Anda di halaman 1dari 8

“DIMENSI KAJIAN FILSAFAT ILMU: ONTOLOGIS,

EPISTEMOLOGIS, DAN AKSIOLOGIS”


Fatimatuzzahra
210103040197
irararazahra23@gmail.com

Abstract

Various reflective thoughts on matters relating to the foundation of science and the relationship of a
science to all aspects of human life are referred to as the philosophy of science. Science itself has
certain parts where in science there are objects, statements, propositions, and characteristics where
the four aspects are actually highlighted by the three foundations of philosophical thinking about
ontology, epistemology, and axiology. In this article, the author uses the literature study method or
conducts a study of various books and other scientific works related to the topic raised. The purpose
of this paper is to describe science in terms of philosophy: ontology, epistemology, and axiology.
From the results of the study, it can be concluded that ontologically basically talks about the nature
of "that which exists". Science is viewed ontologically trying to prove and examine that a science can
really be proven to exist. Epistemology talks about the basis of knowledge, sources, characteristics,
the truth of knowledge, and how to get knowledge. Science is highlighted through epistemology, the
discussion is focused on how the sources used by scientists in developing science and what the
methods are. Axiology basically talks about the relationship between science and values. Because it is
related to values, axiology relates whether or not it is appropriate for a science to be developed.

Keywords: Philosophy of Science, Ontology, Epistemology, and Axiology.

Abstrak
Berbagai pemikiran reflektif tentang hal-hal yang berkaitan dengan landasan ilmu pengetahuan dan
hubungan suatu ilmu dengan seluruh aspek kehidupan manusia disebut sebagai filsafat ilmu. Sains
sendiri memiliki bagian-bagian tertentu di mana dalam sains terdapat objek, pernyataan, proposisi,
dan ciri-ciri di mana keempat aspek tersebut sebenarnya ditonjolkan oleh tiga landasan pemikiran
filosofis tentang ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Dalam artikel ini, penulis menggunakan
metode studi kepustakaan atau melakukan kajian terhadap berbagai buku dan karya ilmiah lainnya
yang berkaitan dengan topik yang diangkat. Tujuan dari makalah ini adalah untuk mendeskripsikan
ilmu dari segi filsafat: ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Dari hasil kajian dapat disimpulkan
bahwa secara ontologis pada dasarnya berbicara tentang hakikat “yang ada”. Sains dipandang
secara ontologis berusaha membuktikan dan mengkaji bahwa suatu sains benar-benar dapat
dibuktikan keberadaannya. Epistemologi berbicara tentang dasar pengetahuan, sumber,
karakteristik, kebenaran pengetahuan, dan cara mendapatkan pengetahuan. Ilmu ditonjolkan melalui
epistemologi, pembahasan difokuskan pada bagaimana sumber-sumber yang digunakan oleh para
ilmuwan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan apa saja metodenya. Aksiologi pada
dasarnya berbicara tentang hubungan antara ilmu pengetahuan dan nilai-nilai. Karena berkaitan
dengan nilai, maka aksiologi berkaitan dengan layak atau tidaknya suatu ilmu untuk dikembangkan.
Kata Kunci : Filsafat Ilmu , Ontologis , Epistemologi, dan Aksiologi.

Pendahuluan
Manusia pada dasarnya adalah makhluk pencari kebenaran. Manusia tidak pernah
puas dengan apa yang sudah ada, tetapi selalu mencari dan mencari kebenaran yang
sesungguhnya dengan bertanya-tanya untuk mendapatkan jawaban. Namun setiap jawaban-
jawaban tersebut juga belum selalu memuaskan manusia.
Keberadaan manusia dan ilmu pengetahuan merupakan perwujudan bersama dari
kehidupan yang didasari dari rasa keingintahuan manusia terhadap segala sesuatu yang ada di
alam semesta ini. Keberadaan ilmu pengetahuan sebagai produk kegiatan berpikir merupakan
obor peradaban di mana manusia menemukan dirinya, memahami eksistensinya dan
menghayati hidup lebih sempurna. Munculnya masalah dalam diri manusia telah mendorong
untuk berpikir, bertanya, lalu mencari jawaban segala sesuatu yang ada, dan akhirnya
manusia menjadi makhluk yang mampu menemukan dan mencari sinar kebenaran dalam
hidupnya. Dengan demikian, ilmu pengetahuan berkembang sesuai dengan perkembangan
manusia serta berkembang dalam rangka menemukan kebenaran dari keingintahuan manusia.
Dengan kata lain, ilmu pengetahuan lahir dari dorongan keingintahuan manusia dalam rangka
mencari kebenaran.
Untuk itulah setiap manusia harus dapat berpikir filosofis dalam menghadapi segala realitas
kehidupan ini yang menjadikan filsafat harus dipelajari. Filsafat merupakan sebuah disiplin
ilmu yang terkait dengan perihal kebijaksanaan. Kebijaksanaan merupakan titik ideal dalam
kehidupan manusia, karena Ia dapat menjadikan manusia untuk bersikap dan bertindak atas
dasar pertimbangan kemanusiaan yang tinggi (actus humanus), bukan asal bertindak
sebagaimana yang biasa dilakukan manusia (actus homoni).
Filsafat ilmu adalah dasar yang menjiwai proses kegiatan untuk memperoleh
pengetahuan secara ilmiah. Dengan kata lain, apa pun yang tergolong ilmu disebut sebagai
ilmu pengetahuan. Ilmu yaitu akumulasi pengetahuan yang telah disistematisasi dan
diorganisasi sehingga memenuhi asas pengaturan secara prosedural, metodologis, teknis, dan
normatif akademis. Dengan demikian, ilmu telah teruji kebenaran ilmiahnya dan telah
memenuhi kesahihannya karena diperoleh secara sadar, aktif, sistematis, jelas prosesnya
secara prosedural, metodis dan teknis, tidak bersifat acak, serta telah diuji kebenarannya.
Filsafat ilmu memandang ada 3 tiang penyangga (dimensi kajian) suatu ilmu, yaitu ontologi,
aksiologi dan epistemologi. Ketiga tiang penyangga itulah yang mendeskripsikan,
menjelaskan, dan bahkan memprediksi asas manfaat suatu ilmu.

Metode
Dalam makalah ini, penulisan menggunakan metode studi literature atau melakukan
kajian dari berbagai buku dan karya ilmiah lainnya seperti jurnal yang berkaitan dengan topik
yang diangkat yaitu terkait Dimensi Kajian Dasar Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi, dan
Aksiologi. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana topik yang berkaitan terhadap
perkembangannya saat ini sehingga menghasilkan pengetahuan baru dan memberikan
kontribusi terhadap suatu ilmu pengetahuan yang bisa bermanfaat bagi khalayak.
Pembahasan
Istilah “filsafat” secara etimologis merupakan persamaan kata falsafah (bahasa Arab)
dan philosophy (bahasa Inggris), serta berasal bahasa Yunani philosophia. Kata philosophia
merupakan kata majemuk yang terdiri dan kata (philos) dan (sophia). Kata philos berarti
kekasih, bisa juga berarti sahabat. Adapun sophia berarti kebijaksanaan atau kearifan, bisa
juga berarti pengetahuan. Secara harfiah philosophia berarti yang mencintai kebijaksanaan
atau sahabat pengetahuan. Istilah philosophia telah diindonesiakan menjadi “filsafat”,
ajektifnya adalah “filsafat” dan bukan “filosofis”. Apabila mengacu kepada orangnya, kata
yang tepat digunakan yaitu “filsuf’ dan bukan “filosof’. Kecuali bila digunakan kata
“filosofi” dan bukan “filsafat”, maka ajektifnya yang tepat ialah “filosofis”, sedangkan yang
mengacu kepada orangnya ialah kata filosof.1
Dalam Al-Quran dan budaya Arab terdapat istilah “hikmat” yang berarti arif atau
bijak. Filsafat itu sendiri bukan hikmat, melainkan cinta yang sangat mendalam terhadap
hikmat. Dengan pengertian tersebut, maka yang dinamakan filsuf adalah orang yang
mencintai dan mencari hikmat dan berusaha mendapatkannya. Namun seiring berjalannya
waktu mulai banyak para ilmuan yang mengemukakan pendapatnya masing-masing, baik
pada para filsuf barat maupun filsuf muslim.
a. Bagi Socrates (469-399 SM) filsafat ialah kajian mengenai alam semesta ini secara
teori untuk mengenal diri sendiri.
b. Menurut Plato (427-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM) filsafat adalah kajian
mengenai hal-hal yang bersifat asasi dan abadi untuk mengharmonikan kepercayaan
mistik atau agama dengan menggunakan akal pikiran.
c. Menurut Al-Kindi (790-873 M) filsafat merupakan ilmu yang mulia dan terbaik, yang
tidak wajar ditinggalkan oleh setiap orang yang berpikir, karena ilmu ini membahas
hal-hal yang berguna, dan juga membahas cara-cara menjauhi hal-hal yang
merugikan.
d. Al-Farabi, (870-950), menegaskan bahwa filsafat adalah ilmu mengenai yang ada,
yang tidak bertentangan dengan agama, bahkan sama-sama bertujuan mencari
kebenaran.
Banyak sekali definisi mengenai filsafat yang dapat ditemui dalam literatur. Definisi
tersebut menegaskan bahwa filsafat sebagai sebuah ilmu, yang bersifat umum karena obyek
pemikirannya mencakup segala sesuatu yang ada (realitas) dalam alam semesta ini, baik yang
berkenaan dengan alam fisik dan manusia, maupun alam metafisik termasuk mengenai Tuhan
pencipta alam semesta itu. Filsafat membahas hal-hal itu secara keseluruhan, artinya bukan
bagian-bagian tertentu dari suatu realitas sebagaimana yang biasanya dilakukan oleh ilmu
pengetahuan positif.2 Adapun dimensi kajian filsafat ilmu yaitu Ontologi, Epistemologi, dan
Aksiologi. Berikut penjelasannya:
1. Ontologi
Kata ontologi berasal dari kata bahasa yunani Yaitu “ontos” yang berarti
berada (yang ada).3 Ontologi adalah bagian filsafat yang membahas hakekat realitas
atau hakekat yang ada, termasuk hakekat ilmu pengetahuan sebagai sebuah realitas.
1
Fadli, Muhammad Rijal, Hubungan Filsafat dengan Ilmu Pengetahuan dan Relevansinya di Era
Revolusi Industri 4.0 (Society 5.0), (Jurnal Filsafat Vol. 31 No.1, 2021) h. 5
2
Soelaiman, Darwis A., Filsafat Ilmu Pengetahuan Perspektif Barat dan Islam (Aceh: Penerbit Bandar
Publishing, 2019) h. 6-7
Ada tiga macam yang ada (realitas) yang menjadi obyek pemikiran filsafat, yaitu
Tuhan (Teos), manusia (antropos), dan alam fisik (cosmos). Filsafat alam misalnya,
dipersoalkan apakah alam ini pada hakekatnya satu (monistik) atau banyak
(pluralistik), apakah ia bersifat menetap (permanent) atau berubah (change), apakah ia
merupakan sesuatu yang aktual atau hanya kemungkinan (potensial). Ontologi biasa
disebut sebagai teori hakikat yang Langeveld menamai ontologi ini dengan teori
keadaan.4
Dalam filsafat manusia antara lain dipertanyakan apakah manusia itu badan
atau jiwa atau kesatuan antara keduanya, apakah manusia itu pada hakekatnya bebas
atau tidak bebas. Jadi masalah ontologi sangat luas ruang lingkupnya, bukan hanya
terbatas pada masalah alam fisik saja, tetapi termasuk juga alam metafisik yaitu
sesuatu yang berada di luar (beyond) dan setelah (after) alam fisik, atau alam yang
lebih luas lagi yang tidak dikenal (terra incognito). 5
Ontologi adalah bagian filsafat yang paling umum, atau juga disebut sebagai
bagian dari metafisika. Metafisika adalah cabang filsafat yang membahas persoalan
tentang keberadaan (being) atau eksistensi (existence). Meski ontologi hanya
merupakan bagian dari metafisika, yakni teori mengenai yang ada, yang berada secara
terbatas sebagaimana adanya, dan apa yang secara hakiki termasuk secara ada
tersebut.6Dengan demikian, ontologi dapat diartikan sebagai ilmu atau teori tentang
wujud, tentang hakikat yang ada. Dalam kaitannya dengan ilmu pengetahuan, maka
ontologi adalah kajian filosofis tentang hakikat keberadaan ilmu pengetahuan, apa dan
bagaimana sebenarnya ilmu pengetahuan yang ada itu.
Hal lain yang berhubungan dengan ontologi dan sebuah ilmu ialah mengenai
hukum ilmu, yang maksudnya adalah hukum sebab akibat atau hukum kausalitas.
Dalam filsafat ilmu masalah hukum kausalitas itu merupakan persoalan yang tidak
pernah terselesaikan, antara lain karena ilmu pengetahuan tidak hanya mengenai alam
fisik, tetapi juga menyangkut alam metafisik. Dalam bidang ilmu kealaman terdapat
hukum sebab akibat itu, tetapi tidak demikian halnya dalam ilmu-ilmu kemanusiaan
dan ilmu keagamaan.7 Adapun persamaan atau kesesuaian antara ilmu dan filsafat
adalah bahwa keduanya menggunakan berpikir reflektif dalam upaya menghadapi
atau memahami fakta-fakta dunia dan kehidupan, terhadap hal-hal tersebut baik
filsafat maupun ilmu bersikap kritis, berpikiran terbuka serta sangat konsern pada
kebenaran, di samping perhatiannya pada pengetahuan yang terorganisir dan
sistematis.8
2. Epistemologi

3
Haetami, Enden, Filsafat Ilmu: Mengetengahkan problem ontologi, Epistimologi dan Aksiologi
dengan Mengurai Objek Materi, Objek Formal , dan filsafat (Bandung: Penerbit Yayasan Bhakti Ilham, 2017)
h. 3
4
Susanto, A., Filsafat Ilmu: Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis
(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011), h. 27
5
Soelaiman, Darwis A., Filsafat Ilmu Pengetahuan Perspektif Barat dan Islam (Aceh: Penerbit Bandar
Publishing, 2019) h. 38
6
Biyanto, Filsafat Ilmu dan Ilmu Keislaman (Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar, 2015) h. 140
7
Soelaiman, Darwis A.. Filsafat Ilmu Pengetahuan Perspektif Barat dan Islam (Aceh: Penerbit Bandar
Publishing, 2019) h. 45
8
Nurhayati, Peranan Filsafat Ilmu Untuk Kemajuan Perkembangan Ilmu Pengetahuan (Jurnal Studi
Islam, 2021) h.9
Secara umum epistemologi adalah suatu disiplin ilmu yang membicarakan dan
menyelidiki sumber, kaidah, proses dan batasan suatu ilmu ataupun pengetahuan
sehingga membawa kepada pemahaman terhadap kebenaran yang hakiki.
Epistemologi berasal dari bahasa Yunani, episteme , yang berarti pengetahuan dan
logos yang berarti ilmu.9 Jadi dapat dikatakan bahwa epistemologi adalah
pengetahuan tentang pengetahuan karena epistemologi membahan tentang bagaimana
proses memperoleh pengetahuan atau dapat juga disebut sebagai ilmu yang membahas
secara mendalam tentang proses penyusunan pengetahuan yang benar.10
Istilah epistemologi pertama kali digunakan oleh J. F. Ferrier pada tahun 1854
ntuk membedakannya dengan cabang filsafat lainnya yaitu ontology. Milton D.
Hunnex juga mengatakan bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas
tentang sifat dasar, sumber, dan validitas pengetahuan. 11 Pada uraian di atas tampak
jelas, bahwa baik epistemologi maupun filsafat ilmu sama-sama merupakan cabang
dari filsafat yang secara khusus membahas proses keilmuan manusia. Keduanya
memiliki lebih banyak persamaan dari pada perbedaan. Perbedaan itu hanyalah
terletak pada objek material (objek kajian), dalam hal ini, epistemologi menjadikan
‘pengetahuan’ sebagai objek kajiannya, sedang filsafat ilmu, objek kajiannya adalah
ilmu pengetahuan. Meski demikian, dewasa ini kedua objek kajian ini sudah
merupakan pembahasan yang cukup berbeda. Dalam bidang ini terdapat tiga
persoalan pokok: (a.) Apakah sumber-sumber pengetahuan itu? Dari manakah
pengetahuan yang benar itu datang dan bagaimana kita mengetahuinya? (b.) Apakah
sifat dasar pengetahuan itu? Apakah ada dunia yang benar-benar di luar pikiran kita?
Kalau ada, apakah kita dapat mengetahuinya? (ini adalah persoalan yang mengarah
pada problem phenomena dan noumena). (c.) Apakah pengetahuan kita itu benar
(valid)? Bagaimanakah kita dapat membedakan yang benar dari yang salah? (poin ini
adalah yang mengarah pada problem verifikasi).
Tiga persoalan pokok ini merupakan objek formal dari epistemologi, sekaligus
merupakan objek formal dari filsafat ilmu, sebagai perspektif dalam melihat objek
materialnya, yakni ilmu. Dari sinilah kemudian dikenal istilah hakikat ilmu atau
struktur fundamental ilmu, yang tak lain adalah persoalan-persoalan pokok di atas.12
3. Aksiologi
Aksiologi berasal dari istilah Yunani yaitu axios yang berarti sesuai atau
wajar. Sedangkan logos berari ilmu, aksiologi juga dapat disebut juga dengan teori
nilai. Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang membicarakan tentang tujuan
ilmu pengetahuan itu sendiri dan bagaimana manusia menggunakan ilmu tersebut.
Dalam hal ini yang ingin dicapai oleh aksiologi adalah hakikat dan manfaat yang
terdapat dalam suatu pengetahuan. Jadi aksiologi di sini adalah menyangkut masalah
nilai kegunaan ilmu. Istilah axios yaitu nilai dan logos adalah teori, Istilah ini

9
Muslih, Mohammad. Filsafat Ilmu Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan Kerangka Teori Ilmu
Pengetahuan (Yogyakarta: LESFI, 2016 ) h. 13
10
Haetami, Enden, Filsafat Ilmu: Mengetengahkan problem ontologi, Epistemologi dan Aksiologi
dengan Mengurai Objek Materi, Objek Formal, dan filsafat (Bandung: Penerbit Yayasan Bhakti Ilham, 2017) h.
2-3
11
Lubis, Akhyar Yusuf, Filsafat Ilmu: Klasik Hingga Kontemporer (Depok: Rajawali Pers, 2020) h.
31-32
12
Muslih, Mohammad Filsafat Ilmu Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan Kerangka Teori Ilmu
Pengetahuan (Yogyakarta: LESFI, 2016 ) h. 14
sebenarnya lebih akrab dipakai dalam istilah filosofi. Adapun aksiologi dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi
kehidupan manusia atau kajian tentang nilai, khususnya etika.13 Jadi aksiologi
membahas tentang nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang
diperoleh atau di sebut juga dengan ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai
yang ditinjau dari sudut kefilsafatan.14 Aksiologi dasarnya berbicara tentang hubungan
ilmu dengan nilai, apakah ilmu bebas nilai dan apakah ilmu terikat nilai. Karena
berhubungan dengan nilai maka aksiologi berhubungan dengan baik dan buruk,
berhubungan dengan layak atau pantas, tidak layak atau tidak pantas. Ketika para
ilmuwan dulu ingin membentuk satu jenis ilmu pengetahuan maka sebenarnya dia
harus atau telah melakukan uji aksiologi . Contohnya apa gunanya ilmu Manajemen
Pendidikan Islam yaitu kajian-kajian aksiologi yang membahas itu. Jadi pada intinya
kajian aksiologi itu membahas tentang layak atau tidaknya sebuah ilmu pengetahuan,
pantas atau tidaknya ilmu pengetahuan itu dikembangkan. Kemudian aksiologi ini
juga yang melakukan pengereman jika ada ilmu pengetahuan tertentu yang memang
tingkat perkembangannya begitu cepat, sehingga pada akhirnya nanti akan
mendehumanisasi atau membuang nilai-nilai yang dipegang kuat oleh umat manusia.
Berdasar pada pokok penekanannya, aksiologi dapat dibagi menjadi etika
(filsafat tentang baik buruk perilaku manusia) atau filsafat moral dan estetika atau
filsafat keindahan. Aksiologi atau filsafat nilai dalam bidang filsafat sering disebut
juga dengan istilah teori keindahan (theory of beauty). Hal itu terjadi karena dalam
aksiologi banyak dikaji tentang teori- teori tentang nilai, baik nilai baik-buruk
perilaku maupun nilai keindahan.15
Dalam teori Islam klasik, wilayah etis tentang baik dan buruk ada dua pilihan,
yaitu the istic-subjectivism dan rationalistic-objectivism. Dalam hal ini, the theistic-
subjectivism menekankan pada pemahaman bahwa baik dan buruk hanya ditentukan
oleh Tuhan. Sedangkan rationalistic-objectivism lebih menekankan pada peran akal
dalam menentukan baik dan buruknya sesuatu.
Para ilmuwan barat berpandangan bahwa pemikiran keilmuan dalam bidang
apa pun harus bersifat bebas nilai (free value) karena ilmu pengetahuan disandarkan
pada nilai-nilai tertentu akan mengandung bias dan bersifat tidak netral. Berkaitan
dengan pandangan bahwa ilmu itu bebas nilai, paling tidak ada tiga faktor sebagai
indikatornya: Pertama, ilmu harus bebas dari pengandaian-pengandaian, yakni bebas
dari pengaruh eksternal seperti: faktor politis, ideologi, agama, budaya, dan unsur
kemasyarakatan lainnya. Kedua, perlunya kebebasan usaha ilmiah agar otonomi ilmu
terjamin. Kebebasan itu menyangkut kemungkinan yang tersedia dan penentuan diri.
Ketiga, penelitian ilmiah tidak luput dari pertimbangan etis yang sering dituding
menghambat kemajuan ilmu, karena nilai etis sendiri bersifat universal.16

13
Mahfud, Mengenal Ontologi, Epistemologi, Aksiologi Dalam Pendidikan Islam (Cendikia: Jurnal
Studi Keislaman Volume 4 Nomor 1, 2018) h. 12
14
Haetami, Enden, Filsafat Ilmu: Mengetengahkan problem ontologi, Epistimologi dan Aksiologi
dengan Mengurai Objek Materi, Objek Formal , dan filsafat (Bandung: Penerbit Yayasan Bhakti Ilham, 2017) h
3
15
Hanurawan, Fattah, Filsafat Ilmu Psikologi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, cet. 1, 2019)
h.12
16
Mohamad Anas, Filsafat Ilmu: Orientasi Ontologis, Epistemologis,dan Aksiologis Keilmuan
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2018) h. 90
Di sisi lain, sebagian dari ilmuwan barat terutama kaum pragmatisme dan
penganut filsafat etika mengatakan bahwa setiap rumusan baru dalam ilmu
pengetahuan akan diakui kebenarannya ketika ilmu tersebut bersifat pragmatis atau
bernilai guna bagi kehidupan sosial. Berpijak pada landasan aksiologi, suatu
pernyataan ilmiah dapat dianggap benar bila pernyataan ilmiah tersebut mengandung
unsur aksiologi di dalamnya yaitu adanya nilai manfaat bagi kehidupan manusia. Ilmu
pengetahuan memiliki ruh yang menginginkan adanya nilai manfaat dari ilmu
pengetahuan tersebut, sehingga pengamalan terhadap ilmu tersebut juga harus
berlandas pada tata nilai yang ada di masyarakat. Menghilangkan unsur aksiologi dari
ilmu pengetahuan berarti telah memperlemah posisi dari ilmu tersebut dari sudut
pandang filsafat ilmu pengetahuan. Aksiologi juga dapat dikatakan analisis terhadap
nilai-nilai. Maksud dari analisis yaitu membatasi arti, ciri, tipe, kriteria, dan status dari
nilai-nilai. Sedangkan nilai yang dimaksud di sini yaitu menyangkut segala yang
bernilai. Nilai berarti harkat yaitu kualitas suatu hal yang menjadikan hal tersebut
berguna. Nilai dapat bermakna bernilai guna sebagai suatu kebaikan. Apalagi dalam
aksiologi di mana aksiologi merupakan bidang menyelidiki atau menganalisis nilai-
nilai maka dalam implikasinya aksiologi mencoba untuk menguji dan
mengintegrasikan semua nilai kehidupan dalam kehidupan manusia dan membinanya
dalam kepribadian seseorang. Aksiologi memberikan manfaat untuk mengantisipasi
perkembangan kehidupan manusia yang negatif sehingga ilmu pengetahuan tetap
berjalan pada jalur kemanusiaan.

KESIMPULAN
Filsafat ilmu adalah dasar yang menjiwai proses kegiatan untuk memperoleh
pengetahuan secara ilmiah. Banyak sekali definisi mengenai filsafat yang dapat ditemui
dalam literatur. Definisi tersebut menegaskan bahwa filsafat sebagai sebuah ilmu, yang
bersifat umum karena obyek pemikirannya mencakup segala sesuatu yang ada (realitas)
dalam alam semesta ini, baik yang berkenaan dengan alam fisik dan manusia, maupun alam
metafisik termasuk mengenai Tuhan pencipta alam semesta itu. Filsafat ilmu memandang ada
3 tiang penyangga (dimensi kajian) suatu ilmu, yaitu ontologi, aksiologi dan epistemologi.
Ketiga tiang penyangga itulah yang mendeskripsikan, menjelaskan, dan bahkan memprediksi
asas manfaat suatu ilmu.
Kata ontologi berasal dari kata bahasa Yunani Yaitu “ontos” yang berarti berada
(yang ada). Ontologi adalah bagian filsafat yang membahas hakikat realitas atau hakikat yang
ada, termasuk hakikat ilmu pengetahuan sebagai sebuah realitas. Ada tiga macam yang ada
(realitas) yang menjadi obyek pemikiran filsafat, yaitu Tuhan (Teos), manusia (antropos), dan
alam fisik (cosmos).
Secara umum epistemologi adalah suatu disiplin ilmu yang membicarakan dan
menyelidiki sumber, kaidah, proses dan batasan suatu ilmu ataupun pengetahuan sehingga
membawa kepada pemahaman terhadap kebenaran yang hakiki. Epistemologi berasal dari
bahasa Yunani, episteme, yang berarti pengetahuan dan logos yang berarti ilmu.
Aksiologi berasal dari istilah Yunani yaitu axios yang berarti sesuai atau wajar.
Sedangkan logos berari ilmu, aksiologi juga dapat disebut juga dengan teori nilai. Aksiologi
merupakan cabang filsafat ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu
sendiri dan bagaimana manusia menggunakan ilmu tersebut. Dalam hal ini yang ingin dicapai
oleh aksiologi adalah hakikat dan manfaat yang terdapat dalam suatu pengetahuan. Jadi
aksiologi di sini adalah menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu.

DAFTAR PUSTAKA

Biyanto, 2015, Filsafat Ilmu dan Ilmu Keislaman, Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.
Fadli, Muhammad Rijal. 2021, Hubungan Filsafat dengan Ilmu Pengetahuan dan
Relevansinya di Era Revolusi Industri 4.0 (Society 5.0). Jurnal Filsafat Vol. 31 No.1.
Haetami, Enden. 2017, Filsafat Ilmu: Mengetengahkan problem ontologi, Epistimologi dan
Aksiologi dengan Mengurai Objek Materi, Objek Formal, dan filsafat. Bandung:
Penerbit Yayasan Bhakti Ilham.
Hanurawan, Fattah. Filsafat Ilmu Psikologi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.
Lubis, Akhyar Yusuf. 2020, Filsafat Ilmu: Klasik Hingga Kontemporer. Depok: Rajawali
Pers.
Mahfud.2018, Mengenal Ontologi, Epistemologi, Aksiologi Dalam Pendidikan Islam.
Cendikia: Jurnal Studi Keislaman Volume 4 Nomor 1.
Mohamad Anas.2018, Filsafat Ilmu: Orientasi Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis
Keilmuan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset,.
Muslih, Mohammad.2016, Filsafat Ilmu Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan
Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: LESFI.
Nurhayati.2021 Peranan Filsafat Ilmu Untuk Kemajuan Perkembangan Ilmu Pengetahuan,
Jurnal Studi Islam.
Soelaiman, Darwis A. 2019, Filsafat Ilmu Pengetahuan Perspektif Barat dan Islam. Aceh:
Penerbit Bandar Publishing,.
Susanto, A. 2011, Filsafat Ilmu: Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis, dan
Aksiologis. Jakarta: PT Bumi Aksara,).

Anda mungkin juga menyukai