Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

INOVASI MIZWALA DALAM LINTASAN SEJARAH:


SEBUAH INSTRUMEN JAM MATAHARI HINGGA ARAH
KIBLAT

Disusun Guna Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Studi Sejarah Perkembangan Ilmu Falak

Dosen Pengampu:
Dr. H. Ahmad Izzuddin, M.Ag.

Oleh:
Moh. Fadllur Rohman Karim (2202048020)

MAGISTER ILMU FALAK


FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2022
BAB I
PENDAHULUAN

Pengamatan benda-benda langit sudah dilakukan para astronom sejak zaman


Babilonia, Mesir, Yunani dan Rowami. Salah satu praktek yang dilakukan yaitu
dengan menentukan jam dengan bantuan cahaya Matahari. Masing-masing
peradaban memiliki sundial (baca: mizwala) yang menunjukkan perkembangan
pengetahuan astronomi dan matematika mereka. Abad ke-3 SM bangsa Yunani
mengembangkan beberapa desain sundial sederhana. Sundial yang merupakan
rancangan Aristarchus (310-230 SM) dan berbentuk Hemispherium.1
Mizwala di Indonesia selain digunakan sebagai jam Matahari juga
penentuan waktu salat yang diletakkan di Masjid-masjid kuno dan pesantren
tradisional. Sebutan jam matahari di Indonesia lebih dikenal dengan nama
“Bencet”. Alat sederhana yang terbuat dari semen atau semacamnya yang
diletakkan di tempat terbuka agar mendapatkan sinar Matahari. Masjid kuno yang
masih terdapat bencet yakni Masjid Agung Solo, Masjid Agung Demak, Masjid
Menara Kudus, sebagaimana pondok pesantren tradisional (kuno) seperti Pondok
al-Mahfudz Seblak Diwek Jombang, Pondok Bahrul Ulum Sepanjang Sidoarjo.2
Penggunaan mizwala atau sundial atau dengan nama lain yang memiliki
fungsi sebagai jam Matahari merupakan produk peradaban yang tidak bisa
dipungkiri. Sepanjang penemuan alat yang bisa mendeteksi pergerakan Matahari
menjadikan sundial tergeser oleh jam atomik, dikarenakan ketelitian dan
keakurasian sundial kurang. Walau seperti itu sejarah dan proses pengembangan
sundial perlu dipelajari sebagai bentuk kerja ilmiah sehingga bisa menarik garis
mundur bagaimana sistem kerja jam Matahari.
Makalah ini akan membahas lebih lanjut sejarah dan perkembangan serta
penggunaan mizwala atau sundial. Selain itu beberapa ahli falak kontemporer juga
mengembangkan sundial dengan fungsi spesifik dan lebih praktis.

1
Siti Tatmainul Qulub, Ilmu Falak: Dari Sejarah Ke Teori Dan Aplikasi, (Depok: PT Raja
Grafindo Persada) 2017. 132-135
2
Siti Tatmainul Qulub, Ilmu Falak: Dari Sejarah Ke Teori Dan Aplikasi. 130-131.

1
BAB II
PEMBAHASAN

1. Sejarah Mizwala (Sundial)


Mizwala dalam bahasa Arab berarti jam bayangan matahari dalam bahasa
Inggris disebut dengan Sundial. Istilah lain yaitu sa'ah syamsiyyah digunakan
dalam bahasa arab modern, tetapi di abad pertengahan baik sebagai rukhama,
menyala "marmer" atau "basita", menyala. "ilat", dan jam matahari vertikal
sebagai munharifa. Gnomon biasanya disebut shaks, shakhis atau mikyas. Salah
satu kepedulian Muslim terhadap ketepatan waktu dan mengatur waktu sholat
adalah minat yang besar terhadap gnomonik, teori dan praktik pembuatan jam
matahari. Astronom Muslim membuat kontribusi besar pada periode abad
pertengahan ada jam matahari dari satu bentuk atau lainnya di sebagian besar
masjid besar di dunia Islam. Mereka yang biasanya memberi tanda untuk jam-jam
(musiman atau ekuinoks) dan untuk sholat dhuhur dan ashar. Karena awal interval
yang diizinkan untuk dua doa ini ditentukan dalam panjang bayangan,
pengaturannya melalui jam matahari sangat tepat.3
Para arkeolog, menemukan bahwa sundial pertama adalah sundial
berbentuk obelisk (tugu) yang berasal sekitar tahun 3500 SM dan jam bayangan
sekitar tahun 1500 AM dari Mesir dan Babilonia. Sundial tertua terdapat di di
Mesir pada masa Thutmosis III sekitar abad 15 SM. Ada dua kepingan di atas
baru, satu batu berfungsi sebagai jarum dan yang lainnya sebagai tempat garis
jam. Sundial jenis ini juga dilengkapi bandul yang digunakan sebagai pengukur
dataran sundial.4
Bangsa Arab periode awal mengenalkan jam matahari dikaitkan dengan
konstruksi al-Khawarizmi, aktif di Baghdad pada awal abad ke-3 H/9 M.
pekerjaan ini terutama terdiri dari satu set tabel koordinat untuk tampilan lintang
tertentu untuk kedua titik balik matahari, ketinggian matahari, bayangan gnomon
standar, dan azimut matahari. dengan fungsi-fungsi ini ditabulasikan. Sebuah

3
David A. King, Astronomy in The Service of Islam, (Norfolk: British Library, 1993), 1.
4
Colrgiul Tehnic Danubiana, The History and Development of Sundials, Romania, 13-14

2
risalah abad ke-4/10 tentang konstruksi jam matahari vertikal juga bertahan. Ini
oleh salah satu dari dua astronom Baghdad Ibn al-Adami dari Sa'id ibn Khafif al-
Samarkandi. Dua fungsi tambahan ditabulasikan yang dapat digunakan untuk
menghasilkan pasangan koordinat ortogonal yang berguna untuk menandai Jam
Matahari vertikal yang melayani setiap garis lintang terestrial dan cenderung pada
sudut mana pun terhadap meridian lokal. Juga dari periode 'Abbasid, mungkin
abad ke-3/9, adalah jam matahari berbentuk kerucut portabel.5
Hanya beberapa jam matahari yang bertahan dari periode abad
pertengahan. Ratusan atau bahkan ribuan pasti telah dibangun dari abad ke-3/9
dan seterusnya, tetapi sebagian besar telah hilang tanpa jejak. Jam matahari Islam
terbaik yang masih ada pernah dibuat oleh Ibn al-Saffar, seorang astronom
terkenal yang bekerja di Cordova sekitar tahun 400/1000. Hanya setengah dari
instrumen yang bertahan, tetapi sisa-sisanya cukup untuk membuktikan bahwa
gnomonik bukanlah keahlian pembuatnya. Jam matahari memiliki variasi
horizontal dan ada garis untuk setiap jam musiman dan salat zuhur. Gnomon
sekarang hilang, tetapi panjangnya ditunjukkan sebagai jari-jari lingkaran yang
terukir pada jam matahari. Beberapa jam matahari di Andalusia pada sebagian
tempat lain, yang masih bertahan adalah bukti kesaksian kemampuan
pembuatnya.
Astronom: Ibn al-Shatir, kepala muwakkit Masjid Umayyah di Damaskus,
Masjid ini dibangun pada tahun 773/1371-2 sebuah jam matahari horizontal,
berukuran sekitar 2m x 1m, yang tidak diragukan lagi merupakan jam matahari
paling indah dari Abad Pertengahan. Sundial horizontal itu didirikan pada lokasi
di sisi selatan menara utama Masjid. Ini dapat digunakan untuk mengukur waktu
setelah matahari terbit di pagi hari dan waktu sebelum matahari terbenam di sore
hari, serta waktu sebelum dan sesudah tengah hari. Ini berarti bahwa ia mengukur
waktu relatif terhadap shalat duhur dan maghrib.
Tidak ada jam matahari vertikal yang bertahan dari beberapa abad pertama
astronomi Islam, tetapi kita tahu bahwa jam matahari dibuat karena risalah tentang
penggunaannya yang disusun dari abad ke-3/9 dan seterusnya. Munharifa, yang

5
David A. King, Astronomy in The Service of Islam....3

3
berarti hanya "vertikal dan condong ke meridian", biasanya memiliki tanda untuk
jam musiman yang dibatasi oleh dua jejak bayangan, untuk titik balik matahari.
Tabel seperti tabel al-Maksi akan sangat berguna untuk membuat jam matahari
seperti itu di dinding masjid.6

2. Macam-macam sundial
a. Sundial Ekuatorial
Sundial Equatorial yaitu sundial yang memiliki bidang dial sesuai
dengan bidang equator Bumi sehingga penempatannya harus miring
sesuai dengan sudut kemiringan Bumi. Dengan maskud lian, sundial
ekuatorial memiliki bidang dial yang sesuai dengan bidang ekuator bumi
sehingga penempatanya harus miring sesuai dengan sudut kemiringan
bumi. Gnomon yang ada pada jenis sundial ini mengarah pada kutub utara
dan selatan.7

Gambar 1 : Sundial Ekuatorial

6
David A. King, Astronomy in The Service of Islam...6.
7
Elly Uzlifatul Jannah dan Elva Imeldatur Rohmah, “Sundial Sejarah dan Konsep Aplikasinya”,
Al-Marshad: Jurnal Astronomi Islam dan Ilmu-Ilmu Berkaitan, Vol. 5, No. 2 Desember 2019,
135-136.

4
Sundial ekuatorial ini memiliki garis jam dengan jarak 15o antara
satu dengan lainnya yang mengelilingi gnomon. Hal ini dikarenakan
gerak semu Matahari kecepatannya 15o tiap jam sepanjang ekuator.
Sundial jenis ini dapat digunaka pada lintang tempat manapun dengan
memastikan gonomon mengarah ke kutub bumi, yaitu dengan
memposisikan bidang dial membentuk sudut (90o – lintang tempat) dari
Horizon.
Garis jam pada bidang dial tergambar pada kedua permukaan dial
yaitu bagian utara dan selatan. Permukaan dihadapkan ke utara, ketika
Matahari berada di bagian utara (deklinasi positif) dari tanggal 21 Maret
hingga 23 September.sebaliknya permukaan dihadapan ke selatan, ketika
Matahari berada di bagian selatan (deklinasi negatif) dari tanggal 23
September hingga 21 Maret.
b. Sundial Vertikal
Sundial vertikal sering dijumpai pada dinding rumah-rumah tua,
bangunan bersejarah dan monumen. Sundial vertikal ini jarang ditemukan
karena pembuatannya yang cukup rumit. Berbeda dengan sundial
horizontal dan sundial ekuatorial yang hanya bisa ditempatkan sejajar
dengan horizon dan sejajar dengan ekuator. Sundial vertikal bisa
ditempatkan menghadap ke semua arah. Yang membedakan dalam
sundial jenis ini adalah segi pembuatan garis jam (hour lines).8
Ada dua macam sundial vertikal, yaitu direct vertical dial dan
declining vertical dial. Sundial vertikal yang pertama yaitu direct vertical
dial merupakan dial vertikal yang menghadap langsung dan tepat ke arah
4 mata angin. Dari empat arah mata angin, yaitu utara, timur, selatan, dan
barat, yang paling sering ditemui adalah sundial vertikal yang menghadap
ke utara dan ke selatan. Hal ini karena sundial vertikal dengan dial utara
dan selatan dapat digunakan sepanjang hari, sedangkan untuk dial timur
dan barat hanya dapat digunakan setengah hari saja. Dial timur hanya
dapat digunakan sebelum zawal, karena pada saat sore matahari berada di

8
Siti Tatmainul Qulub, Ilmu Falak: Dari Sejarah Ke Teori Dan Aplikasi... 140.

5
barat. Begitu juga dengan dial barat hanya dapat digunakan pada sore hari
saja, karena pada pagi hari matahari berada di timur.23 Ketika dihadapkan
ke utara, sundial ini disebut dengan Septentrional, dan ketika dihadapkan
ke selatan disebut Meridional. Pada dasarnya garis tengah hari (pukul 12
siang/zawal) pada sundial vertikal selalu berpotongan dengan bidang
meridian.

Gambar 2 : Sundial Vertikal


Pada sundial vertikal dial utara dan selatan, gnomon diatur miring
sebesar sudut complement latitude (90°-lintang tempat). Garis jam pada
sundial vertikal dial utara searah sedangkan untuk dial selatan berlawanan
dengan arah jarum jam.24 Perhitungan garis jamnya sama dengan
perhitungan garis jam pada sundial horizontal.
Terdapat dua macam sundial vertikal, yaitu direct vertikal dial dan
declining vertikal dial. Sundial vertikal yang pertama yaitu direct vertikal
dial merupakan dial vertikal yang menghadap langsung tepat ke arah
empat mata angin, yaitu utara, timur, selatan, dan barat, dan yang paling
sering di temukan adalah sundial vertikal yang menghadap ke utara dan
ke selatan. Hal ini dikarenaan sundial vertikal yang menghadap ke utara

6
dan selatan dapat diguanakan sepanjang hari, sedangkan sundial yang
menghadap ke barat dan timur hanya dapat digunakan setengah hari saja.

c. Sundial Horizontal
Sundial Horizontal sering menjadi hiasan pada taman oleh sebab
itu sundial ini biasa di sebut garden sundials. Bentuk dari sundial ini
merupakan bidang datar yang menjadi bidang dial-nya dan diatasnya
terdapat gnomon yang kemiringannya sejajar dengan dengan poros bumi.
Sundial horizontal adalah salah satu Jam Matahari yang paling umum
digunakan. Ia dapat memberitahu waktu setiap kali Matahari bersinar
karena bidang dialnya di letakkan secara horizontal di tanah.9

Gambar 3: Sundial Horizontal


Pada Horizontal Sundial ini, bentuk dari bidang dial-nya sejajar
dengan garis horizon dan memiliki garis-garis penunjuk sejajar jam di
atasnya. Saat bayangan Matahari jatuh pada salah satu garis jam, itu
menjadi penunjuk jam waktu hakiki. Bentuk dari bidang dial ini dapat

9
Siti Tatmainul Qulub, Ilmu Falak: Dari Sejarah Ke Teori Dan Aplikasi.... 142

7
dibuat sedemikian rupa, bisa berbentuk lingkaran, persegi empat, persegi
panjang, persegi enam, dan bentuk lainnya.10
Sundial jens inii meemiliki dua bagian,, yakni bidang dial yang
berupa permuukaan datar dengan tanda garis yang menunjukkan jam dan
gnomon yang berupana segitiga menjulang di atas permukaan dial dengan
sudut miring sebesar derajat lintang. Bidang dial harus sejajar dengan
meridian lokal (garis tengah hari bertepatan dengan meridian). Sehingga
gnomon akan selalu dalam bidang vertikal meridian dan menunjuk ke
arah kutub langit utara. Gnomon dibuat mengarah ke kutub langit utara
agar dapat membentuk bayangan yang jatuh di atas bidang dial. Ketika
matahari bersinar, bayangan gnomon akan jatuh di atas bidang dial,
sehingga dapat menunjukkan jam dari skala garis jam yang ditunjukkan
oleh bayangan gnomon. Jam yang ditunjukkan oleh bayangan gnomon
adalah jam dalam waktu matahari atau biasa disebut dengan waktu hakiki
(waktu istiwa').
Garis jam yang ada pada sundial horizontal memiliki sudut yang
berbeda satu sama lain. Tidak seperti sundial ekuatorial yang antara satu
garis jam dengan yang lain memiliki sudut 15°. Di samping itu, sundial
horizontal tidak dapat digunakan untuk semua daerah, hanya dapat
digunakan untuk lintang tertentu sesuai dengan rancangan sudut gnomon
sundial tersebut. Namun dapat juga digunakan untuk lintang lain, asalkan
sundial ketika ditempatkan ke atas atau ke bawah memiliki sudut miring
yang sama dengan perbedaan lintang.11
Ada dua metode untuk menggambar garis jam pada sundial
horizontal, yakni metode geometri dan trigonometri. Metode geometri
lebih dahulu ditemukan dan populer dibandingkan dengan metode
trigonometri.

10
Denis Savoie, Sundial Design, Contruction and Use, (Chicester: Praxis Publishing), 2009, 68.
11
Denis Savoie, Sundial Design Construction and Use,.... 57

8
3. Komponen Sundial
Sundial terdiri dari beberapa komponen, yaitu: gnomon, bidang dial garis
jam. Penjelasannya sebagai berikut:
a. Gnomon
Kata gnomon berasal dari bahasa Yunani yang artinya "sesuatu/ seseorang
yang tahu". Gnomon memiliki sebutan lain yaitu syakhs (stik/tongkat),
miqyas (ukur), style (ukuran). Gnomon merupakan alat yang berfungsi
sebagai penunjuk jam pada bidang dial yang dihasilkan oleh bayangan
matahari. Gnomon ini berperan sebagai penghasil bayangan yang
mengindikasikan waktu. Gnomon dapat diatur berdasarkan permukaan
dial, sejajar dengan permukaan dial, tegak lurus dengan permukaan dial
atau mengarah ke titik di kutub langit tergantung pada jenis sundial.
b. Bidang dial
Bidang dial merupakan bidang tempat jatuhnya bayangan matahari.
Bidang ini berbentuk piringan, dataran atau hemisperium yang di atasnya
tertuliskan angka-angka jam yang ditunjukkan oleh gnomon sebagai
penunjuk bayangan matahari. Bidang dial ini menunjukkan jam yang
bervariasi sesuai dengan panjang hari sesuai deklinasi matahari dan
musim. Permukaan ini bisa berbentuk horizontal, vertikal atau miring
dengan sudut tertentu.
c. Garis jam
Garis jam atau hour line merupakan garis-garis yang menunjukkan angka-
angka jam yang nantinya ditunjuk oleh bayangan gnomon.

4. Fungsi Sundial
Sundial sebagai alat penunjuk waktu, tidak hanya berfungsi untuk mengetahui
waktu saja, namun ada beberapa fungsi lain yang berkaitan dengan peredaran
matahari yang mayoritas berkaitan dengan ibadah umat Islam. Namun

9
demikian, alat ini hanya dapat digunakan ketika ada cahaya matahari.
Beberapa fungsi sundial sebagai berikut:12
a. Sebagai alat penunjuk waktu
Ketika ada sinar matahari, sundial dapat digunakan sebagai alat penunjuk
waktu dan ini merupakan fungsi utamanya. Namun waktu yang
ditunjukkan oleh sundial ialah waktu matahari lokal (waktu hakiki atau
sering disebut dengan waktu istiwa') bukan waktu daerah. Dengan
demikian, akan ada selisih dengan waktu daerah. Selisih tersebut bisa
dihitung dengan menggunakan konversi dari waktu daerah ke waktu lokal.
Dengan menggunakan rumus:
WD = WH – e + (A - A) :15
Di mana: WD adalah Waktu Daerah (local time) yaitu waktu yang
ditunjukkan oleh jam lokal seperti WIB/WTTA/WIT, WH adalah Waktu
Hakiki (true solar time) yaitu waktu yang ditunjukkan oleh sundial, e
adalah equation of time (selisih antara waktu hakiki dan waktu daerah), A
adalah bujur daerah, dan A adalah bujur tempat.
b. Sebagai penunjuk waktu shalat
Waktu shalat yang ditunjukkan oleh sundial adalah waktu shalat dzuhur
dan ashar, karena hanya pada dua waktu shalat tersebut bayangan matahari
dapat diamati. Untuk waktu shalat dzuhur, ditunjukkan oleh bayangan
gnomon menyentuh jam 12. Pada jam tersebut, menunjukkan matahari
telah melewati titik kulminasi atas atau melewati meridian langit. Waktu
shalat dzuhur dimulai ketika matahari telah condong ke arah barat yang
berarti telah melewati kulminasi atas atau meridian langit. Oleh karena itu,
dalam ilmu falak waktu dzuhur biasanya dihitung dengan mengurangkan
jam 12 dengan equation of time.
Adapun waktu shalat ashar dimulai ketika panjang bayangan suatu benda
sama dengan bendanya ditambah panjang bayangan pada saat
berkulminasi (istiwa'). Dalam sundial, waktu ashar ditunjukkan

12
Siti Tatmainul Qulub, Ilmu Falak: Dari Sejarah Ke Teori Dan Aplikasi…. h,149.

10
olehpanjang bayangan gnomon sudah melebihi panjang gnomon ditambah
panjang bayangan ketika waktu dzuhur.
c. Sebagai penunjuk arah kiblat
Jenis sundial yang dapat digunakan untuk menunjukkan arah kiblat adalah
sundial yang dimodifikasi dengan prinsip theodolit. Salah satu jenis
sundial yang dapat digunakan untuk menunjukkan arah kiblat adalah
sundial ekuatorial. Dengan memposisikan ekuatorial sundial sesuai dengan
posisi arah utara sejati yakni dengan menyesuaikan waktu istiwa' dengan
waktu daerah, maka akan diketahui arah timur, selatan dan barat sejati.
Setelah itu, baru dapat ditentukan arah kiblat melalui arah yang sudah
didapatkan tersebut. utara,
d. Sebagai penunjuk musim
Sundial dapat digunakan juga untuk menunjukkan pergantian musim yaitu
musim panas, dingin, semi, dan gugur. Dengan menggunakan garis
penunjuk deklinasi yang ada pada bidang dial, akan menampilkan
pergantian musim. Jenis sundial yang dapat digunakan untuk
menunjukkan musim adalah sundial horizontal, karena sundial jenis ini
dapat menampilkan garis deklinasi pada bidang dialnya.

5. Penggunaan Sundial
Cara kerja sundial bergantung pada peletakan gnomon terhadap bidang
dialnya. Sebuah sundial akan bisa bekerja dengan benar ketika gnomon-nya
sejajar dengan poros bumi, dengan kata lain gnomon harus menghadap ke
arah utara atau selatan sejati. Gnomon sundial yang sejajar dengan poros
bumi akan menghasilkan sudut bayangan yang tetap tersebut.13
a. Sebagai penunjuk waktu
Untuk mengetahui waktu pada sundial, hanya dengan melihat posisi
bayangan gnomon jatuh pada bidang dialnya. Di angka berapa bayangan
tersebut jatuh, maka itulah waktu hakiki (waktu istiwa') pada saat itu.
Untuk merubah menjadi waktu daerah, maka dilakukan konversi dengan

13
Siti Tatmainul Qulub, Ilmu Falak: Dari Sejarah Ke Teori Dan Aplikasi….156-158.

11
rumus: WD= WH-e+ (2-2):15. Di mana: WD adalah Waktu Daerah (local
time) yaitu waktu yang ditunjukkan oleh jam lokal seperti
WIB/WITA/WIT, WH adalah Waktu Hakiki (true solar time) yaitu waktu
yang ditunjukkan oleh sundial, e adalah equation of time (selisih antara
waktu hakiki dan waktu daerah), 24 adalah bujur daerah, dan 2 adalah
bujur tempat. Dengan demikian, akan dapat diketahui waktu daerahnya.
b. Sebagai penunjuk waktu salat
Untuk mengetahui waktu shalat dzuhur, dengan melihat bayangan
gnomon saat menyentuh jam 12. Pada saat tersebut, matahari telah
melewati titik kulminasi atas sehingga waktu shalat dzuhur sudah masuk.
Adapun waktu shalat ashar dengan melihat bayangan gnomon panjangan
sudah melebihi panjang gnomon (sebenarnya) ditambah panjang
bayangan ketika ketika dzuhur.
c. Sebagai penunjuk arah kiblat
Dalam hal ini, sundial digunakan untuk menentukan arah mata angin,
terutama arah utara sejati bumi. Sehingga, dengan ditemukannya arah
utara sejati bumi dapat digunakan untuk menentukan arah kiblat. Jenis
sundial yang dapat digunakan untuk menentukan arah utara sejati ini
adalah sundial ekuatorial.
1) Tentukan waktu pengukuran (waktu istiwa'), misal pukul 14.00 WIS.
2) Konversi waktu istiwa' tersebut ke dalam waktu daerah dengan
menggunakan rumus konversi di atas.
3) Konversikan pukul 14.00 WIS tersebut menjadi waktu daerah, dengan
rumus:
WD = WL – e + (λx -λd) : 15
Di mana WL = 14.00 WIS
4) Letakkan sundial ekuatorial pada bidang datar.
5) Atur kemiringan sundial ekuatorial sehingga sudut kemiringan
gnomon sama dengan lintang tempat atau sampai sudut kemiringan
bidang dialnya sama dengan 90 - lintang tempat.

12
6) Pada waktu yang telah dihitung (hasil perhitungan nomor 3), putar
sundial ekuatorial sehingga bayang-bayang gnomon menunjukkan
waktu istiwa' (pukul 14.00 WIS).
7) Bagian depan permukaan bidang dial yang menghadap ke atas
menunjukkan arah utara. Tandai dengan titik U (utara) atau N (north),
bagian kanan sundial ekuatorial menunjukkan arah timur. tandai
dengan titik T (timur) atau E (east), dan bagian kiri sundial
menunjukkan arah barat, tandai dengan titik B (barat) atau W (west).

Gambar 4: Empat Arah Mata Angin yang Ditunjukkan Oleh Sundial


Setelah arah mata angin ditemukan, terutama arah utara sejati, arah kiblat
dapat ditentukan dengan menggunakan busur derajat, rubu mujayyab atau segitiga
siku-siku. Yaitu dengan mengambil sudut sebesar sudut arah kiblat tempat
tersebut yang dihitung dari titik utara atau titik barat sejati.

6. Inovasi Sundial di Indonesia


a. Mizwala Qibla Finder
Mizwala Qibla Finder adalah metode penentuan arah kiblat yang
dikembangkan oleh Hendro Setyanto. Metode ini menggunakan mizwah
(back azimut) sebagai patokan arah. Penentuan arah kiblat dengan
mizwala ini yaitu dengan menggunakan sinar Matahari, mengambil
bayangan pada waktu yang dikehendaki. Dalam Mizwala Qibla Finder
terdapat beberapa komponen penting pembentuk mizwala yaitu bidang

13
level sebagai alas bidang, bidang dial sebagai acuan pengukuran yang
dilengkapi dengan lingkaran kosentris, gnomon atau tongkat pembentuk
bayangan dan tripod sebagai pengatur kedataran. Mizwala Qibla Finder
dibuat untuk memudahkan penentuan arah kiblat selama ada sinar
matahari, tanpa harus selalu menunggu posisi matahari tepat di atas
Kakbah. Namun, sebelum melakukan tahap pengukuran, pengukur harus
mengetahui azimut Matahari terlebih dahulu kemudian disinkronkan
dengan azimut Makkah. Sehingga, akan diketahui relatif azimut Makkah
terhadap azimut Matahari yang sekaligus menunjukkan arah Kakbah.14

(Gambar 5: Mizwala Qibla Finder)


Menurut Arwin Juli Rakhmadi, Mizwala Qibla Finder (MQF) dapat
dikatakan sebagai perpaduan antara instrumen astronomi klasik dan
modern dengan akurasi yang tinggi. dengan demikian alat ini dapat
digunakan sebagai media pembelajaran astronomi khususnya dalam
menentukan arah kiblat secara presisi. Selain itu, MQF juga merupakan
alat yang tergolong praktis dan akurat serta mudah diaplikasikan. Oleh
karena itu, karena keparktisan alat ini, MQF dapat dijadikan alternatif

14
Achmad Nur Fahmi, Analisis Arah Kiblat Masjid Nurul Huda dengan Menggunakan Teodolit
dan Mizwala Qibla Finder, (Skripsi UIN Sunan Ampel Surabaya), 32.

14
bagi umat Islam tatkala hendak membangun masjid atau mushalla, atau
membuat saf barisan shalat dan arah kiblat di lapangan.15
b. Istiwa’aini
Istiwa’ani merupakan istilah dari bahasa arab yang berasal dari kata
istiwa' yang berbentuk mu’anas dengan tambahan ya’. Kata istiwa
memiliki arti keadaan lurus. (Munawir, 1997: 682) Istiwa juga dapat
diartikan sebauah tongkat yang berdiri tegak lurus. Adapun yang
dimaksud Istiwaaini adalah alat sederhana untuk memenentukan arah
qiblat yang tepat dan akurat, yang terdiri dari dua tongkat istiwa. Kedua
tongkat tersebut memiliki fungsi sebagai titik pusat dalam menetukan
kemana arah qiblat dan arah true north (Utara sejati). Dalam aplikasinya
satu tongkat berada di titik pusat lingkaran dan satunya berada di titik 0o
lingkaran.16

(Gambar 6: Istiwa’aini)

15
Arwin Juli Rakhmadi dan Hasrian Rudi Setiawan, “Pemanfaatan Instrumen Astronomi Klasik
Mizwala dalam Pengukuran Dan Pengakurasian Arah Kiblat”, Maslahah; Jurnal Pengabdian
Masyarakat, Vol. 1, No. 2 Tahun 2020, 154.
16
Ahmad Fadholi, “Istiwaaini “Slamet Hambali” (Solusi Alternatif Menentukan Arah Qiblat
Mudah dan Akurat), Al-Afaq: Jurnal Ilmu Falak dan Astronomi,. Vol. 1, No. 2 Desember 2019.
107

15
(Sumber: OIF UMSU)

c. Sundial Pranata Mangsa


Inovasi sundial tidak hanya berkutat pada waktu salat dan arah kiblat, ahli
falak muda asal Kudus bernama M. Himmatur Riza mempunyai gagasan
pembuatan alat sundial pranata mangsa. Lebih jauh, pembahasan pranata
mangsa tidak akan penulis bahas secara detail. Adapun pranama mangsa
menurut Riza Sundial Pranata Mangsa dibuat dengan bidang dialnya
hanya menampilkan skala atau garis tanggal pada awal mangsa saja. Akan
tetapi Sundial Pranata Mangsa ini tetap bisa digunakan untuk
mengetahui pertengahan tanggal setiap Mangsa dalam penanggalan
Jawa Pranata Mangsa.17

(Gambar 7: Sundial Pranata Mangsa)


Prinsip masyarakat Jawa dalam menentukan awal mangsa yaitu
menggunakan pecak kaki untuk menghitung panjang bayangan orang
berdiri ketika Matahari berkulminasi. Rata-rata pecak kaki orang
dewasa berkisar 25 cm. Menurut orang jawa, satu pecak kaki adalah
ujung jari telunjuk kaki sampai tumit. Dan menurut Ahli Falak, satu
pecak kaki yaitu ujung jari tengah kaki sampai tumit atau satu per-

17
Muhammad Himmatur Riza, “Sundial Horizontal dalam Penentuan Penanggalan Jawa Pranata
Mangsa”, Ulul Albab: Jurnal Studi dan Penelitian Hukum Islam, Vol. 2, No. 1, Oktober 2018,
119-142

16
tujuh (1/7) dari ketinggian seseorang. Jadi, ketinggian seseorang
adalah tujuh kali dari pecak kaki seseorang tersebut. Hal ini dapat
penulis implementasikan kepada prinsip dari Sundial Pranata Mangsa
untuk mengetahui tanggal-tanggal mangsa dalam Penanggalan Jawa
Pranata Mangsa, yaitu:
Tinggi gnomon = Tinggi Seseorang.
Tinggi gnomon = 45 cm
= 45 : 7
= 6,428571429 cm / 6,5 cm (pembulatan)
Jadi satu pecak gnomon yaitu sebesar 6,5 cm.
Untuk mengetahui tanggal-tanggal setiap mangsa dalam penanggalan
Jawa Pranata Mangsa itu harus mengetahui panjang bayangan saat
matahari berkulminasi terlebih dahulu.

17
BAB III
PENUTUP

Mizwala telah ada sejak zaman dahulu sebelum masehi (SM),


kerangka sederhana pada masanya merupakan prestasi yang unggul
sebagaimana pengetahuan astronomi dan matematika mereka. Pada abad
pertengahan ilmuwan muslim seperti Ibn Al-Shatir, Al-Khawarizmi juga
melakukan rekontruksi pengembangan jam matahari tersebut dengan
memodifikasi mizwala/ sundial sebelumnya.
Pembagian jenis sundial yang dikenal secara umum terdapat tiga
jenis: pertama sundial ekuatorial; dengan bentuk dial yang mengikuti
lingkaran sumbu bumi terhadap matahari dengan kemiringan dial sesuai
dengan lintang tempatnya. Kedua sundial vertikal; sundial jenis ini pada
lazimnya diterapkan pada dinding rumah masyarakat zaman dulu dengan
konsep yang sama dengan jenis ekuatorial. Ketiga sundial horizontal;
sundial dengan dial datar yang sejajar dengan garis horizon dan memiliki
garis-garis penunjuk sejajar jam di atasnya.
Perkembangan bentuk ketiganya, alat sundial/mizwala juga
mendapat sorotan perhatian dari kalangan ahli falak kontemporer baik
melalui basis pengembangan digital maupun pendekatan kearifan lokal,
seperti Mizwala Qibla Finder, Istiwa’aini dan Sundial Pranata Mangsa.

18
DAFTAR PUSTAKA

Danubiana, Colrgiul Tehnic. The History and Development of Sundials. Romania.


Fadholi, Ahmad. “Istiwaaini “Slamet Hambali” (Solusi Alternatif Menentukan
Arah Qiblat Mudah dan Akurat)”. Al-Afaq: Jurnal Ilmu Falak dan
Astronomi. Vol. 1, No. 2 Desember 2019.
Fahmi, Achmad Nur. Analisis Arah Kiblat Masjid Nurul Huda dengan
Menggunakan Teodolit dan Mizwala Qibla Finder, Skripsi UIN Sunan
Ampel Surabaya.
Jannah, Elly Uzlifatul dan Elva Imeldatur Rohmah. “Sundial Sejarah dan Konsep
Aplikasinya”. Al-Marshad: Jurnal Astronomi Islam dan Ilmu-Ilmu
Berkaitan. Vol. 5. No. 2. Desember 2019.
King, David A. (1993). Astronomy in The Service of Islam. Norfolk: British
Library.
Qulub, Siti Tatmainul. (2017). Ilmu Falak: Dari Sejarah Ke Teori Dan Aplikasi.
Depok: PT Raja Grafindo Persada.
Rakhmadi, Arwin Juli dan Hasrian Rudi Setiawan, “Pemanfaatan Instrumen
Astronomi Klasik Mizwala dalam Pengukuran Dan Pengakurasian Arah
Kiblat”. Maslahah; Jurnal Pengabdian Masyarakat, Vol. 1, No. 2 Tahun
2020.
Riza, Muhammad Himmatur. “Sundial Horizontal dalam Penentuan Penanggalan
Jawa Pranata Mangsa”. Ulul Albab: Jurnal Studi dan Penelitian Hukum
Islam. Vol. 2, No. 1, Oktober 2018.
Savoie, Denis. (2009) Sundial Design, Contruction and Use. Chicester: Praxis
Publishing.

19

Anda mungkin juga menyukai