Anda di halaman 1dari 16

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Umat islam telah bersepakat bahwa menghadap kiblat dalam shalat merupakan syarat

sahnya shalat, sebagaimana dalil-dalil syar’I yang ada. Bagi orang-orang di kota Makkah dan

sekitarnya suruhan yang demikian tidaklah menjadi persoalan, karena dengan mudah mereka

dapat melaksanakan suruhan itu. Namun bagi orang-oarang yang jauh dari Makkah tentunya

timbul permasalahan tersendiri, terlepas dari perbedaan pendapat para ulama tentang cukup

menghadap arahnya saja sekalipun kenyataannya salah, ataukah harus mengahadap ke arah

yang sedekat mungkin dengan posisi ka’bah yang sebenarnya.

Seperti yang telah kita ketahui bahwa Mengetahui arah kiblat merupakan salah satu syarat

untuk menjalankan shalat secara sah dan benar. Untuk itu mengetahui secara pasti tentang

hukum menghadap kiblat dan cara menetukan arah tersebut adalah sangat perlu agar ibadah

yang dilakukan dapat secara yakin seyakin-yakinnya telah menghadap kiblat.

Untuk itu sangatlah penting di kalangan para umat islam untuk mengkaji dan mempelajari

ilmu yang berkaitan dengan sistem penentuan arah kiblat. Ilmu yang secara spesifik yang

mempelajari system penentuan arah kiblat adalah ilmu falak. Dengan ilmu falak ini setiap

muslim dapat memastikan kemana arah kiblat bagi suatu tempat di permukaan bumi yang jauh

dari Makkah.

B. Rumusan Masalah

1. Teori rashdul kiblat ?

2. Fenomena rashdul kiblat ?

3. Perhitungan rashdul kiblat ?


2

C. Tujuan Pembahasan

1. Mengetahui teori rashdul kiblat

2. Mengetahui fenomena rashdul kiblat

3. Mengetahui perhitungan rashdul kiblat


3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Teori Rashdul Kiblat

1. Pengertian Rashdul Kiblat

Pada dasarnya pengukuran arah kiblat dengan metode ini termasuk metode pengukuran

arah kiblat dengan menggunakan bayang-bayang matahari. Bayangan benda yang terkena sinar

matahari akanmembentuk bayangan yang menunjuk ke arah kiblat. Oleh karena itu metode ini

sering disebut sebagai metode pengukuran arah kiblat dengan menggunakan bayang-bayang

kiblat. Dalam kajian ilmu Falak, metode ini disebut juga degan metode pengukuran arah kiblat

dengan memanfaatkan peristiwa Rashd al-Qiblat. Hanya saja, dalam metode ini tidak

diperlukan terlebih dahulu untuk mengetahui arah Utara sejati.

Kata rashd ( ‫ ( رصد‬mempunyai arti pengawasan, pengintaian, dan jalan. Sedangkan al-

Qiblat artinya adalah kiblat atau arah ke Kabah. Sehingga Rashd al Qiblat secara umum dapat

diartikan sebagai jalan atau arah kiblat. Definisi Rashd al-Qiblat sendiri di dalam Ensiklopedi

Hisab Rukyat adalah ketentuan waktu di mana bayangan benda yang terkena sinar matahari

menunjuk ke arah Kiblat. Oleh karena itu, Rashd al-Qiblat bisa juga diartikan sebagai petunjuk

arah kiblat.1

Di Indonesia sendiri, Rashd al-Qiblat pernah disinggung oleh KH. Turaichan dalam

kalender Menara Kudus. Dalam kalender ini ditetapkan bahwa setiap tanggal 28 Mei dan

tanggal 15/16 Juli dinamakan“Yaumu ar-Rashd al-Qiblat” karena pada tanggal-tanggal

tersebut dan jam yang ditentukan matahari berada di atas Ka’bah. Jika dilihat pada ketentuan

1 Mahmud Hamdan , Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek,(Surabaya: Diantama, 2001), h. 5
4

dua waktu untuk Rashd al-Qiblat oleh KH. Turaichan di atas, maka yang dimaksud pastilah

Rashdal-Qiblat global. Hal ini dikarenakan selain terdapat Rashd al-Qiblat global, terdapat juga

Rashd al-Qiblat lokal yang waktunya hampir tiap hari bisa dilakukan untuk pengukuran arah

kiblat.

Pengukuran arah kiblat dengan berpedoman pada posisi matahari atau bayang-bayang

kiblat (Rashd al-Qiblat) ini mempunyai dua cara, yaitu: Pertama, pengukuran arah kiblat

dengan berpedoman pada posisi matahari yang sedang persis berada pada azimuth Ka’bah atau

berposisi pada arah yang berlawanan dengan azimuth Ka’bah (Rashd al-Qiblat lokal.). Kedua,

pengukuran arah kiblat dengan berpedoman pada posisi matahari yang persis atau hampir

persis berada pada titik zenith Ka’bah (Rashd al-Qiblat Global). Penjelasannya tentang macam-

macam rashdul kiblat adalah sebagai beriku:2

a. Pengukuran arah kiblat dengan berpedoman pada posisi matahari yang sedang persis berada

pada azimuth Ka’bah atau berposisi pada arah yang berlawanan dengan azimuth Ka’bah

(Rashd al-Qiblat lokal.)

Metode ini pada intinya adalah mencari waktu kapan arah garis bayang-bayang matahari

terletak pada arah kiblat, baik bayang-bayang itu menuju ke arah kiblat atau berlawanan dengan

arah kiblat. Misalnya kita memiliki tongkat istiwa’ yang dipancang benar-benar tegak. Pada

waktu siang, bayang-bayang tongkat tersebut dapat diikuti terus sampai pada suatu saat

bayang-bayang itu memanjang tepat di arah kiblat.

2 Jamil A, Ilmu Falak Teori dan Aplikasi, (Jakarta: Amzah, 2009), h.37
5

Keadaan ini bisa mempunyai dua kemungkinan. Kemungkinan pertama bayang-bayang

puncak tongkat menunjuk ke arah kiblat, dan kemungkinan kedua bayang-bayang tersebut

menunjuk ke arah yang berlawanan dengan arah kiblat.

Pada gambar a, azimuth matahari berlawanan dengan azimuth kota Mekah. Sedangkan

pada gambar b azimuth matahari sama dengan azimuth kiblat. Arah maupun panjang bayang-

bayang ditentukan oleh letak matahari pada bola langit, yang dalam sistem acuan bola langit

bisa dinyatakan oleh azimuth, ketinggiannya oleh deklinasi (δ) dan sudut jam (t). Letak

matahari berubah karena gerak semu hariannya dan karena gerak semu tahunannya.

Pengukuran arah kiblat dengan metode ini pada dasarnya adalah mencari, waktu kapan bayang-

bayang benda menunjuk ke arah kiblat pada setiap harinya. Perlu diketahui bahwa jam untuk

rashdul kiblat lokal mengalami perubahan setiap harinya karena terpengaruh oleh deklinasi

matahari

Ketika matahari berada di jalur Kabah bayangan matahari berimpit dengan arah yang

menuju Kabah untuk suatu lokasi atau tempat, sehingga pada waktu itu setiap benda yang

berdiri tegak di lokasi yang bersangkutan akan langsung menunjukkan arah kiblat. Posisi
6

matahari seperti itu dapat diperhitungkan kapan akan terjadi. Untuk perhitungan ini Khazin

menyebutkan bahwa yang harus dilakukan adalah:3

1. Menentukan lokasi atau tempat untuk diketahui data lintang dan bujur tempatnya.

2. Menghitung arah kiblat untuk tempat yang bersangkutan.

3. Menentukan tanggal untuk diketahui data deklinasi matahari dan equation of time.

4. Menghitung unsur-unsur yang diperlukan dalam rumus.

5. Melakukan perhitungan dengan rumus yang ada.

Adapun data yang diperlukan untuk melakukan perhitungan di atas adalah sebagai

berikut:

1. Lintang tempat dan bujur tempat lokasi yang bersangkutan.

2. Arah kiblat untuk lokasi yang bersangkutan disertai arahnya.

3. Deklinasi matahari dan equation of time pada tanggal yang bersangkutan.

b. Pengukuran arah kiblat dengan berpedoman pada posisi matahari yang persis atau hampir

persis berada pada titik zenith Ka’bah (Rashd al-Qiblat Global).

Peristiwa rashdul kiblat global terjadi karena perjalanan matahari tiap tahunnya yang

berbeda. Posisi matahari yang berubah-ubah terhadap ekuator atau yang disebut juga dengan

deklinasi matahari membuat matahari selama satu tahun, ia akan dua kali berada di zenith

Kabah. Deklinasi adalah ukuran jarak sudut baik dari Utara maupun dari Selatan ekuator langit,

deklinasi merupakan salah satu koordinat dari sistem koordinat equatorial, sedangkan

koordinat yang kedua adalah asensio rekta. Deklinasi diberi lambang dengan huruf Yunani

deklinasi diukur mulai dari 0° sampai +90° antara ekuator langit sampai kutub Utara langit,

3 Ramdan, Anton ,Islam dan Astronomi, (Jakarta: Bee Media Indonesia, 2009), h.33
7

dan dari 0° sampai –90° antara ekuator langit sampai kutub Selatan langit. Lingkaran deklinasi

sendiri merupakan lingkaran kecil yang sejajar dengan lingkaran ekuator langit.4

Deklinasi matahari berubah sewaktu-waktu selama satu tahun, tetapi pada tanggal-tanggal

yang sama, bilangan deklinasi itu kira-kira sama pula. Dari tanggal 21 Maret sampai tanggal

23 September deklinasi matahari positif (+), sedang dari tanggal 23 September sampai 21

Maret negatif (-). Pada tanggal 21 Maret dan tanggal 23 September matahari berkedudukan di

ekuator,10 deklinasinya berjumlah 0°

Sesudah tanggal 21 Maret matahari berangsur-angsur bergerak ke Utara menjauhi ekuator,

dari hari ke hari makin lama makin jauh, hingga pada tanggal 21 Juni ia mencapai

kedudukannya yang paling jauh dari ekuator, yaitu 23° 27' Utara. Setelah itu ia bergerak

kembali ke Selatan, setiap hari makin mendekati ekuator, hingga pada tanggal 23 September

ia berkedudukan di ekuator lagi. Ia lalu melanjutkan perjalanannya ke Selatan, hingga pada

tanggal 22 Desember ia mencapaitempatnya yang paling jauh pula dari equator, yaitu 23° 26'

Selatan. Setelah itu ia berbalik bergerak ke Utara kembali, berangsur-angsur setiaphari lebih

mendekati ekuator. Pada tanggal 21 Maret ia berkedudukan tepat di ekuator lagi.

2. Menentukan Rumus Rashdul Kiblat

4 Supriatna Encup, Hisab Rukyat dan Aplikasinya, (Bandung: Refika Aditama, 2007), h. 25
8

Adapun rumus-rumus untuk mengetahui kapan bayang-bayang matahari kearah

kiblat pada setiap harinya adalah:5

a. Rumus Mencari Sudut Pembantu (U)

Cotan U = tan B sin ф

b. Rumus Mencari Sudut waktu (t)

Cos (t-U) = tan δm cos U ÷ tan ф

c. Rumus Menentukan Arah Kiblat Dengan Waktu Hakiki (WH)

WH = PK.12 + t (Jika B= UB/SB)

= pk.12 – t (jika B= UT/ST)

d. Rumus Mengubah Dari Waktu Hakiki (WH) ke waktu daerah (WIB, WITA, WIT)

WH – e + (BTd- BT) ÷ 15

Keterangan :6

1. U adalah Sudut pembantu

2. t-U ada dua kemungkinan, yaitu positif dan negative. Jika U negative (-), maka t-U

tetap positive. Sedangkan jika U positif (+), maka t-U harus diubah menjadi negative.

3. t adalah sudut waktu matahari saat bayangan benda yang berdiri tegak lurus

menunjukan arah kiblat.

4. δm adalah deklinasi matahari. Untuk mendapatkan hasil yang akurat tentu tidak cukup

sekali. tahap awal menggunakan data pukul 12 WD (pk.12 WIB = pk.05 GMT), tahap

5 Nawawi, Abd. Salam, Ilmu Falak: Cara Praktis Menghitung Waktu Shalat, Arah Kiblat, dan Awal Bulan,
(Sidoarjo: Aqaba, 2010), h.35
6 Nawawi, Abd. Salam, Ilmu Falak: Cara Praktis Menghitung Waktu Shalat, Arah Kiblat, dan Awal Bulan,
(Sidoarjo: Aqaba, 2010), h.36
9

kedua diambil sesuai hasil perhitungan data tahap awal dengan mengguanakan

interpolasi.

5. WH adalah waktu hakiki, orang sering menyebut waktu istiwak, yaitu waktu yang

didasarkan kepaa peredaran matahari hakiki dimana pk. 12.00 senantiasa didasarkan

saat matahari tepat berada di meridian atas.

6. WD adalah singkatan dari Waktu Daerah yang juga disebut LMT singkatan dari Local

Mean Time, yaitu waktu pertengahan untuk wilayah Indonesia, yang meliputi Waktu

Indonesia Barat (WIB) dan Waktu Indonesia Tengah (WITA) dan Waktu Indonesia

Timur (WIT).

7. e adalah Equation of Time (perata Waktu atau Daqoiq ta’dil al-zaman). Sebagaimana

deklinasi matahari, untuk mendapatkan hasil yang akurat tentu tidak cukup sekali.

Tahap awal mengguanakan data pukul 12WD (pk. 12 WIB = pk.05 GMT), tahap awal

dengan menggunakan interpolasi. BTd adalah bujur Daerah, WIB = 105 drajat WITA

= 120 drajat dan WIT = 135 drajat

B. Fenomena Rashdul Kiblat

Sebuah fenomena alam akan terjadi pada hari Minggu, 15 Juli 2018 dan Senin, 16 Juli

2018. Menurut perhitungan astronomis, pada pukul 16:17 WIB atau 17.17 WITA akan terjadi

fenomena “Istiwa A’zham” atau “Rashdul Kiblat” yaitu saat di mana posisi matahari tepat
10

berada di atas Ka’bah sehingga bayang-bayang suatu benda yang berdiri tegak lurus dimanapun

akan mengarah lurus ke Ka’bah.

Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, Ditjen Bimas Islam, Juraidi

dalam rilisnya mengatakan momentum tersebut merupakan saat yang tepat untuk

memverifikasi arak kiblat di Masjid atau Mushalla, sebab bayangan benda pada saat itu akan

mengarah lurus ke Ka'bah.

Sehubungan dengan hal tersebut, ia berpesan kepada umat Islam yang akan

memperbaiki arah kiblatnya agar disesuaikan dengan bayang-bayang benda pada saat itu.

Juraidi juga menambahkan terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran arah

kiblat, yaitu :

1. Memastikan benda yang menjadi patokan harus benar-benar tegak lurus, untuk hal ini

masyarakat bisa menggunakan Lot/Bandul sebagai alat bantu.

2. Pastikan bahwa permukaan dasar betul-betul datar dan rata, sehingga bayang-bayang

benda tidak bergelombang.

3. Waktu pengukuran harus disesuaikan dengan BMKG, RRI atau Telkom, agar benar-

benar tepat dengan momentum rashdul kiblat.

Untuk diketahui, selain memanfaatkan fenomena Rashdul Kiblat, teknik lain yang dapat

digunakan untuk meluruskan arah kiblat adalah dengan menggunakan kompas atau theodolite,

hanya saja teknik ini lebih rumit sehingga memerlukan keahlian khusus.

C. Praktek Perhitungan Rashdul Kiblat


11

1. Menentukan bujur mataharidalam bahasa arabnya Thulus Syamsi (jarakyang dihitung dari

O buruj 0° sampai dengan matahari melalui lingkaran ekliptika menurutarah berlawanan

dengan putaran jarum jam.Dengan alternatif rumus:7

Rumus I : Menentukan buruj

Untuk bulan 4s.d. bulan12 dengan rumus (min)- 4 buruj

Untuk bulan 1s.d. bulan3 dengan rumus (plus)+8 buruj

Rumus II : Menentukan drajat

Untuk bulan 2s.d. bulan7 denganrumus(Plus)+9°

Untuk bulan8 s.d.bulan1 denganrumus (plus)+8

Contoh :

Menentukan BM pada tanggal 18 Desember 12buruj 18°

-4 +8°

__________ +

8 buruj 26°

2. Menentukanselisihbujur matahari(SBM) yakni jarakyangdihitungdari mataharisampai

denganburuj khatulistiwa ( buruj 0 atau buruj6dengan pertimbanganyang terdekat).8

Dengan rumus :

7 Jumsa Uum, Ilmu Falak Panduan Praktis Menentukan Hilal, (Bandung: Humaniora, 2006), h. 42

8 Mahmud Hamdan , Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek,(Surabaya: Diantama, 2001), h. 20
12

a. JikaBM<90° maka rumusnya SBM=BM yang diderajatkan

b. Jika BM antara 90°s.d. 180° rumusnya180 – BM

c. Jika BM antara 180°s.d. 270° rumusnya BM - 180

d. Jika BM antara 270°s.d. 360° rumusnya 360 – BM

Contohperhitungan:

Menentukan SBM pada tanggal 28 Mei=BM 2 buruj 7°

=2 x 30=60° plus07°=67>=sehingga masuk rumus ke 1

3. Menentukan deklinasi matahariyangdalam bahasa arabnyadisebutMail Awwal li al-

eqamsiyaknijarak POSISl matahari dengan ekuator/khatulistiwa langit diukur sepanjang

lingkaran deklinasi atau lingkaran waktu. Deklinasi sebelah utara ekuator diberi tanda

positif (+) dan sebelah selatan ekuator diberi tanda negatif (_). Ketika matahari melintasi

khatulistiwa, maka deklinasinya adalah 0°.Hal ini terjadi sekitar tanggal 21Maret dan 23

September. Setelah melintasi khatulistiwa padatanggal 21 Maret matahari bergeser ke

utara hingga mencapai garis balik utara (deklinasi+23° 27') sekitar tanggal 21 unikemudian

kembali bergeser kearah selatansampai pada khatulistiwa lagi sekitar pada tanggal 23

September, setelah itu bergeser terus ke arah selatan hingga mencapai titik balik selatan

(deklinasi- 23°27') sekitar tanggal 22 Desember, kemudian kembali bergeser ke arah utara

hingga mencapaikhatulistiwa lagisekitartanggal21 Maret. Demikian seterusnya.9

Rumus deklinasi :

Sin Deklinasi=Sin SBM x Sin Deklinasi terjauh (23° 27')

9 Lihat M.S.L. Toruan, Pokok Ilmu Falak, Semarang: Banteng Tirnur, cet, IV. 1957, h. 44-45
13

Keterangan :SBM=Selisih Bujur Matahari

Dengan ketentuan deklinasi positif(+)jika deklinasisebelah Utaraekuator yakni BM pada

O buruj sampai S burujdan deklinasi negatif(-) jika deklinasi sebelah selatan ekuator yakni BM

pada 6 buruj sampai11 buruj

Contoh perhitungan untuk tanggaI 28 Mei Sin deklinasi = Sin 67°x Sin23°

Cara pejet kalkulator I:

67° Sin x 23° 27' Sin = Shift Sin Shift°

Hasil = 21° 29' 18.42"

Cara pejet kalkulator II :

Shift Sin (Sin 67° Dx Sin 23° 27') = Shift°

Hasil = 21° 29' 18.42"

Karena BM 2buruj 07° yakni berada di antara Oburuj sampai Sburuj, maka deklinasi

positif (+). Jadi deklinasi (5m) untuk tanggl 28 Mei = 21° 29' 18.42"

4. Menentukan Rashdul kiblat dengan rumus:10

Rurnus I : Cotan A = Sin Φˣ Cotan AQ

Rurnus II : Cos B = Tan ᵟᵐ x Cotan Φˣ Cos A

Rurnus III : RQ = (A + B) ÷15 + 12

Contoh:

Lintang tempat Semarang (Φˣ) = -7° 00' LS

Azimuth kiblat Semarang = 24° 30' 31.93" B-U

Deklinasi (ᵟᵐ) tanggal 28 Mei = 210 29' 18.42"

10 Jamil A, Ilmu Falak Teori dan Aplikasi, (Jakarta: Amzah, 2009), h. 45


14

Rumus I :

Cotan A = Sin Φˣ x Cotan AQ

Cotan A = Sin - 7° 0' x Cotan 24° 3~' 31.93"

Cara Pejet kalkulator I :

7° 00' +/ - Sin x 24° 30' 31.93" Tan = Shift 1/ x Shift Tan Shift" -75° 02'

3.38"

Cara Pejet kalkulator II:

Shift Tan (Sin (-) 7° 00' x (Tan 24° 30' 31.93")X-1)X-bShift°- 75° 02' 3.38"

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Kata rashd ( ‫ ( رصد‬mempunyai arti pengawasan, pengintaian, dan jalan. Sedangkan al-

Qiblat artinya adalah kiblat atau arah ke Kabah. Sehingga Rashd al Qiblat secara umum dapat

diartikan sebagai jalan atau arah kiblat. Definisi Rashd al-Qiblat sendiri di dalam Ensiklopedi

Hisab Rukyat adalah ketentuan waktu di mana bayangan benda yang terkena sinar matahari

menunjuk ke arah Kiblat. Oleh karena itu, Rashd al-Qiblat bisa juga diartikan sebagai petunjuk

arah kiblat.

Sebuah fenomena alam akan terjadi pada hari Minggu, 15 Juli 2018 dan Senin, 16 Juli

2018. Menurut perhitungan astronomis, pada pukul 16:17 WIB atau 17.17 WITA akan terjadi
15

fenomena “Istiwa A’zham” atau “Rashdul Kiblat” yaitu saat di mana posisi matahari tepat

berada di atas Ka’bah sehingga bayang-bayang suatu benda yang berdiri tegak lurus dimanapun

akan mengarah lurus ke Ka’bah.

Perhitungan rashdul kiblat

1. Menentukan bujur mataharidalam bahasa arabnya Thulus Syamsi (jarakyang dihitung dari

O buruj 0° sampai dengan matahari melalui lingkaran ekliptika menurutarah berlawanan

dengan putaran jarum jam.Dengan alternatif rumus

2. Menentukanselisihbujur matahari(SBM) yakni jarakyangdihitungdari mataharisampai

denganburuj khatulistiwa ( buruj 0 atau buruj6dengan pertimbanganyang terdekat).

3. Menentukan deklinasi matahariyangdalam bahasa arabnyadisebutMail Awwal li al-

eqamsiyaknijarak POSISl matahari dengan ekuator/khatulistiwa langit diukur sepanjang

lingkaran deklinasi atau lingkaran waktu. Deklinasi sebelah utara ekuator diberi tanda

positif (+) dan sebelah selatan ekuator diberi tanda negatif (_).

4. Menentukan Rashdul kiblat dengan rumus


16

DAFTAR RUJUKAN

Harun, Tgk. H. M. Yusuf (2008) Pengantar Ilmu Falak. Banda Aceh:


Yayasan Pena.

Khazin, Muhyiddin (2004) Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek.


Yogyakarta: Buana Pustaka.

Nawawi, Abd. Salam (2010) Ilmu Falak: Cara Praktis Menghitung Waktu
Shalat, Arah Kiblat, dan Awal Bulan. Sidoarjo: Aqaba.

Anda mungkin juga menyukai