Anda di halaman 1dari 33

MODUL PELATIHAN

GEOREFERENCING DAN TRANSFORMASI


KOORDINAT

BALAI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN GEOSPASIAL


BADAN INFORMASI GEOSPASIAL
2020
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .....................................................................................................i

KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii

DAFTAR ISI............................................................................................................................iii

DAFTAR GAMBAR................................................................................................................v

DAFTAR TABEL....................................................................................................................vi

BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................................1

1.1. Latar Belakang..........................................................................................................1

1.2. Deskripsi Singkat......................................................................................................1

1.3. Tujuan pembelajaran................................................................................................2

BAB 2 PENGERTIAN TRANSFORMASI KOORDINAT DAN KOREKSI


GEOMETRIK................................................................................................................3

2.1. Pengertian transformasi koordinat.........................................................................3

2.2. Pengertian koreksi geometrik.................................................................................4

2.3. Mengapa perlu koreksi geometrik?........................................................................7

2.4. Pentingnya sistem koordinat...................................................................................7

2.5. Istilah penting georeferencing.................................................................................9

BAB 3 TRANSFORMASI KOORDINAT LAYER PETA.................................................11

3.1. Sistem koordinat peta di Indonesia......................................................................11

3.2. ArcMap.....................................................................................................................12

3.3. Transformasi koordinat dari UTM ke TM3..........................................................21

BAB 4 PENUTUP..................................................................................................................25

4.1. Rangkuman..............................................................................................................25

4.2. Tindak lanjut............................................................................................................26

ii
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................27

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Koordinat kartesian 2D dan transformasi tanpa translasi..........................5

Gambar 2. Sistem penginderaan jauh satelit..............................................................5

Gambar 3. Contoh citra komposit true color 432 landsat5 122065 Juli 2008..............7

Gambar 4. Jenis distorsi yang terjadi pada citra hasil perekaman..............................7

Gambar 5. Sistem referensi koordinat bumi geosentrik............................................10

Gambar 6. Pembagian zona UTM seluruh dunia......................................................10

Gambar 7. Jenis transformasi dua dimensi...............................................................15

Gambar 8. Transformasi koordinat 2d dengan rotasi, skew, translasi dan perubahan


skala.................................................................................................... 16

Gambar 9. Contoh penentuan/pemilihan sebaran GCP untuk georeferencing.........17

Gambar 10. Proses resampling pada fungsi georeferencing....................................18

Gambar 11. Ilustrasi penyelesaian transformasi Affine (polinomial orde-1)..............21

Gambar 12. Proyeksi Tranverse Mercator dengan pembagian Zone UTM untuk
Indonesia.............................................................................................40

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Ketelitian peta RBI sesuai skala dan kelas.................................................20

v
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu materi penting bagi pemula sistem informasi geografis adalah
tentang georeferencing dan transformasi koordinat. Georeferencing merpakan suatu
konsep tentang bagaimana membuat sebuah citra yang menggambarkan ruang
menjadi sebuah data geospasial. Suatu data geospasial berarti mempunyai
koordinat yang jelas di permukaan bumi dimana koordinat ini dapat saling kenal
dengan koordinat lainnya dan dapat dipetukarkan di dalam perangkat lunak sistem
informasi geografis. Georeferencing merupakan awal dari pekerjaan sistem informasi
geografis karena sebuah data geospasial yang dibentuk kemudian diikuti dengan
tahapan lanjutan bagaimana menjadikan sebuah informasi geospsial tertentu. Jadi
langkah awal sistem informasi geografis sebelum pengolahan berikutnya adalah
georeferencing untuk membangun data geospasial. Sebuah citra/layer peta sebagai
sebuah data geospasial dalam sistem informasi geografis harus mempunyai sistem
koordinat tertentu.

Hasil georeferencing adalah data geospasial layer/citra raster baru yang sudah
siap untuk dijitasi unsur tematiknya atau ditumpangtindihkan dengan data geospasial
lainnya dengan tujuan tertentu. Beberapa data geospasial yang daerahnya sama
dapat ditumpangtindihkan satu sama lainnya bila mempunyai referensi geospasial
yang sama. Kalau tidak sama referensi geospasialnya, maka perlu dilakukan
transformasi koordinat peta/layer ke dalam satu sistem yang sama. Proses
georeferencing pada dasarnya adalah proses transformasi koordinat, dimana
koordinat layar/file dibawa ke koordinat bumi baik koordinat geogeografis ataupun
bidang proyeksi. Transformasi koordinat pada georeferencing memerlukan titik
sekutu antara di citra dengan koordinat bumi. Sedangkan transformasi koordinat
peta/layer akan mengkonversi seluruh area citra/layer peta asal beserta koordinat
asal menjadi citra/layer peta baru dengan koordinat baru.

1.2. Deskripsi Singkat


Modul georeferencing dan transformasi koordinat merupakan materi utama
yang terdiri atas teori dan praktek meliputi tiga bab pokok yaitu 1. Pengertian
georeferencing dan transformasi koordinat, 2. Koreksi geometrik/ georeferencing, 3.
Transformasi koordinat layer peta. Bab pertama membahas mengenai konsep dasar
dan pemahaman mengenai georeferencing dan transformasi koordinat. Bab kedua
membahas pelaksanaan georeferencing menggunakan perangkat lunak sistem
informasi geografis. Sedangkan bab ketiga membahas pelaksanaan transformasi
koordinat raster hasil georeferencing dan juga transformasi koordinat layer peta
format vektor.

1.3. Tujuan pembelajaran

1.3.1. Kompetensi Dasar

Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta pelatihan mampu melaksanakan


proses georeferencing/koreksi geometrik pada citra RBI scan menggunakan
perangkat lunak sistem informasi geografis ArcMap/ArcGIS Desktop.
Selanjutnya, peserta juga mampu melakukan proses transformasi koordinat
layer peta, baik layer model data raster maupun model data vektor.

1.3.2. Indikator keberhasilan

1. Menjelaskan pengertian georeferencing dan transformasi


koordinat;
2. Melakukan proses georeferencing citra/peta RBI scan
menggunakan titik sekutu pojok peta pada perangkat lunak sistem informasi
geografsi ArcMap/ArcGIS Desktop;
3. Melakukan pengecekan terhadap hasil georeferencing;
4. Melakukan proses transformasi koordinat baik untuk model citra
raser maupun citra vektor dari geografis ke bidang proyeksi UTM maupun
TM3.
BAB 2
PENGERTIAN TRANSFORMASI KOORDINAT
DAN KOREKSI GEOMETRIK

Indikator Keberhasilan
Setelah mempelajari bab ini, peserta diharapkan memahami:
1. Pengertian transformasi koordinat;
2. Pengertian koreksi geometrik;
3. Mengapa perlu koreksi geometrik;
4. Pentingnya sistem koordinat;
5. Istilah penting georeferencing.

2.1. Pengertian transformasi koordinat

Sistem koordinat merupakan suatu sistem referensi yang terdiri dari


sekumpulan titik, garis atau bidang permukaan serta sejumlah aturan untuk
menentukan kedudukan titik baik dalam dua atau tiga dimensi. Transfromasi
koordinat adalah konversi koordinat peta atau citra dari satu sistem ke sistem lainnya
melalui hitungan matematis. Setiap peta atau citra satelit yang akan di koreksi
geometrik sudahnya pasti memerlukan sistem koordinat. Sistem yang harus jelas
pendefinisiannya adalah sistem koordinat asal (atau sebelumnya) dan sistem
koordinat baru. Dalam koreksi geometrik juga terjadi transformasi dari sistem
koordinat lama (asal) ke sistem koordinat baru. Proses koreksi geometrik
sebenarnya adalah proses transformasi koordinat dengan menerapkan persamaan
matematis. Manfaat transformasi koordinat adalah 1. menyatukan atau
menyeragamkan dua atau lebih sistem koordinat yang berbeda, 2. Memberikan
koreksi terhadap gambar/citra dijital untuk dapat dimanfaatkan sebagai peta.
Gambar 1. Koordinat kartesian 2D dan transformasi tanpa translasi

Gambar di atas menunjukkan sistem koordinat kartesian dua dimensi (2D) dan
proses transformasi-nya (di gambar kanan). Dua sistem koordinat di atas adalah
berbeda arah, tetapi origin nya sama sehingga tidak ada proses pergeseran dan
tidak ada perbedaan skala. Gambar 1 kanan menggambarkan transformasi koordinat
sederhana. Pelajaran lebih lengkap mengenai trasformasi koordinat silakan lihat
buku acuan.

2.2. Pengertian koreksi geometrik

Gambar 2. Sistem penginderaan jauh satelit


Berbicara mengenai koreksi geometrik biasanya terkait dengan penginderaan
jauh. Pengindraan jauh (inderaja) merupakan pengukuran atau perolehan informasi
dari beberapa sifat objek atau fenomena, dengan menggunakan alat perekam yang
secara fisik tidak terjadi kontak langsung dengan objek atau fenomena yang dikaji.
Objek yang dikaji tentu saja adalah permukaan bumi melalui gambar/citra di layar
komputer atau cetakan di kertas. Alat perekam adalah kamera atau sensor dari
angkasa atau luar angkasa. Hasil rekaman adalah citra berupa gambar dijital
softcopy maupun citra dalam cetakan atau hardcopy. Kualitas citra hasil perekaman
inderaja perlu direkontruksi ke gambar semestinya atau dikoreksi supaya bangun
geometrisnya sesuai dengan ukuran nyata di permukaan bumi (gambar 2). Ada
banyak istilah untuk membetulkan kesalahan bangun geometri, salah satunya adalah
koreksi geometrik.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, koreksi adalah pembetulan


kesalahan. Sedangkan geometrik adalah cabang matematika yang menerangkan
sifat-sifat garis, sudut, bidang, dan ruang. Koreksi geometri secara sederhana dapat
diartikan pembetulan kesalahan terhadap bangun geometri yang meliputi garis,
sudut, bidang dan ruang. Dalam pemetaan atau dalam informasi geospasial yang
lebih luas, dibahas semua aspek geometri sebagaimana disebut di atas. Misalnya
dalam penginderaan jauh, koreksi geometrik adalah koreksi terhadap kesalahan data
penginderaan jauh seperti disebabkan ketidakstabilan wahana karena ketinggian
tidak konstan atau karena penyimpangan bidang focus utama dari sensor (ESRI GIS
Dictionary). Citra kemudian direferensikan terhadap titik kontrol tanah yang akurat
dari peta dasar dan selanjutnya diinterpolasikan ke dalam piksel baru melalui proses
resampling, sehingga lokasi pasti dan nilai piksel yang sesuai dapat dihitung. Pada
koreksi geometrik terjadi transformasi koordinat dari koordinat citra ke koordinat
bumi.
Gambar 3. Contoh citra komposit true color 432 landsat5 122065 Juli 2008

Citra satelit sebagaimana gambar 3 ini perlu dilakukan koreksi geometris,


sehingga dapat digunakan sebagai peta atau untuk kajian kebumian lainnya. Koreksi
geometrik untuk citra Landsat ini dapat menggunakan titik kontrol dari peta RBI.
Koreksi geometrik dalam modul ini hanya membahas georeferencing pada peta RBI
scan saja. Pembaca yang ingin mendalami koreksi geometrik citra satelit
dipersilakan mengikuti pelatihan lain atau mendalami sendiri buku acuan.

Gambar 4. Jenis distorsi yang terjadi pada citra hasil perekaman


2.3. Mengapa perlu koreksi geometrik?

Beberapa alasan mengapa rekaman citra perlu dikoreksi, antara lain:

1. Karena distorsi geometrik, citra harus dibetulkan sebelum digunakan untuk


analisis kebumian secara ilmiah;
2. Karena keperluan kombinasi beberapa citra, maka harus dalam citra dataset
tunggal. Karena kalau berbeda sistem koordinat, maka tidak akan dapat
digabungkan;
3. Untuk membandingkan dua citra atau lebih guna mendeteksi perubahan;
4. Untuk membuat peta citra komposit;
5. Untuk melakukan pengukuran (dimensi);
6. Untuk membuat citra mosaik.

2.4. Pentingnya sistem koordinat

Sistem koordinat memegang peranan penting dalam koreksi geometrik atau


georeferencing. Karena tanpa sistem koordinat kita tidak akan mendapat ukuran di
muka bumi secara pasti dan tepat. Dengan sistem koordinat yang tepat, maka
ukuran (dimensi) pasti dapat dihitung antara lain posisi koordinat, jarak, panjang,
arah, keliling maupun luas wilayah. Dengan sistem koordinat citra juga akan
bermanfaat karena akan digunakan untuk kajian tertentu di permukaan bumi yang
mengacu pada lokasi yang pasti. Dengan sistem koordinat juga kita dapat menuju
atau mencari suatu lokasi dengan bantuan alat navigasi atau peta.

Dalam peta dasar (yaitu peta rupabumi-RBI) umumnya ada dua sistem
koordinat yang tertera di dalamnya.

1. Yang pertama adalah sistem koordinat geografis yaitu dalam koordinat yang
merepresentasikan permukaan lengkung bumi (sferoid bumi). Ada banyak
sferoid yang dikenal, namun yang dijadikan acuan dalam RBI adalah sistem
referensi geosentrik yaitu World Geodetic System 1984 atau dikenal sebagai
Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN 1995). Selanjutnya DGN 1995 ini
disempurnakan dengan manganggap bahwa datum dalam sistem referensi
yang ditetapkan bersifat dinamis yaitu Sistem Referensi Geospasial Indonesia
2013 (SRGI-2013). Dalam peta RBI, satuan atau ukuran dinyatakan dalam
derajat desimal atau derajat menit detik. Indonesia membentang dari barat ke
timur yaitu 950 bujur timur sampai dengan 1410 bujur timur. Dari utara ke
selatan yaitu terletak antara 60 lintang utara sampai 110 lintang selatan.
2. Yang kedua adalah sistem koordinat terprojeksikan, yaitu permukaan bumi
direpresentasikan kepada dinding silinder kemudian silinder didatarkan
menjadi lembaran peta datar. Sferoid yang diterapkan projeksi ini adalah DGN
1995. Kedudukan silinder adalah melintang, sehingga disebut juga
Transversal Mercator. Sementara pembagian grid koordinat dinyatakan dalam
Universal Transversal Mercator (UTM). Untuk mempermudah maka dibagilah
ke dalam zone, dimana setia zone lebarnya 6 derajat. Seluruh dunia ada 60
zone UTM. Indonesia terletak pada zone UTM 46 sampai dengan 54. Satuan
dari sistem UTM adalah dalam meter baik ke arah X (Easting) maupun ke
arah Y (Northing). Dalam peta RBI cetak arah Easting disebut juga mT (yaitu
meter Timur), sementara arah Northing disebut sebagai mT (meter Utara).

Gambar 5. Sistem referensi koordinat bumi geosentrik

Keterangan:

XA, YA, ZA adalah koordinat kartesian tiga dimensi dari titik A


Gambar 6. Pembagian zona UTM seluruh dunia

2.5. Istilah penting georeferencing

Ada banyak istilah yang serupa dalam informasi geospasial. Masing-masing


istilah bisa jadi tidak sama dan bisa juga pengertiannya berbeda satu sama lain.
Istilah-istilah yang serupa dengan koreksi geometrik ada yang berasal dari pustaka
penginderaan jauh, sistem informasi geografis atau bahkan dari perusahaan
pengembang perangkat lunak informasi geospasial. Berikut beberapa istilah
tersebut:

1. Koreksi geometrik: adalah proses transformasi sebuah citra yang tidak


terkoreksi, citra mentah dalam sistem koordinat sembarang ke sistem
koordinat terprojeksikan atau geografis dimana piksel-piksel dari citra
dibetulkan posisinya dan diselaraskan koordinat bumi nyata.
2. Rektifikasi adalah proses transformasi data dari satu sistem grid ke sistem
grid lainnya menggunakan persamaan polinomial orde ke n. Karena piksel
dari sistem grid baru tidak sebangun dengan piksel citra aslinya, maka perlu
dilakukan proses resampling. Resampling adalah proses ekstrapolasi nilai
data piksel dari citra baru terhadap citra asal sebelumnya.
3. Georeferencing mengacu kepada proses penetapan koordinat peta pada data
citra. Pada penginderaan jauh boleh jadi sebuah citra sudah diprojeksikan ke
bidang yang diinginkan melalui proses resampling, tetapi mungkin belum
mengacu ke sistem koordinat bumi yang tepat yang diinginkan.
4. Ortorektifikasi merupakan proses menjadikan sebuah citra seperti geometrik
aslinya dan dihitung dengan sangat akurat dengan sistem koordinat yang
diketahui, sehingga distorsi karena variasi topografik terkoreksi. Citra hasil
ortorektifikasi mempunyai skala yang seragam diseluruh bidang gambar.
Ortorektifikasi memerlukan input titik kontrol dan data ketinggian dari model
permukaan dijital (Digital Elevation Model-DEM) untuk membuat citra menjadi
benar-benar tegak.
5. Istilah penting seperti Titik kontrol tanah (Ground Control Point-GCP),
kesalahan georeferencing Root Mean Square Error-RMS Error), resampling
dan lainnya akan dibahas pada bab selanjutnya.

Georeferencing yang juga dikenal sebagai geocoding, rektifikasi dan orto-


rektifikasi, georektikasi, registrasi, co-registrasi, image transformation atau geometrik
transfromasi dalam kontek yang berbeda dan tergantung pada perangkat lunak yang
digunakan. Yang jelas bahwa pertama: proses koreksi geometrik menggunakan
persamaan matematika untuk mengakomodir beberapa hal dalam transformasi
koordinat yaitu faktor pergeseran, perubahan skala dan perputaran atau rotasi dalam
sistem koordinat. Yang kedua adalah bahwa penyelesaian matematis persamaan
koreksi geometrik ini adalah dengan hitungan perataan (kwadrat terkecil) sesuai
dengan model matematiknya. Jadi untuk penyelesaian persamaan model
matematiknya, maka harus ada titik sekutu dari kedua sistem koordinat dan punya
hasil ukuran lebih dari minimal jumlah titik koordinat titik kontrol tanah yang
diperlukan.
BAB 3
TRANSFORMASI KOORDINAT LAYER PETA

Indikator Keberhasilan

Setelah mempelajari bab ini peserta diharapkan memahami:


1. Sistem koordinat yang berlaku di negara kita;
2. Transformasi koordinat layer peta dari geografis ke UTM;
3. Transformasi koordinat layer peta dari UTM ke TM3.

3.1. Sistem koordinat peta di Indonesia

Sebagaimana kita ketahui bahwa peta-peta atau informasi geospasial yang


diterbitkan oleh Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal)
adalah sistem referensi Datum Indonesia 1974. Era sembilan sembilanpuluhan
diperbaharui dengan kerangka sistem referensi World Geodetic System 1984 yang
dikenal sebagai Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN 1995). Badan Informasi
Geospasial sebagai kelanjutan dari Bakosurtanal memperbaharui sistem tersebut
menjadi Sistem Referensi Geospasial Indonesia 2013 (SRGI 2013) dengan
menganggap permukaan bumi adalah dinamis. Sementara untuk keperluan praktis di
peta, maka ditetapkan sistem proyeksi Transversal Mercator dengan sistem
koordinat Universal Transverse Mercator(UTM). UTM menggunakan lebar zone 60.

Untuk keperluan peta-peta pertanahan Badan Pertanahan Nasional


menetapkan sistem proyeksi Transversal Mercator dengan lebar zone 30 (dikenal
sebagai Proyeksi TM-30). Proyeksi TM3 ini diperlukan untuk menyajikan peta skala
besar guna mengurangi distorsi di bidang datar yaitu peta dasar pertanahan. Sistem
referensi geospasialnya juga menggunakan datum World Geodetic System 1984
(DGN 1995) dan juga SRGI 2013. Kedua sistem koordinat UTM dan TM3 masing-
masing dapat ditransformasikan satu sama lainnya. Perangkat lunak ArcGIS
Desktop mampu melakukan transformasi tersebut.
3.2. ArcMap

Kedua sistem koordinat baik geografis maupun UTM terdapat dalam peta RBI
cetak. Semua unsur rupabumi disajikan dalam satu lembar peta cetak dengan
pembeda adalah symbol unsur-unsurnya. Sementara peta dijital dalam Sistem
Informasi Geografis unsur-unsur rupabumi dipilah sesuai dengan tema. Masing-
masing layer/tema disimpan tersendiri termasuk sistem koordinatnya. Setiap layer
tersimpan dalam satu file terpisah, sehingga transformasi dilakukan setiap layer.
Transformasi koordinat layer dilakukan dari koordinat asal ke koordinat baru yang
keduanya definitive. Jadi transformasinya dilakukan sekaligus beserta resamplingnya
tanpa memerlukan titik kontrol.

Proses transformasi koordinat dari geografis ke UTM Indonesia diIlustrasi oleh


gambar 4.1. Prosesnya lebih rumit dibanding transformasi koordinat yang dibahas
didepan dan mempunyai formula matematis yang berbeda.

Gambar 7. Proyeksi Tranverse Mercator dengan pembagian Zone UTM


untuk Indonesia

Semua sistem koordinat sudah terdaftar dan mempunyai kode tersendiri


(Wellknown Identity-WKID) sebagai Identifier dengan angka yang ditetapkan oleh
European Petroleum Survey Group (EPSG). Di perangkat lunak ArcGIS semua
WKID dari EPSG diterima dan dapat dilacak sebagai sebuah ID sistem koordinat.
Berikut sebagian Identifier EPSG untuk Indonesia menggunakan DGN 95
(EPSG:4755). Bagi yang menggunakan WGS 1984 (EPSG:4326) atau WGS84 Zone
UTM 48S (EPSG: 32748) mempunyai identifier yang unik. Silakan periksa di website
berikut https://www.spatialreference.org/.

3.2.1. Transformasi layer raster

Transformasi koordinat layer raster dalam ArcGIS agak berbeda


tool-nya/perintah dibanding layer vektor. Pada Latihan sebelumnya peserta sudah
mempunyai layer raster hasil georeferencing dengan nama Bogor_kor2.tif. Layer ini
yang akan dipakai sebagai input latihan di bawah ini. Berikut Langkah-langkahnya:

1. Buat lah map document baru pada ArcMap. Dari menu pilih FileNew,
pilih/klik Blank map kemudian OK. Kalau muncul/ada pertanyaan ‘Save
changes to Georef2, maka jawab saja Yes dengan meng-kliknya.
2. Sekarang map canvas jendela peta dan TOC ArcMap kosong. Mulai
memanggil layer Bogor_kor2.tif dari jendela Catalog di kanan untuk di bawa
(drag and drop) ke jendela peta.
3. Selanjutnya memanggil perintah atau tool Project Raster. Caranya, dari
toolbar ArcMap, klik tool Search.

4. Pada isian di panel Search ketikkan perintah PROJECT RASTER, kemudian


tekan Enter dari keyboard.
5. Sekarang muncul daftar perintah di bawahnya. Pilih klik dua kali Project
Raster (Data Management) sampai muncul kotak dialog Project Raster.
6. Pada kotak dialog Project Raster, isilah Input Raster adalah Bogor_kor2.tif.
Dengan klik panah turun, kemudian pilih layer tersebut.
7. Output Raster Dataset pilih folder dan beri nama dengan format .tif. Klik
browse selanjutnya isi/beri nama file output di kotak dialog Ouput Raster
Dataset. Klik Save.
8. Pada kotak dialog Project Raster tentukan Output Coordinate System dengan
klik jenis sistem koordinat (bagian kanan), sampai muncul kotak dialog Spatial
Reference Properties. Pada kotak dialog Spatial Reference Properties, pilih
Geographic Coordinate SystemWorldWGS 1984. Klik OK. Sekarang
Kembali ke kotak dialog Project Raster.
9. Pada kotak dialog Project Raster klik OK untuk menjalan perintah
transformasi koordinat layer raster.
10. Kalau proses transformasi sudah selesai, panggil layer raster Bogor_geo.tif di
data frame baru yang terpisah dari Bogor_kor2.tif. Hal ini untuk memudahkan
penyajian karena sistem koordinat keduanya berbeda. Dimana Bogor_kor2.tif
dalam WGS 1984 UTM Zone 48S, sedangkan Bogor_geo.tif dalam sistem
koordinat geografis WGS 1984. Bila perlu di data frame baru lakukan
penyetelan sistem koordinat ke WGS 1984 dalam satuan Degrees Minutes
Seconds.

11. Kita mempunyai dua data frame yaitu Layers dan yang kedua New Data
Frame. Ubahlah properties data frame layers dengan Bogor_UTM. Pada
TOC, klik kanan Layers kemudian pilih properties.
12. Pada kotak dialog Data Frame Properties, klik tab General. Ketik Name
dengan Bogor_UTM. Jadikan Units Maps dan Display dalam Meters. Klik
Apply dan OK. Dengan cara yang serupa sesuaikan data frame kedua New
Data Frame menjadi Bogor_GEO dengan Units Display: Degrees Minutes
Seconds.
13. Simpan project simpan map document dari menu FileSave (atau Ctrl-S)
kemudian beri nama Trans_koordinat.mxd di folder yang diinginkan.

Langkah 1-10 di atas merupakan transformasi koordinat dari UTM ke lintang-


bujur (geografis) dengan datum yang sama yaitu WGS 1984 untuk layer raster. Kita
dapat juga melakukan transformasi koordinat sebaliknya dari lintang-bujur ke UTM.
Tool dalam ArcGIS yang digunakan tetap sama yaitu Project Raster. Langkahnya
hampir serupa yaitu kebalikannya, dimana input adalah lintang-bujur sedangkan
output adalah UTM.
3.2.2. Transformasi layer vektor

Layer vektor yang akan kita pakai untuk Latihan transformasi korrdinat adalah
Jalan.shp. Layer jalan.shp ini asalnya adalah dalam sistem koordinat WGS 1984
UTM Zone 48S. Dalam latihan masih tetap memakai map document
Trans_koordinat.mxd pada latihan sebelumnya.

1. Masih pada project Trans_koordinat.mxd, aktifkan layer Bogor_UTM.mxd.


Caranya klik kanan data frame Bogor_UTM kemudian pilih Activate.
2. Panggil layer Jalan.shp. Sekarang layer Jalan.shp sudah di dalam data
frame Bogor_UTM.
3. Dari toolbar Search, ketikkan PROJECT kemudian tekan tombol Enter dari
keyboard.

4. Daftar perintah yang muncul, klik dua kali Project (Data Management)
sampai muncul kotak dialog Project.
5. Isilah kotak dialog dengan Input Dataset or Feature Class adalah Jalan.shp
6. Beri nama layer Output Dataset or Feature Class. Misalnya namanya
Jalan_geo.shp.
7. Tentukan/pilih nama sistem koordinat baru Output Coordinate System
adalah GCS_WGS_1984. Klik opsi sistem koordinat (kanan), kemudian
pada kotak dialog Spatial Reference System pilih Geographic Coordinate
Systems WorldWGS 1984. Klik OK.
8. Pada kotak dialog Project klik OK untuk mengeksekusi perintah project
yakni layer vektor Jalan.shp dari UTM ke lintang-bujur WGS 1984.

9. Hasil transformasi Jalan_geo ditaruh di data frame Bogor_GEO. Cek layer


properties-nya dengan cara klik kanan Jalan_geo.shp kemudian pilih
Properties.
10. Cek juga detil objek di layer vektor Jalan_geo.shp diban-dingkan dengan
detil yang sama di layer raster Bogor_geo.tif.
Layer Jalan_Geo.shp ini sekarang dalam sistem koordinat geografis
(lintang-bujur). Kalau kita cek detilnya pada skala 1:25.000 maka akan
sesuai antara detil layer Jalan_Geo.shp dengan layer raster Bogor_Geo.tif.
11. Simpan Map Document Trans_Koordinat dengan tekan Ctrl-S.
3.3. Transformasi koordinat dari UTM ke TM3

Pembagian Zone TM3 merupakan pendetilan dari Zone UTM. Zone UTM 48
sebagai contoh, untuk menjadi Zone TM3 kemudian dibagi menjadi Zone 48.1 dan
48.2. Pemisahnya adalah meridian tengah/sentral dari Zone 48 yaitu garis bujur
1050. Jadi zone TM3 48.1 misalnya, batas kiri adalah 102 0 dan batas kanan 1050.
Yang berbeda dari TM3 dari UTM adalah nilai koordinatnya. Kalau UTM nilai false
Easting adalah 500.000, sementara false Northing adalah 10.000.000. Di TM3 false
Easting adalah 200.000, sementara false Northing adalah 1.500.000. Faktor skala di
UTM adalah 0,9996 sementara di TM3 adalah 0,9999.

Langkah transformasi koordinat dari UTM ke TM3 hampir serupa dengan


langkah sebelumnya sebagaimana sudah dibahas di atas. Kalau yang layer raster
memakai tool Project Raster, sementara kalau layer vektor maka memakai tool
Project. Berikut langkah-langkah transformasi koordinat layer vektor Jalan_UTM.shp
menjadi layer vektor baru dengan sistem koordinat TM3.
12. Pastikan perangkat lunak ArcMap 10.6 masih aktif dengan map document
Trans_Koordinat.mxd.
13. Buatlah data frame baru dengan nama Bogor_TM3. Dari menu pilih
InsertData Frame. Sekarang muncul New Data Frame 3.
14. Lakukan penyetelan data frame ini dengan klik kanan New Data Frame 3
kemudian pilih Properties.
15. Pada kotak dialog Data Frame Properties klik tab General, kemudian
ketikkan name Bogor_TM3. Tentukan Units Maps dan Display dalam
Meters. Klik Apply.
16. Selanjutnya Coordinate System, pilih Projected Coordinate Systems
National GridsIndonesiaDGN 1995 Indonesia TM-3 Zone 48.1.
17. Klik kanan pilihan TM-3 Zone 48.1 tadi, kemudian klik kanan pilih Add to
Favorites.
18. Pada panel Search, ketikkan perintah PROJECT.
19. Klik dua kali Project (Data Management) sampai muncul kotak dialog
Project.
20. Isilah kotak dialog Project dengan Input Dataset or Feature Class adalah
Jalan_UTM.shp.

21. Pilih/tentukan folder. Beri nama Output Dataset or Feature Class


Jalan_TM3.shp.
22. Tentukan Output Coordinat System dengan klik ikon sistem koordinat. Pada
kotak dialog Spatial Reference System klik Favorites kemudian pilih DGN
1995 Indonesia TM-3 Zone 48.1 OK.
23. Kembali ke kotak dialog Project, klik OK untuk menjalankannya.
24. Dari TOC, klik kanan layer Jalan_TM3.shp kemudian pilih Properties. Dari
Layer Properties, klik Source maka sekarang terbuka metadata dari
Jalan_TM3.shp. Periksa sistem koordinat ! apakah sudah benar?
25. Simpan map document dengan perintah Ctrl-S.
BAB 4
PENUTUP

4.1. Rangkuman

Transfromasi koordinat adalah konversi koordinat peta atau citra dari satu
sistem ke sistem lainnya melalui hitungan matematis. Tujuan dari transformasi
koordinat adalah menyatukan atau menyeragamkan dua atau lebih sistem koordinat
yang berbeda, dan memberikan koreksi terhadap gambar/citra dijital untuk dapat
dimanfaatkan sebagai peta.

Koreksi geometrik atau georeferencing secara sederhana dapat diartikan


sebagai pembetulan kesalahan terhadap bangun geometri yang meliputi garis,
sudut, bidang dan ruang. koreksi geometrik pada dasarnya adalah proses
transfrmasi koordinat dari sumber data ke citra dengan koordinat bumi. Dalam
geospasial koreksi geometrik perlu dilakukan terhadap data sumber peta seperti citra
satelit, citra radar, foto udara, raster tiga dimensi maupun peta-peta lama atau arsip.

Pada proses georeferencing memerlukan titik sekutu yang berasal dari


koordinat citra atau koordinat layar dengan koordinat bumi di sisi yang lain. Koordinat
bumi ini yang disebut sebagai titik kontrol tanah (Ground Control Point (GCP). GCP
dapat berupa koordinat geografis (lintang-bujur) maupun koordinat bidang proyeksi
dalam datum tertentu yang dikenal.

Tiga hal yang diperhatikan dalam georeferencing adalah metode (penentuan


persamaan transformasi), jumlah dan sebaran titik kontrol tanah (GCP) dan
pembentukan piksel citra baru (dengan menentukan metode resampling).
Penyelesaian matematis georferecing sebaiknya secara perataan kwadrat terkecil
dengan memberi ukuran lebih. Pengecekan hasil georeferencing perlu guna
mengukur kesalahan dan dibandingkan dengan standar pemetaan dasar.

Transformasi koordinat diperlukan manakala terjadi perbedaan sistem


koordinat sehingga peta atau layer peta dapat disatukan. Jenis sistem koordinat
yang berlaku di negara kita dengan DGN 1995 (diperbaharui dengan SRGI 2013)
antara lain: sistem koordinat geografis, koordinat bidang proyeksi UTM dan TM3.
Masing sistem koordinat dapat dipertukarkan atau ditransformasikan satu sama
lainnya.
4.2. Tindak lanjut

Modul georeferencing dan transformasi koordinat ini merupakan awal dari


membangun data geospasial. Modul ini adalah dasar untuk melangkah ke dijitasi
layar Membangun data geospasial haruslah teliti dan memenuhi standar ketelitian
pemetaan sesuai dengan skala petanya. Kalau peta secara geometric sudah teliti,
maka akan mendapat ukuran yang teliti juga, sehingga kalau ditumpangtindihkan
dengan layer geospasial sumber lain tentu tidak menyimpang. Kalau peta teliti, maka
penurunan property gemometrik seperti jarak, panjang, keliling luas juga akan teliti.

Hasil georeferencing yang memenuhi standar ketelitian peta akan menjadikan


layer peta turunan juga akan tepat. Hal ini karena citra hasil georeferencing akan
dilakukan dijitasi layar menjadi layer peta seperti bangunan, jalan, sungai, lahan atau
batas administrasi maupun toponim. Penetapan sistem koordinat layer peta adalah
penting guna keperluan trsnaformasi koordinat satu ke yang lain. Sebaiknya
membaca dan melakukan latihan pada modul ini akan lebih lengkap kalau juga
melihat video-tutorial. Peserta pelatihan yang ingin mendalami item tertentu dari
modul ini penulis dengan senang hari akan membantu. Peserta yang ingin belajar
lanjutan dari materi georeferencing dan transformasi koordinat dapat merujuk
sumber bahan bacaan pada daftar pustaka.
DAFTAR PUSTAKA

Anam, Saiful. 2005. Menggunakan Arc/Info untuk Proyeksi Peta, Penerbit


INFORMATIKA, Bandung.
Crosier, Scott dkk. 2004. ArcGIS 9-Getting Started With ArcGIS, Printed in the
United States of America.
Danoedoro, Projo. 2012. Pengantar Penginderaan Jauh Digital, Penerbit ANDI,
Yogyakarta.
Heather, Kennedy. 2000. Dictionary of GIS Terminology, ESRI Press, Redlands,
California.
Japan Association of Remote Sensing, 1999. Remote Sensing Notes, JARS.
http://wtlab.iis.u-tokyo.ac.jp/wataru/lecture/rsgis/rsnote/cp9/cp9-4.htm
Keputusan Kepala Badan Informasi Geospasial nomor 64 tahun2014 tentang
petunjuk pelaksanaan keputusan kepala badan informasi geospasial nomor
29 tahun 2013 tentang standar pemrosesan data geospasial.
Law, Michael dan Collins, Amy. 2015. Getting to Know ArcGIS, Fourth Edition, Esri
Press, Redland, CA.
Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 2
tahun 1996 tentang pengukuran dan pemetaan untuk penyelenggaraan
pendaftaran tanah
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia nomor 21 tahun 2019 tentang peta dasar pertanahan
Peraturan BIG Nomor 15 Tahun 2013 Tentang : Peraturan Badan Informasi
Geospasial Nomor 15 Tahun 2013 Tentang Sistem Referensi Geospasial
Nasional 2013
Peraturan BIG Nomor 15 Tahun 2014 Tentang : Peraturan Kepala Badan Informasi
Geospasial Nomor 15 Tahun 2014 Tentang Pedoman Teknis Ketelitian Peta
Dasar
Peraturan BIG Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Peraturan Badan Informasi Geospasial
Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan
Informasi Geospasial Nomor 15 Tahun 2014 Tentang Pedoman Teknis
Ketelitian Peta Dasar.
Prahasta, Eddy. 2015. ArcGIS untuk Geodesi dan Geomatika, Edisi Revisi, Penerbit
Informatika, Bandung.
Raharjo, Beni dan Ikhsan, Muhammad, 2016. Belajar ArcGIS Desktop 10: ArcGIS
10.2/10.3, Geosiana Press, Banjarbaru.

Anda mungkin juga menyukai