Oleh:
Made Ditha Ary Sanjaya
Mahasiswa Fast Track 2015
Dosen Pengampu:
T. Aris Sunantyo
Daftar Isi
Daftar Isi
Daftar Tabel ii
Daftar Gambar
iii
Daftar Diagram
iv
I.
I.2 Peristilahan
iv
I.3 Korelasi antara UU No.4 Tahun 2011 dan Sistem Referensi dan Penentuan Posisi 6
Peristilahan
Dalam UU No.4 Tahun 2011, terdapat peristilahan yang terkait dengan sistem referensi
dan penentuan posisi yang harus dipahami. Berikut adalah beberapa istilah dan definisinya:
a.Spasial adalah aspek keruangan suatu objek atau kejadian yang mencakup lokasi,
letak, dan posisinya.
b.Geospasial atau ruang kebumian adalah aspek keruangan yang menunjukkan lokasi,
letak, dan posisi suatu objek atau kejadian yang berada di bawah, pada, atau di atas
permukaan bumi yang dinyatakan dalam sistem koordinat tertentu.
c.Titik Kontrol Geodesi adalah posisi di muka bumi yang ditandai dengan bentuk
fisik tertentu yang dijadikan sebagai kerangka acuan posisi untuk IG.
d.Jaring Kontrol Horizontal Nasional adalah sebaran titik kontrol geodesi horizontal
yang terhubung satu sama lain dalam satu kerangka referensi.
e.Jaring Kontrol Vertikal Nasional adalah sebaran titik kontrol geodesi verikal yang
terhubung satu sama lain dalam satu kerangka referensi.
f.Jaring Kontrol Gayaberat Nasional adalah sebaran titik kontrol geodesi gayaberat
yang terhubung satu sama lain dalam satu kerangka referensi.
g. Metode pengukuran geodetik tertentu adalah cara pengukuran untuk
memperoleh posisi horizontal dengan ketelitian yang diperlukan, pemanfaatkan
teknologi penentuan posisi geodetik horizontal, baik secara diam (statis) maupun
bergerak (kinematis/dinamis), secara sporadis maupun terus menerus (kontinyu),
dan secara pasif maupun aktif.
h. Sistem referensi koordinat tertentu adalah sistem untuk menggambarkan
koordinat dari titik kontrol geodetik horizontal.
i. Sistem referensi geospasial adalah datum geodesi, sistem referensi koordinat,
dan sistem proyeksi.
I.3
Korelasi antara UU No.4 Tahun 2011 dan Sistem Referensi dan Penentuan Posisi
Sistem referensi geospasial di Indonesia digunakan sebagai acuan dalam kegiatan
survei dan pemetaan maupun penyelenggaraan informasi geospasial. Metode yang digunakan
untuk penentuan posisi sangat beragam diantarana adalah metode triangulasi dengan jarring
utama yang ada di pulau Jawa. Dalam matakuliah ini, sistem referensi berkaitan erat dengan
pembahasan mengenai kerangka acuan, akuisisi data dan metodenya, koordinat, serta
kehandalan data. Pembahasan mengenai metode, koordinat, serta kehandalan data selalu
mengacu pada UU IG.
Data yang diperoleh pada sistem referensi harus memperhatikan aspek nilai,
kehandalan, berkaitan dengan toleransi, tingkat kepercayaan, kepresisian, keakurasian, dan
redundansi. Aspek redundansi diperoleh melalui pengukuran yang dilakukan lebih dari satu
kali pengukuran. Sistem referensi melingkupi tiga buah jaring kontrol yang digunakan di
Indonesia. Jaring kontrol tersebut antara lain Jaring Kontrol Horizontal Nasional (JKHN),
Jaring Kontrol Vertikal Nasional (JKVN), dan jaring Kontrol Gayaberat Nasional (JKGN).
II.
MODEL BUMI
Menurut Vanicek dan Krawiwsky (1986), tiga bidang kajian utama dalam ilmu geodesi
adalah:
a. penentuan posisi,
b. penentuan medan gaya berat, dan
c. variasi temporal dari posisi dan medan gaya berat
Dari klasifikasi kajian tersebut, harus dipahami mengenai model-model bumi yang
digunakan. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai tiga model bumi yang utama antara
lain model bumi fisik, model bumi geoid, dan model bumi ellipsoid.
II.1
bumi yang dapat diamati dan dirasakan dengan indera manusia. Pada model bumi ini, bentuk
bumi sangat tidak beraturan dengan kenampakan-kenampakan di permukaannya. Aktivitasaktivitas pengukuran dapat dilakukan di atas model bumi fisik, akan tetapi hampir tidak dapat
diturunkan model matematisnya yang digunakan untuk keperluan perhitungan secara teoritis.
II.2
Konsep geoid pertama kali digagas oleh C.F. Gauss. Geoid adalah bidang
ekipotensial gaya berat Bumi yang menyinggung muka laut. Namun permukaan
laut tidaklah stabil dan banyak dipengaruhi oleh angin, cuaca, dan lain-lain.
Karena itu digunakanlah muka laut rata-rata (Mean Sea Level, MSL) sebagai
pendekatan dari geoid.
Menurut Heiskanen dan Moritz (1967), geoid adalah Suatu bidang equipotensial
yang berimpit dengan permukaan laut rata-rata atau MSL yang tidak terganggu
(Heiskanen dan Moritz, 1967).
Selanjutnya geoid Merupakan gambaran bumi yang subsurface yang tidak dapat
dilihat secara kasat mata yang diwujudakan melalui fiture ruang dengan syarat sifat dari
bidang equipotensialnya sama, baik geometris maupun gravimetris. Bidang equipotensial dari
geoid ini dalam praktek penentuan tinggi digunakan sebagai bidang referensi.
Penentuan bentuk dan besar geoid pada dasarnya menentukan penyimpangan bentuk
dan penyimpangan jarak geoid terhadap ellipsoid sebagai bumi acuan, dimana ellipsoid harus
ditetapkan terlebih dahulu.
II.2.1 Sistem Tinggi
Tinggi adalah jarak vertikal suatu titik terhadap suatu bidang referensi. Tinggi
yang bereferensi terhadap bidang geoid disebut tinggi orthometrik (h), sedangkan
tinggi yang bereferensi terhadap elipsoid disebut dengan tinggi geometrik (H).
Hubungan antara nilai tinggi orthometrik dengan tinggi geometrik adalah nilai
undulasi yang dinotasikan N. Berikut hubungan antara tinggi orthometrik, tinggi
geometrik, dan nilai undulasi:
N= h H ....................................................................................................
(II.1)
Sistem tinggi pada geoid merupakan sistem tinggi fisis, yaitu sistem tinggi
yang didasarkan pada perbedaaan bilangan geopotensial di geoid, dengan bilangan
potensial titik di permukaan bumi.
Apabila potensial gayaberat geoid adalah W0 sedangkan potensial gayaberat di
titik P adalah Wp maka dapat ditentukan besar nilai bilangan geopotensial (C) dengan
persamaan:
W 0=g . H .....................................................................................(II.2)
C=g . H ..................................................................................................(II.3)
C
g
....................................................................................................
(II.4)
II.3
Sesuai dengan teori Newton, bahwa gaya sentrifugal menyebabkan Bumi mengalamai
pemampatan, jari-jari kutub pada ellipsoid lebih pendek daripada jari-jari ekuatornya.
Pemampatan ini dinyatakan dengan:
6
f=
(ab)
a
....................................................................................................(II.5)
Gambar 2.1. Posisi titik P pada elipsoid WGS 84 dan sistem koordinat kartesi 3 dimensi
Ellipsoid yang mempunyai ukuran dan bentuk tertentu untuk hitungan geodesi dan
sebagai permukaan rujukan dinamakan ellipsoid referensi. Ada banyak sekali ellipsoid
referensi, mulai dari Airy, Bessel, hingga WGS 84. Yang paling umum digunakan adalah
WGS 84 (World Geodetic System 1984). Meski pada pengukuran terestris digunakan geoid
sebagai referensi tinggi, tapi satelit posisi (seperti GNSS, VLBI, SLR) menggunakan ellipsoid
sebagai referensinya.
III.
Berbicara mengenai penentuan posisi, tidak terlepas dari jaring-jaring kontrol salah
satunya adalah jaring kontrol horizontal. Di Indonesia, ketentuan mengenai jaring kontrol
horizontal secara nasional diatur dalam SNI (Standar Nasional Indonesia) Jaring Kontrol
Horizontal.
Standar ini melingkupi peristilahan dan definisi teknis dalam hal pembangunan dan
pengembangan jaring kontrol geodetik horizontal nasional.
II.1 Peristilahan dan definisi
Berikut adalah istilah-istilah terkait JKHN dan definisinya:
a. Jaring kontrol horizontal adalah sekumpulan titik kontrol horizontal yang satu
sama lainnya dikaitkan dengan data ukuran jarak dan atau sudut, dan koordinatnya
ditentukan dengan metode pengukuran/pengamatan tertentu dalam sistem referensi
koordinat horizontal tertentu.
b. Kerangka referensi koordinat adalah realisasi praktis dari sistem referensi
koordinat sehingga sistem tersebut dapat digunakan untuk pendeskripsian secara
kuantitatif posisi dan pergerakan titik-titik, baik di permukaan bumi (kerangka
terestris) maupun di luar bumi (kerengka selestial atau ekstra-terestris).
c. ITRS (International Terrestrial Reference System) adalah sistem referensi
koordinat global CTS yang didefinisikan, direalisasikan dan dipantau oleh IERS
(International Earth Orientation System).
d. ITRF (International Terrestrial Reference Frame) kerangka referensi koordinat
global yang merupakan realisasi dari ITRS.
e. GPS (Global Positioning System) sistem satelit navigasi dan penentuan posisi yang
dimiliki dan dikelola oleh Amerika Serikat yang didesain untuk memberikan posisi
dan kecepatan tiga dimensi serta informasi mengenai waktu, secara kontinu di
seluruh dunia kepada banyak orang secara simultan tanpa bergantung pada waktu
dan cuaca
f. Survei GPS adalah survei penentuan posisi dengan pengamatan satelit GPS, yang
merupakan proses penentuan koordinat dari sejumlah titik terhadap beberapa buah
titik yang telah diketahui koordinatnya dengan menggunakan metode penentuan
posisi diferensial (differential positioning) serta data pengamatan fase (carrier
phase) dari sinyal GPS.
g. Sistem elipsoid adalah sistem koordinat yang mempunyai karakteristik sebagai
berikut : titik nol sistem koordinat adalah pusat elipsoid; sumbu-X berada dalam
bidang meridian nol dan terletak pada bidang ekuator elipsoid; sumbu-Z berimpit
dengan sumbu pendek elipsoid; sumbu-Y tegak lurus sumbu-sumbu X dan Z, dan
membentuk sistem koordinat tangan-kanan.
8
h. Sistem koordinat adalah sistem untuk mendefinisikan koordinat dari suatu titik,
yang sistem koordinat itu sendiri didefinisikan dengan menspesifikasi tiga
parameter berikut, yaitu lokasi titik asal (titik nol) dari sistem koordinat, orientasi
dari sumbu-sumbu koordinat, dan besaran (jarak dan/atau sudut) yang digunakan
untuk mendefiniskan posisi suatu titik dalam sistem koordinat Tersebut
i. Sistem koordinat adalah geosentrik sistem koordinat yang lokasi titik asalnya
berada di (sekitar) pusat bumi
j. Sistem koordinat toposentrik adalah sistem koordinat yang lokasi titik asalnya
berada di permukaan bumi
k. Sistem referensi koordinat adalah sistem (termasuk teori, konsep, deskripsi fisis
dan geometris, serta standar dan parameter) yang digunakan dalam pendefinisian
koordinat.
II.2
c (ppm)
Aplikasi tipikal
3A
0.01
2A
0.1
10
30
50
survei pemetaan
Orde
Jaring kontrol
00
0.01
1000
3A
0.1
500
2A
100
10
10
Kelas
30
50
survei pemetaan
0.1
* jarak tipikal antar titik yang berdampingan dalam jaringan (dalam km)
II.3
Spesifikasi teknis
Dalam SNI JKHN diatur mengenai ketentuan-ketentuan dari pengukuran suatu jaring
Nilai
6378137.0 m
Penggepengan
1/f
298.257223563
Parameter
Sumbu panjang
Konstanta gravitasi
bumi (termasuk massa
atmosfir)
GM
3986004.418 x 108 m3 s2
c.
Orde Jaringan
00
0
1
ITRF
2000
00
0
Ketelitian
Tabel 5. Spesifikasi ketelitian jaringan titik kontrol (SNI JKHN, 2002)
Orde Jaringan
00
0
1
3A
2A
ITRF
2000
00
3
10
d. Konfigurasi jaring
Tabel 6. Spesifikasi konfigurasi jaringan titik kontrol (SNI JKHN, 2002)
e.
Orde Jaringan
00
0
1
1000
500
100
10
0.1
Semu
a
100%
20%
10%
5%
5%
5%
Sistem peralatan
Tabel 7. Spesifikasi sistem peralatan (SNI JKHN, 2002)
Orde Jaringan
00
0
Tipe receiver GPS
Geodetik 2 frekuensi
Pengukur suhu,
temperatur, dan
kelembaban
Ya
3
4 (GPS)
Geodetik 1
frekuensi
Tidak
IV.
Orde 4 (Poligon)
Alat ukur theodolit 1
Alat ukur EDM (Electronic Distance
Measurement)
Berikut beberapa peristilahan yang harus dipahami dalam membahas sistem referensi
dan penentuan posisi:
a. Datum vertikal adalah bidang referensi untuk sistem tinggi orthometrik yaitu
geoid.
b. Geoid adalah bidang ekipotensial gayaberat bumi yang paling mendekati muka
laut rerata
c. Jaring Kontrol Vertikal Nasional adalah serangkaian titik kontrol vertikal yang
satu sama lainnya dikaitkan dengan ukuran beda tinggi.
d. Subjaring Kontrol vertikal adalah jaring kontrol vertikal yang meliputi sebagian
wilayah nasional dengan datum vertikal lokal (independen).
e. Slag adalah jalur pengukuran antara dua titik berdiri rambu ukur dengan sekali
berdiri instrumen
f. Seksi adalah jalur pengukuran antara dua Tanda Tinggi Geodesi (TTG) atau
Bench Mark (BM) yang berurutan
g. Kring adalah jalur pengukuran yang membentuk rangkaian tertutup (berawal dan
berakhir pada titik kontrol vertikal yang sama)
IV.2
Klasifikasi
Jaring kontrol vertikal diklasifikasikan berdasarkan tingkat kepresisian dan
keakurasian hasil survei. Fakta empiris yang diterapkan untuk dasar klasifikasi ialah bahwa
ketelitian pengukuran beda tinggi dengan metode sipatdatar memanjang sebanding dengan
akar jarak pengukuran.
Kelas JKV ditentukan oleh faktor-faktor desain jaringan, pelaksanaan pengukuran,
peralatan yang digunakan, teknik reduksi dan hasil hitung perataan terkendala minimal
(minimally constraint). Penempatan kelas JKV pada akhirnya didasarkan pada hasil hitung
perataan jaring terkendala minimal. Kriteria untuk penempatan kelas adalah besarnya
kesalahan maksimal
r=c d
............................................................................................................(IV.1)
12
Kelas
LAA
LA
LB
LC
LD
C (untuk 1)
2
4
8
12
18
Orde tertinggi
L0
L1
L2
L3
L4
C (untuk 1)
2
4
8
12
18
Dalam kondisi tidak memungkinkan penetapan datum vertikal dengan metode ideal,
maka penetapan datum vertikal dapat ditempuh melalui pendekatan dengan teknik tertentu
sedemikian rupa sehingga diperoleh tinggi titik datum sedekat mungkin dengan tinggi
terhadap geoid. Datum vertikal pendekatan dapat ditetapkan dengan cara-cara prioritas
sebagai berikut.
a. penetapan datum vertikal dengan data pasut minimal 1 tahun;
b. penggunaan peil pelabuhan laut atau sungai yang memiliki informasi tentang tinggi
c. terhadap MLR;
d. kombinasi GPS dengan model geoid global;
e. interpolasi tinggi pada peta topografi;
f. penentuan tinggi barometrik.
IV.4
Ketelitian jaringan
Ketelitian hasil pengukuran tinggi JKV dapat dilihat dari kesalahan penutup hasil
ukuran pergi-pulang dalam seksi, satu jalur pengukuran, dan kring, deviasi standar hasil
perataan jaring terkendala minimal, dan deviasi standar hasil perataan jaring terkendala
penuh.
Penjenjangan kelas pengukuran berdasarkan pada batas maksimum kesalahan penutup
pergi-pulang, sebagai berikut.
V.
Toleransi per-seksi
(mm/km)
2d
4d
8d
12d
18d
Toleransi per-jalur
(mm/km)
2D
4D
8D
12D
18D
Toleransi per-kring
3D
5D
8D
12D
18D
b. JKG berskala lokal adalah sebaran titik-titik gayaberat hasil perapatan dari JKG
regional dengan satu atau lebih titik pangkal.
c. JKG berskala nasional adalah sebaran titik-titik pangkal gayaberat secara teratur
yang mencakup wilayah nasional.
d. JKG berskala regional adalah sebaran titik-titik gayaberat hasil perapatan dari
JKG nasional.
e. Gayaberat pengamatan adalah nilai gayaberat hasil pengukuran di lapangan
setelah melalui konversi ke miligal (mgal) dan telah dikoreksi dari pengaruh
pasang surut dan/atau apungan.
f. Apungan (drift) adalah kesalahan yang disebabkan alat atau pegas tidak kembali
pada kedudukan semula
V.2
Sistem referensi
Sistem referensi yang digunakan untuk JKGN adalah IGSN71 (International Gravity
Standardization Network 1971) yang ditentukan oleh International Union on Geodesy and
Geophysics (IUGG).
V.3
keakurasian hasil survei. Klasifikasi kelas JKG diantaranya kelas A0, A, B, dan C. Sedangkan
klasifikasi ordenya adalah orde 0, 1, 2, dan 3.
Tabel 5.1 Klasifikasi lingkup sebaran JKG berdasarkan kelas (SNI JKGN, 2005)
Kelas
Gravimeter
Multivoltmete
r
Kaca
Alat
Bacaan
pembesar
Jam
GPS
Altimeter
Termometer
Demper
Jumlah bacaan
Interval
bacaan
Pengukuran
A0
Tidak perlu
A
>3
B
2
C
2
Tidak perlu
>3
Tidak perlu
>3
Tidak perlu
Tidak perlu
Tidak perlu
Tidak perlu
Tidak perlu
Tidak perlu
2
1
2
2
>3
5 kali
2
1
1
1
2
4 kali
1
1
1
1
2
3 kali
Tidak perlu
< 3
<4
<4
Tidak perlu
Alat harus
Alat harus
Alat boleh
dipayungi
dipayungi
tidak
15
dipayungi
(tergantung
cuaca)
Tabel 5.2. Klasifikasi lingkup sebaran JKG berdasarkan orde (SNI JKGN, 2005)
Orde
0
1
2
3
V.4
Penjelasan
IGSN 71
JKG berskala nasional
JKG berskala regional
JKG berskala lokal
Perhitungan
Perhitungan JKG menggunakan metode kuadrat terkecil. Untuk memperoleh
ketepatan pengukuran gayaberat ditentukan berdasarkan nilai standar deviasi aposteriori yang
ditentukan sebagai berikut.
0 =
VT PV
nu
................................................................................................(V.1)
VI.
TRANSFORMASI DATUM
Datum adalah sekumpulan parameter yang mendefinisikan suatu sistem koordinat
dan menyatakan posisinya terhadap permukaan bumi. Datum horizontal digunakan sebagai
referensi koordinat peta. Datum ini juga dikenal dengan datum geodesi, yang merupakan
model matematika bumi untuk referensi perhitungan koordinat. Salah satu datum yang telah
16
di adopsi secara internasional dan diterima sebagai datum paling popular adalah World
Geodetic System 1984 atau WGS 84. (Permatahati dkk, 2012).
World Geodetic System 1984 (WGS84) merupakan sistem (datum) geodetik global
yang didefinisikan dengan origin geosentrik, orientasi sumbu-sumbu koordinat kartesian
mengikuti definisi BIH-1984,0 (Fahrurrazi, 2011). Kemudian yang dimaksud dengan
transformasi datum geodetik ialah transformasi koordinat titik yang mengacu pada satu
datum geodetik tertentu ke datum geodetik yang lain. Berikut merupakan rumus perhitungan
transformasi datum.
VI.1
.......................................................................................(VI.2)
Z =( R + H ) sin ...............................................................................................(VI.3)
=sin
H=
( R +Z H )=tan ( X Z+ Y )
1
( sinZ )R
=tan 1
( YX )
.................................................................(VI.4)
................................................................................................(VI.5)
....................................................................................................(VI.6)
17
= bujur geografik
VI.1
.....................................................................................(VI.7)
{(
1
( 1e2 )
)(
ZA
X 2A +Y 2A
)}
..................................................................(VI.10)
b. Na
a
Na=
( 1e2 sin2 A ) 2
......................................................................................(VI.11)
c. Lintang
A =tan1
Z A +e 2 N A sin A
2
A
+Y 2A
........................................................................(VI.12)
d. Bujur
A =tan1
( YX )
...............................................................................................(VI.13)
e. Tinggi
X 2+Y 2
hA=
N
cos A
..........................................................................................(VI.14)
VII.
LAYANAN SRGI
SRGI (Sistem Referensi Geospasial Indonesia) merupakan sistem referensi yang
menggunakan 4 buah sistem salib sumbu. Empat buah sistem salib sumbu tersebut terdiri dari
spasial (X,Y, Z) dan waktu. Di dalam situs SRGI yang dikelola oleh BIG dijelaskan
19
pengertian mengenai Sistem Referensi Geospasial yaitu suatu sistem koordinat nasional yang
konsisten dan kompatibel dengan sistem koordinat global, yang secara spesifik menentukan
lintang, bujur, tinggi, skala, gayaberat, dan orientasinya mencakup seluruh wilayah NKRI,
termasuk bagaimana nilai-nilai koordinat tersebut berubah terhadap waktu. Dalam
realisasinya sistem referensi geospasial ini dinyatakan dalam bentuk Jaring Kontrol Geodesi
Nasional dimana setiap titik kontrol geodesi akan memiliki nilai koordinat yang teliti baik
nilai koordinat horisontal, vertikal maupun gayaberat.
SRGI 2013 akan mendefinisikan beberapa hal, yaitu:
a. Sistem Referensi Koordinat, yang mendefinisikan titik pusat sumbu koordinat,
skala dan orientasinya.
b. Kerangka Referensi Koordinat, sebagai realisasi dari sistem referensi koordinat
c.
d.
e.
f.
g.
h.
.
VII.1 SRG Horizontal
a. Sistem Referensi Koordinat
Sistem Referensi Koordinat digunakan untuk mendefinisikan titik pusat
sumbu koordinat, skala dan orientasinya. System referensi koordinat yang
dimaksud merupakan system koordinat geosentrik 3 dimensi dengan
ketentuan:
1) Titik pusat system koordinat berimpit dengan pusat massa bumi
sebagaimanadigunakan dalam ITRS.
2) Satuan dari sistem koordinat berdasarkan Sistem Satuan Internasional
(SI).
3) Orientasi sistem koordinat bersifat equatorial, dimana sumbu Z searah
dengan sumbu rotasi bumi, sumbu X adalah perpotongan bidang
equator
20
3)
21
menunjukan tingkat akurasi model geoid di Sulawesi sebesar 0.21 meter, sedangkan di
Kalimantan sebesar 0.36 meter.
Ada beberapa hal yang perlu dikritisi berkaitan dengan tampilan layanan SRGI yang
dikelola oleh Badan Informasi Geospasial (BIG). Terdapat beberapa base map yang dapat
ditampilkan oleh situs layanan SRGI tersebut, seperti misalnya base map berbasis vektor dan
base map berbasis data raster (citra).
referensi yang terkandung pada JKHN (Jaring Kontrol Horizontal Nasional), situs layanan
SRGI tersebut tidak menjelaskan mengenai datum yang digunakan (datum global atau datum
lokal). Kemudian nilai lintang dan bujur tidak dijelaskan nilai itu berdasarkan datum global
atau lokal, sehingga tidak diketahui apakah berhimpit atau tidak berhimpit dengan pusat masa
bumi (PMB). Karena jika berhimpit dengan PMB tentu menggunakan datum global. Jika
datum global maka dapat digunakan sebagai referensi untuk negara di sekitar Indonesia.
Hubungannya dengan JKVN yang ada pada web tersebut, tidak bisa digunakan untuk
menghitung JKVN, karena masih menggunakan tinggi geopotensial global. Seharusnya geoid
menggunakan gravimetri (menggunakan frekuensi gelombang tinggi). Ketika berbicara
tentang geoid maka yg akan tertuang adalah geoid global yang menggunakan gelombang
panjang. Tetapi jika dikaitkan dengan JKVN kurang pas, karena tidak ada pengukuran
gravimetri yang berdasarkan pengukuran gaya berat, baik terestris maupun ekstraterestrial.
Seharusnya menggunakan frekuensi tinggi sehingga nilai tinggi orthometris dapat diketahui.
Sedangkan dalam layanan situs ini masih pseudo karena hanya menggunakan frekuensi
gelombang panjang. Data yang diperleh dari situs tersebut tidak bisa dilakukan koreksi nilai
tinggi karena nilainya berasal dari nilai frekuensi panjang gelombang, sehingga dari data
tersebut tidak dapat dibangun JKVN. Dalam situs layanan SRGI tersebut ditampilkan lintang
dan bujur, tetapi koordinat lintang dan bujur tersebut tidak jelas darimana mendapatkannya
(dari hasil digitasi peta RBI atau yang lainnya). Jika menggunakan peta RBI yang didigitasi
seharusnya disertakan parameter transformasinya. Penentuan koordinat lintang dan bujur
yang paling teliti saat ini adalah dengan menggunakan teknologi ekstraterestrial dengan
GNSS.
Terkait dengan JKGN, dalam JKGN gaya berat dihitung dengan menggunakan
gravimetri, Namun pada situs layanan SRGI tersebut, pendefinisian sistem tinggi
geopotensial global (menggunakan frekuensi gelombang panjang) telihat pada tulisan
EGM2008, hubungannya dengan RUTR (Rencana Undang-Undang Tata Ruang), informasi
yang terdapat dalam situs layanan SRGI tersebut tidak dapat dijadikan acuan.
Secara visual, tampilan situs layanan SRGI tersebut masih perlu banyak perbaikan.
Jika situs layanan SRGI tersebut masih under construction seharusnya terdapat catatan yang
menyatakan bahwa situs tersebut masih under construction, dan seharusnya situs layanan
tersebut hanya boleh dilihat saja, sedangkan informasi di dalamnya tidak boleh digunakan
untuk dijadikan acuan. Selain itu, pada tampilan situs yang menampilkan base map berbasis
raster, citra yang digunakan tidak dijelaskan menggunakan citra jenis apa (tidak disebutkan
mengenai spesifikasi dan resolusi dari citra tersebut).
VIII. TEKNOLOGI POSITIONING
I.1 Teknologi positioning data vektor
23
4
D
3
T
E
a
e
k
D
t
r
s
a
o
=
r
t
e
r
iv
2
s
a
e
g
D
t
ik
r
t
t
n
i+
e
o
a
r
r
l1
e
D
s
t
r
i
a
l
Diagram 8.1 Teknologi positioning data vektor
Data vektor berupa 3 Dimensi original merupakan data 3 dimensi yang semua datanya
muncul benar-benar dalam bentuk 3 dimensi. Instrumen pengukuran bisa menggunakan Total
Station dan Robotik Total Station dengan Sistem Koordinat Toposentrik.
Untuk Sistem Koordinat Geosentrik bisa digunakan jika menggunakan pengukuran
ekstraterestrial, yaitu dengan menggunakan receiver GNSS. Pengukuran ekstraterestrial
menggunakan metode absolut dan relatif.
DD P
fe
f t Pn
P gm
ku k
k
o k( u
aa
e
o
r
or
ba
n
a
b
ra a ne t
dc a
iu
a s o s e re
b
o I s nG i n p S t
o a e s
ni t
di
oo n
r i e n n
e
gs
i
sr
bP i
Pi t
)
r
i t
t
u
P
d
n
fi
a
t
r
t
i
k
s
o
u
t
24
SK
F
it e
una e
et kn
umi
ak e
nt
i s
k (
R
a
de
PF
r e
n
g
u
k
s
i
k
S
M
a i
n
R
P
N
T
I
l
a i
o
i
f
pesawatnya, distorsi akan semakin besar dan akan sulit untuk dibuat model 3D.
Moving kamera
kamera akan bergerak sesuai dengan pergerakan pesawat. Kestabilan kamera
akan sulit didapatkan jika terbang rendah (ingin mendapat fokus besar) karena
akan terjadi goncangan. Harus ada perhitungan omega, phi, dan kappa.
b. Processing
Khusus untuk foto udara, pada jaman dahulu prosesing data dilakukan menggunakan
filmnamun saat ini prosesing data dilakukan secara digital. Tetapi prinsip dari kedua
caratersebut sebenarnya sama.
Persoalan:
25
tinggi terbangnya rendah maka akan semakin rentan dengan pusaran angin.
Maka perlu menggunakan alat receiver dalam positioning baik dengan receiver
sulit dilakukan
c. Analisis
Bisa dilakukan dengan perhitungan RMS berdasarkan nilai pixel (raster).
d. Visualisasi data : Peta Foto
Referensi
Triarahmadhana, B. (2013). Evaluasi Model Geopotensial Global GOCE terhadap Ketelitian Geoid Lokal.
Yogyakarta: Skripsi. Teknik Geodesi Universitas Gadjah Mada.
Vanicek, P., Krakiwsky, E.J. (2015). Geodesy: The Concepts. Elsevier.
http://srgi.big.go.id/ diakses pada 29 Maret 2016 pukul 21.00 WIB
27