Anda di halaman 1dari 5

Nama : Afiifah Zain Raidah

NIM / Kelas : 210605110150 / F

Hubungan Sains dan Agama

Agama dan Sains merupakan entitas yang sangat mewarnai bagi manusia. Kedua hal ini
merupakan kebutuhan pokok bagi hidup dan sistem manusia. Agama1 bagi manusia merupakan
sebuah pedoman dan petunjuk yang akan menjadi sebuah kepercayaan bagi pemeluknya sesuai
dengan fitrah yang dibawa sejak lahir. Sedangkan Sains bagi manusia adalah sebuah ilmu
pengetahuan yang dikembangkan hampir sepenuhnya berdasarkan akal dan pengalaman dunia
secara empiris. eksistensi sains bagi agama memiliki peran sebagai pengukuh dan penguat agama
bagi pemeluknya, sebab sains mampu mengungkapkan rahasia-rahasia alam semesta dan
seisinya, sehinga akan menjadi khidmat dan khusuk dalam melaksanakan ibadah dan
bermuamalah.

Menurut G Barbour tentang sains dan agama dapat diberi kesimpulan bahwa Barbour
melontarkan emapat tipologi hubungan antara sains dan agama yaitu tipologi konflik, tipologi
independensi, tipologi dialog, tipologi integrasi.

1. Tipologi Konflik
Kedua pandangan memiliki perbedaan yang sangat ekstrim. Bahwa sains dengan
agama memiliki pertentangan sehingga harus memilih salah satu diantaranya. Sains
menggagas terhadap eksistensinya agama, begitu juga sebaliknya. Tipologi ini dianut
oleh kelompok materialisme ilmiah dan kelompok literalisme kitab suci.
Para penganut tipologi ini cenderung terhadap otoritas sains ke bidang luar sains.
Sedangkan agama menurut Saintis Barat bahwa subyektif dan sulit untuk berubah,
keyakinan dalam agama juga tidak dapat diterima karena tidak bisa diuji dengan
percobaan dan kriteria sebagaimana halnya dengan sains. Berbeda halnya dengan sains
bisa melakukan hal yang demikian. Agama mencoba bersikap diam dan tidak mau
memberikan petunjuk dengan bukti yang kongkrit tentang keberadaan Tuhan.
2. Tipologi Indepensi
Independensi ataupun permasalahan dapat dihindarkan jika ilmu pengetahuan dan
agama masih berada dalam ruang lingkup kehidupan manusia yang terpisah. Ilmu
pengetahuan dan agama ranahnya yang berbeda dan aspek-aspek realitas yang berbeda,
ilmu pengetahuan berpijak pada persoalan bagaimana sesuatu bekerja yang
menghandalkan data dan objek, sedangkan agama berpijak pada nilai-nilai dan makna
yang lebih besar bagi kehidupan yang individual.
Barbour mengungkap pandangan Kart Bath tentang independensi bahwa Tuhan
adalah transedensi yang mana beda dengan yang lain dan tidak dapat diketahui kecuali
dengan penyingkapan diri. Keyakinan keagamaan sepenuhnya bergantung atas kehendak
Tuhan, bukan atas kehendak penemuan manusia sebagai halnya dengan sains.

3. Tipologi Dialog

Dialog yang terdapat disini adalah perbandingan metodemetode dari ilmu


pengetahuan dan agama tersebut, sehingga bisa memperlihatkan kemiripan-kemiripan
bahkan ketika perbedaanperbedaan itu diakui, perumpamaannya sesuatu yang tidak bisa
diamati secara langsung. Tipologi dialog ini menawarkan hubungan antara sains dan
agama dengan interaksi yang lebih dinamis dari pada tipologi komplik dan independensi.
Dan menurut penganut tipologi dialog ini sains dan agama dan sains cenderung memilki
sifat subjektif. Sains dan agama memilki kedudukan atau kesejajaran karakteristik yang
bersifat koherensif yaitu kemungkinan interaksi antara sains dengan agama secara dialog
tetapi ditahankan integritas masing-masing.

4. Tipologi Integrasi

Tipologi ini dapat terjadi pada kalangan yang mencari titik temu antara agama dan
sains dan tipologi menyerukan perumusan ulang gagasan-gagasan teologi tradisional
yang lebih ekstensif (luas) dan sistematis. Sain dan agama dapat dianggap sumber yang
koherensif dalam kaca mata dunia. Dalam pandanagan ini sains dan agama akan
memberikan kontribusi yang sangat luas sehingga bisa menjalin kerjasama yang aktif
antara sains dan agama. Menurut Barbour dalam upaya untuk integrasi antara sains dan
agama terdapat tiga versebsi diantaranya:

a. Natural Teologi: eksistensi Tuhan bisa di manifestasikan dari wujud dan disain alam akan
semangkin membuat kesadaran akan eksistensi Tuhan.
b. Teologi of Nature: berangkat dari tradisi keagamaan (pemahaman keagamaan)
berdasarkan pengalaman keagamaan dan wahyu dan menghendaki perumusan ulang
tradisi keagamaan dengan sinaran sains modern.
c. Syistematis Syntesis : integrasi yang lebih sistematis antara sains dan agama, yang
memberikan kontribusi ke arah pandangan yang lebih koheren. Versi ini merupakan
pemberian yang sangat berkontribusi sehingga sains dan agama bisa saling memberikan
kontribusi pandangan yang mampu memberikan alternative.
Integrasi agama dan sains

Pelepasan sains dari agama mengakibatkan krisis epistemologis dalam mendapatkan ilmu
pengetahuan. Sains telah secara sadar menghilangkan kesempatan mendapatkan pengetahuan
dari sumber pengetahuan lain serta terlepasnya etika dari dirinya. Hilangnya etika yang
merupakan bagian dari ajaran agama dari diri sains jauh lebih berakibat pada krisis
eksistensialmanusia modern.

Krisis eksistensial bermula saat manusia modern mengingkari keberadaan Tuhan dan
mengharap janji kebahagiaan yang ditawarkan oleh saintisme pasca era renaisans di dunia Barat.
Pada sisi lain, pelepasan agama (masyarakat Islam) terhadap sains mengakibatkan kemunduran
prestasi peradaban masyarakat muslim, sikap menutup diri, dan keterbelakangannya pada
pergaulan dunia modern.

Pengetahuan diartikan sebagai hasil pikir manusia yang dengannya manusia akan
menemukan sekalgus menghayati kehidupannya secara sempurna. Sedangkan ilmu tidak lain
adalah salah satu bagian pengetahuan dengan ciri, tahapan, dan metode tertentu sehingga ia dapat
tersusun secara sistematis dan dengan sadar menuntut kebenaran.

Dalam kajian filsafat, cabang kajian tentang pertanyaan-pertanyaan yang bersifat


menyeluruh dan mendasar tentang pengetahuan disebut dengan espistemologi. Epistemologi
sebagai basis integrasi keilmuan Islam dan sains difungsikan untuk menemukan titik temu
paradigma, objek, metode, dan kriteria yang digunakan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan
oleh keduanya. Usaha integrasi ini penting dilakukan di tengah sikap dikotomis umat Islam
terhadap ilmu pengetahuan yang mengarah pada penolakan keabsahan dari masing-masing pihak
dan berakibat pada kemunduran peradaban umat Islam sendiri.

Keterpisahan dunia Islam dengan sains lebih dikarenakan aspek historis, sosiologis,
politis dan bukan karena faktor ajaran Islam. Islam sebagai sebuah ajaran yang komprehensif
tidak menempatkan ―ilmu Islam‖ dan ―ilmu umum‖ dalam posisisi diametral-paradoksial.
Buktinya, secara empiris Islam telah banyak menyumbangkan tokoh-tokoh terkemuka dalam
bidang sains, yang selain ahli agama juga filosof dan saintis, seperti Ali ibn Haitsam, Jabir ibn
Hayyan, alKhawarizmi, al-Kindi, al-Razi, Ibnu Sina dan lain sebagainya.
Sains pada akhirnya dipandang bukan sebagai bagian dari agama baik oleh kalangan
agamawan maupun kalangan saintis. upaya integrasi Islam dan sains dalam wilayah
epistemologi, yakni persoalan bagaimana cara mendapatkan pengetahuan sepanjang mengenai
objek, metode, dan kriteria ilmu pengetahuan. Sains membatasi objek penelitiannya pada ranah
empirik yang diolah melalui metode ilmiah. Kebenaran dalam sains diukur menggunakan dua
kriteri sekaligus yakni rasional dan empirik. Sedangkan Islam, memperluas objek kajiannya tidak
terbatas pada ranah empirik berupa mikro kosmos dan makro kosmos yang dapat dikaji melalui
nalar dan pengamatan tetapi juga dalam ranah meta kosmos melalui pengalaman batin.

Anda mungkin juga menyukai