Anda di halaman 1dari 11

TUGAS TERSRUKTUR DOSEN PENGAMPU

PENGANTAR INTEGRASI ILMU ARDIAN TRIO WICAKSONO

RELASI ANTARA SAINS DAN AGAMA

Oleh :

Kelompok 2

- Sinta (210101100660)
- Norhasanah (210101100895)
- Nurkhalisah Nazmi (210101100065)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI BANJARMASIN

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PRODI TADRIS FISIKA

2022
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang……………………………………………………….1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………1
C. Tujuan……………………………………………………………......2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Sains……………………………………………………...3
B. Pengertian Agama…………………………………………………....3
C. Relasi Antara Sains dan Agama Menurut Filosofis………………….4
D. Relasi Antara Sains dan Agama Menurut Ilmuwan………………….5

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan…………………………………………………………...8

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….......9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai
hasil aplikasi sains tampak jelas memberikan kesenangan bagi kehidupan
lahiriah manusia secara luas. Dan manusia telah mampu mengeksploitasi
kekayaan dunia secara besar-besaran. Yang menjadi permasalahan adalah
pesatnya kemajuan itu sering diikuti dengan merosotnya kehidupan
beragama.
Sains dan agama merupakan dua perspektif ilmu yang
berbanding terbalik. Sains adalah kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari
keterbatasannya. Adapun agama adalah sebuah koleksi terorganisir dari
kepercayaan, sistem budaya, dan pandangan dunia yang menghubungkan
manusia dengan tatanan/perintah dari kehidupan. Banyak agama memiliki
narasi, simbol, dan sejarah suci yang dimaksudkan untuk menjelaskan
makna hidup atau menjelaskan asal usul kehidupan atau alam semesta.
Dari keyakinan mereka tentang semesta dan sifat manusia, orang
memperoleh moralitas, etika, hukum agama atau gaya hidup yang disukai.
Sepanjang sejarah manusia, pembicaraan mengenai sains dan
agama tidak pernah berhenti. Agama dan sains merupakan bagian penting
dalam kehidupan manusia. Sains dan agama merupakan dua wujud yang
sama-sama telah mewarnai sejarah kehidupan umat manusia. Keduanya
telah berperan penting dalam membangun peradaban. Dari asal-muasalnya
memang terdapat perbedaan antara agama dan sains. Agama berasal dari
wahyu yang diturunkan Tuhan melalui nabi dan rasul, sementara sains
(ilmu) merupakan proses perenungan atau olah pikir dan aktivitas berpikir
otak manusia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari agama dan sains?

1
2. Bagaimana relasi antara agama dan sains menurut analisa filosofis?
3. Bagaimana pandangan relasi agama dan sains menurut ilmuwan?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari agama dan sains.
2. Mengetahui relasi antara agama dan sains menurut analisa filosofis.
3. Mengetahui pandangan relasi agama dan sains menurut ilmuwan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sains
Sains berasal dari Bahasa Latin kata “scio, scire” yang berarti
tahu begitupun ilmu berasal dari Bahasa Arab “alima” yang juga berarti
tahu jadi, baik ilmu maupun science secara etimologis berarti pengetahuan.
Namun secara terminologis ilmu dan science itu semacam pengetahuan
yang mempunyai ciri- ciri, tanda- tanda, dan syarat- syarat yang khas.
Pada dasarnya cara kerja sains adalah kerja mencari hubungan
sebab akibat atau mencari pengaruh sesuatu terhadap pengaruh yang lain.
Asumsi dasar sains ialah tidak ada kejadian tanpa sebab. Sains tidak
memberikan nilai baik atau buruk, halal atau haram, sopan atau tidak
sopan, indah atau tidak indah, sains hanya memberikan nilai benar atau
salah. Kenyataan inilah yang menyebabkan ada orang menyangka bahwa
sains itu netral. Ilmu menggali pengetahuan dari fakta-fakta dan
merumuskan pengetahuan itu dalam bentuk teori atau hukum. Karena
pengetahun itu sesuai dengan faktanya, maka pengetahuan yang digali dan
yang dinyatakannya itu adalah benar.

B. Pengertian Agama
Menurut harfiah agama berasal dari Bahasa Sansekerta dari kata
“a” dan “gama”. A berarti ‘tidak’ dan gama berarti ‘kacau’. Jadi, kata
agama diartikan tidak kacau, tidak semerawut, hidup menjadi lurus dan
benar. Pengertian agama menunjukan kepada jalan atau cara yang
ditempuh untuk mencari ke ridhoan tuhan. Dalam agama itu ada sesuatu
yang dianggap berkuasa yaitu tuhan, zat yang memiliki segalanya, yang
berkuasa, yang mengatur seluruh alam beserta isinya. Ajaran-ajaran agama
mempunyai sifat mengikat bagi manusia. Seorang yang beragama tetap

3
terikat dengan hukum-hukum dan aturan-aturan yang ditetapkan oleh
agama.

C. Relasi Antara Sains dan Agama Menurut Filosofis


Manusia tidak lepas dari para pencari Tuhan. Maka dari itu
banyak filsuf yang muncul dan terlibat dalam wacana Ketuhanan
(Teologi), wacana tentang asal-usul alam semesta (Ontologi), dan ilmu
pengetahuan (Epistimologi). Dalam hal ini agama dan sains akan dibahas
dengan pendekatan ontologis, epistemologis, dan aksiologis.
1. Pendekatan Ontologism
Pendekatan ini adalah pendekatan yang membahas tentang hakikat
sesuatu. Ontology sendiri diartikan sebagai ilmu yang membahas
tentang yang ada dan tidak terikat pada perwujudan tertentu, yang
bersifat universal dan menampilkan pemikiran semesta. Ontology
berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan.
Berdasarkan pendekatan ini, maka agama dan sains dilihat dari sisi
hakikat terdalam yang ada di dalamnya.

Secara ontologism, hakikat agama adalah sesuatu yang tidak Nampak


atau abstrak. Bila agama dilihat dari aspek yang Nampak, ia akan
berwujud sebagai symbol ritual yang dilakukan oleh umat beragama.
Sementara itu, makna abstrak dari agama yaitu dapat dipahami dari sisi
konseptual, seperti dalam perspektif teologis. Agama dapat diartikan
sebagai kepercayaan terhadap tuhan yang selalu hidup, yaitu kepada
Jiwa dan Kehendak Ilahi, yang mengatur alam semesta dan
mempunyai hubungan moral dengan umat manusia.

Disisi lain, sains yang secara etimologis berasal dari scire (Latin),
berarti mengetahui, keadaan atau fakta mengetahui atau pengetahuan
(knowledge) yang dikontraskan dengan intuisi atau kepercayaan.
Secara ontologis, sains seperti ditulis oleh Kertanegara, merupakan

4
pengetahuan sistematis yang berasal dari observasi, kajian dan
percobaan yang dilakukan untuk menentukan sifat dasar atau prinsip
apa yang dikaji.

2. Pendekatan Epistemologis
Epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang teori ilmu
atau teori kebenaran tentang pengetahuan, dimana kebenaran yang
ditampilkan berupa tesis atau teori yang bersifat kondisional, sejauh
medianya demikian, sampelnya itu, desainnya demikian dan
seterusnya, sehingga kebenaran yang diperoleh disebut dengan
kebenaran epistemologis.

Secara epistemis, agama sulit didefinisikan, karena agama tidak bisa


dibedakan dengan psikopatologi (studi tentang penyakit mental), juga
tidak bisa dibedakan dari pendekatan lainnya dalam menghadapi
ultimate concern (hal yang sangat mempengaruhi psikis, jiwa dan
emosi). Sebab, orang ateis, penganut Islam maupun pemeluk
kebatinan, semua menjawab masalah eksistensial ini.

3. Pendekatan Aksiologis
Cabang filsafat yang membahas tentang teori nilai adalah aksiologis,
sehingga perspektif aksiologis ini berupaya melihat nilai agama dan
lain yang berbeda. Agama menurut pandangan Kertanegara mampu
memberikan penjelasan secara rinci tentang berbagai hal yang tidak
dapat dijangkau oleh akal manusia, sedemikian rupa agama juga
memberikan makna yang lebih tinggi dan saling melengkapi terhadap
pandangan-pandangan saintiffik dan filosofis.

D. Relasi Antara Sains dan Agama Menurut Ilmuwan


Sumber tulisan yang berusaha mendiskripsikan tipologi
hubungan antara agama dan sains selain Barbour, Haught dan Dress,

5
adalah tulisan Arthur Peacocke, The Science and Theology in 20 Century
(1981), Ted Oeters, Theology and Natural Science (1992) dan Robert
Russell, The Relevance of Tallish for the Theology and Science Dialogue
(2001).
Model atau tipologi hubungan antara agama dan sains tersebut
menurut Barbour adalah sebagai berikut:

a. Model Konflik.
Model ini digunakan oleh tiga tokoh utama, yaitu Barbour, Haught dan
Drees. Model ini berpendirian bahwa agama dan sains adalah dua hal yang
tidak sekedar berbeda tapi sepenuhnya bertentangan. Karena itu, seseorang
dalam waktu bersamaan tidak mungkin dapat mendukung teori sains dan
memegang keyakinan agama, karena agama tidak bisa membuktikan
kepercayaan dan pandangannya secara jelas, sedang sains mampu.
Sebagaimana halnya agama mempercayai Tuhan tidak perlu menunjukkan
bukti kongkrit keberadaannya, sebaliknya sains menuntut pembuktian
semua hipotesis dan teori dengan kenyataan. Keduanya dianut oleh
kelompok biblical literalism, dan kelompok scientific materialis.
b. Model Independen.
Model ini berpendirian bahwa agama dan sains memiliki persoalan,
wilayah dan metode yang berbeda, dan masing-masing memiliki
kebenarannya sendiri sehingga tidak perlu ada hubungan, kerjasama atau
konflik antara keduanya. Keduanya harus dipisahkan untuk bekerja dalam
wilayahnya masing-masing. Argumentasi model ini diantaranya
dikemukakan oleh Langdan Gilhey, bahwa sains berusaha menjelaskan
data objektif, umum, dan berulang-ulang, sementara agama berbicara
tentang masalah eksistensi tatanan, keindahan dunia dan pengalaman
seseorang seperti pengampunan, makna, kepercayaan, keselamatan dan
lain sebagainya. Tujuan model ini adalah untuk menghindari konflik
antara keduanya dan sebagai konsekuensi munculnya ilmu pengetahuan
baru (new knowledge) seperti penjelasan biologis atas organisme organ.

6
c. Model Dialog (contact).
Model ini bermaksud mencari persamaan atau perbandingan secara
metodis dan konseptual antara agama dan sains, sehingga ditemukan
persamaan dan perbedaan antara keduanya. Upaya ini dilakukan dengan
cara mencari konsep dalam agama yang analog, serupa atau sebanding
dengan konsep dalam sains atau sebaliknya. Suatu model yang berbeda
dengan model kedua yang menekankan perbedaan. Menurut Barbour,
kesamaan antara keduanya bisa terjadi dalam dua hal, kesamaan
metodologis dan kesamaan konsep. Kesamaan metodologis terjadi,
misalnya, dalam hal sains tidak sepenuhnya objektif sebagaimana agama
tidak sepenuhnya subjektif. Secara metodologis, tidak ada perbedaan yang
mutlak antara agama dan sains, karena data ilmiah sebagai dasar sains
yang dianggap sebagai wujud objektifitas, sebenarnya juga melibatkan
unsur-unsur subjektifitas.
d. Model Integrasi (Confirmation)
Alternatif lain hubungan antara agama dan sains yang dipandang paling
ideal adalah model integrasi. Model ini berusaha mencari titik temu pada
masalah-masalah yang dianggap bertentangan antara keduanya. Contoh
model ini adalah pada bidang Natural Theology yang menyatakan bahwa
bukti adanya desain pada alam semesta membuktikan adanya Tuhan,
sementara Drees menyodorkan sample tentang konsep teologi evolusi ala
Piere Teilhard da Chardin dan filsafat proses Alfred N. Whitehead yang
dianggap telah menghasilkan konsep metafisika yang inklusif. Pada model
ini posisi sains adalah memberikan konfirmasi (memperkuat atau
mendukung) keyakinan tentang Tuhan sebagai pencipta alam semesta,
Haught mengingatkan agar agamawan tidak membiarkan agama terlibat
dalam kerja-kerja aktual sains. Lebih dari itu, posisi agama menurut
Haught lebih sebagai akar epistemologis bagi penemuan ilmiah. Dengan
demikian agama memberikan dasar bagi keyakinan saintis akan adanya
rasionalitas dalam sains.

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Agama adalah menunjukan kepada jalan atau cara yang
ditempuh untuk mencari ke ridhoan tuhan. Dalam agama itu ada
sesuatu yang dianggap berkuasa yaitu tuhan, zat yang memiliki
segalanya, yang berkuasa, yang mengatur seluruh alam beserta isinya.
Dan sains merupakan pengetahuan yang mempunyai ciri- ciri, tanda-
tanda, dan syarat- syarat yang khas.

Manusia tidak lepas dari para pencari Tuhan. Maka dari itu
banyak filsuf yang muncul dan terlibat dalam wacana Ketuhanan
(Teologi), wacana tentang asal-usul alam semesta (Ontologi), dan ilmu
pengetahuan (Epistimologi).

Menurut para ilmuan Barbour, Haught dan Drees pandangan


relasi agama dan sains terkait pada model konflik, Model Independen,
Model Dialog (contact), Model Integrasi (Confirmation).

8
DAFTAR PUSTAKA

Hidayatullah, Syarif. 2019. Agama dan Sains: Sebuah Kajian Tentang Relasi dan
Metodologi. Jurnal Filsafat. 29 (1): 103-133.

Meliani, Fitri, dkk. 2021. Sumbangan Pemikiran Ian G. Barbour mengenai Relasi

Sains dan Agama terhadap Islamisasi Sains. Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan. 4 (7):
673-688

Anda mungkin juga menyukai