Anda di halaman 1dari 11

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang Seperti yang telah diketahui bersama Sistem penanggalan atau tarikh yang berlaku di sebagian besar masyarakat dunia adalah sistem penanggalan Miladiyah atau Masehi, tak terkecuali di Indonesia. Sistem kalender ini didasarkan pada peredaran bumi mengelilingi matahari sehingga kemudian disebut juga dengan kalender Syamsiyah . Dalam dunia Islam berlaku kalender Hijriyah. Penanggalan ini didasarkan pada siklus perputaran bulan mengelilingi bumi sehingga dapat disebut juga dengan kalender Kamariah. Oleh karena itu, penentuan peringatan hari-hari besar dalam Islam juga menggunakan sistem kalender Kamariah ini. Termasuk dalam hari- hari besar tersebut adalah Hari Raya Idul Fitri yang jatuh pada tanggal satu Syawal. Hari raya ini merupakan momentum penting yang wajib diketahui oleh umat Islam karena berhubungan dengan urusan ibadah wajib, yakni sebagai tanda berakhirnya ibadah wajib tahunan puasa ramadhan. Mengingat kita adalah warga muslim di Indonesia yang mana senantiasa menggunakan kalender Masehi yang siklusnya tetap, Namun untuk kepentingan ibadah kita dituntut untuk menggunakan kalender hijriah yang mana kalender ini tidak dapat dibakukan di setiap awal bulannya. Seperti yang ada pada hadis Nabi Muhammad saw. yang berbunyi:

( )
Berpuasalah kamu karena melihat hilal dan berbukalah kamu karena melihat hilal. Bila hilal tertutup atas mu maka sempurnakanlah bilangan Syaban tiga puluh hari. (Muttafaq Alaih)1
1

Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis, Semarang:PT. Pustaka Rizki Putra, 2012, h. 94

hadis di atas tersebut menyatakan bahwa awal bulan untuk berpuasa (Ramadhan) dan Akhir masa berpuasa (awal Syawal) ditentukan oleh hasil Rukyat kita terhadap hilal. Maka kita perlu mengkonversi tanggal hijriah tersebut untuk mengetahui kapan kita akan melaksanakan Rukyah.

B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana tinjauan umum tentang kalender Masehi? 2. Bagaimana tinjauan umum tentang kalender Hijriyah? 3. Bagaimana konversi kalender Hijriyah ke Masehi?

BAB II PEMBAHASAN
A. Tinjauan Umum Kalender Masehi Tahun masehi atau dikenal juga dengan tahun Miladiyah berasal dari sistem Romawi kuno yang semula berdasarkan sistem Lunar (bulan). Almanak masehi adalah almanak yang dipakai secara internasional yang oleh kalangan gereja disebut Anno Domini (AD) terhitung sejak kelahiran nabi Isa as.2 Sampai zaman Yulius Caesar, perhitungan kalender didasarkan pada pergerakan bulan. Di Kerajaan Romawi, perhitungan itu bermacam-macam. Di antaranya adalah kalender Oktaeteris, Numa, Romulus. Semua kalender tersebut berdasarkan peredaran sinodis bulan, namun satu sama lain berbeda-beda perhitungannya. Hingga akhirnya pada masa pemerintahan Yulius Caesar keberagaman sistem kalender ini menghambat roda pemerintahannya, sehingga perlu adanya penertiban sistem kalender. Penertiban itu menutup kekacauan itu pada tahun
2

Slamet Hambali, Almanak Sepanjang Masa, Semarang: Program Pasca Sarjana IAIN Walisongo, 2011, h.28

46 sebelum masehi. Yulius Caesar membuat kalendernya adalah atas saran dari Sosiegenes, ahli astronomi Iskandariah. Sebenarnya ia meniru kalender Mesir yang mana di negeri tersebut telah berabad-abad memakai kalender tahun matahari.3 Sebelum Yulius Caesar, Orang Romawi telah mengenal nama-nama bulan seperti berikut:4 1. Martius yang mengambil nama dewa Mars (31 hari), 2. Aprilius diambil dari kata Aperiri, sebutan untuk cuaca yang nyaman di dalam musim semi (29 hari), 3. Maius diambil dari nama dewa Maia (31 hari), 4. Junius yang mengambil dari nama dewa Juno, 5. Bulan kelima yang sebelumnya bernama Quintilis diubah namanya menjadi bulan Juli, untuk kehormatan Yulius Caesar yang lahir pada bulan Juli. (31 hari), 6. Bulan keenam yang sebelumnya bernama sextilis diubah namanya

menjadi agustus untuk menghormati kaisar Augustus , karena peristiwaperistiwa penting bagi kaisar itu terjadi pada bulan itu. Pada mulanya bulan itu berjumlah 29 hari, namun akhirnya ditambah menjadi 31 hari agar tidak kalah besar dari bulan julinya Yulius Caesar. 7. September (bulan ketujuh = 29 hari), 8. Oktober (bulan kedelapan = 31 hari), 9. November (29 hari), 10. Desember (bulan kesepuluh = 29 hari). Almanak yang hanya terdiri atas 10 bulan itu kemudian berkembang menjadi 12 bulan. Berarti ada tambahan 2 bulan, yaitu bulan Januarius dan Februarius. Januarius
3 4

P. Simamora, Ilmu Falak (Kosmografi), Jakarta: Pedjuang Bangsa, 1985, h. 75 Ibid,h. 77

adalah nama yang berasal dari nama dewa Janus, dewa ini berwajah dua , menghadap ke muka dan ke belakang hingga dapat memandang ke masa depan Dean masa lalu. Oleh karena itu, januarius ditetapkan sebagai bulan pertama. Februarius diambil dari upacara Februa, yaitu upacara semacam bersih desa untuk menyambut kedatangan musim semi. Dengan begitu februarius menjadi bulan yang kedua, sebelum datangnya musim semi pada bulan Maret.5 Pada saat Yulius Caesar berkuasa kemelesetan telah mencapai 3 bulan dari patokan seharusnya. Oleh karena itu, setelah kunjungan ke Mesir tahun 47 SM, Yulius Caesar memperpanjang tahun 46 SM yang asalnya 365 menjadi 455 hari dengan menambahkan 23 hari pada bulan Februari dan 67 hari antara bulan November dan Desember.6 Oleh karena itu tahun 46 SM itu disebut dengan Annus Confusionis (Tahun Kekacauan).7 Secara ringkas perhitungan kalendernya adalah sebagai berikut:8 1. Satu tahun ditetapkan rata-rata = 365,25 hari 2. Tahun biasa (tiga tahun berturut-turut) = 365 hari 3. Tahun kabisat (tahun keempat) ditambah satu hari menjadi 366 hari 4. Titik permulaan musim bunga (semi) pada 24 Maret 5. Permulaan tahun ditetapkan pada 1 Januari Sistem kalender Yulian ini mendapat koreksi. Dalam sistem Yulian ini mengabaikan bilangan 11m14d yang seharusnya pada setiap 128 tahun sistem penanggalan diajukan 1 hari. Masalah ini terjadi hingga pada tahun 325 masehi, diadakan rapat gereja (konsili) di Nicea untuk menetapkan hari Paskah. Sidang tersebut memutuskan untuk meloncatkan penanggalan 3 hari. Sehingga titik permulaan musim semi yang pada mulanya jatuh pada tanggal 24 Maret, pada waktu Konsili jatuh pada tanggal 21 Maret. Selanjutnya, pada masa Paus Gregorius XIII
5 6 7 8

Op. Cit. Slamet Hambali, h. 30 Ibid, h. 31 Op. Cit. P. Somamora Ibid, h. 75

(tahun 1582) titik permulaan musim semi telah jatuh pada 11 Maret. Jadi, kalender pada masa itu telah terlambat 10 hari dari jatuhnya titik permulaan musim semi. Maka Paus Gregorius memperbaiki kalender itu dengan cara:9 1. Titik permulaan musim semi ditetapkan jatuh pada 21 Maret (disesuaikan dengan keadaan waktu Konsili Nicea). Untuk itu perlu perubahan tanggal kalender, yaitu tanggal 5 Oktober 1582 ditetapkan menjadi tanggal 15 Oktober 1582. Dengan demikian, perubahan 10 hari di atas dihilangkan. Tanggal kalender dimajukan, sehingga tanggal 6, 7,8 ... 14 Oktober tahun 1582 tidak pernah ada. 2. Tahun biasa = 365 hari; tahun kabisat = 366 hari, serupa dengan kalender Yulian. 3. Semua tahun yang dapat dibagi dengan 4, ditetapkan sebagai tahun kabisat, kecuali tahun-tahun abad yang tidak dapat dibagi dengan 400, misalnya tahuntahun: - - - -, 1700, 1800, 1900, - - - -, 2100, 2200, dan seterusnya, yang dapat dibagi menjadi 400, adalah tahun kabisat.

B. Tinjauan Umum Kalender Hijrah (Kalender Islam) Penanggalan Hijriah ini dimulai sejak masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab. Adanya kalender ini dilatarbelakangi oleh persoalan menyangkut sebuah dokumen pengangkatan Abu Musa al-Asyari sebagai gubernur di Bashrah yang terjadi pada bulan Syaban. Persoalannya adalah bulan Syaban yang mana? Maka Umar memanggil beberapa sahabat untuk membahas masalah ini. Kemudian atas usulan dari Ali bin Abi Thalib tahun Hijriah dihitung dari tahun hijrahnya nabi Muhammad Saw. 10 Umat Islam mendasarkan perhitungan kalender berdasarkan peredaran sinodis bulan. Periode sinodis (Aujuhul Qamar) adalah durasi yang dibutuhkan oleh

Ibid, h. 76 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta: Buana Pustaka, 2004, h. 110
10

bulan berada dalam suatu fase bulan baru ke fase bulan baru berikutnya. Adapun waktunya adalah 29,5 hari atau 29h 12j 44m 2,8d.11 Satu tahun dibagi atas 12 bulan, dan bulan yang satu dengan bulan yang berikutnya masing-masing berjumlah 30 hari dan 29 hari berselang-seling. Dimulai dengan bulan Muharram (30 hari), dan seterusnya. Jumlah yang berselang-seling 30 dan 29 Hari tiap bulan ini dimaksudkan untuk menyesuaikan pada peredaran sinodis bulan yang kira-kira 29,5 hari. Sehingga satu tahun dihitung: 6 x 30 + 6 x 29 atau 12 x 29,5 = 354 hari. Tapi karena waktu peredaran sinodis lebih sedikit dari 29,5 hari, yaitu: n29,53 = 0,03 hari, maka dalam satu tahun jumlah ini menjadi 12 x 0.03 = 0,36 hari = 8 jam. Untuk membetulkan kelebihan ini, maka diadakanlah tahun kabisat yang berjumlah 355 hari, dengan menambah satu hari pada bulan yang ke-12, yaitu 29 menjadi 30 hari. Tahun kabisat ini terjadi 11 kali dalam 30 tahun, yakni tahuntahun yang ke-2, 5, 7, 10, 13, 15, 18, 21, 24, 26 dan 29.

C. Konversi Hijriah - Masehi Pada langkah awal perhitungan awal bulan Kamariah ada konversi Hijriah ke Masehi. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan perkiraan kapan jatuhnya awal bulan Kamariah pada penanggalan Masehi. Dalam ilmu falak konversi tanggal disebut dengan tahwiil as-Sanah atau perbandingan tarikh. 12 Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:13 1. Menghitung hari-hari dari tanggal 1 Muharram 1H. sampai dengan tanggal bulan tahun Hijriah yang dibuat titik tolak dalam menentukan tanggal tahun masehi.

11

Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, h. 37 12 Muhyiddin Khazin, Kamus Ilmu Falak, Yogyakarta: Buana Pustaka, 2005, h. 80 13 Op. Cit. Slamet Hambali, h. 96-99

Tanggal 1 Syawal 1434 H, tahun tamnya adalah 1433 H. kemudian dibagi dengan 30 (siklus Hijriah). Dari hasil pembagian tersebut adalah bilangan satuan masa hijriah kemudian dikalikan dengan jumlah hari dalam daur hijriahnya (10631).

2. Sisa dari pembagian adalah sisa tahun hijriah, lalu setelah itu dijadikan bilangan hari dengan cara mengalikan 354 ditambahkan dengan tahun kabisat yang dilewati. 1433 dibagi 30 sisa 23 tahun, dalam jangka 23 tahun ada 8 tahun kabisat yang dilewati yaitu 2,5,7,10,13,16,18 dan 21.

3. Dalam menentukan jumlah hari, dihitung mulai awal bulan yang sudah dilewati, sampai tanggal yang dikehendaki. Setelah itu dijumlahkan dengan hasil dari perhitungan nomor 1 dan 2. Akhir Dzulhijjah 1433 H sampai 1 Syawal 1434 H = 267 h

4. Menentukan selisih hari dari tahun hijriah ke masehi (227.012) kemudian dijumlahkan dengan hasil di atas.

5. Kemudian dari hasil di atas dibagi dengan jumlah hari dalam satu daur masehi (1461 hari),

6. Kemudian hasil dari pembagian tersebut dikalikan dengan jumlah hari dalam satu daur masehi, sedangkan sisanya dibagi dengan jumlah hari dalam setahun masehi (365 h)

7. Kemudian dijumlah 1M ditambah hasil DM di atas dikalikan 4 (siklus tahun masehi) ditambah hasil sisa tahun masehi

8. Setelah diperoleh tahun masehinya, maka tahun masehinya ditambah 3 anggaran konsili perubahan 10 hari paus Gregory XIII dan 3 untuk tahuntahun abad yang tak habis dibagi 400.

9. Kemudian jumlah hari tersebut dibagi dengan jumlah hari dalam satu bulan (30.4 hari).

Tujuh = Juli, akhir Juli 2013 = 212h 10. Sehingga sisa dari 219 dikurangi 212 adalah tanggalnya, yaitu 7 Jadi, 1 Syawal 1434 Hijriah jatuh pada tanggal 7 Agustus 2013 Masehi.

10

BAB III KESIMPULAN & PENUTUP


A. Kesimpulan 1. Sistem Penanggalan Masehi (Miladiyah) adalah berdasarkan pada pergerakan bumi mengelilingi matahari yang berasal dari sistem Romawi kuno. Almanak ini dipakai secara internasional dan oleh kalangan gereja disebut Anno Domini (AD) terhitung sejak kelahiran nabi Isa as. 2. Penanggalan Hijriah ini dimulai sejak masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab yang hitungannya dimulai dari tahun Hijrahnya Rasulullah Saw. dari Makkah ke Madinah. kalender berdasarkan peredaran sinodis bulan, yakni perjalanan bulan dari suatu fase bulan baru ke fase bulan baru berikutnya. 3. Dalam perhitungan awal bulan Kamariah ada konversi Hijriah ke Masehi. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan perkiraan kapan jatuhnya awal bulan Kamariah pada penanggalan Masehi.
11

4. 1 Syawal 1434 Hijriah jatuh pada tanggal 7 Agustus 2013 Masehi. B. Penutup Al-hamdulillahi robbi Al-Aalamiin. Demikian makalah yang dapat disuguhkan oleh penulis. Penulis menyadari akan kedangkalan analisisnya sehingga menghasilkan kesimpulan yang jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis mengharap adanya kritik serta saran dari pembaca agar kesalahan-kesalahan dalam makalah ini dapat tergantikan oleh kebenaran yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. Selanjutnya, penulis berharap agar makalah ini nantinya dapat berguna bagi siapa saja yang membacanya.

DAFTAR PUSTAKA Azhari, Susiknan, Ensiklopedi Hisab Rukyat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005 Hambali, Slamet, Almanak Sepanjang Masa, Semarang: Program Pasca Sarjana IAIN Walisongo, 2011, h.28 Izzuddin, Ahmad, Ilmu Falak Praktis, Semarang:PT. Pustaka Rizki Putra, 2012 Khazin, Muhyiddin, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta: Buana Pustaka, 2004 ______ _________, Kamus Ilmu Falak, Yogyakarta: Buana Pustaka, 2005 Simamora, P., Ilmu Falak (Kosmografi), Jakarta: Pedjuang Bangsa, 1985

12

Anda mungkin juga menyukai