Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

INTEGRASI ISLAM DAN SAINS

Disusun Guna Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Filsafat Ilmu Keislaman Berparadigma UoS

Dosen Pengampu:
Dr. H. Fakhruddin Aziz. Lc.. M.S.I.

Oleh:
Moh. Fadllur Rohman Karim (2202048020)

MAGISTER ILMU FALAK


FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2022
A. PENDAHULUAN
Sejarah peradaban manusia tidak akan bisa lepas dari peristiwa pertentangan
antara golongan gereja1 dan golongan ilmuwan sekuler2. Hubungan ilmu dan agama di
Eropa Menurut M. Amin Abdullah (2003) dalam sejarahnya pernah tidak harmonis.
pemimpin gereja menolak Teori Helionsentris Galileo atau teori Evolusi Darwin.
Pemimpin gereja membuat pernyataan yang berada di luar kompetensinya. Sebaliknya
Isaac Newton dan tokoh ilmu-ilmu sekular menempatkan Tuhan hanya sekedar sebagai
penutup sementara lobang kesulitan (to fill gaps) yang tidak terpecahkan dan tidak
terjawab oleh teori keilmuan mereka. sampai tiba waktunya diperoleh data yang lebih
lengkap atau teori baru yang dapat menjawab kesulitan tersebut. Begitu kesulitan itu
terjawab. maka secara otomatis intervensi Tuhan tidak lagi diperlukan. Akhirnya Tuhan
dalam benak para ilmuan “sekuler” hanya ibarat pembuat jam (clock maker). Begitulah
alam semesta ini selesai diciptakan. Ia tidak peduli lagi dengan alam raya ciptaan-Nya
dan alam semestapun berjalan sendiri secara mekanis tanpa campur tangan tujuan
agung ketuhanan.3
Mereka secara diametral-problematis mempersoalkan kajian agama dan sains
secara sejajar dan tidak seimbang. Agaknya segala usaha telah dilakukan oleh para ahli
di masanya. Problematika ilmu dan agama dalam skema dikotomis menyebabkan
kerancuan dan menyebar dengan cepat hingga ke dalam agama Islam.
Usaha membuat konsep integrasi antara agama dan sains menjadi kajian intens
bagi pemikir sejak dulu hingga sekarang. pekerjaan rumah menyatukan keduanya
dalam bingkai harmoni memantik filsuf barat seperti Ian G. Barbour. John Haught dan
intelektual muslim seperti Mehdi Golshani. Mulla Sadra. M. Fethullah Gulen. Dalam
makalah ini akan dibahas bagaimana hubungan antara agama dan sains dan lebih focus
lagi dengan membahas integrasi Islam dan sains.

1
Kaum gereja yang biasa disebut dengan kaum ortodoks.
2
Golongan yang ingin melepaskan dirinya dari baju dogmatis bahkan semua agama.
3
M. Amin Abdullah, dkk., Menyatukan Kembali Ilmu-ilmu Agama dan Umum; Upaya Mempertemukan
Epistemologi Islam dan Umum, (Yogyakarta: Sunan Kalijaga Press, 2003), 3.
B. PEMBAHASAN
1. Hubungan antara Sains dan Agama
Agama bagi manusia merupakan sebuah pedoman dan petunjuk yang akan
menjadi sebuah kepercayaan bagi pemeluknya sesuai dengan fitrah yang dibawa sejak
lahir. diantara kefitrahan yang melekat pada diri manusia diantaranya fitrah agama.
fitrah suci. fitrah berakhlak. fitrah kebenaran. hingga fitrah kasih sayang. Sedangkan
Sains bagi manusia adalah sebuah ilmu pengetahuan yang dikembangkan hampir
sepenuhnya berdasarkan akal dan pengalaman dunia secara empiris. Bisa dikatakan
eksistensi sains bagi agama memiliki peran sebagai pengukuh dan penguat agama bagi
pemeluknya. sebab sains mampu mengungkapkan rahasia-rahasia alam semesta dan
seisinya. sehinga akan menjadi khidmat dan khusuk dalam melaksanakan ibadah dan
bermuamalah4
Menurut Ian Borbourn. hubungan antara sains dan agama itu diklasifikasikan
menjadi empat macam:
a. Konflik
Pandangan ini menempatkan sains dan agama dalam dua sisi yang bertentangan.
Dalam paradigma konflik. Barbour menjelaskan bahwa seorang ilmuwan tidak akan
begitu saja percaya pada kebenaran Sanis. Sedangkan di satu sisi agama dinilai tidak
mampu menjelaskan dan membuktikan kepercayaannya secara empiris dan
rasional. Keduanya saling bersebrangan. Sains menggagas terhadap eksistensi
agama. begitu juga sebaliknya.
Dengan demikian para saintis beranggapan bahwa kebenaran hanya bisa
diperoleh melalui sains bukan oleh agama. Sebaliknya para agamawan beranggapan
bahwa sains tidak punya otoritas untuk menjelaskan semua hal karena keterbatasan
akal sebagai instrumen sains yang dimiliki oleh manusia. Sebagaimana contoh
konflik yang terjadi dahulu. Ketika geraja katolik menghukum Galileo Galilie
tentang teori surya. yang dianggap menentang gereja. Sama halnya gereja menolak
teori evolusi Darwin.
Menurut Barbour. Pendekatan konflik ini diyakini banyak para pemikir tidak
akan pernah bisa didamaikan antara agama dan sains. dengan alasan pembuktian
suatu kebenaran yang berbeda antara keduanya. Misalkan. lanjut Barbour. Agama

4
Jendri, Hubungan Sains dengan Agama Perspektif Pemikiran Ian G. Barbour, “Jurnal Tajdid”, Vol. 1, No. 1,
Januari-Juni 2019. 59. Lihat juga Maksudin, Paradigma Agama dan Sains Nondikotomik (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar Offset, 2013), 1-2.
mencoba bersikap diam dan tidak mau memberikan petunjuk dengan bukti yang
kongkrit tentang keberadaan Tuhan. Namun di pihak lain sains memberikan
pengujian semua hipotesis dan semua teorinya berdasarkan pengalaman. Agama
tidak bisa memberikan hal tersebut dengan cara yang bisa memuaskan pihak yang
netral. namun kaum skeptik mesti ada suatu pertentangan antara cara-cara
pemahaman ilmiah dan pemahaman keagamaan.
b. Independensi
Independen ataupun permasalahan dapat dihindarkan jika ilmu pengetahuan dan
agama masih berada dalam ruang lingkup kehidupan manusia yang terpisah. Ilmu
pengetahuan dan agama ranahnya yang berbeda dan aspek-aspek realitas yang
berbeda. ilmu pengetahuan berpijak pada persoalan bagaimana sesuatu bekerja
yang menghandalkan data dan objek. sedangkan agama berpijak pada nilai-nilai dan
makna yang lebih besar bagi kehidupan yang individual. Dalam pandangan tersebut
tidak terdapat persaingan. karena pandangan tersebut membarikan atau melayani
fungsi-fungsi yang benar-benar berbeda. Dua jenis ini memberikan tawaran yang
saling melengkapi tssentang dunia. maksudnya adalah pandangan-pandangan yang
tidak saling menyingkirkan satu sama lain.
c. Dialog
Pandangan ini menawarkan adanya hubungan komunikatif yang bersifat
konstruktif antara sains dan agama. Sains dan agama memiliki kesamaan yang bisa
didialogkan bahkan bisa saling mendukung satu sama lain. Pandangan ini
memahami bahwa ada keterkaitan antara sains dan agama sehingga keduanya bisa
didudukkan bersama untuk saling mendukung. Dialog antara sains dan agama
mengajukan alternatif kerjasama dengan adanya batasan pertanyaan dan paralelitas
metodologis.
Dalam menghubungkan agama dan sains pandangan ini diwakili oleh Albert
Einstein yang mengatakan “Religion without science is blind. science without
religion is lame”. Seperti pendapat David Tracy. seorang teolog katolik yang
menyatakan adanya dimensi religius dalam sains bahwa intelejibilitas dunia
memerlukan landasan rasional tertinggi yang bersumber pada teks-teks keagamaan
klasik dan struktur pengalaman manusiawi.5

5
Khoirul Warisin, Relasi Sains dan Agama Perspektif Ian G. Barbour dan Armahedi Mazhar, “Rahmatan Lil
Alamin Journal of Peace Education and Islamic Studies”, Vol. 1, No. 1, Juli 2018, 17. Lihat juga Ian G.
Barbour, Juru Bicara Tuhan; Antara Sains dan Agama, (Bandung: Mizan, 2002), 76.
d. Integrasi
Pandangan ini melahirkan hubungan yang lebih bersahabat daripada pendekatan
dialog dengan mencari titik temu diantara sains dan agama. Sains dan doktrin-
doktrin keagamaan. sama-sama dianggap valid dan menjadi sumber koheren dalam
pandangan dunia. Bahkan pemahaman tentang dunia yang diperoleh melalui sains
diharapkan dapat memperkaya pemahaman keagamaan bagi manusia yang
beriman.6
Ian G. Barbour dalam pendapatnya. cenderung memilih pada pandangan dialog
dan integrasi. utamanya integrasi. Intergasi ala Barbour menggunakan tipologi tiga
pendekatan:
1) Natural theology
Eksistensi Tuhan bisa dimanifestasikan dari wujud dan desain alam
(tawasurul ‘alam). Dengan demikian akan semakin membuat kesadaran akan
eksistensi Tuhan.7 Sifat Tuhan menurut Thomas Aquinas. hanya dapat diketahui
melalui wahyu dalam kitab suci. tetapi eksistensi Tuhan itu sendiri dapat
diketahui hanya dengan nalar. Salah satu bentuk argument kosmologis
menegaskan bahwa setiap peristiwa harus mempunyai sebab sehingga kita
harus mengakui sebab pertama jika hendak menghindari siklus yang tak
berujung pangkal. Bentuk argumen yang lain menyatakan bahwa seluruh rantai
sebab-sebab natural (terbatas atau tidak terbatas) bersifat kontingen dan bisa
jadi sebelumnya tidak demikian. Ia bergantung pada suatu maujud yang
mengada secara niscaya. Argumen teleologis (dari telos. bahasa Yunani. berarti
tujuan) Aquinas berangkat dari keteraturan dan intellijibilitas sebagai ciri umum
alam semesta. tetapi menunjukkan bukti tentang desain alam.8
2) Theology of nature
Tipologi ini memberikan dua menelaah kembali doktrin-doktrin agama
dalam relevansinya dengan teori-teori ilmiah. dengan maksud lain yaitu
keyakinan beragama diuji kembali dengan kriteria tertentu dan dirumuskan
ulang sesuai dengan penemuan sains terkini. Kemudian bisa pemikiran sains
bisa ditafsirkan dengan filsafat dengan konseptual yang sama. Agama harus

6
Deni Lesmana dan Erta Mahyudin, Relevansi Agama dan Sains Menurut Ian G. Barbour Serta Ide Islamisasi
Sains, “Mutsaqqafin; Jurnal Pendidikan Islam dan Bahasa Arab”, Vol. 1, No. 1, Juli-Desember 2018, 29.
7
Jendri, Hubungan Sains dengan Agama...70.
8
Waston, Hubungan Sains dan Agama: Refleksi Filosofis atas Pemikiran Ian G. Barbour, “Profetika, Jurnal
Studi Islam”, VO. 15, No. 1, Juni 2014. 82.
diintegrasikan dengan wilayah-wilayah kehidupan manusia. hanya dengan
inilah agama bisa bermakna dan menjadi rahmat terhadap pemeluknya. bahkan
untuk alam semesta.9
Sejalan dengan itu. Waston dalam penelitiannya mengatakan theology
of nature ini berangkat dari tradisi keagamaan dan wahtu historis. Dengan
merumuskan ulang doktrin tradisional itu dalam sinaran sains terkini. sains dan
agama dipandang sebagai sumber ide-ide yang relatif independen. tetapi
bertumpang tindih dalam bidang minatnya. Secara khusus. doktrin tentang
penciptaan dan sifat dasar manusia dipengaruhi oleh temuan-temuan sains. Jika
kepercayaan keagamaan hendak diselaraskan dengan temuan-temuan
pengetahuan ilmiah. kita mesti melakukan dan penyesuaian dan modifikasi
yang lebih besar dari pada yang dilakukan oleh pendukung tesis Dialog.
Dikatakan bahwa teolog harus mengambil bentangan luas-sains yang telah
diterima secara luas. alih-alih beresiko mengadaptasikannya ke teori terbatas
atau spekulatif yang cenderung ditinggalkan pada masa mendatang. Doktrin
teologi harus konsisten dengan bukti ilmiah bahkan jika ia tidak dipengaruhi
langsung oleh teori sains terkini.10
3) Systematic synthesis
Integrasi yang lebih sistematis yang bisa dilakukan apabila sains dan agama
memberikan arah baru bagi dunia yang lebih koheren yang digabungkan dalam
kerangka metafisika yang lebih komprehensif. Sederhananya versi ini
memformulasikan kerangka baru dalam upaya memberikan kontribusi yang
lebih kepada sains dan agama. Sehingga sains dan agama bisa saling
memberikan kontribusi pandangan yang mampu memberikan alternatif.11
Sains ataupun agama memberian kontribusi pada pengembangan metafisika
inklusif. seperti filsafat proses.

2. Reintegrasi antara Sains dan Islam


Reintegrasi didefinikasn dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
penyatuan kembali; pengukuhan kembali. Sedangkan definisi reintregrasi sains dan
Islam dapat diartikan sebagai upaya yang dilakukan untuk membangun kembali

9
Jendri... 69
10
Waston... 83.
11
Khoirul Warisin.. 17
paradigma yang telah terjadi polarisasi yang mengakibatkan pada ketidak-konsistensian
pemahaman.
Ketika agama dan sains mengalami ketegangan. dibutuhkan berbagai cara untuk
menjembatani keduanya agar dapat saling mengisi dan tidak saling meniadakan. Satu
hal yang patut diapresiasi adalah bahwa saat ini para agamawan (ilmuwan teolog)
terutama dari kalangan Islam maupun Kristen telah memiliki kecenderungan positif
untuk terjun langsung dalam dunia sains yang sangat luas ini. Kalau selama ini kalangan
agamawan banyak yang hanya berada di pinggiran sebagai penonton yang sering
kecewa atau dikecewakan oleh arus perkembangan sains. maka “agama” paling tidak
telah memiliki wakil-wakil tangguhnya. masuk ke gelanggang dan bermain dengan
aturan sains. Tokoh-tokoh seperti Ian Barbour. John F. Haught. Keith Ward. Peacocke.
Mehdi Golshani. Huston Smith. Fritjof Capra. dan tokoh-tokoh lainnya merupakan
sebagian dari pelaku wacana baru dalam menghubungkan sains dan agama.12
Para pemikir kontemporer. penulis himpun ada beberapa pandangan mengenai
konsep menintegrasikan antara sain dan islam. Upaya untuk mengintegrasikan Islam
dan sains banyak dilakukan oleh sarjana Islam kontemporer. baik melalui pola de-
western-isasi ilmu oleh M. Naquib al-Attas. Islamisasi ilmunya Raji al-Faruqi.
Ziauddin Saddar dengan Islam peradabannya. Mehdi Golshani dengan ide sains Islam
ataupun ilmuisasi Islam seperti yang digagas oleh Kuntowijoyo melalui integralisasi
dan objektifikasi. Selain itu. upaya integrasi juga mulai banyak dilakukan oleh para
cendekiawan muslim di beberapa perguruan tinggi. seperti Amin Abdullah (teori jaring
laba-labanya) dan Imam Suprayogo (dengan pohon ilmunya).13
Ide gagasan menyatukan paradigma sains dan Islam dewasa ini terdapat
beberapa konsep sebagai berikut:14
1. Al-Faruqi
Perkembangan konsep islamisasi pengetahuan dalam pandangan Al-Faruqi
adalah usaha untuk mendefinisikan kembali. menyusun ulang data. memikirkan
kembali argumen dan rasionalisasi yang berkaitan dengan data itu. menilai kembali
kesimpulan dan tafsiran. memproyeksikan kembali tujuan-tujuan dan melakukan

12
Syarif Hidayatullah, Relasi Agama dan Sains dalam Pandangan Mehdi Golshani, “Jurnal Filsafat”, Vol. 27,
No.1, Februari 2017, 69-70
13
Moch. Nurcholis, Integrasi Islam dan Sains: Sebuah Telaah Epistemologi, “Falasifa: Jurnal Studi
Keislaman”, Vol 1, No. 1, Maret 2021. 117
14
Nidham Guessoum, Islam dan Sains Modern: Bagaimana Mempertemukan Islam dengan Sains Modern. Terj.
Maufur (Bandung: Mizan, 2014). 211
semua itu sedemikian rupa sehingga disiplindisiplin ini memperkaya wawasan
Islam dan bermanfaat bagi cita-cita.15
Proses islamisasi ilmu pengetahuan ini akan bisa dilaksanakan ketika proses
ilmu pengetahuan ini dilaksanakan dengan beberapa prinsip pokok yang ada pada
agama Islam itu sendiri. Baik itu dalam prinsip pokok tauhid. syariah. maupun
akhlak. Ketiga prinsip pokok tersebut haruslah menjadi pondasi dasar bagi ilmu
pengetahuan yang ada. Islamisasi ilmu pengetahuan ini bisa dilaksanakan dengan
dua cara. Yakni yang pertama. dengan cara mengislamkan ilmu-ilmu pengetahuan
yang ada maupun yang sedang berkembang. Yang kedua. dengan cara
mengilmukan Islam. Dari kedua konsep Islamisasi ilmu pengetahuan ini dibahas
oleh kedua tokoh besar dalam gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan ini yakni Syed
M.Naquib Al-Attas. Ismail Raji AlFaruqi. 16
Islamisasi ilmu pengetahuan pandangan Al-Faruqi ini haruslah
mengintegrasikan konsep kebenaran yang ada pada ilmu pengetahuan yang
bersumber pada akal (rasionalitas) dan pengalaman (empiris) dengan konsep
kebenaran Islam yang terletak pada keyakinan melalui wahyu dan ayat-ayat yang
mempunyai sakralitas dalam agama tersebut.17
Tak tanpa halangan. pemikiran Al-Faruqi juga mendapat kritikan dari pemikir
lainnya. yang mengatakan model pemikiran islamisasi ilmu pengetahuan akan
semakin membuat jurang dikomis antara ilmu keislaman dan “ilmu non-islam”.
2. Mehdi Golshani
Mehdi Golshani mempunyai cara pandang yang berbeda. Ia termasuk generasi
paling baru intelektual muslim yang sangat tertarik dengan wacana relasi agama
dan sains modern. Pandangannya relatif jauh lebih akomodatif terhadap sains
modern. jika dibanding dengan para pendahulu. seperti Ziaudin Sardar dan Syed
Hussen Nasr. Kendati sama kritisnya dengan Nasr dalam menelisik sains modern.
namun Golshani lebih memahami tugasnya dengan memberikan penafsiran Islami
atas sains modern dan tidak begitu berhasrat untuk membangun suatu “sains
Islami” yang samasekali jauh berbeda dengan sains modern yang sekuler.18

15
Sholeh, Islamisasi Ilmu Pengetahuan (Konsep Pemikiran Ismail Raji Al-Faruqi dan Syed Muhammad Naquib
Al-Attas, “Jurnal Al-Hikmah”, Vol. 14, No. 2, Oktober 2017. 217
16
Sholeh, Islamisasi Ilmu Pengetahuan...218
17
Sholeh, Islamisasi Ilmu Pengetahuan ...219
18
Syarif Hidayatullah... 74
Pandangan Golshani. sains dipahami sebagai cara untuk memecahkan segala
fenomena alam semesta. dimana puncak dari semuanya adalah
menginternalisasikan kesadaran diri terhadap keberadaan dan kekuasaan Tuhan
semesta alam. Bagi Golshani. fenomena alam semesta yang ada dalam kehidupan
manusia tidak sekadar kebetulan. tidak pula terjadi dalam ruang antah-
berantah. Untuk meyakinkan ini semua. Golshani memberi gambaran jelas.
bahwadalam al-Qur’ān tidak kurang dari 750 ayat yang secara eksplisit
menyinggung berbagai fenomena kehidupan manusia. 19
Konsepsi pengintegrasian agama-sains Golshani berakar dari cara pandangnya
yang mengelompokkan sains pada dua kutub berbeda. yakni ilmu sakral
(sacred sciences) dan ilmu sekuler (secularsciences). Menurut Golshani. ilmu
sakral adalah ilmu yang terbangun berdasarkan pandangan dunia teistik.
Yakni menempatkan Tuhan sebegai pusat dari seluruh alam semesta. Tuhan
sebagai pencipta dan Tuhan pula sebagai pemelihara. Karena semua berpusat
pada Tuhan. maka semua entitas yang ada di dalam semesta menyimpanmakna
kebesaran Tuhan. Dengan demikian. mempelajari dan memahami segala misteri
dan fenomena kealaman. pada dasarnya secara tidak langsung juga
mempelajari dan memahami keberadaan. kekuasaan. dan keesaan Tuhan.20

3. Ilmu Agama sebagai relasi-integratif antara ilmu keislaman dan ilmu


modern
Wacana integrasi keilmuan di tengah arus dikotomisasi sains dan agama
merupakan keniscayaan untuk dikembang dalam membangun anti-tesis terhadap
perkembangan sains barat yang sekuler. penetrasi budaya yang dilandasi oleh
rasionalitas-empirik sebagai alat ukur kebenaran yang digunakan oleh “Barat”.
Para pemikir muslim membagi ilmu pengetahuan cenderung dikotomis demi
memperjelas alur kerja ilmu pengetahuan. Tetapi dalam kajian makalah ini ilmu
modern yang disasar adalah ilmu modern “sekuler” yang tercerabut dari nilai-nilai
agama. sebagaimana Barat memproduksi ilmu pengetahuan dan aplikasinya
(teknologi) tanpa memperhatikan etika kemanusiaan dan keagamaan dalam
dimensi keteraturan.

19
Mukhlisin Saad, Pemikiran Mehdi Golshani Tentang Dialektika Agama dan Sains, “Teosofi: Jurnal Tasawuf
dan Pemikiran Islam”, Vol. 6, No. 2, 345
20
Mukhlisin Saaa, 347.
Ilmu Agama

Ilmu-ilmu
Ilmu Modern
Keislaman

Ilustrasi di atas menggambarkan bahwa ilmu agama sebagai sintesa yang


menjadi jembatan bentangan ilmu-ilmu keislaman dan ilmu modern. Keduanya
masuk dalam grup besar yang bernama ilmu agama. dimana definisi ilmu agama
yang penulis kehendaki adalah ilmu yang bersumber dari wahyu baik langsung
maupun tidak langsung. Wahyu bersumber dari Allah SWT.
Menurut Ilyas Supena. humanisasi adalah strategi yang digunakan untuk
mengatasi problem ilmu dari jenis ilmu yang berbeda. Pertama adalah jenis ilmu
keislaman. Sedangkan kedua merupakan ilmu-ilmu modern. Untuk ilmu keislaman
atau keagamaan. maka harus dilihat dari problemnya. Ilmu keislaman cenderung
teosentrik. maka ilmu keislaman tidak terlalu peka terhadap persoalan kesosialan.
Maka strategi yang digunakan adalah pendekatan multidisipliner. yaitu dengan
melakukan pendekatan ilmu sosial. Jika awalnya fiqih cenderung teosentrik. maka
hal itu tidak dipakai lagi. tapi fiqih antroposentrik menempati posisi penting dalam
strateginya. Oleh karena itu. ilmu hukum Islam membutuhkan pendekatan
sosiologi hukum Islam dan antrpologi hukum Islam. 21
Ilmu keislaman dan ilmu modern mempunyai landasan epistemologi yang
berbeda. Sehingga diperlukan alternatif filosofis yang baru dengan epistemologi
islam. Filsuf muslim yang mengusulkan diantaranya Ziauddin Sardar (1973).
Nataatmadja (1992). dan Syamsul Arifin dkk (1999). yakni sains Islam. antara lain
sebagai berikut.22

21
Mahmud, Paradigma Kesatuan Ilmu UIN Walisongo dalam Perspektif Scientia Ascra S.H. Nasr, “Disertasi
UIN Walisongo”, (Semarang, 2020), 136-137
22
Darwis A. Soelaiman, Filsafat Ilmu Pengetahuan: Perspektif Barat dan Islam, (Aceh: Bandar Publishing,
2019), 132.
1) Rasionalisme yang berakar pada nilai spiritualisme Islam.
2) Empirisme yang tidak hanya berakar pada dunia fisik. tetapi juga dunia
metafisik.
3) Sains yang tidak tepisah dengan agama.
4) Sains tidak netral terhadap nilai moral. agama dan ideologi. karena itu sains
sarat dengan nilai. bukan bebas nilai.
5) Hukum kausalitas dalam sains itu merupakan keniscayaan dan Allah
merupakan prima causa yang harus ditegakkan dalam pemikiran ilmiah.
6) Nilai dan norma keilmuan inheren dalam seluruh struktur sains. termasuk
pada pengguna sains.
Filsafat sains Islam atau epistemologi Islam itu sangat perlu diupayakan oleh
ilmuan muslim untuk mengembangkan sains dan teknologi yang sesuai dengan
ajaran Islam dan yang dapat memenuhi kebutuhan umat Islam.

C. SIMPULAN
Agama dan Sains dalam kajian pemikiran dan praktek mempunyai dimensi yang
berbeda. akan tetapi keduanya mempunyai titik temu yang sebagaimana diuraikan
dalam hubungan yang bermacam-macam: yakni pertama hubungan konflik; hubungan
saling bersebrangan dan tidak ada titik temu. kedua independensi; paradigma yang tidak
menegasikan keterkaitan sains dan agama. tetapi keduanya bisa berjalan masing-
masing tanpa membenturkan keduanya. ketiga hubungan dialog; pola yang
menghubungkan dengan komunikasi konstruktif. Sehingga pada titik tertentu sains dan
agama dapat saling memberikan kontribusi. keempat. tipologi integrasi;
menggabungkan sains dan agama dalam satu frame dan saling mempengaruhi dan
memberikan sintesa baru dengan bentuk yang lebih “integral”. Selain itu integrasi
secara spesifik ke dalam agama Islam juga dilakukan pemikir muslim dalam
mengakomodasi kebutuhan umat dalam menghubungkan dengan sains modern.
Sehingga muncul ide seperti islamisasi ilmu pengetahuan. science sacra. dll. Terakhir
dalam makalah ini. penulis ulas tentang penerapan dalam peran “ilmu agama” dalam
menjadi relasi-integratif ilmu keislaman dan ilmu modern dengan tawaran yang lebih
implementatif dengan mengajukan paradigma filosofis dengan epistemologi islam.
DAFTAR PUSTAKA

A. Soelaiman, Darwis. Filsafat Ilmu Pengetahuan: Perspektif Barat dan Islam. (Aceh: Bandar
Publishing. 2019).
Abdullah, M. Amin. dkk.. Menyatukan Kembali Ilmu-ilmu Agama dan Umum; Upaya
Mempertemukan Epistemologi Islam dan Umum. Yogyakarta: Sunan Kalijaga Press.
2003
Barbour, Ian G. Juru Bicara Tuhan; Antara Sains dan Agama. Bandung: Mizan. 2002.
Guessoum. Nidham. Islam dan Sains Modern: Bagaimana Mempertemukan Islam dengan
Sains Modern. Terj. Maufur (Bandung: Mizan. 2014).
Hidayatullah, Syarif. Relasi Agama dan Sains dalam Pandangan Mehdi Golshani. “Jurnal
Filsafat”. Vol. 27. No.1. Februari 2017.
Jendri. Hubungan Sains dengan Agama Perspektif Pemikiran Ian G. Barbour. “Jurnal Tajdid”.
Vol. 1. No. 1. Januari-Juni 2019.
Lesmana, Deni dan Erta Mahyudin. Relevansi Agama dan Sains Menurut Ian G. Barbour Serta
Ide Islamisasi Sains. “Mutsaqqafin; Jurnal Pendidikan Islam dan Bahasa Arab”. Vol. 1.
No. 1. Juli-Desember 2018.
Mahmud. Paradigma Kesatuan Ilmu UIN Walisongo dalam Perspektif Scientia Ascra S.H.
Nasr. “Disertasi UIN Walisongo”. (Semarang. 2020).
Maksudin. Paradigma Agama dan Sains Nondikotomik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
2013
Nurcholis, Moch. Integrasi Islam dan Sains: Sebuah Telaah Epistemologi. “Falasifa: Jurnal
Studi Keislaman”. Vol 1. No. 1. Maret 2021.
Saad, Mukhlisin. Pemikiran Mehdi Golshani Tentang Dialektika Agama dan Sains. “Teosofi:
Jurnal Tasawuf dan Pemikiran Islam”. Vol. 6. No. 2.
Sholeh. Islamisasi Ilmu Pengetahuan (Konsep Pemikiran Ismail Raji Al-Faruqi dan Syed
Muhammad Naquib Al-Attas). “Jurnal Al-Hikmah”. Vol. 14. No. 2. Oktober 2017.
Warisin, Khoirul. Relasi Sains dan Agama Perspektif Ian G. Barbour dan Armahedi Mazhar.
“Rahmatan Lil Alamin Journal of Peace Education and Islamic Studies”. Vol. 1. No. 1.
Juli 2018.
Waston. Hubungan Sains dan Agama: Refleksi Filosofis atas Pemikiran Ian G. Barbour.
“Profetika. Jurnal Studi Islam”. VO. 15. No. 1. Juni 2014.

Anda mungkin juga menyukai