human Right. Inggris
merupakan negara pertama di dunia yang memperjuangkan HAM yang tergambar
dalam perjuangan pada dokumen Magna Charta, Petition of Rights, Habeas Corpus
Act, dan Bill of Rights.
- Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak: “Tiap warga negara berhak
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” (pasal 27 ayat
2).
- Hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan: “Setiap orang berhak untuk
hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.”(pasal 28A).
- Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui
perkawinan yang sah (pasal 28B ayat 1).
- Hak atas kelangsungan hidup. “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,
tumbuh, dan Berkembang.”
- Hak untuk mengembangkan diri dan melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya
dan berhak mendapat pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan
budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan hidup
manusia. (pasal 28C ayat 1)
- Hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif
untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. (pasal 28C ayat 2).
- Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil
serta perlakuan yang sama di depan hukum.(pasal 28D ayat 1).
- Hak untuk mempunyai hak milik pribadi Hak untuk hidup, hak untuk tidak
disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk
tidak diperbudak.
- Hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak
dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang
tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. (pasal 28I ayat 1).
Sedangkan Pengertian HAM atau hak asasi manusia adalah hak paling dasar yang
dimiliki setiap individu. Bisa dikatakan juga bahwa hak asasi manusia merupakan
hak mutlak yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Karena sifatnya yang
mutlak, maka hak asasi manusia harus ada dan tidak dapat diganggu gugat oleh
siapa pun. Menurut Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 Hak asasi manusia
adalah hak dasar yang melekat pada diri manusia yang sifatnya kodrati dan
universal sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dan berfungsi untuk menjamin
kelangsungan hidup, kemerdekaan, perkembangan manusia dan masyarakat, yang
tidak boleh diabaikan, dirampas, atau diganggu oleh siapa pun. berikut adalah
beberapa contoh dalam berbagai aspek.
- Hak Asasi Pribadi
- Hak Asasi Ekonomi
- Hak Asasi Politik
- Hak Asasi Sosial Budaya
c. HAM adalah suatu hak yang sudah ada dan melekat pada martabat setiap manusia.
Hak asasi manusia dibawa sejak lahir ke dunia sehingga pada dasarnya hak ini
bersifat kodrati. HAM bersifat universal atau menyeluruh karena dimiliki oleh setiap
orang tanpa adanya perbedaan ras, jenis kelamin, agama, suku, budaya, dan
identitas lain yang melekat. Pemahaman HAM di Indonesia sebagai tatanan nilai,
norma, sikap yang hidup di masyarakat, serta acuan dalam bertindak pada
dasarnya sudah berlangsung sejak lama. HAM di Indonesia mengalami
perkembangan pemahaman dari masa ke masa, termasuk pada periode setelah
kemerdekaan.
A. Kode etik yang dilanggar dalam kasus tersebut adalah larangan yang diatur dalam
Pasal 7 yang memuat beberapa hal, yaitu:
- Memberikan atau menjanjikan sesuatu yang dapat memberikan keuntungan
pribadi secara langsung maupun tidak langsung bagi diri sendiri maupun orang
lain dengan menggunakan nama atau cara apapun;
- Meminta dan/atau menerima hadiah dan/atau keuntungan dalam bentuk
apapun dari siapa pun yang memiliki kepentingan baik langsung maupun tidak
langsung;
secara terang telah terbukti melanggar Pasal 7 huruf a dan b, di mana seorang
jaksa seharusnya tidak boleh menerima hadiah/keuntungan dalam bentuk apapun
dari pihak yang berwenang ataupun pihak lainnya yang berkaitan kasus yang
sedang ditanganinya. Selain itu yang menerima sejumlah uang tersebut bukan saja
melanggar ketentuan larangan dalam kode etik tetapi juga telah menyalahi dan
melanggar sumpah atau janji jabatan jaksa, sebagaimana yang terdapat dalam
Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan. Selain
itu jaksa juga telah melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Pengaturan mengenai kode etik jaksa terdapat dalam Peraturan Jaksa Agung
Republik Indonesia Nomor PER-014/A/JA/11/2012 tentang Kode Perilaku Jaksa
yang di dalamnya memuat mengenai hak dan kewajiban jaksa, serta hal-hal yang
dilarang dilakukan oleh jaksa. Keberlakuan kode jaksa itu sendiri baik di dalam
maupun di luar kerja sehingga kode etik jaksa selalu melekat terhadap jaksa setiap
saat.
Dalam hal seorang jaksa melakukan korupsi maka penyelesaiannya dapat
dilakukan baik secara kode etik profesi ataupun secara hukum positif.
Penyelesaian melalui kode etik dilakukan oleh Majelis Kode Perilaku dan
penyelesaian melalui proses hukum dilakukan dengan berkoordinasi dengan
Kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Terhadap perbuatan tersebut akan
diberikan sanksi berupa Pemberhentian tidak dengan hormat dan hukuman
penjara.
B. Dalam tindak pidana korupsi perbuatan suap menyuap berkaitan dengan subyek
dari tindak pidana korupsi, yaitu Pegawai Negeri yangmenurut Pasal 2 UU. No.3
Tahun 1971 menyebutkan bahwa : “Pegawai Negeri yang dimaksud dalam UU. Ini,
meliputi juga orang-orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan Negara atau
daerah, atau badan hukum lain yang mempergunakan modal dan
kelonggarakelonggaran dari Negara atau masyarakat”. (Dalam Pasal 2 UU. No.31
Tahun 1999 ditambah dengan “korporasi” yang mempergunakan modal dari Negara
atau masyarakat).
Dari pengertian pegawai negeri tersebut, apabila dilihat dalam Pasal 209 KUHP,
Pasal 418 KUHP dan Pasal 419 KUHP maka ada dua kemungkinan yang dilakukan
oleh pegawai negeri yaitu pertama, menerima suap yang berhubungan dengan
jabatannya dan kedua pegawai negeri yang menerima hadiah atau janji. Dalam
pengertian yang pertama, dapat dicontohkan yaitu apabila seorang jaksa setelah
menerima suap maka perkara yang ditanganinya tidak dilanjutkan ke tahap
penuntutan atau persidangan atau juga hakim setelah menerima suap akan
menghukum ringan bahkan membebaskan terdakwa. Hal ini jelas menunjukkan
bahwa jaksa telah melakukan perbuatan yang berlawanan dengan Kewajibannya.
Sedang dalam pengertian yang kedua, sebagai contohnya yaitu seseorang yang
memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri atau aparat penegak hukum
dimana si pemberi hadiah/janji tidak mengharapkan apapun tetapi masih ada
hubungan dengan tugas dan jabatannya maka adalah cukup bahwa pemberian itu
dimaksud untuk mendorong ia melakukan suatu perbuatan yang bertentangan
dengan tugas jabatannya, terlepas apakah si pemberi mempunyai maksud bahwa
perbuatan itu akan terjadi.
C. Dalam kasus diatas kedua jaksa tersebut telah melanggar ciri ciri profesi yang
tercantum dalam Pasal 7 Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor Per–
014/A/Ja/11/2012 Tentang Kode Perilaku Jaksa. Yang berisi tentang larangan
dalam melaksanakan tugas profesi jaksa, antara lain:
- memberikan atau menjanjikan sesuatu yang dapat memberikan keuntungan
pribadi secara langsung maupun tidak langsung bagi diri sendiri maupun
orang lain dengan menggunakan nama atau cara apapun;
- meminta dan/atau menerima hadiah dan/atau keuntungan dalam bentuk
apapun dari siapapun yang memiliki kepentingan baik langsung maupun tidak
langsung;
- menangani perkara yang mempunyai kepentingan pribadi atau keluarga, atau
finansial secara langsung maupun tidak langsung;
- melakukan permufakatan secara melawan hukum dengan para pihak yang
terkait dalam penanganan perkara;
- memberikan perintah yang bertentangan dengan norma hukumyang berlaku;
- merekayasa fakta-fakta hukum dalam penanganan perkara;
- menggunakan kewenangannya untuk melakukan penekanan secara fisik
dan/atau psikis; dan
- menggunakan barang bukti dan alat bukti yang patut diduga telah direkayasa
atau diubah atau dipercaya telah didapatkan melalui cara-cara yang
melanggar hukum;
- Jaksa wajib melarang keluarganya meminta dan/atau menerimahadiah atau
keuntungan dalam bentuk apapun dari siapapun yang memiliki kepentingan
baik langsung maupun tidak langsung dalam pelaksanaan tugas Profesi
Jaksa.