Anda di halaman 1dari 5

ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI DAN AKSIOLOGI

Abstrak
Ontologi, epistemologi, dan aksiologi adalah tiga landasan utama yang digunakan untuk
mengungkap ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, landasan tersebut menjawab pertanyaan apa,
bagaimana, dan kemana ilmu pengetahuan diarahkan. Obyek ilmu pengetahuan memiliki hakekat
ontologis yang terdiri dari objek materi dan forma. Objek materi meliputi jenis-jenis dan sifat-
sifat ilmu pengetahuan, sedangkan objek forma terdiri dari sudut pandang mengenai objek
tersebut. Epistemologi dimulai dengan beberapa langkah, yakni perumusan masalah, penyusunan
kerangka pikiran, perumusan hipotesis, dan penarikan kesimpulan. Kebermanfaatan ilmu
pengetahuan sangat tergantung pada manusia yang menggunakannya. Dalam realitas kehidupan,
manusia dapat dibagi menjadi dua golongan. Golongan pertama berpendapat bahwa ilmu
pengetahuan dapat berdiri sendiri tanpa nilai, sedangkan golongan kedua berpendapat bahwa
ilmu pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai tertentu. Dalam Islam, ilmu pengetahuan
tidaklah bebas nilai karena didasarkan pada hukum normatif transendental. Penilaian baik dan
buruk suatu hal dapat dilihat dari sudut pandang nilai etika (agama) dan estetika.
Kata kunci: Ontologi, Epistemologi Dan Aksiologi

I. PENDAHULUAN
Sejarah filsafat tidak selalu berjalan lurus, terkadang juga terjadi kemunduran, sedangkan
sejarah ilmu selalu maju. Namun, filsafat dan ilmu selalu berjalan beriringan dan saling
berkaitan dalam mencari kebenaran. Ilmu melukiskan fenomena semesta sementara filsafat
menafsirkannya. Tujuan dari filsafat adalah menemukan kebenaran yang sebenarnya, yang
jika disusun secara sistematis, menjadi sistematika filsafat yang terbagi menjadi tiga cabang
besar yaitu teori pengetahuan, teori hakikat, dan teori nilai.
Ilmu pengetahuan merupakan produk kegiatan berpikir yang merupakan obor peradaban
manusia dalam mencari kebenaran. Aktivitas ilmu digerakkan oleh tiga masalah pokok, yaitu
apa yang ingin diketahui, bagaimana cara memperoleh pengetahuan, dan apakah nilai
pengetahuan tersebut. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, diperlukan sistem
berpikir secara radikal, sistematis, dan universal sebagai kebenaran ilmu yang dibahas dalam
filsafat keilmuan. Oleh karena itu, ilmu tidak terlepas dari landasan ontologi, epistemologi,
dan aksiologi.
Ontologi membahas apa yang ingin diketahui mengenai teori tentang "ada" dan
bagaimana hakikat obyek yang ditelaah sehingga menghasilkan pengetahuan. Epistemologi
membahas tentang proses memperoleh pengetahuan, sedangkan aksiologi membahas nilai

1
yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Dengan memahami ketiga
unsur ini, manusia akan mengerti hakikat ilmu itu sendiri. Tanpa pemahaman yang benar
tentang hakikat ilmu, manusia tidak akan dapat menghargai ilmu sebagaimana mestinya.
II. PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN
Kata Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi berasal dari bahasa Yunani. Ontologi
berasal dari kata "Ontos" yang berarti "ada," sedangkan Epistemologi berasal dari
kata "episteme" yang berarti "pengetahuan." Kata Aksiologi berasal dari kata "Axios"
yang berarti "bermanfaat." Ketiga kata tersebut ditambah dengan "logos," yang
berarti "ilmu pengetahuan, ajaran, dan teori." Oleh karena itu, Ontologi adalah ilmu
yang meneliti segala sesuatu yang ada, Epistemologi membahas teori-teori,
sedangkan Aksiologi adalah kajian tentang nilai-nilai ilmu pengetahuan.
 ONTOLOGI
adalah cabang dari filsafat, yang umumnya dianggap sebagai bagian dari
metafisika. Metafisika merupakan salah satu cabang utama filsafat yang membahas
tentang sifat mendasar dari realitas. Ontologi berfokus pada studi tentang apa yang ada
secara universal, bukan terikat pada manifestasi tertentu. Tujuannya adalah untuk
menemukan esensi dari setiap realitas yang mencakup semua bentuk realitas. Ontologi
adalah area terberat dalam filsafat dan tidak dapat dipahami tanpa mempertimbangkan
area lain dalam filsafat.
Dari perspektif ontologi, ilmu pengetahuan membatasi dirinya pada studi tentang
aspek empiris kehidupan. Objek studi dalam ilmu pengetahuan meliputi semua aspek
kehidupan yang dapat diuji dengan pancaindera manusia. Dapat dikatakan bahwa ilmu
pengetahuan tidak membahas hal-hal yang di luar jangkauan manusia, yang tidak dapat
dibuktikan secara metodologis dan empiris. Ilmu pengetahuan memiliki karakteristiknya
sendiri, yaitu berorientasi pada dunia empiris. Objek studi ilmu pengetahuan dapat dibagi
menjadi dua jenis: objek material dan objek formal.
Untuk memahami esensi objek empiris, ilmu pengetahuan membuat asumsi
tentang objek tersebut. Asumsi-asumsi ini memberikan arah dan dasar bagi penyelidikan.
Asumsi-asumsi yang dibuat oleh ilmu pengetahuan bertujuan untuk memperoleh
pengetahuan analitis yang dapat menjelaskan berbagai hubungan dalam fenomena yang
dialami oleh manusia.
Dalam menganalisis pengalaman manusia, asumsi-asumsi harus dibuat yang
relevan dengan bidang dan tujuan penelitian ilmiah. Asumsi-asumsi ini harus operasional
dan menjadi dasar bagi penelitian teoritis. Asumsi-asumsi harus berasal dari "keadaan
sebagaimana adanya," bukan "bagaimana seharusnya." Asumsi pertama mendasari
penyelidikan ilmiah, sedangkan asumsi kedua mendasari moralitas. Oleh karena itu,
seorang ilmuwan harus familiar dengan asumsi-asumsi yang digunakan dalam analisis

2
mereka, karena asumsi yang berbeda mengarah pada konsep pemikiran yang berbeda.
Penyelidikan ilmiah harus didasarkan pada asumsi yang eksplisit.
 EPISTEMOLOGI
Ada perdebatan filsafat yang sengit tentang pengetahuan manusia, yang berada di
pusat filsafat modern. Pengetahuan manusia merupakan titik awal dari filsafat, untuk
membangun filsafat yang kuat tentang alam semesta dan dunia. Oleh karena itu, sumber
pemikiran manusia, kriteria, dan nilai tidaklah tetap, dan tidak mungkin melakukan studi
apa pun, apa pun bentuknya. Salah satu perdebatan besar adalah diskusi yang
mempertanyakan sumber dan asal pengetahuan dengan memeriksa, mempelajari, dan
mencoba mengungkapkan prinsip-prinsip dasar struktur pemikiran manusia. Sebelum
menjawab semua pertanyaan, kita harus tahu bahwa pengetahuan (persepsi) dapat dibagi
secara luas menjadi dua jenis: konsepsi atau pengetahuan sederhana dan tashdiq
(persetujuan atau justifikasi), yaitu pengetahuan yang melibatkan evaluasi.
Pengetahuan ontologis kemudian dibawa ke aspek epistemologis untuk menguji
kebenarannya dalam aktivitas ilmiah. Menurut Ritchie Calder, proses ilmiah dimulai
ketika manusia mengamati sesuatu. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa kontak
manusia dengan dunia empiris membuat mereka memikirkan fenomena alam. Setiap jenis
pengetahuan memiliki karakteristik khusus terkait apa, bagaimana, dan mengapa, yang
teratur rapi dalam ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Isu utama yang dihadapi oleh
setiap epistemologi pengetahuan pada dasarnya adalah bagaimana memperoleh
pengetahuan yang benar dengan mempertimbangkan aspek ontologi dan aksiologi dari
setiap ilmu pengetahuan. Studi epistemologi membahas bagaimana memperoleh
pengetahuan ilmiah, hal-hal apa yang harus dipertimbangkan untuk memperoleh
pengetahuan yang benar, apa yang disebut kebenaran, dan apa kriterianya.
 AKSIOLOGI
lmu pengetahuan dan moralitas memiliki hubungan yang kompleks dan saling
terkait. Kebermanfaatan pengetahuan bergantung pada bagaimana penggunaannya, dan
pertimbangan etis yang terkait dengannya. Dasar dari aksiologi, atau studi nilai, adalah
mempertimbangkan untuk apa pengetahuan digunakan dan implikasi etis dan moral dari
penggunaannya. Hubungan antara penggunaan ilmiah dan etika moral sangat penting,
karena hal itu menentukan dampak moral dan etis ilmu pengetahuan pada masyarakat.
Pengembangan teknologi dan ilmu pengetahuan telah membawa manfaat dan
kerugian. Misalnya, penemuan kekuatan nuklir dapat digunakan untuk menghasilkan
energi dan memberikan keamanan bagi umat manusia, tetapi juga dapat menciptakan
senjata nuklir yang dapat menimbulkan kehancuran. Oleh karena itu, penggunaan ilmu
pengetahuan dan teknologi perlu dipandu oleh pertimbangan moral dan etis untuk
menghindari konsekuensi yang fatal. Mengenai etika, moralitas, dan estetika, ilmu
pengetahuan dapat dibagi menjadi dua kategori:
Ilmu Pengetahuan Bebas Nilai

3
Pertanyaan apakah ilmu pengetahuan bebas nilai atau tidak kompleks, dan
jawabannya tidak sederhana. Sejak awal, ilmu pengetahuan telah terkait dengan masalah
moral tetapi dari sudut pandang yang berbeda. Teori Copernicus bahwa "bumi berputar
mengelilingi matahari" menantang ajaran agama dan menciptakan konflik antara ilmu
pengetahuan dan moralitas (yang didasarkan pada ajaran agama). Konflik antara ilmu
pengetahuan dan moralitas memiliki akar dalam interpretasi metafisik dan berkumpul
dalam Inkuisisi Galileo pada tahun 1633.
Selama periode tersebut, para ilmuwan berjuang agar ilmu pengetahuan
didasarkan pada interpretasi alam, dengan slogan "ilmu pengetahuan bebas nilai".
Pengembangan ilmu pengetahuan mengarah pada penerapan konsep ilmiah untuk
masalah praktis, dan pergeseran dari kontemplasi ke manipulasi menandai fase baru
perkembangan ilmu pengetahuan. Namun, dehumanisasi kehidupan manusia terjadi, dan
ilmu pengetahuan menjadi kekuatan yang dapat disalahgunakan. Oleh karena itu, ilmu
pengetahuan pada intinya berusaha memahami alam dengan mempertanyakan apa yang
seharusnya, untuk apa ilmu pengetahuan digunakan, dan batasan eksplorasi ilmiah.
Menjawab pertanyaan-pertanyaan ini dapat membantu memandu penggunaan ilmu
pengetahuan yang etis dan moral.

III. KESIMPULAN
Untuk memahami ilmu pengetahuan, diperlukan landasan ontologi, epistemologi,
dan aksiologi, yaitu memahami apa yang menjadi objek ilmu, bagaimana cara
memperoleh pengetahuan, dan bagaimana pengetahuan itu dapat digunakan. Objek ilmu
terdiri dari materi dan forma yang memiliki jenis dan sifat yang berbeda. Epistemologi
dimulai dengan merumuskan masalah, menyusun kerangka berpikir, merumuskan
hipotesis, dan menarik kesimpulan. Kegunaan ilmu tergantung pada manusia yang
menggunakannya. Dalam realitas, ada dua golongan manusia, yang pertama menganggap
ilmu bebas nilai, dan yang kedua berpendapat sebaliknya. Dalam Islam, ilmu tidak bebas
nilai karena didasarkan pada hukum normatif transendental. Penilaian baik buruknya
segala sesuatu didasarkan pada nilai etika (agama) dan estetika.

IV. DAFTAR PUSTKA


Ash-Shadr, Muhammad Baqir. Falsafatuna terhadap Belbagai Aliran Filsafat Dunia, Cet.
VII; Bandung: Mizan, 1999.
Bakker, Anton. Ontologi dan Metafisika Umum: Filsafat Pengada dan Dasar-Dasar
Kenyataan,Cet. VII: Yogyakarta: kanisius, 1997.
Firth, Rodric. Encyclopedia Internasional, Phippines: Gloria Incorperation, 1972.
Gazalba, Sidi. Sistematika Filsafat Buku: IV, Jakarta: Bulan Bintang, t.th.
Hamersma, Harry. Pintu Masuk ke Dunia Filsafat, Yogyakarta: Kanisius, 1992.
Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1998.

4
Kattsoff, Louis. Pengantar Filsafat, Cet. V; Yogyakarta: Tiara Wacana, 1992.
Mahmud, Moh. Natsir. Epistemologi dan Studi Islam Kontemporer, Cet.I; Makassar:
2000.
Saefuddin et.al, Desekularisasi Pemikiran: landasan Islamisasi, Cet. IV; Bandung: Mizan,
1998.
Salam, Burhanuddin. Logika Material Filsafat Materi, Cet. I; Jakarta: Rineka Cipta, 2000.
Suriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Cet. X; Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 1990), h. 33.
Suriasumantri, Jujun S. Ilmu dalam Perspektif Sebuah Kumpulan Karangan tentang
Hakekat
Ilmu, Cet. XIII; Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1997.
Syafii, Inu Kencana. Pengantar Filsafat, Cet. I; Bandung: Refika Aditama, 2004.
Tim Penulis Rosdakarya, Kamus Filsafat, Cet. I; Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995.

Anda mungkin juga menyukai