Anda di halaman 1dari 7

Nama : Divo Ridho Agustianto

Nim : 1706617019
Prodi : S1 Akuntansi D 2017
M.K : Filsafat Ilmu (Resume Bab 7,8, & 9)

Bab 7 Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi dalam Keilmuan

A. Pengantar
Filsafat adalah akar dari segala pengetahuan manusia baik pengetahuan ilmiah maupun
pengetahuan non-ilmiah. Dalam buku Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer
(Suriasumantri, 2000) dijelaskan bahwa, seandainya seseorang berkata kepada kita bahwa dia
tahu bagaimana cara bermain gitar, maka seorang lainnya mungkin bertanya, apakah
pengetahuan anda itu merupakan ilmu? Tentu saja dengan mudah dia dapat menjawab bahwa
pengetahuan bermain gitar itu bukanlah ilmu, melainkan seni. Demikian juga sekiranya
seseorang mengemukakan bahwa sesudah mati semua manusia akan dibangkitkan kembali,
akan timbul pertanyaan serupa apakah pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat
transendental yang menjorok keluar batas pengalaman manusia dapat disebut ilmu? Tentu
jawabnya adalah "bukan", sebab hal itu termasuk dalam agama. Pengetahuan merupakan
khazanah kekayaan mental yang secara langsung atau tidak langsung turut memperkaya
kehidupan kita, sebab secara ontologis ilmu membatasi diri pada pengkajian objek yang
berada dalam lingkup pengalaman manusia, sedangkan agama memasuki pula daerah
penjelajahan yang bersifat transendental yang berada di luar pengalaman kita. Ilmu tidak bisa
menjawab pertanyaan kepada siapa saja, seperti kalau kita sesat jalan dan bertanya kepada
seseorang yang kebetulan nongkrong di tikungan. Bagaimana kalau kita ingin ke surga malah
ditunjukkan ke neraka.

1. Ontologi
Cabang utama metafisika adalah ontologi, studi mengenai kategorisasi benda - benda di alam
dan hubungan antara satu dan lainnya. Ahli metafisika juga berupaya memperjelas pemikiran
- pemikiran manusia mengenai dunia, termasuk keberadaan, kebendaan, sifat, ruang, waktu,
hubungan sebab akibat, dan kemungkinan. Namun di lapangan, penggunaan istilah
"metafisika" telah berkembang untuk merujuk pada "hal-hal yang di luar dunia fisika" "Toko
buku metafisika", sebagai contoh, bukanlah menjual buku mengenai ontologi, melainkan
lebih kepada buku-buku mengenai ilmu gaib, pengobatan alternatif, dan hal-hal sejenisnya.
Penafsiran metafisika keilmuan harus didasarkan kepada karakteristik objek ontology
sebagaimana adanya dengan deduksi-deduksi yang dapat diverifikasi secara fisik. Ini berarti
bahwa secara metafisika ilmu terbebas dari nilai - nilai yang bersifat dogmatik Galileo (1564-
1642 M), menolak dogma agama bahwa matahari berputar mengelilingi bumi sebab
pernyataan tersebut tidak sesuai dengan kenyataan faktual sebagaimana dikemukakan oleh
Copernicus (1473-1543 M).

2. Epistemologi
Epistemologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal, sifat, metode, dan batasan
pengetahuan manusia (a branch of philosophy that investigates the origin, nature, methods
and limits of human knowledge) Epistemologi juga disebut teori pengetahuan (theory of
knowledge) berasal dari kata Yunani episteme, yang berarti pengetahuan, pengetahuan yang
benar, pengetahuan ilmiah, dan logos artinya teori. Epistemologi dapat didefinisikan sebagai
cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode, dan sahnya
(validitas) pengetahuan.
Persoalan - persoalan dalam epistemologi adalah: 
a. Apakah pengetahuan itu? 
b. Bagaimanakah manusia dapat mengetahui sesuatu? 
c. Dari mana pengetahuan itu dapat diperoleh? 
d. Bagaimanakah validitas pengetahuan itu dapat dinilai?

3. Aksiologi
Aksiologi berasal dari kata axios yakni dari bahasa Yunani yang berarti nilai dan logos yang
berarti teori. Dengan demikian, maka aksiologi adalah “teori tentang nilai" (Amsal Bakhtiar,
2004). Aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan yang diperoleh (Suriasumantri, 2000). Menurut Bramel dalam Amsal Bakhtiar
(2004), aksiologi terbagi dalam tiga bagian: pertama, moral conduct, yaitu tindakan moral
yang melahirkan etika. kedua, esthetic expression, yaitu ekspresi keindahan. ketiga,
sosiopolitical life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat sosiopolitik.
Aksiologi yang dipahami sebagai teori nilai dalam perkembangannya melahirkan sebuah
polemik tentang kebebasan pengetahuan terhadap nilai atau yang bisa disebut sebagai
netralitas pengetahuan (value free). Sebaliknya, ada jenis pengetahuan yang didasarkan pada
keterikatan nilai atau yang lebih dikenal sebagai value bound. Sekarang mana yang lebih
unggul antara netralitas pengetahuan dan pengetahuan yang didasarkan pada keterikatan nilai.
Bagi ilmuwan penganut paham terikat nilai, perkembangan pengetahuan akan terjadi
sebaliknya karena dibatasinya objek penelitian, cara, dan penggunaan oleh nilai. Terkait
dengan pendekatan aksiologi dalam filsafat ilmu maupun dalam ilmu, maka munculah dua
penilaian yang sering digunakan yaitu etika dan estetika. Etika adalah cabang filsafat yang
membahas secara kritis dan sistematis masalah-masalah moral. Etika merupakan salah satu
cabang filsafat tertua. Setidaknya ia telah menjadi pembahasan menarik sejak masa Socrates.

Bab 8 Ilmu dan Nilai: Aliran dan Tokoh – Tokoh Filsafat Ilmu, Apakah
Filsafat

A. Aliran – Aliran dan Tokoh – Tokoh Filsafat Ilmu


Bagian ini menguraikan tumbuh dan berkembangnya filsafat ilmu. Pertumbuhan dan
perkembangan filsafat ilmu tidak dapat dipisahkan dari perkembangan filsafat pada satu
pihak dan ilmu pada pihak yang lain. Oleh karena itu, pengertian tentang ilmu harus dilihat
bukan sebagai suatu konsep sebagaimana yang kita pahami dewasa ini, yaitu sesuatu konsep
keilmuan yang relatif mapan cara kerja dan dasar teoretisnya, melainkan harus dilihat dalam
suatu perkembangan menuju penyempurnaan yang berlanjut.

1. Rasionalisme Plato dan Descrates


Rasionalisme ialah aliran yang meyakini hanya rasio / akal yang menjadi dasar kepastian.
Rasionalisme tidak menyangkal fungsi indra sebagai alat untuk memperoleh pengetahuan,
namun indra hanya diperlukan untuk merangsang dan memberikan pada rasio bahan-bahan
agar rasio dapat bekerja.

2. Empirisme: dari Aristoteles Sampai David Hume


Empirisme sebagai suatu aliran dalam filsafat ilmu merupakan lawan dari rasionalisme.
Empirisme menjadikan pengalaman indra (emperia) sebagai sumber kebenaran.
3. Positivisme Comte dan Neopositivisme serta Perlawanan Popper
Positivisme merupakan suatu aliran filsafat yang dibangun oleh Auguste Comte (1798-1857).
Intinya positivisme ingin membersihkan ilmu dari spekulasi-spekulasi yang tidak dapat
dibuktikan secara positif.

4. Kritisisme Kant dan Mazhab Frankfurt


Filsuf Jerman Immanuel Kant (1724-1804) dibesarkan dalam tradisi rasionalisme, tetapi ia
terbangun dari tidur dogmatisnya berkat Hume salah seorang tokoh empirisme. Kant sendiri
menamakan pikirannya kritisisme: Perlawanan terhadap filsuf sebelumnya adalah perlawanan
terhadap dogmatisme.

B. Ilmu dan Nilai


Pembicaraan tentang kaitan antara ilmu dan nilai banyak memunculkan perbedaan pendapat.
Ada pihak yang bersikeras bahwa ilmu bebas nilai, sebaliknya terdapat kelompok yang
bersiteguh bahwa ilmu tidak bebas nilai dan tidak pernah bebas nilai. Kaum positivisme yang
tidak membedakan ilmu alam, sosial dan ilmu kemanusiaan merupakan pembela gigih
gagasan ilmu bebas nilai. Arti bebas nilai bagi mereka antara lain, tampak pada penggunaan
metodologi yang sama bagi semua ilmu tanpa mempersoalkan perbedaan objek tiap ilmu
yang memiliki ciri khas. Ciri khas itu tampak dari adanya nilai-nilai yang berhubungan
dengan manusia dan masyarakat yang harus diperhatikan dalam menganalisis gejala-gejala
manusia dan masyarakat secara keilmuan.

C. Kajian Filsafat
Terdapat beragam jawaban untuk pertanyaan hakikat filsafat. Tiap filsuf akan memberikan
jawaban yang sangat khas, dipengaruhi oleh latar belakang dan bidang telaah yang
ditekuninya.
Selain memerhatikan jawaban-jawaban para filsuf, salah satu cara yang mungkin mudah
untuk menjawab pertanyaan ini adalah mengenang masa anak-anak yang pernah kita lewati
atau memerhatikan anak-anak yang ada di sekitar kita, terutama yang berusia 3-6 tahun.

D. Ilmu dan Agama


Ilmu pengetahuan modern lahir dalam ketegangan tajam dengan gereja. Itulah sebabnya
mengapa sampai terjadi pengadilan terhadap Galileo pada tahun 1632, dan Giordano Bruno
(1547-1600) dibakar hidup - hidup oleh penguasa gereja. Ilmu pengetahuan modern yang
berciri eksperimentasi, kuantifikasi, prediksi, dan kontrol tidak dapat menerima pandangan
yang didasarkan melulu pada keyakinan yang tak dapat diuji.

Bab 9 Logika dan Penalaran Ilmiah

A. Pendahuluan
Logika dapat dikaji sebagai seni (art) dan ilmu (science). Sebagai seni, Sullivan mengutip
Thomas Aquinas yang menyatakan: Logic has been defined as the art that enables us to
proceed with order, case, and correctness in the act of reason itself. (Sillivan, 1963 : 5).
Sesuai dengan batasan tersebut, logika menentukan aturan-aturan yang harus diikuti dalam
melakukan kegiatan menalar secara benar. Dalam hal ini logika terkait erat dengan tata
bahasa dan retorika.

B. Proposisi
Intelek manusia beroperasi dalam tiga wujud, yaitu pemahaman sederhana (simple
apprehension), pembenaran dan pengingkaran (affirmation menghasilkan/negation), dan
penalaran (reasoning). Operasi pertama, pemahaman sederhana, definisi yang diungkapkan
dalam bentuk term. Operasi kedua, pembenaran dan pengingkaran menghasilkan
keputusan/kesimpulan/penilaian/pernyataan (judgement) yang diungkapkan dalam bentuk
proposisi; sedangkan, operasi ketiga menghasilkan argumen (argument) induktif dan deduktif
yang dinyatakan dalam bentuk rangkaian/urutan induktif (inductive sequence) dan silogisme.

C. Logika Deduktif
Pada bagian awal tulisan ini telah dikemukakan batasan mengenai logika. Sebagai seni 'art'
logika mengkaji kriteria untuk menentukan kebenaran pernyataan atau argumen. Berdasarkan
proses dan arahnya, logika dibedakan sebagai logika deduktif dan induktif. Pada bagian
berikut akan diuraikan berbagai hal mengenai logika deduktif. Logika deduktif khususnya
logika tradisional bermula dari zaman Yunani Kuno sekitar abad ketiga sebelum Masehi
(SM). Logika ini memproses pikiran baik secara langsung maupun tidak langsung
berdasarkan atas pernyataan umum yang sudah lebih dahulu diketahui. Pernyataan yang
berisi sesuatu yang sudah diketahui disebut anteseden (premis) yang merupakan pernyataan
dasar dan pernyataan yang berisi pengetahuan baru yang ditarik dari pernyataan dasar itu
disebut konsekuen (kesimpulan).

D. Logika Induktif
Berbeda dengan logika deduktif, logika induktif memproses pengetahuan berdasarkan fakta-
fakta khusus yang diperoleh dari pengetahuan indriawi/yang diperoleh melalui pengamatan.
Dari sejumlah fakta atau gejala khusus itu ditarik kesimpulan umum berupa pengetahuan
yang baru yang berlaku untuk sebagian atau keseluruhan gejala tersebut. Jadi, arah pemikiran
bergerak dari data yang bersifat khusus kepada kesimpulan yang bersifat lebih umum. Logika
induktif seperti itu di antaranya dilakukan dalam analisis statistik yang menggunakan data
kuantitatif sebagai dasar penarikan kesimpulan dan dalam analisis data kualitatif yang
menggunakan data yang bersifat verbal.

E. Penalaran
Penalaran merupakan operasi intelek ketiga. Dalam operasi ketiga ini intelek tidak hanya
berhenti pada konsep, proposisi, dan penilaian atau keputusan, melainkan juga menghasilkan
pengetahuan baru berdasarkan atas pengetahuan yang telah dicapai. Dengan kata lain,
penalaran adalah proses berpikir untuk menarik kesimpulan berupa pengetahuan baru. Proses
tersebut dilakukan secara teratur atau mungkin juga tidak teratur. Proses yang teratur
mungkin dilakukan dengan menerapkan logika deduktif atau induktif atau gabungan antara
keduanya.

F. Kesesatan dalam Penalaran


Di dalam komunikasi lisan maupun tulis, kerap kali kita temukan kesalahan logika yang
terkait dengan pemakaian bahasa atau materi dan cara penarikan kesimpulan. Kesesatan yang
terjadi karena pemakaian Bahasa disebut kesesatan informal, kesesatan yang disebabkan oleh
materi dan cara penarikan kesimpulan merupakan kesesatan formal.

G. Penalaran Ilmiah
Ilmu merupakan bangunan pengetahuan yang tersusun secara sistematis dan diperoleh
melalui penalaran ilmiah. Penalaran ilmiah ini merupakan sintesis antara penalaran deduktif
dan induktif dengan karakteristik utama: (1) dilakukan dengan sadar; (2) bertujuan mencapai
kebenaran ilmiah; (3) bersifat rasional/empiris; (4) sistematis/ analitis; dan (5) kesimpulan
yang dihasilkan tidak mempunyai kebenaran mutlak.

Anda mungkin juga menyukai