Pengantar
Regularitas alam
Kalender matahari dan bulan
menu
slide sebelumnya
slide berikutnya
Regularitas Alam
Puluhan ribu tahun yang lalu, manusia masih sangat bergantung
pada alam. Untuk dapat berkebun, mereka harus menunggu datangnya
musim hujan. Jika mereka ingin berburu, harus tahu kapan musim
kawin dan musim migrasi binatang. Begitu pula jika ingin menangkap
ikan di laut, mesti mengetahui musim pasang surut.
Beruntung, nenek moyang kita tidak memiliki kesibukan seperti kita.
Mereka memiliki banyak waktu luang untuk menjelajah dan mengamati
alam. Satu hal yang tak mungkin lepas dari pengamatan mereka
adalah pergerakan bintang di langit. Mereka pun menyadari, ketika
matahari bergeser ke utara, Pulau Jawa mengalami musim kemarau.
Musim ini buruk untuk bertanam padi.
Mereka juga memperhatikan, pasang surut air laut bersesuaian
dengan bentuk wajah bulan. Saat bulan mati dan bulan purnama, air
laut akan naik atau turun hingga beberapa meter. Keteraturan ini
mereka pelajari dan mereka jadikan patokan.
Pasang surut
Pasang surut air laut
dipengaruhi oleh gravitasi
bulan dan matahari. Pasang
surut terbesar terjadi ketika
matahari, bumi dan bulan
berada dalam satu garis lurus
(saat fase bulan mati atau
purnama).
pasang
surut
Keteraturan alam
Setiap hari matahari, bulan dan
bintang terbit dan terbenam
secara teratur.
moonrise
sunset
bintang di langit
menu
slide sebelumnya
slide berikutnya
menu
slide sebelumnya
slide berikutnya
menu
slide sebelumnya
slide berikutnya
menu
slide sebelumnya
slide berikutnya
Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ada 12 bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah sewaktu
Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya ada 4 bulan haram. [At Taubah: 36]
Meskipun begitu, nama-nama bulan tetap tak berubah karena sudah terlanjur populer di masyarakat.
Lagipula, nama-nama ini tidak mengandung unsur kemusyrikan.
Dengan diberlakukannya kalender bulan, ramadhan tak lagi selalu jatuh di musim panas. Setiap tahun
akan terus bergeser. Di kalender masehi, kita merasakan perayaan idul fitri akan lebih cepat 11 hari
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Meski merepotkan (tanggalnya selalu berganti-ganti), namun
hal ini menguntungkan bagi saudara-saudara kita yang tinggal di daerah dengan empat musim.
Pergeseran waktu di kalender Masehi membuat Ramadhan bisa terjadi di musim dingin, musim gugur,
musim semi maupun musim panas.
menu
slide sebelumnya
slide berikutnya
menu
slide sebelumnya
slide berikutnya
menu
slide sebelumnya
slide berikutnya
bulan mati
bulan purnama
bulan sabit
Gambar kanan:
Orbit bulan miring 5,2 derajat
Kalender hijriah berkaitan sangat erat dengan peredaran bulan mengelilingi bumi. Karena peredaran
inilah, bulan bisa berubah bentuk dari sabit ke purnama.
Untuk memahami peredaran bulan dan beberapa istilah yang akan sering digunakan, klik salah satu fase
bulan yang ada di samping kiri.
menu
slide sebelumnya
slide berikutnya
bulan mati
bulan purnama
bulan sabit
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3
Bulan berputar mengelilingi bumi. Suatu ketika, bulan berada diantara matahari dan bumi. Pada masa
ini, kita tidak bisa melihat bulan, karena:
1. bagian bulan yang menghadap ke bumi adalah bagian malam.
2. bulan sedang berada di dekat matahari.
Jangan bayangkan, bulan hanya ada di malam hari. Bulan bisa ada di siang hari, sore hari
ataupun malam hari. Di gambar 1 ditunjukkan posisi bulan searah dengan posisi matahari.
Jadi saat itu sebenarnya bulan sedang berada di dekat matahari. Bulan terbit dan terbenam
bersamaan dengan matahari (gambar 2).
Posisi seperti ini (bulan berada diantara matahari dan bumi) disebut dengan konjungsi atau ijtima.
Dalam kondisi seperti ini, dikatakan bulan berusia nol.
Jika bulan tepat berhimpit dengan matahari, akan terjadi gerhana matahari. Permukaan matahari akan
tertutup oleh bulan (gambar 3).
menu
slide sebelumnya
slide berikutnya
bulan mati
bulan purnama
bulan sabit
Gambar 4
Gambar 5
Saat purnama, yang terjadi justru kebalikan dari bulan mati. Bulan justru berada di arah yang
berseberangan dengan matahari. Jika matahari terbenam, bulan purnama justru baru terbit di arah timur.
Dan jika matahari terbit, bulan malah terbenam.
Jika posisi bulan benar-benar segaris lurus dengan matahari dan bumi, saat purnama akan terjadi
gerhana bulan (gambar 5).
menu
slide sebelumnya
slide berikutnya
bulan mati
bulan purnama
bulan sabit
Gambar 6
Gambar 7
Gambar 8
Dalam pembuatan kalender hijriah, pemahaman tentang bulan sabit menjadi hal terpenting.
Bulan sabit terjadi sebelum dan setelah bulan mati. Jika bulan bergeser sedikit saja (tidak lagi segaris
dengan matahari dan bumi), kita di bumi akan dapat melihat sedikit bagian bulan yang mengalami
siang. Fase ini kita sebut bulan sabit.
Bentuk sabit yang semula tipis akan menebal dari hari ke hari. Hingga akhirnya menjadi bentuk bulan
separuh, purnama lalu kembali lagi ke separuh, sabit dan bulan mati (gambar 7).
Yang harus dicamkan, pergantian bulan hijriah terjadi saat terlihatnya hilal, yakni bulan sabit tertipis
yang bisa dilihat mata setelah fase bulan mati (contoh hilal diperlihatkan di gambar 8. Ini adalah foto
Hilal bulan Rajab 1427 H/26 Juli 2006 jam 18.23 di Pantai Anyer). Karena hilal ini terjadi tak lama
setelah konjungsi, posisi bulan masih berada di dekat matahari (gambar 6). Atas dasar ini,
pengamatan hilal selalu dilakukan menjelang matahari terbenam. Di Indonesia, hilal biasa terlihat di
sebelah barat, sekitar 30 menit sebelum matahari terbenam.
menu
slide sebelumnya
slide berikutnya
(1)
Pada masa Rasulullah saw, proses melihat (ruyat) hilal sangat sederhana. Cukup dengan menanti
matahari terbenam di hari ke-29, lalu mencari bulan sabit. Jika ada dua orang yang melihatnya, sudah
bisa dipastikan malam ini adalah tanggal satu (ingat, pergantian hari di kalender hijriah terjadi ketika
maghrib).
Jika hilal tidak terlihat, bilangan bulan akan digenapkan menjadi 30. Berarti, esok hari
masih tanggal 30 bulan yang sama. Tanggal satu akan jatuh besok sore. Cara ini sangat sederhana dan
sangat cocok dengan keadaan ummat Islam pada masa itu yang sebagian besar buta huruf (ummi). Tidak
perlu seorang sarjana atau seorang jenderal, siapapun yang memiliki mata yang baik akan bisa melihat
hilal.
Tapi akan sangat merepotkan jika penetapan awal bulan hijriah harus menunggu terlihatnya hilal. Jika
begini, tidak akan ada yang tahu kapan pergantian bulan terjadi. Apakah bulan ini berjumlah 29 hari? Atau
digenapkan menjadi 30 hari? Untuk itu, kalender hijriah ada yang dihitung ke depan. Untungnya, periode
revolusi bulan lamanya 29.5306 hari. Nyaris 29.5 hari. Dengan memanfaatkan ini, disepakati bahwa
lamanya suatu bulan berseling antara 29 dan 30 hari. Metode pembuatan kalender hijriah yang seperti ini
disebut
dengan metode hisab urfi30(hisab:
atau perhitungan).
hari menghitung
7. Rajab
1. Muharram
30 hari
2.
3.
4.
5.
6.
Shafar
Rabiul awal
Rabiul akhir/ rabiul tsani
Jumadil awal/ jumadil ula
Jumadil akhir/ jumadil tsani
29 hari
30 hari
29 hari
30 hari
29 hari
8.
9.
10.
11.
12.
Syaban
Ramadhan
Syawwal
Dzulqaidah
Dzulhijjah
29 hari
30 hari
29 hari
30 hari
29 hari (atau 30 hari di tahun kabisat)
Tahun kabisat terjadi jika suatu angka tahun dibagi 30, masih menyisakan 2, 5, 7, 10, 13, 15, 18, 21,
24, 26, atau 29. Misalnya, tahun 1412. Jika 1412 kita bagi dengan 30, menghasilkan 47 sisa 2. Karena
sisa 2, tahun 1412 H termasuk tahun kabisat. Tahun 1420 H juga tahun kabisat karena menyisakan 10.
menu
slide sebelumnya
slide berikutnya
(2)
Hisab urfi tidak selalu mencerminkan fase bulan yang sebenarnya. Ia hanya metode pendekatan. Satu
siklus fase bulan yang lamanya 29.53 hari didekati dengan 29 dan 30 hari (tentu akan aneh kalau ada
tanggal 29.5) Karenanya, untuk keperluan ibadah, meruyat (melihat) hilal secara langsung tetap harus
dilakukan. Biasanya ruyat dilakukan dalam penetapan awal Ramadhan, hari raya Idul Fitri, dan ibadah
haji.
Metode hisab lain yakni dengan menghitung posisi bulan yang sebenarnya, disebut dengan hisab
hakiki. Hisab Hakiki dapat dibagi menjadi 3 macam, yakni hisab hakiki taqribi, tahkiki, dan kontemporer.
Ketiga hisab hakiki ini menggunakan rumus dan nilai konstanta yang berbeda.
Tidak ada tuntunan yang jelas dari Al Quraan dan hadits tentang ruyatul hilal. Selama ratusan tahun
ulama dan cendekiawan muslim mengkajinya, hingga tercetus pendapat untuk memaknai ulang kata
ruyatul hilal. Apakah benar-benar harus dilihat dengan mata, ataukah diperbolehkan melihat secara
matematis?
berselisih pendapat tentang hal ini. Ruyat dapat berarti:
1. ruyat Ulama
bil qalbi
Pergantian bulan terjadi hanya dengan meyakini dalam hati bahwa saat itu sudah terjadi hilal. Tidak
perlu menengok ke langit atau menghitung di atas kertas, yang penting percaya. Sebagian
menyebut ruyat ini sebagai melihat dengan mata batin.
2. ruyat bil ilmi
Mereka yang setuju dengan ruyat ini menggunakan ilmu sebagai alat untuk melihat hilal. Tidak
peduli apakah langit sedang mendung atau badai sekalipun, selama perhitungan di atas kertas
mengatakan sudah terjadi hilal (bulan berada di atas ufuk saat matahari terbenam), pergantian bulan
tetap terjadi.
3. ruyat
bil ain atau ruyatul hilal bil fili
Kelompok terakhir menafsirkan hadits secara harfiah, bahwa hilal harus dilihat dengan mata secara
langsung. Ini pun masih menimbulkan tanda tanya, apakah harus dengan mata telanjang? Sebagian
berpendapat bahwa hilal harus dilihat dengan mata langsung dan tidak boleh menggunakan alat
yang memantulkan cahaya. Sedangkan sebagian yang lain memperbolehkan.
menu
slide sebelumnya
slide berikutnya
Perbedaan (1)
Selama ini, yang dianggap mumpuni dalam menentukan awal Ramadhan dan hari raya di Indonesia
adalah pemerintah dan ormas Islam. Celakanya, seringkali masing-masing memberikan keputusan yang
berbeda. Ada yang menganjurkan berpuasa esok hari, ada pula yang lusa. Tidak sedikit masyarakat yang
bingung, Lha wong al quraannya sama, hadits yang dipakai juga sama, bulan yang dilihat juga sama, kok
hasilnya bisa berbeda?
Ternyata masing-masing memiliki keyakinan ruyatul hilal yang berbeda. Kalaupun sama, teori yang
dipergunakan sedikit berbeda. Alhasil, tidak ada satu suara yang bulat menyepakati terlihatnya hilal.
Berikut penjelasan dan argumen dari masing-masing pihak, dimulai dari ormas Islam.
1. Nahdlatul Ulama (NU)
NU berpendapat, awal bulan seharusnya dilakukan secara langsung (ruyatul hilal bil fili). Hisab,
perhitugnan di atas kertas hanya untuk membantu namun bukan penentu. Pergantian bulan tetap
ditentukan dengan melihat hilal secara langsung. Bila bulan tidak terlihat (tertutup awan atau masih
berada di bawah ufuk), hilal tidak terjadi dan bulan digenapkan (istikmal) hingga 30 hari. Pergantian
bulan akan terjadi lusa.
Teknisnya, sebagian orang yang berpengalaman berkumpul di pantai pada sore hari (tanggal 29).
Menjelang matahari terbenam, semua orang berkonsentrasi mencari hilal di sekitar matahari (dalam
radius sudut 5 derajat). Orang yang berhasil melihat hilal kemudian melaporkan diri dan disumpah.
Melihat hilal tentu bukan persoalan gampang. Jika usia bulan masih sangat muda (beberapa jam
setelah konjungsi), bentuk bulan sabit yang terlihat sangat tipis. Bila bulan purnama kita katakan
memiliki fraksi terang 100% (seluruh bagian bulan bercahaya), bulan mati memiliki fraksi terang 0%,
dan bulan separuh 50 %, maka sabit terkecil yang bisa dilihat mata adalah 1%. Orang yang kurang
berpengalaman akan mudah tertipu, mengira melihat hilal padahal pantulan cahaya dari awan. Atau
bisa juga hanya sekedar sugesti, merasa melihat sesuatu padahal tidak ada apa-apa.
menu
slide sebelumnya
slide berikutnya
Perbedaan (2)
Kasus seperti ini pernah terjadi di masa sahabat Nabi. Anas ra melakukan ruyatul hilal bersama
sahabat lainnya. Usia yang sudah senja membuat rambut beliau beruban. Rupanya salah satu uban
tersebut tergerai hingga depan mata. Kontan beliau mengatakan hilal sudah tampak. Sahabat lain
yang lebih muda, dengan mata yang masih tajam mencari hilal di arah yang ditunjukkan Anas. Kok
tidak ketemu? Ibnu Abbas ra yang tahu ada uban di mata Anas, segera merapikannya. Kemudian Ibnu
Abbas bertanya pada Anas, Apakah hilal masih terlihat? Anas pun menggeleng. **)
Sayangnya, seringkali kesaksian seseorang diterima hanya karena ia telah bersumpah. Karena telah
bersumpah, kesaksian seseorang dianggap benar. Padahal bisa jadi ia salah lihat seperti yang dialami
sahabat Rasulullah.
2. Muhammadiyah
Musyawarah Tarjih Muhammadiyah tahun 1932 memutuskan, pergantian bulan hijriah tidak hanya
ditentukan dengan ruyat tapi juga dengan hisab (perhitungan). Hal ini berbeda dengan NU yang
menggunakan hisab sebagai pembantu ruyat.
Mempercayai terjadinya hilal dengan perhitungan matematis disebut juga ruyat bil ilmi. Asalkan
secara matematis bulan masih berada di atas ufuk saat matahari terbenam, dan terjadi setelah
konjungsi, hari pun berganti saat itu juga. Tak peduli apakah saat itu sedang mendung, hujan, atau
bulan masih terlalu rendah dan tak terlihat mata. Hal ini yang menyebabkan keputusan
Muhammadiyah sering mendahului NU maupun pemerintah karena Muhammadiyah tidak perlu
menunggu hingga bulan bisa terlihat.
**) Kisah ini mohon dikonfirmasi sebab saya tidak memiliki rujukan yang pasti, hanya ingat dulu pernah membaca kisah seperti ini di suatu buku tapi
lupa buku apa. Jika terdapat kekeliruan dalam penyebutan nama sahabat, saya mohon maaf. Mohon dikoreksi. Saya tidak bermaksud memberikan
dalil hadits yang dhaif ataupun yang tidak jelas sumbernya. Afwan, atas khilaf saya.
menu
slide sebelumnya
slide berikutnya
Perbedaan (3)
18 April 2007, 18.00 WIB
hilal
bulan
Lebih jelasnya, kita akan membandingkan pengamatan hilal dengan metode ruyat bil fili dan ruyat bil ilmi.
Seandainya tanggal 18 April 2007 adalah bulan Ramadhan, dan ormas-ormas Islam melakukan ruyat hilal
untuk menentukan hari raya Idul Fitri, inilah yang akan terjadi:
Lihat gambar kiri. Jika pengamatan hilal dilakukan pada tanggal 18 April 2007, menurut Muhammadiyah,
saat itu terjadi pergantian hari karena bulan masih ada di atas ufuk saat matahari terbenam. Idul Fitri akan
dirayakan esok hari pada tanggal 19 April. Namun menurut NU, saat itu hari belum berganti karena hilal
tidak terlihat. Idul Fitri versi NU akan jatuh lusa, tanggal 20 April.
Lihat gambar tengah. Namun jika pengamatan dilakukan pada saat bulan sudah cukup tinggi seperti
pada tanggal 19 April, semua ormas sepakat Idul Fitri dirayakan keesokan harinya, tanggal 20 April. Jika
bulan berada pada posisi ini, kriteria ruyat bil ilmi dan bil fili akan terpenuhi. Tidak akan terjadi perbedaan
hari raya.
menu
slide sebelumnya
slide berikutnya
menu
slide sebelumnya
slide berikutnya
menu
slide sebelumnya
slide berikutnya
SISTEM
NO.
Konjugsi/ IJTIMA'
H AR I
TGL.
TINGGI
J AM
HILAL
Ramadhan
Sullam al Nayyirain
Jum'at
22 Sep 2006
17:28
0 16'
1427 H.
Jum'at
22 Sep 2006
17:54
0 03'
Al Qawa'id al Falakiyah
Jum'at
22 Sep 2006
18:11
- 0 44'
Hisab Hakiki
Jum'at
22 Sep 2006
18:46
-1 20'
Badi'ah al Mitsal
Jum'at
22 Sep 2006
18:38:46
-1 14' 17"
Al Khulashah al Wafiyah
Jum'at
22 Sep 2006
18:43
-1 39
Al Manahij al Hamidiyah
Jum'at
22 Sep 2006
18:43
-1 18
Nurul Anwar
Jum'at
22 Sep 2006
18:38
-1 35
Menara Kudus
Jum'at
22 Sep 2006
18:45:47
-1 37' 55"
10
New Comb
Jum'at
22 Sep 2006
18:39:46
-1 22' 04"
11
Jeen Meeus
Jum'at
22 Sep 2006
18:41:17
-0 23' 18"
12
E.W. Brouwn
Jum'at
22 Sep 2006
18:44:59
-1 47' 47"
13
Almanak Nautika
Jum'at
22 Sep 2006
18:47
-1 32' 22"
14
Jum'at
22 Sep 2006
18:45:30
-1 22' 55"
15
Al Falakiyah
Jum'at
22 Sep 2006
18:46:08
-1 20' 41"
16
Mawaqit
Jum'at
22 Sep 2006
18:45:19
-1 13' 48"
17
Ascript
Jum'at
22 Sep 2006
18:46
-2 09'
18
Astro Info
Jum'at
22 Sep 2006
18:46
-1 26'
*)
19 Evaluasi
StarryHisab
NightRukyat
Pro 5 Tahun 2006, Tgl. 1 s.dJum'at
SepRia
2006
18:46Bogor.
Keputusan Temu Kerja
3 Juni 2006 di 22
Hotel
Diani Cibogo
-1 22'
menu
slide sebelumnya
slide berikutnya
2.
Saya memiliki teleskop kecil di rumah, apakah bisa digunakan untuk melihat hilal?
3. Saat ini kita sudah bisa meluncurkan satelit ke luar angkasa, meramalkan gerhana, menjelajah
alam
semesta, dsb. Apakah kita tidak bisa meramal terjadinya hilal?
4. Selain cuaca, kendala apa lagi yang dihadapi saat melihat hilal?
5.
Jadi, saya sebaiknya ikut yang mana? Muhammadiyah, Persis, NU, pemerintah atau yang lainnya?
6.
Kenapa tidak mengikuti Makkah saja? Kalau Makkah mulai puasa, kita ikut.
Kalau Makkah shalat Id, kita juga shalat Id.
7.
Kisah yang dialami Kuraib mengisyaratkan kita menggunakan pedoman lokal, bukan nasional.
Lalu mengapa selama ini kita menggunakan penanggalan yang bersifat nasional?
8.
Apakah pemerintah kita adalah satu-satunya yang mencoba menyatukan kalender hijriah?
9. Jika saya berhasil melihat hilal, apakah saya boleh berpuasa terlebih dahulu (mendahului pemerintah)?
10. Apakah kalender hijriah murni buatan Umar bin Khathab?
11. Saya ingin tahu, hari ini bertepatan dengan tanggal berapa hijriah? Bagaimana cara menghitungnya?
12. Menurut hisab, Ramadhan tahun ini (2007) jatuh tanggal berapa?
13. Apakah perbedaan hari raya akan selalu terjadi tiap tahun? Tidak adakah cara untuk menyatukannya?
menu
slide sebelumnya
slide berikutnya
matahari
2.
Saya memiliki teleskop kecil di rumah, apakah bisa digunakan untuk melihat hilal?
Sebagian ulama masih berselisih paham tentang hal ini. Sebagian memperbolehkan, sebagian lagi
melarang. Namun ada pula yang mengambil jalan tengah, boleh asal tidak memantulkan cahaya. Jika
kita berpedoman pada pendapat terakhir, memakai teleskop boleh saja, tapi harus teleskop refraktor
(memakai lensa). Bukan teleskop cermin. Pengamat hilal di Pelabuhan Ratu juga menggunakan
teleskop sebagai alat bantu.
menu
slide sebelumnya
slide berikutnya
Saat ini kita sudah bisa meluncurkan satelit ke luar angkasa, meramalkan gerhana,
menjelajah alam semesta, dsb. Apakah kita tidak bisa meramal terjadinya hilal?
Bisa. Kita sudah bisa menentukan posisi bulan dengan sangat tepat. Tapi masalahnya, kembali ke
syariat. Sebagian besar ulama berpendapat, hilal harus dilihat dengan mata, sebagaimana yang
dicontohkan Rasulullah. Meskipun kita sudah mengetahui posisi bulan, tapi kalau ada gangguan
cuaca atau pantulan sinar matahari, penglihatan kita bisa terganggu. Ini yang membuat hilal sukar
diamati.
bisa dikira hilal
awan
matahari
4.
Selain cuaca, kendala apa lagi yang dihadapi saat melihat hilal?
Banyak. Kita mulai dari kondisi pengamat hilal itu sendiri. Sudah menjadi budaya orang Indonesia
untuk menghormati yang lebih tua. Di lapangan, pengamat hilal pada umumnya sudah berumur.
Meski berpengalaman, namun kondisi mata mereka sudah tidak bagus. Akibatnya, bisa salah lihat
atau justru sukar melhat hilal. Sayangnya, karena ingin menghormati yang tua, yang muda merasa
enggan untuk mengoreksi bila seniornya melakukan kesalahan. Yang muda juga tidak luput dari
human error. Karena kurang berpengalaman, peruyat sering tertipu dengan pantulan awan atau
lampu kapal. Bahkan ada orang yang bersaksi melihat hilal padahal menurut perhitungan, saat itu
bulan sudah terbenam. Kesalahan melihat seperti ini juga bisa disebabkan oleh halusinasi.
Kendala dari luar juga ada. Di tahun 2006, teleskop yang biasa dipakai untuk mengamati hilal di
Pelabuhan Ratu hilang dicuri orang.
menu
slide sebelumnya
slide berikutnya
Jadi, saya sebaiknya ikut yang mana? Muhammadiyah, Persis, NU, pemerintah atau yang
lainnya?
Terserah. Saya tidak bisa membuat rekomendasi seperti itu. Saya hanya memaparkan proses
pembuatan kalender Islam dan argumen yang digunakan masing-masing pihak. Anda sendiri yang
menilai dan menentukan, mau ikut yang mana. Pada dasarnya, tidak ada yang salah kok. Perbedaan
ini muncul karena perbedaan interpretasi saja.
6. Kenapa tidak mengikuti Makkah saja? Kalau Makkah mulai puasa, kita ikut. Kalau Makkah
shalat Id, kita juga shalat Id.
Masing-masing tempat berbeda waktu. Hal ini sudah dicontohkan Kuraib, Muawwiyah dan Abdullah
bin Abbas. Tempat yang berbeda memilki waktu terbit dan terbenam yang berbeda. Karenanya, posisi
bulan juga berbeda. Misalnya antara Indonesia barat dan timur. Tanggal 29 Syaban 1427 H (22 Sep
2006), ketinggian bulan dari cakrawala saat matahari terbenam adalah -2 derajat untuk Indonesia
timur, -1,5 derajat untuk Indonesia tengah dan barat.
Perbedaan ketinggian ini sangat
0
0
1050 1100 1150 1200 1250 1300 1350 1400 +100
0 BT 100
+1095
22 SEPTEMBER 2006
menentukan. Sebab jika bulan lebih
rendah (lebih dekat ke matahari), akan
+ 50
+ 50
lebih susah dilihat. Semakin dekat ke
matahari, langit semakin terang dan
00
00
akan mengalahkan cahaya hilal. JIka
posisi bulan lebih jauh dari matahari,
- 50
- 50
akan lebih mudah diamati.
- 100- 1O
950 BT 1000
1050
- 1,5O
1100 1150
1200
1250
- 2O
1300 1350
- 100
1400
menu
slide sebelumnya
slide berikutnya
Kisah yang dialami Kuraib mengisyaratkan kita menggunakan pedoman lokal, bukan nasional.
Lalu mengapa selama ini kita menggunakan penanggalan yang bersifat nasional?
Memang, idealnya kita mengikuti hasil ruyat lokal. Namun sekali lagi, masyarakat kita masih belum
bisa menerima perbedaan. Karenanya, pemerintah bertindak sebagai hakim dan menjadi penengah.
Setelah mendengarkan pendapat dari berbagai ormas dan instansi dalam sidang itsbat, pemerintah
akan membuat keputusan. Tentu saja, karena keputusan ini bersifat nasional, pemerintah harus
menunggu sampai seluruh wilayah di Indonesia bisa melihat hilal.
Jika kita melihat peta dunia, hilal akan terlihat lebih dulu oleh masyarakat yang berada di sebelah
barat. Karenanya, pengamat hilal yang ada di Indonesia bagian barat akan melihat hilal lebih dulu
daripada pengamat di wilayah Indonesia timur.
Bagian yang terang menunjukkan daerah yang akan melihat hilal terlebih dahulu.
Makin ke timur (ke daerah yang gelap), posisi bulan makin rendah.
Hilal baru bisa diamati beberapa jam setelah bagian yang terang melihat bulan.
Garis batas ini tidak tetap, tapi bergeser tiap bulan.
menu
slide sebelumnya
slide berikutnya
**)
***)
Apakah pemerintah kita adalah satu-satunya yang mencoba menyatukan kalender hijriah?
Selain pemerntah Indoensia, pemimpin negara-negara Islam di ASEAN juga sepakat membuat
kalender hijriah yang berlaku secara regional (lintas negara). Negara yang menyepakatinya adalah
Malaysia, Brunei Darussalam, Indonesia, dan Singapura (MABIMS).
Para ahli fiqh berbeda pendapat dalam hal ini. Sebagian besar ulama penganut mazhab Syafii
berpendapat, ruyat hanya berlaku untuk kawasan yang se-mathla yaitu kawasan seluas dua kali 89
km persegi (masafatu al qashri). Sedangkan yang lain berpendapat, jika hilal terlihat di suatu tempat,
seluruh umat Islam di dunia wajib mengikuti. Hal ini didasarkan pada perkataan Umar bin Khathab. ***)
Penyatuan kalender hijriah secara internasional juga sudah digagas sejak lama, bahkan sudah
disepakati pada konferensi yang berlangsung di Istambul (1978). Hanya saja, untuk tanggal yang
berkaitan dengan ibadah (Ramadhan, Syawwal dan haji), peserta konferensi terbagi menjadi 3
kelompok.
a. Turki, Aljazair, dan Tunisia yang berpegang pada hisab.
b. Saudi Arabia yang berpegang pada ruyat dan itsbat oleh pemerintah
c. Indonesia dan Bangladesh yang berpegang pada hisab dan ruyat.
lihat kitab Rahmatul Ummah halaman 91 dan kitab Al Majmu li Annawawi juz 4 halaman 273
Abdu Ar Rahman Al Juzairi, 1990, Al Fiqh Ala Madzhabi al Arbaah 1, Beirut: Daru al Fikri, hal 550
menu
slide sebelumnya
slide berikutnya
Jika saya berhasil melihat hilal, apakah saya boleh berpuasa terlebih dahulu (mendahului
pemerintah)?
Selama Anda yakin, silakan saja. Tapi patut diingat, Anda tidak berhak mengintimidasi pihak lain
untuk ikut berpuasa bersama Anda. Pemerintah hanya menengahi saja demi kemaslahatan bersama.
Bukankah segala urusan masyarakat diserahkan kepada ulil amri?
Meskipun begitu, ada pula yang berpendapat, yang boleh menetapkan hanya pemerintah. Pendapat
ini dilandasi hadits riwayat Abu Daud, An Nasai, Tirmidzi, dan Ibnu Majah:
Seorang Badui datang kepada Nabi saw lalu berkata, Saya telah melihat hilal.
Nabi pun bertanya, Apakah kamu bersaksi bahwa tiada Illah selain Allah?
Badui itu menjawab, Ya.
Nabi bertanya lagi, Apakah kamu bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah?
Badui itu menjawab, Ya.
Kemudian Rasulullah berkata, Ya Bilal, umumkanlah kepada manusia untuk berpuasa esok
pagi.
Interpretasi hadits di atas, bukan sang Badui yang menetapkan awal bulan Ramadhan, melainkan
Rasulullah sebagai ulil amri. Pendapat ini dianut oleh mazhab Syafii. Sedangkan 3 mazhab yang lain
berpendapat, keputusan pemerintah tidak harus ada. Tapi seandainya keputusan itu ada, seluruh
umat Islam yang berada di wilayah pemerintahan itu harus tunduk dan mematuhinya. Di Indonesia,
pelaksanaan ibadah masih diserahkan kepada masing-masing individu, sesuai keyakinannya masingmasing.
menu
slide sebelumnya
slide berikutnya
***)
menu
slide sebelumnya
slide berikutnya
2011
2012
6 jan
5 Feb
7 mar
6 Apr
5 Mei
4 Juni
3 Juli
2 Ags
31 Ags
29 Sept
29 Okt
27 Nov
25 Jan
24 Feb
25 Mar
23 Apr
23 Mei
22 Juni
21 Juli
20 Ags
18 Sept
17 Okt
menu
slide sebelumnya
slide berikutnya
Apakah perbedaan hari raya akan selalu terjadi tiap tahun? Tidak adakah cara untuk
menyatukannya?
Pertama, semua ormas dan institusi harus sepakat, bahwa hilal harus bisa dilihat mata. Artinya,
ada syarat batas yang harus dipenuhi agar bulan dapat dilihat. Contohnya, ketinggian bulan. Kalau
bulan terlalu rendah (terlalu dekat dengan matahari), sangat sukar dilihat. Contoh lain, persentase
luas sabit bulan (berapa persen bagian bulan yang terang). Kalau persentasenya terlalu kecil, berarti
bulan sabitnya terlalu tipis. Mustahil untuk dilihat.
Setiap orang memiliki mata yang sama. Karenanya, ada batas kepekaan mata. Dari ilmu biologi
dan astronomi, bintang teredup yang bisa dilihat mata adalah 6 magnitudo. Namun jika memfokuskan
pandangan pada arah tertentu saja, kepekaan ini bisa meningkat menjadi 8.5 magnitudo. Batas
magnitudo ini setara dengan persentase luas bulan sabit 1%. Seandainya ada orang yang bersaksi
melihat hilal saat perentase luas sabitnya kurang dari 1%, kesaksian ini harus benar-benar diperiksa
dengan teliti.
Selain persentase luas sabit, kita juga bisa menggunakan kriteria lain.
Misalnya, ketinggian bulan dari cakrawala (saat matahari terbenam). Untuk
Indonesia, biasanya 2 derajat. LAPAN merekomendasikan batas yang lebih
lebih teliti dengan mempertimbangkan jarak horizontal (beda azimuth) dari
matahari. Kita juga bisa menggunakan batas usia bulan (dihitung dari
konjungsi).
Jika kriteria ini dipatuhi oleh seluruh peruyat, ahli hisab dan ormas Islam,
insya Allah perbedaan hari raya tidak akan terjadi lagi.
Hilal paling tipis, saat luas bulan
sabit 1% (bisa melihat sabitnya?)
menu
slide sebelumnya
Daftar Pustaka
Abi Abdillahi Muhammad bin Ismail al Bukhary, Kitab Shahih Bukhary juz 1 bab ruyatul hilal
Anshory, Irfan. 2006, Mengenal Kalender Hijriah, Pikiran Rakyat
Departemen Agama RI. 2005, Al Quraan dan Terjemahnya, Penerbit Diponegoro
Djamaludin, Thomas. 2004, Redefinisi Hilal Menuju Titik Temu Kalender Hijriah, Pikiran Rakyat
Djamaludin, Thomas. 2006, Penyatuan Idul Fitri, Pikiran Rakyat
Djamaludin, Thomas. 2006. Handout Seminar Aspek Teoritis dan Observasi Astronomi. Visibilitas Hilal: Tinjauan
Astronomis Data Kesaksian Hilal di Indonesia dan Prospek Kriteria Hisab Rukyat Indonesia, Observatorium Bosscha
Purwanto, 1992. Tugas Akhir: Visibilitas Hilal Sebagai Acuan Penyusunan Kalender Hijriah, Program Studi Astronomi ITB
Raharto, Moedji. 2005, Pengantar Studi Hubungan Kalender dan Fenomena Astronomi: Sistem Bumi, Bulan dan Matahari,
Program Studi Astronomi ITB
Raharto, Moedji. 2006, Ringkasan Materi Kuliah Sistem Kalender, Program Studi Astronomi ITB
Raharto, Moedji. 2006, Handout Kuliah Umum:Penentuan Awal Ramadhan dengan Hilal, Program Studi Astronomi ITB &
Himpunan Mahasiswa Astronomi ITB
Raharto, Moedji. 2006, Handout Seminar Aspek Teoritis dan Observasi Astronomi. Visibilitas Hilal: Siklus Metonik dan
Implikasinya pada Parameter Visibilitas Hilal, Observatorium Bosscha
Naji, A. Dairobi. 2005, Tahun Hijriah: dari kalender ke Mujizat. Situs Pondok Pesantren Sidogiri
Yunus, Mahmud. 1989, Kamus Arab-Indonesia, Penerbit PT Hidakarya Agung
----, 2005, Kumpulan materi Musyawarah Nasional Penyatuan Kalender Hijriah, Direktorat Urusan Agama Islam, Ditjen
Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Departemen Agama RI
----, 2006, Slide Presentasi Sidang Itsbat Awal Ramadhan 1427 H, Departemen Agama RI