Anda di halaman 1dari 42

Penentuan Awal Bulan dengan Metode Ephemeris

Farid Abyan Maulana Iskak


C06219010
Program Studi Ilmu Falak Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
faridabyan11@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hisab kontemporer berdasarkan perkembangan


zaman yang ada. Karena pada dasarnya hisab kontemporer adalah hisab yang memiliki tingkat
keakuratan yang tinggi. Saat ini sistem hisab kontemporer dalam pengoprasiannya menggunakan
software siap pakai, salah satunya adalah ephemeris. Metodologi penulisan ini, dengan sumber
data yang diperoleh dengan melalui teknik studi kepustakaan dengan mengumpulkan sumber
referensi melalui buku, jurnal, dan data ephemeris. Dengan metode pengumpulan data secara
kuantitatif, dengan menggunakan perhitungan awal bulan qomariyah dengan sistem ephemeris.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada dua madzab yang dianut antara lain madzab rukyat
dan madzab hisab. Untuk menentukan awal bulan qomariyah, keduanya berkolaborasi dalam hal
ini dan dapat menghasilkan perhitungan akurat dan observasi di lapangan secara jelas.

Kata Kunci: Awal bulan qomariyah, Rukyat, Hisab, Perhitungan Metode Ephimeris
A. PENDAHULUAN

Tidak lagi menjadi asing, bahwa umat Islam di Indonesia dapat memntukan setiap awal
bulan, yang dimana digunakan sebagai kegiatan ibadah oleh umat Islam. Dari awal bulan
Ramadhan, Syawal hingga Dzulhijjah. Penetapan awal bulan qomariyah ditandai dengan muncul
atau terbitnya hilal, dimana bulan sabit yang pertma kali terlihat yang terus menerus membesar
hingga menjadi bulan purnama, lalu menipis hingga hilang kembali1 (Butar-Butar, 2014, hal 8).

Penentuan awal bulan qomariyah sangat diperlukan dalam kontribusi kehidupan. Dalam
hal ini, eksistensinya untuk beribadah antara manusia dengan Allah swt juga berpengaruh, karena
ada hari besar Islam yang pada awal dan akhir bulan Ramadhan selalu dinanti-nanti untuk
keberlangsungan ibadah puasa Ramadhan dan hari raya Idul Fitri pada awal Syawal, juga pada
bulan Dzulhijjah.

Mengingat penentuan awal bulan dan akhir bulan, baik bulan Ramadhan, Syawal maupun
Dzulhijjah tidak terlepas dari perhitungan yang pada dasarnya menggunakan sistem peredaran
bulan mengelilingi bumi, sehingga disebut sebagai sistem “kalender hijriyah”. Karena dalam
penentuan awal bulan maupun akhir bulan tidak terlepas dari sistem bulan tersebut.

Dalam penentuan awal bulan qomariyah terdapat dua metode, yaitu hisab dan rukyat.
Hisab memiliki pengertian perhitungan benda - benda langit untuk mengetahui kedudukan
benda-benda langit tersebut. Apabila hisab dikhususkan untuk menentukan awal bulan
qomariyah, dengan tujuan menentukan kedudukan matahari atau bulan sehingga dapat diketahui
kedudukan matahari dan bulan pada bola langit pada waktu tertentu2 (Sakirman, 2017, hal 2).

Ada beberapa metode penetapan awal bulan qomariyah, dengan menggunakan hisab dan
rukyat3 (Mukarram, 2017, hal 129). Perkembangan teknologi juga sangat berpengaruh terhadap
hisab dan rukyat, hingga saat ini penentuan awal bulan, baik Ramadhan, Syawal juga mengalami
perkembangan dari bermacam-macam teknologi yang sudah dikembangkan pada masa kini.

1
Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar, Problematika Penentuan Awal Bulan Diskursus Antara Hisab dan Rukyat
(Malang: Madani. 2014), 8
2
Sakirman, Kontroversi Hisab dan Rukyat dalam Menetapan Awal Bulan Hijriyah di Indonesia (ELFALAKY: Jurnal
Ilmu Falak. Vol. 1. No. 1. Tahun 2017), 2
3
Akh. Mukarram, Ilmu Falak Dasar-Dasar Hisab Praktis (Sidoarjo: Grafika Media. 2017), 129
Metode penentuan awal bulan qomariyah dengan mengginakan metode hisab juga telah
dilakukan pada zaman Rasullulah saw. bahkan dalam perhitungannya dijelaskan secara eksplisit.4
Mengingat pada saat ini penentuan awal bulan dikolaborasikan menggunakan hisab juga rukyat,
yang disebut sebagai hisab kontemporer.

Hisab kontemporer adalah metode hisab yang saat ini akurat dan terpercaya, mengingat
saat ini pengambilan data menggunakan data yang disebut ephemeris, dimana hisab ephemeris
perhitungannya menggunakan data matahari dan bulan. Ada hisab yang menggunakan
perhitungan lain dengan menggunakan Almanak Nautika sebagai data kedudukan benda langit
guna untuk pelayaran, tetapi dapat digunakan untuk menghitung awal waktu sholat, perhitungan
awal bulan qomariyah, dan gerhana5.

Pengetahuan tentang akurasi perhitungan awal bulan dengan berbagai metode, dimana
metode tersebut juga mengalami perkembangan setiap tahun, dengan upgrade data ephemeris
dari kemenag setiap tahunnya. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui metode perhitungan
awal bulan menggunakan data ephemeris dengan step by step dalam perhitungannya.

B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Awal Bulan Qomariyah

Setiap ibadah yang dilakukan umat muslim sedunia, tentunya tidak terlepas dari waktu
yang telah ditentukan. Dari awal waktu shalat, bagaimana menentukan arah kiblat, hingga awal
bulan, bahkan awal bulan yang selalu dinantikan oleh umat muslim sedunia, seperti awal bulan
Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah. Penetapan-[penetapan awal bulan dalam islam disebut
sebagai awal bulan qomariyah.

Awal bulan qomariyah ditandai dengan dua hal, yaitu adanya rukyat dan hisab. Dimana
keduanya saling berkesinambungan dalam penetapannya. Rukyat atau disebut observasi, dimana
saat menentukan awal bulan perukyat tersebut terjun langsung ke lapangan dan memastikan
secara langsung. Sedangkan hisab adalah perhitungan dengan menggunakan suatu data dalam
penetapan awal bulan qomariyah.

4
Ibid, 129
5
Abd. Rahman, Analisis Metode Awal Bulan Kamariah dalam Kitab Tarwih karya Ik.H. Kholiqul Fadhi (Skripsi S-1
Kearsipan Perpustakaan UINSA. Fakultas Syariah dan Hukum. 2001), 32
Rukyat atau observasi adalah aktifitas melihat hilal pada akhir bulan, khususnya pada
bulan Ramdhan, Syawal, dan Dzulhijjah untuk menentukan tanggal satu, baik bulan-bulan
khusus maupun bulan dalam kalender Islam lainnya. Hukum melakukan pengamatan pada
kalangan fuqoha merupakan fardhu kifayah.6

Hisab merupakan pelengkap dari rukyat. Hisab merupakan komponen dimana sebagai
acuan dalam pengamatan. Hisab adalah perhitungan menggunakan data-data yang bersifat akurat
dan tepat. Hisab dalam penentuan awal bulan qomariyah digunakan untuk mengitung posisi
pergerakan matahari dan bulan dalam gerak hakiki.7

2. Metode Hisab

Hisab dibedakan menjadi dua bagian, yakni hisab urfi dan hisab haqiqi. Yang dimaksud
dengan hisab urfi atau hisab Jawa Islam, karena masih ada perpaduan hisab Hindu Jawa dengan
hisab Hijriyah yang dilakukan oleh Sultan Agung Anyokrokususmo pada tahun 1633 M atau
1043 H atau 1555 Ceka.8 Hisab urfi juga sistem hisab yang dicetuskan oleh Khalifah Umar bin
Khattab berserta sahabatnya9. Hisab ini perhitungannya menggunakan umur bulan. Dalam satu
tahun bulan qomariyah berganti-ganti antara 30 hari dan 29 hari. Bulan genap 30 hari dimulai
dari Muharram, dan bulan ganjil 29 hari dimulai bulan safar. Khusus bulan Dzulhijjah pada
tahun kabisat adalah 30 hari.10

Beriku ini nama-nama bulan dan harinya dalam hisab urfi sebagai berikut:11

1. Suro : 30 hari

2. Sapar : 29 hari

3. Mulud : 30 hari

4. Bakdo Mulud : 29 hari

6
Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar, Problematika Penentuan Awal Bulan Diskursus Antara Hisab dan Rukyat……14
7
Ibid,. 16
8
Pengurus Besar Nahdatul Ulama, Pedoman Rukyat dan Hisab Nahdatul Ulama (Jakarta: Lajnah Falakiyah Pengurus
besar Nahdatul Ulama. 2006), 48
9
Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar, Problematika Penentuan Awal Bulan Diskursus Antara Hisab dan Rukyat…. 95
10
Akh. Mukarram, Ilmu Falak Dasar-Dasar Hisab Praktis …… 130
11
Ahmad Salahudin Al-Ayubi, Studi Analisis Metode Hisab Awal Bulan Qamariyah Mohammad Uzal Syahruna
Dalam Kitab As-Syahru (Skripsi S-1 UIN Walisongo Semarang. 2015), 38
5. Jumadil awal : 30 hari

6. Jumadil Akhir : 29 hari

7. Rajab : 30 hari

8. Ruwah : 29 hari

9. Poso : 30 hari

10.Sawal : 29 hari

11.Zulkangidah : 30 hari

12.Besar : 29 hari

Kemudian untuk tahun-tahun dalam setiap windunya diberi lambang dengan huruf-huruf
alif abjadiyah75 berturut-turut sebagai berikut:12

1. Alif

2. Ehe

3. Jimawal

4. Ze

5. Dal

6. Be

7. Wawu

8. Jim Akhir

Secara umum ketentuan pada hisab ini adalah ; pertama ; penanggalan akan berulang
secara berkala setiap tiga puluh tahun. Kedua ; 1 Muharram 1 Hijriyah sebagai awal tahun
pertama pada bulan hijriyah, yang bertepatan hari Kamis tanggal 15 Juli 622 M, berdasarkan
sistem hisab. Berdasarkan rukyatul hilal yang terlihat pada malam Jumat tanggal 16 Juli 622 M

12
Ibid,. 39
menurut Rukyat. Ketiga ; bulan bergantian panjangnya antara 29 dan 30 hari selain bulan pada
tahun kabisat, bulan Dzulhijjah menjadi 30 hari, keempat ; satu daur 30 tahun, di dalamnya 19
tahun basitah, yaitu 1,3,4, 6, 8, 9, 11,12, 14, 15, 17, 19, 21, 22, 23, 25, 27, 28, dan 30. Sedang
tahun kabisat yaitu 2, 5, 7, 10, 13, 16, 18, 20, 24, 26, dan 29.6. Hisab urfi ini memudahkan
sistematika penyusunan kalender hijriyah, tetapi hal ini tidak bisa memberikan gambaran konkrit
penampakan hilal, sehingga tidak bisa digunakan untuk keperluan ibadah umat muslim.13

Kedua ; hisab haqiqi adalah suatu hisab yang dimana penentuan awal bulannya sistem
perhitungannya dengan menggunakan data-data astronomi yang akurat dan konkrit. Dengan
posisi hilal yang diperhitungkan saat tenggelamnya matahari14. Sistem ini berdasarkan umur
bulan tidak tetap 30 hari atau 29 hari, melainkan bergantung pada posisi hilal setiap bulannya.
Hisab haqiqi menggunakan data astronomis gerak bulan dan matahari dan menggunakan kaidah
ilmu ukur segituga bola (hisab al- mutsallatsāt)15.

Hisab haqiqi terbagi menjadi tiga, diantaranya adalah Hisab Taqribi, Hisab Taqribi
Hakiki, dan Hisab Kontemporer16. Hisab Taqribi dimana hisab ini melakukan perhitungan saat
terjadinya ijtima’ (konjungsi) dan ketinggian hilal dengan mencari rata-rata waktu ijtima’ dengan
ditambah koreksi sederhana.17

Hisab Taqribi Hakiki adalah hisab yang proses perhitungannya hisab Hakiki Tahkiki
dengan detail koreksinya, dan lebih banyak dan teliti, meskipun hasilnya kurang akurat. Untuk
hisab kontemporer yang memiliki akurasi tinggi dengan menggunakan data-data astronomis yang
tinggi, sistem hisab ini adalah yang paling cocok digunakan menentukan hilal. Dengan
memperhatikan posisi pengamat, data deklinasi, sudut waktu dan kemiringannya juga koreksi
hasil dari perhitungannya. Hal ini menjadikan hisab kontemporer sebagai acuan, salah satunya
menggunakan data ephemeris.18

13
Alimuddin, Hisab Hakiki: Metode Ilmiah Penentuan Awal Bulan Kamariyah (Al Risalah: Jurnal Ilmu Syariah dan
Hukum. Volume 19, Nomor 2, November 2019), 230
14
Ibid,. 230
15
Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar, Problematika Penentuan Awal Bulan Diskursus Antara Hisab dan Rukyat…. 96
16
Ibid,. 97
17
Akh. Mukarram, Ilmu Falak Dasar-Dasar Hisab Praktis …… 131
18
Ibid,. 131
Ephemeris merupakan sistem hisab yang dikembangkan oleh Departemen Agama RI
menggunakan data-data kontemporer19. Metode ephemeris adalah metode perhitungan hilal
dengan menggunakan data bulan dan matahari saat mengalami konjungsi (berada pada garis
yang sama)20.

Langkah-langkah perhitungan hisab awal bulan qomariyah dengan menggunakan


ephemeris ada beberapa tata cara yang harus diperhatikan agar perhitungannya akurat, berikut
tahap-tahap dalam menentukan awal bulan qomariyah sebagai berikut

A. Data Matahari, sebagai berikut:


1. Ecliptic Longitude atau bujur astronomis
2. Ecliptic Latitude atau Lintang Astronomis
3. Apparent Right Ascension atau Asensio Rekta
4. Apparent Declination atau Deklinasi Matahari
5. True Geocentric Distance atau Jarak Geosentris
6. Semi Diameter atau Jari-Jari Matahari
7. True Obliquity atau kemiringan Ekliptika
8. Equation of Time atau Perata Waktu

Berikut gambar dari tabel Ephimeris, sebagai berikut;


19
Ahmad Izuddin, Ilmu Falak Praktis Metode Hisab – Rukyat Praktis dan Solusi Permasalahan (Semarang: PT
Pustaka Rizki Putra. 2017), 97
20
Septi Sari, dkk , Menentukan Hisab Awal Bulan Hijriyah 1436 H dengan Metode Ephemeris (Jurnal Penelitian
Sains: Volume 19 Nomor 3 September 2017), 109
Ephimeris Data Matahari

B. Data Bulan
Berikut ini ephemeris data bulan sebagai berikut:
1. Apparent Longitude atau Bujur Astronomis
2. Apparent Latitude atau Lintang Astronomis
3. Apparent Right Ascension atau Asensio Rekta
4. Apparent Declination atau Deklinasi Bulan
5. Horizontal Parallax atau Paralaks
6. Semi Diameter atau Jari-Jari Bulan
7. Angle Bright Limb atau Sudut kemiringan
8. Franction Illumination atau Besar Piringan Bulan
Ephe
meris Data Bulan

Untuk menghitung awal bulan qamariyah secara tepat, setidak-tidaknya ada beberapa
peristiwa alam yang harus diperhitungkan, yakni :

1. Ijtima’, disebut juga Iqtiran atau Conjunction (Bhs.Inggris), yakni suatu peristiwa alam
yang berulang setiap bulannya, dimana tiga buah benda langit, yakni bumi, bulan dan
matahari berada pada satu garis bujur astronomis yang sama (utara-selatan) dengan posisi
bulan berada di antara bumi dan matahari. Peristiwa inilah yang mengawali terjadinya
Hilal (bulan sabit) sebagai pertanda dimulainya hitungan bulan baru dalam kalender
qamariyah.
2. Irtifa’, yakni derajat ketinggian hilal dari garis batas ufuk barat saat matahari terbenam.
Untuk keperluan penghitungan awal bulan qamariyah biasanya yang dihitung adalah
ketinggian hilal pada hari terjadinya ijtima’. Hal ini dimaksudkan untuk menentukan
apakah besuknya sudah masuk tanggal baru atau belum. Untuk keperluan ru’yatul hilal,
irtifa’ dibedakan atas dua macam, yakni :
a. Irtifa’ Hilal Haqiqie, yakni ketinggian hilal sebenarnya menurut perhitungan
ilmu hisab.
b. Irtifa’ Hilal Mar’ie, yakni ketinggian hilal yang dapat dilihat dengan mata biasa
dari suatu tempat di muka bumi ini, seandainya tidak terhalang pandangan mata
kita oleh mendung ataupun benda-benda lainnya. Antara keduanya terdapat
perbedaan sedikit, mengingat adanya bias lihat akibat keterbatasan kemampuan
mata kita.
3. Mukuts, yakni lamanya hilal tampak di atas ufuk, mulai terbenamnya matahari sampai
dengan terbenamnya hilal itu sendiri.
4. Azimuth, yakni posisi bulan dan matahari diukur dari titik arah utara. Azimuth ini
dipakai untuk menentukan dimana letak bulan dari posisi terbenamnya matahari dan
kemiringan sabitnya.

C. Ijtima’

Peristiwa terjadinya ijtima’ ini akibat adanya peristiwa gerak revolusi bulan (bulan mengelilingi
bumi) dan gerak revolusi bumi (bumi mengelilingi matahari). Perhatikan gambar berikut ini

E1 Posisi bumi saat ijtima’ bulan lalu

M1

M2

E2 Posisi bumi saat ijtima’ bulan ini

Keterangan :
S = Sun (Matahari)
E = Earth (Bumi)

M = Moon (Bulan)

P = titik Pertolongan

Dari gambar di atas dapat kita lihat bahwa saat ijtima’ bulan lalu posisi M 1 berada di bawah garis
pertolongan (+ 15°), sedangkan pada ijtima’ bulan berikutnya, posisi M 2 berada di atas gari
pertolongan (+ 15°), dan posisi M selanjutnya ditempati titiki pertolongan [P]. (Sudut M2E2P =
30°). Dari gambaran di atas dapat dipahami bahwa perjalanan orbit bulan mengelilingi bumi
tidak cukup hanya menempuh satu kali lingkaran (360°), tetapi harus ditambah sebesar 30°,
akibat bumi yang dikelilingi juga bergerak mengelilingi Matahari. Dengan kata lain dari satu
ijtima’ ke ijtima’ berikutnya, bulan menempuh perjalanan sepanjang : 360° + 30° = 390°.
Perjalanan bulan mengelilingi bumi sepanjang 360° disebut Bulan Sederis, yang membutuhkan
waktu rata-rata 27 hari 7 jam 43 menit 11,51 detik atau 27,321660995 hari. Sedangkan sampai
dengan ijtima’ bulan berikutnya sepanjang 390° dinamakan Bulan Sinodis, yang membutuhkan
waktu sepanjang rata-rata 29 hari 12 jam 44 menit 2,82 detik, atau kalau diubah menjadi angka
desimal menjadi : 29,53058449 hari. Secara astronomis, saat ijtima’ itulah dimulai penghitungan
umur bulan.
1. Memperkirakan Ijtima’ dengan Tabel Jean Meeus
Menghitung saat terjadinya ijtima’ dapat dilakukan dengan bermacam-macam cara, mulai
dari penghitungan yang bersifat perkiraan dengan tingkat akurasi yang rendah sampai dengan
penghitungan tingkat tinggi dengan didukung data yang akurat dan tentunya hasil yang
diperolehpun akurat juga. Tabel Jean Meeus merupakan cara penghitungan yang sebenarnya
menggunakan penghitungan yang cukup cermat, tetapi dengan cara yang dipermudah sehingga
hasil penghitungannyapun tergolong cukup akurat juga. Tabel ini dipetik dari buku Astronomical
Tables of the Sun, moon and Planets yang disusun oleh Jean Meeus. Tabel ini sebenarnya bukan
hanya untuk menghitung saat ijtima’ (New Moon) saja, melainkan juga untuk menghitung fase-
fase bulan yang lain, yakni First Quarter (saat bulan mencapai separuh yang pertama), Full
Moon (bulan purnama), dan Last Quarter (bulan separuh yang kedua, sesudah bulan purnama).
Tabel-tabel ini terdiri dari 9 (sembilan) macam tabel. Tabel 1 sampai dengan tabel 3 merupakan
argumen penghitungan abad, tahun dan bulan, sedangkan tabel 4 s.d. tabel 8 merupakan koreksi-
koreksi, dan tabel 9 untuk merubah dari ET (Ephemeris Time) menjadi UT (Universal Time) atau
sekarang disebut GMT (Greenwich Mean Time). Jadi hasil akhir yang didapat dari penghitungan
ini adalah GMT. Untuk mengubahnya menjadi waktu daerah sesuai keinginan kita, misalnya
WIB, maka harus diubah sesuai dengan beda waktu standar dengan GMT.
Keuntungan menggunakan tabel Jean Meeus ini di samping relatif lebih sederhana
prosesnya, juga langsung kita peroleh tanggal, jam, menit sampai detiknya. Hal ini berbeda
ketika kita menggunakan data lain yang lebih akurat, misalnya Almanak Nautika atau
Ephemeris Hisab Rukyat, dimana tanggalnya harus kita cari dulu menggunakan cara lain
yang lebih sederhana, misalnya dengan konversi sistem urfy.
Cara Mencari Waktu Ijtima’
1. Buatlah tabel dengan kolom-kolom secara berturut-turut : Tabel, Argumen, Waktu, A, B,
C, dan baris di bawah kolom tabel diisi angka 1 s.d. 8 yang merupakan petunjuk bagi
pengambilan data pada tabel yang bersangkutan.
2. Carilah nilai argumen waktu, A, B, dan C dari tabel 1 s.d. 3 terlebih dahulu, kemudian
kolom A, B, dan C masing-masing dijumlahkan. Hasil penjumlahan kolom A
dimasukkan pada kolom argumen baris ke-4, jumlah B pada baris ke-5 dan jumlah C
pada baris ke-6, dengan catatan apabila jumlahnya mencapai lebih dari 1000, maka angka
ribuannya dihilangkan.
3. Tambahkan hasil penjumlahan kolom A dan kolom B (A+B) dengan menghilangkan
angka ribuannya dan masukkan pada kolom argumen baris ke-7. Dan kurangkan A dari B
(A-B), dengan catatan apabila A lebih kecil dari B maka A ditambah 1000. Hasilnya
dimasukkan kolom argumen baris ke-8
4. Selanjutnya bukalah berturut-turut tabel 4 s.d. 8 untuk mencari nilai dari masing-masing
koreksi waktu dan tuliskan pada kolom waktu.
5. Jumlahkan seluruh kolom waktu mulai dari baris ke-1 s.d. 8. Untuk mengubah dari ET ke
UT gunakan tabel 9.
6. Angka utuh adalah tanggal, sedangkan angka pecahan adalah jam, menit dan detik. Untuk
mengubahnya, kalikan angka pecahan dengan 24.
Untuk lebih jelasnya, marilah kita ikuti contoh penghitungan berikut :
1. Menghitung saat Ijtima’ bulan Oktober 1582 M
Tabe Argumen Waktu A B C
l
1 Abad : 1500 0.4390 42 83 190
2 Thn. : 82 23.5480 61 789 948
3 Bln: 22.7750 728 645 534
September
4 A : 831 - 0.1589 831 1517 1672
5 B : 517 + 0.0469
6 C : 672 - 0.0100 A + B = 1348
7 A + B: 348 - 0.0040 A – B = 314
8 A-B : 314 + 0.0070
Jumlah 46.6430 – 0.002 = 46.641
Tanggal = 46 - 30 = 16 Oktober 1582 M
Jam = 0.641 x 24 = 15:23:02.4 GMT + 7 = 22:23:02.4 WIB
2. Menghitung saat Ijtima’ bulan Agustus 1945 M
Tabe Argumen Waktu A B C
l
1 Abad : 1900 1.259 998 850 118
2 Thn. : 45 12.538 32 945 908
3 Bln. : Juli 25.714 566 502 193
4 A : 596 - 0.096 1596 2297 1219
5 B : 297 - 0.398
6 C : 219 + 0.010 A + B = 893
7 A + B: 893 - 0.005 A – B = 299
8 A-B : 299 - 0.007
Jumlah 39.015 – 0.000 = 39.015
Tanggal = 39 – 31 = 8 Agustus 1945 M
Jam = 0.015 x 24 = 0:21:36 GMT + 7 = 7:21:36 WIB
3. Menghitung saat Ijtima’ bulan Maret 1994 M
Tabe Argumen Waktu A B C
l
1 Abad : 1900 1.259 998 850 118
2 Thn. : 94 11.075 26 403 166
3 Bln. : Maret 0.061 162 143 341
4 A : 186 + 0.170 1186 1396 625
5 B : 396 - 0.275
6 C : 625 + 0.007 A + B = 582
7 A + B: 582 + 0.002 A – B = 790
8 A-B : 790 - 0.007
Jumlah 12.306 – 0.001 = 12.305
Tanggal = 12 Maret 1994 M
Jam = 0.305 x 24 = 07:19:12 GMT + 7 = 14:19:12 WI

2. Menghitung Saat Terjadinya Ijtima’


Dari tabel ephemeris kita bisa memperoleh berbagai macam data antara lain data tentang
Ecliptical Longitude pada Matahari dan Apparent Longitude pada Bulan. Ini berarti kita bisa
memperoleh data tentang seberapa jauh kedua benda tersebut melintasi bujur astronomis dari jam
ke jam berikutnya. Kita bayangkan ada dua orang pengendara yang melewati jalur yang sama
dengan kecepatan berbeda. Bila orang yang berjalan lambat berada di depan, maka suatu saat
akan terjadi keduanya bertemu di suatu titik tertentu.Sebagai ilustrasi perhatikan gambar berikut
ini :
LINTASAN MATAHARI DAN BULAN

PADA BUJUR ASTRONOMIS


S2 S’
S1

M’
M2 M1

Bumi

Misalkan S1 adalah posisi matahari pada jam sebelum ijtima’ dan M1 adalah posisi bulan
sebelum ijtima’, dimana posisi matahari berada di depan bulan. Sedangkan S 2 dan M2 adalah
posisi matahari dan bulan sesudah terjadi ijtima’, maka S’ dan M’ berada pada satu garis
bujur yang sama. Posisi inilah yang dinamakan Ijtima’. Dengan data keberadaan matahari
dan bulan dari waktu ke waktu tersebut, maka dengan perbandingan kecepatan di antara
kedua benda langit itu kita bisa memperoleh hasil yang tepat mengenai kapan kedua benda
langit itu berada pada satu garis bujur yang sama.
Catatan : Pada peristiwa pergerakan matahari dan bulan ini kenyataan yang sesungguhnya
adalah bulan bergerak lebih cepat dari matahari dan keduanya bergerak berlawanan arah
jarum jam dari arah barat menuju timur. Namun yang terlihat oleh mata kita sebagai gerak
semu adalah bahwa matahari bergerak lebih cepat daripada bulan dari arah timur menuju
barat. Hal ini disebabkan oleh rotasi bumi yang berputar jauh lebih cepat dibanding
keduanya dengan arah yang sama. Perbandingan kecepatan di antara ketiga benda langit
itu adalah sebagai berikut :

- Bumi berputar dengan kecepatan + 15° per jam.


- Bulan bergerak dengan kecepatan + 0°33’03” per jam
- Matahari bergerak*) dengan kecepatan + 0°02’28” per jam
*)Gerak matahari dalam hal ini sebenarnya adalah gerak revolusi bumi mengelilingi
matahari.

Adapun langkah-langkah menghitung ijtima’ tersebut adalah sebagai berikut :


1. Perkirakanlah tanggal terjadinya ijtima’ dengan menggunakan metode konversi dari
Hijriyah ke Masehi untuk tanggal 29 dari bulan sebelumnya. Bila kita sudah memiliki
perkiraan, maka langkah ini tidak perlu dilakukan.
2. Carilah data Ephemeris pada sekitar tanggal tersebut. Bandingkan data Ecliptical
Longitude Matahari dan Apparent Longitude Bulan pada jam 0 dan jam 24. Bila jam 0
nilainya lebih besar matahari dan jam 24 lebih besar bulan, maka hari itu terjadi ijtima’.
3. Carilah selisih satu jam di antara kedua data tersebut, dimana pada jam sebelumnya posisi
matahari lebih besar sedangkan pada jam berikutnya posisi bulan yang lebih besar.
Catatlah keempat data tersebut :
SEL1 > MAL1 tetapi SEL2 < MAL2.
4. Hitunglah kapan terjadinya SEL’ = MAL’. Inilah saat terjadinya ijtima’.
Untuk lebih jelasnya marilah kita mencoba menghitung langkah demi langkah. Misalnya kita
akan menghitung saat ijtima’ akhir Sya’ban 1424 H:
a. Konversi tanggal 29 Ramadhan 1424 H :
Int. (U x 354,3670139) + H + G + 227016
365,25
Int. (1423 x 354,3670139) + 265 + 13 + 227016
365,25
= 2002,896646 = tanggal 23 Nopember 2003 M
b. Kita cari data Ephemeris pada tanggal 23 Nopember 2003 M (Lihat Lampiran 2 Bab
ini). Dari data tersebut kita temukan bahwa keadaan sebagaimana disebutkan pada
piont 3 di atas terjadi antara jam 23 dan 24, dimana :
SEL1 (Jam 23) = 241°14’31” SEL2 (Jam 24) = 241°17’03”
MAL1 (Jam 23) = 241°13’38” MAL2(Jam24) = 241°51’45”
Keadaan semacam ini berarti bahwa ijtima’ (Conjunction) terjadi antara jam 23 dan
jam 24 GMT.
c. Untuk menghitung secara tepat terjadinya Ijtima’, maka kita lakukan penghitungan
sebagai berikut :
 Cari kecepatan matahari, dengan mencari selisih SEL antara jam 23 s.d. 24 yang
disimbulkan dengan [A] :
A = SEL2 – SEL1 = 241°17’03” - 241°14’31” = 0°02’32”
 Cari kecepatan bulan, dengan mencari selisih MAL antara jam 12 s.d. 13 yang
disimbulkan dengan [B] :
B = MAL2 – MAL1 = 241°51’45” - 241°13’38” = 0°38’07”
 Cari beda kecepatan di antara keduanya, yang disimbulkan dengan [C] :
C = B – A = 0°38’07” - 0°02’32” = 0°35’35”
 Cari selisih posisi awal di antara keduanya, yang disimbulkan dengan [Y] :
Y = SEL1 – MAL1 = 241°14’31” - 241°13’38” = 0°00’53”
 Pertemuan diantara keduanya terjadi pada posisi [X], yang bisa kita cari melalui
salah satu dari kedua rumus berikut ini :
X = SEL1 + Y/C x A atau X = MAL1 + Y/C x B
Mari kita hitung kedua rumus tersebut :
X = 241°14’31” + 0°00’53” / 0°35’35” x 0°02’32”
= 241°14’34.7”
atau Rumus yang kedua :
X = 241°13’38” + 0°00’53” / 0°35’35” x 0°38’07”
= 241°14’34.7”
Terbukti bahwa melalui kedua rumus tersebut, yang pertama berangkat dari posisi
awal matahari, dan yang kedua berangkat dari posisi awal bulan, ternyata hasilnya
sama. Artinya baik matahari maupun bulan berada pada posisi bujur yang sama. Saat
inilah yang disebut ijtima’.
Permasalahan selanjutnya adalah pertemuan kedua benda tersebut [X] terjadi pada
jam berapa ? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita misalkan [S] adalah jarak yang
ditempuh matahari dari SEL1 ke X :
S = X – SEL1 = 241°14’34.7” - 241°14’31” = 0°00’03.7”
Maka Ijtima’ terjadi pada pukul :
I = J1 + S / A = 23 + 0°00’03.7”/ 0°02’32”
= 23:01:27.63 GMT + 7 jam = 06: 01:27.63 WIB
Jadi Ijtima’ terjadi pada 23 Nopember 2003 pada jam 23:01:27.63 GMT atau tanggal
24 Nopember 2003 jam 06:01:27.63 WIB
Untuk lebih jelasnya rumus-rumus di atas kita rangkum sbb. :
A = SEL2 – SEL1 X = SEL1 + Y/C x A
B = MAL2 – MAL1 X = MAL1 + Y/C x B
C=B–A S = X – SEL1
Y = SEL1 – MAL1 I = J1 + S / A
Konversi dari GMT ke WIB = I + 7 jam

Menghitung Ketinggian Hilal (Irtifa’ul Hilal)


Sebagaimana dijelaskan terdahulu bahwa irtifa’ adalah derajat ketinggian hilal dari garis
batas ufuk barat saat matahari terbenam. Mengetahui besarnya irtifa’ ini terutama digunakan
untuk menentukan apakah besuk harinya sudah masuk bulan baru (tanggal 1) ataukah masih
terhitung tanggal 30. Mengenai ketentuan sudah masuk bulan baru atau tidak akan dibahas
lebih lanjut pada bab berikutnya. Perlu dipahami bahwa irtifa’ul hilal dilihat dari satu tempat
dengan tempat lainnya berbeda-beda. Hal ini sangat tergantung pada posisi, sudut pandang,
ketinggian, dan pembiasan hilal itu sendiri. Hal-hal tersebut harus diperhitungkan secara
cermat bila kita menghitung ketinggian hilal.
H.M. Barmawi dalam bukunya “Ilmu Falak III” menyarankan bahwa untuk menghitung
ketinggian hilal yang cermat berdasarkan data-data Ephemeris dapat kita lakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut 21:
1. Markaz
Tentukan dulu dari posisi (Markaz) mana kita akan melakukan ru’yatul hilal. Carilah
data koordinat dan ketinggian yang lengkap mengenai kota tersebut, yang meliputi :
a. bujur tempat [λ]
b. lintang tempat [φ]
c. ketinggian tempat dari permukaan laut [M]. Kita hitung dulu pengaruh ketinggian
tempat terhadap arah pandang ke horizon, yang biasa dirumuskan dengan :

DIP = 1,76 √ M
60°

Catatan :

21
Barmawi, Op.Cit. p. 29 – 33B
Data tentang bujur dan lintang suatu tempat dapat kita temukan melalui berbagai data yang
sudah siap pakai atau melalui pencarian sendiri dengan cara-cara yang sudah diuraikan pada
Jilid 1 terdahulu. Sedangkan ketinggian tempat dari permukaan laut dapat kita peroleh
melalui berbagai instansi yang berkaitan dengan itu.
2. Perkirakan Ghurubusy Syams
Hitunglah perkiraan saat terbenamnya matahari di Markaz, dengan cara :
a. 12 – E + (to + B – ω)/15
dimana [E] adalah Equation of Time (Perata Waktu) yang datanya bisa kita cari
pada tabel Ephemeris untuk hari itu, [B] adalah bujur kota dan [ω] bujur yang
digunakan pedoman untuk waktu daerah (misalnya WIB = 105°), sedangkan [t o]
adalah sudut waktu matahari dihitung dari titik Zenit.
b. Untuk menghitung besarnya [to] digunakan rumus :
Cos to = -tan φ. tan δ + Sin ho .

Cos φ Cos δ
Rumus inipun terdapat satu data yang masih harus dicari, yakni [ho], yaitu jarak
matahari dari garis horizon.
c. Untuk menghitung besarnya [ho] digunakan rumus :
ho = - (SD + 0°34,5’ + DIP)
dimana SD = semi diameter matahari pada jam sekitar ghurub yang datanya bisa
kita lihat pada tabel Ephemeris. Sedangkan angka 0°34,5’ adalah Refraksi, yakni
indeks kerembangan saat benda langit mendekati garis ufuk.
3. Interpolasi semua Data Ghurub
Perlu dipahami bahwa data-data yang kita ambil dari tabel ephemeris yang meliputi
Equation of Time (E), Decination (δ) dan Semi Diameter (SD) untuk menghitung saat
terbenamnya matahari di atas adalah data dari jam utuh, yakni jam 10 atau 11 bila kita
menghitung untuk daerah waktu Indonesia bagian Barat. Sedangkan data yang
sebenarnya kita cari adalah data-data pada saat matahari terbenam. Karena itu setelah
kita temukan perkiraan ghurubusy syams, maka data-data tersebut harus kita
interpolasikan pada jam ghurub perkiraan, yang selanjutnya digunakan untuk
mencari jam ghurub haqiqie. Rumus interpolasi adalah sebagai berikut :
A–(A–B)xC/I
dimana :
A = data pada jam utuh sebelumnya.
B = data pada jam utuh sesudahnya.
C = Selisih antara jam utuh sebelumnya dengan ghurub.
I = Interval waktu antara jam sebelumnya dan jam sesudahnya
4. Menghitung Ghurub Haqiqie
Setelah kita temukan data-data matahari pada saat ghurub perkiraan, maka data-data
tersebut kita gunakan untuk menghitung ghurub haqiqie dengan langkah dan rumus
sebagaimana diuraikan pada point 2 di atas. Pengulangan penghitungan saat terbenam
matahari semacam ini dimaksudkan agar penghitungan ketinggian hilal dapat benar-
benar memperoleh hasil penghitungan yang tepat.
5. Interpolasi data-data matahari dan bulan
Sama dengan langkah ke-2 dan 3 di atas, pada langkah ini yang kita interpolasi
adalah data-data matahari dan bulan yang berkaitan dengan penghitungan irtifa’,
dengan nilai [C] adalah hasil penghitungan pada langkah ke-4. Adapun data-data
yang kita interpolasi meliputi22 :
a. RAo (Apparent Right Ascension) atau dikenal dengan Asensiorekta Matahari,
yakni jarak matahari dari titik Aries diukur sepanjang lingkaran Equator.
b. RAc atau Asensiorekta Bulan.
c. dc atau deklinasi bulan, yang dalam tabel disebut Apparent Declination.
d. SDc atau semi diameter bulan, yakni jari-jari bulan yang tampak dari bumi diukur
dari titik pusatnya.
e. HPc atau Horizontal Parallax, yakni “beda lihat” saat bulan berada di garis ufuk
yang disebabkan oleh sudut yang terbentuk dari titik pusat bumi, titik pusat bulan
dan permukaan bumi (tempat kita berada).
6. Menghitung Irtifa’ Hilal Haqiqie
Sampai pada langkah ini sebenarnya kita mempunyai tiga data yang cukup akurat mengenai

kedua benda langit (matahari dan bulan) yang sama-sama bertolak dari titik zenit. Ketiga data

tersebut adalah

22
Untuk selanjutnya karena data-data yang kita ambil dari tabel Ephemeris adalah data matahari dan bulan,
sedangkan jenis data seringkali sama, maka perlu kita sepakati bahwa simbul [ o ] menunjukkan data matahari dan
simbul [ c ] menunjukkan data bulan.
a. to, yakni sudut waktu matahari saat terbenam, yang telah kita hitung pada langkah
kedua dan keempat di atas.
b. RAo yang sudah kita interpolasi ke saat matahari terbenam.
c. RAc yang juga sudah kita interpolasi.
Ketiga data tersebut kalau kita gabung akan menunjukkan perbedaan matahari dan
bulan pada saat bulan terbenam. Hal ini dapat kita ibaratkan dua orang pengendara
yang melaju dalam jalur yang sama dan kecepatan berbeda. Keduanya pernah
bertemu dalam satu titik, maka selanjutnya yang terjadi adalah pengendara yang
lambat akan tertinggal. Bila yang kita ibaratkan itu adalah matahari dan bulan, maka
seberapa jauh ketertinggalannya saat mencapai km tertentu, itulah yang kita namakan
irtifa’. Jadi menghitung irtifa’ adalah dengan menggabungkan ketiga data tersebut di
atas, yakni :
hc = Sin-1 (Sin φ .Sin δc + Cos φ. Cos δc. Cos tc)
dimana :
tc = to + RAo - RAc
Catatan : Pada rumus” hc” di atas diperhitungkan data “φ” (lintang markaz
pengamat) dan “δc” (deklinasi bulan). Hal ini karena data pada tabel adalah
berdasarkan posisi dari garis katulistiwa, sedangkan lintang markaz merupakan
simpangan arah pandang dari garis katulistiwa. Karena itu keduanya harus
diperhitungkan.
7. Koreksi Irtifa’ Hilal Mar’ie
Kemampuan manusia melihat sesuatu ada batasannya. Pada kegiatan ru’yatul hilal benda

yang kita lihat jaraknya sangat jauh dari kita, karena itu terdapat beberapa hal yang ikut

mempengaruhi hasil penglihatan mata kita. Walaupun digunakan dengan alat optik yang canggih

sekalipun, selama masih kita lakukan di atas permukaan bumi, maka bias-bias terhadap hasil

penglihatan tentu ada. Adapun hal-hal yang mempengaruhi hasil penglihatan kita terhadap

adanya hilal di atas ufuk antara lain :

a. Semi Diameter bulan [SDc] hal ini karena data-data penghitungan yang kita
gunakan adalah berporos pada titik pusat bulan, sedangkan yang tampak sebagai
hilal adalah permukaan bagian bawah. Karena itu harus dikoreksi dengan
mengurangi semi diameter bulan.
P
O
K

P = Titik pusat bulan


O = Pengamat/Observer
K = Kulit bulan yang kita amati.

b. Refraction atau di-Indonesiakan menjadi “refraksi” adalah indeks kerembangan


ufuk. Hal ini disebabkan ketebalan atmosfir yang ditembus mata kita berbeda
antara pandangan lurus ke atas dengan ke samping. Kita bisa bandingkan ketika
matahari tepat di atas kepala kita kelihatan lebih kecil dibanding ketika mau
terbenam. Jadi semua benda angkasa semakin mendekati garis ufuk tampak lebih
besar. Adapun besaran refraksi sebagaimana tercantum pada lampiran bab ini.

Z
(Zenit)

H O (Observer)
(Horizon)
OH lebih panjang daripada OZ.

c. Parallax, atau beda lihat, yakni perbedaan posisi antara sudut pandang data
dengan pengamat. Sama halnya dengan point a di atas, dari bumipun mengalami
permasalahan yang sama, yakni data-data itu diasumsikan dari titik pusat bumi.
Sedangkan kita mengamati dari permukaan bumi, karena itu ada pengaruh sudut
pandang akibat berbeda posisi. Adapun rumus menghitung Parallax adalah :

Pc = HPc cos hc

dimana HPc dapat kita peroleh dari tabel (Horizontal Parallax)


d. Kerendahan Ufuk akibat ketinggian tempat kita melihat dari batas permukaan
laut, yang kita kenal dengan DIP. Bisa kita ibaratkan misalnya kita melihat sebuah
pementasan drama di panggung, sedangkan kita berada di posisi belakang. Maka
ketika kita melihat dengan posisi duduk di tempat yang rendah tentu hasil
penglihatan kita berbeda dengan ketika kita berdiri di tempat yang agak tinggi.
Namun karena hilal yang kita lihat berada pada tempat yang sangat jauh,
pengaruh itu tidaklah sebesar ketika kita nonton pertunjukan. Data ini dapat kita
lihat pada lampiran bab ini, atau kalau kita mau menghitung digunakan rumus :

(1,76 √ M) / 60’

8. Penghitungan Irtifa’
Berdasarkan data ephemeris, ijtima’ terjadi pada tanggal 23 Nopember 2003. tetapi
setelah dihitung jamnya adalah 23:04:11,32 GMT, kalau dikonversikan ke WIB
menjadi tanggal 24 Nopember 2003 pukul 06:04:11,32” WIB, yang kita lakukan
adalah sebagai berikut :
a. Mengumpulkan data Markaz Tanjung Kodok dan data matahari tanggal 24
Nopember 2003 :
Data Markaz :
- Bujur Markaz (λ) : 112°21’27,8” (BT)
- Lintang Markaz (φ) : - 06°51’52,22” (LS)
- Ketinggian dari permukaan laut : 10 m
- DIP : 1,76 √ 10 /60’ = 0°5’34”
Data matahari : (dalam hal ini kita ambil jam 10, dengan pertimbangan bahwa
selisih WIB dan GMT adalah 7 jam, sedangkan perkiraan ghurub di Tanjung
Kodok sekitar jam 17 lebih)
- Perata Waktu (E) : 0°13’27”
- Deklinasi (δ) : - 20°30’06”
- Semi Diameter : 0°16’11,91”

b. Memperkirakan Ghurubusy Syams di Tanjung Kodok tanggal 24 Nopember


2003 :
ho = - (SD + 0°34,5’ + DIP)
= - (0°16’11,91” + 0°34’30” + 0°5’34”)
= - 0°56’15,9”
Cos to = - tan φ. tan δ + Sin ho /( Cos φ Cos δ )
= - tan - 06°51’52,22” x tan - 20°30’06” +
sin – 0°56’15,9” / (cos - 06°51’52,22” x
cos - 20°30’06”)
= - 0°2’42,05” + (-) 0°0’58,92” / 0°55’47,81”
= - 0°3’45,41”
to = Cos-1 - 0°3’45,41” = 93°35’23,41”
Ghurub = 12 – E + to/15
= 12 - 0°13’27” + 93°35’23,41” / 15
= 18:00’54,56” (LMT/Istiwa’)
WIB = LMT – (λ – ω)/15
= 18:00’54,56” – (112°21’27,8” – 105)/15
= 17:31’28,71” (WIB) = 10:31’28,71” GMT
c. Interpolasi Data-data Ghurub :
Data-data yang perlu diinterpolasi pada tahap ini adalah data yang diperlukan
untuk menghitung ghurub haqiqie yang meliputi :
Jenis Data A (jam 10) B (jam 11) A–(A–B)xC/I
Perata Waktu (E) 0°13’27” 0°13’26” 0°13’26,48”
Deklinasi (δ) - 20°30’06” - 20°30’37” - 20°30’22,26”
Semi Diameter 0°16’11,91” 0°16’11,92” 0°16’11,92”
(SD)
Catatan :
C = 10:31’28,71” – 10 = 0°31’28,71” I=1

d. Menghitung Ghurubus Syams Haqiqie di Tanjung Kodok :


ho = - (SD + 0°34,5’ + DIP)
= - (0°16’11,92” + 0°34’30” + 0°5’34”) = - 0°56’15,92”
Cos to = - tan φ. tan δ + Sin ho /( Cos φ Cos δ )
= - tan - 06°51’52,22” x tan - 20°30’22,26” +
sin – 0°56’15,92” / (cos - 06°51’52,22” x
cos - 20°30’22,26”)
= - 0°2’42,09” - 0°0’58,92” / 0°55’47,71”
= - 0°3’45,45”
to = Cos-1 - 0°3’45,45” = 93°35’25,79”
Ghurub = 12 – E + to/15
= 12 - 0°13’26,31” + 93°35’25,79” / 15
= 18:0’55,41” (LMT/Istiwa’)
WIB = LMT – (λ – ω)/15
= 18:0’55,41” – (112°21’27,8” – 105)/15
= 17:31’29,56” (WIB) = 10:31’29,56” GMT
e. Interpolasi Data-data Bulan dan Matahari :
Data-data yang perlu diinterpolasi pada tahap ini adalah yang dibutuhkan untuk
penghitungan irtifa’ yang meliputi
Jenis Data A (jam 10) B (jam 11) A–(A–B)xC/I
Asensiorekta
239°35’17” 239°37’55” 239°36’39.9”
Matahari (RAo)
Asensiorekta
246°10’44” 246°51’06” 246°31’55,2”
Bulan (RAc)
Deklinasi bulan
- 23°16’25” -23°25’46” -23°21’19,46”
(δc)
Semi Diameter
0°16’44,22” 0°16’44,11” 0°16’44,17”
bulan (SDc)
Horizontal
1°01’26” 1°01’25” 1°01’25,52”
Parallax (HPc)
Catatan :
C = 17:31’29,56” – 17 = 0°31’29,56” I=1
f. Menghitung Irtifa’ Hilal Haqiqie dilihat dari Tanjung Kodok :
tc = to + RAo - RAc
= 93°35’25,79” + 239°36’39.9” - 246°31’55,2”
= 86°40’10,49”
hc = Sin-1 (Sin φ .Sin δc + Cos φ. Cos δc. Cos tc)
= Sin-1 (Sin - 06°51’52,22”x Sin -23°21’19,46” +
Cos - 06°51’52,22” x Cos -23°21’19,46” x Cos
86°40’10,49”)
= 05°45’29,91”
Sampai pada langkah ini kita sudah menemukan ketinggian hilal saat matahari
terbenam pada tanggal 24 Nopember 2003 dilihat dari Tanjung Kodok, Lamongan
Jawa Timur, secara Haqiqie, yakni setinggi 05°45’29,91” dari garis batas ufuk.
g. Menghitung Irtifa’ Hilal Mar’ie :
Setelah kita menemukan ketinggian hilal yang sesungguhnya, permasalahan yang
muncul selanjutnya adalah bahwa keberadaan kita di permukaan bumi ini
dikelilingi lapisan atmosfir yang cukup tebal, dimana sebagian besar unsurnya
adalah oksigen dan hidrogen. Kedua unsur ini pada kerapatan tertentu sama
dengan unsur yang terdapat dalam air. Jelasnya kita ini ibarat ikan dalam
akuarium yang melihat benda lain di luar akuarium. Tentunya terdapat bias-bias
pandangan sebagaimana diuraikan di atas. Adapun langkah mencari irtifa’ hilal
mar’ie adalah sebagai berikut :
hm = hc – HPc cos hc + SDc + Ref + DIP
= 05°45’29,91” - 1°01’25,52” cos 05°45’29,91” +
0°16’44,17” + 0°34’30” + 0°5’34”
= 05°41’11,16”
Jadi ketinggian hilal yang kita lihat dengan mata normal dari Gedung Observasi
Hilal di Tanjung Kodok Lamongan Jawa Timur pada saat matahari terbenam
tanggal 24 Nopember 2003 adalah setinggi 05°41’11,16”.
h. Menghitung Lamanya Hilal Tampak (Mukutsul Hilal)
Dengan mengetahui ketinggian hilal tersebut, kita bisa juga menghitung berapa
lama hilal mulai terlihat (saat matahari terbenam) sampai dengan bulan terbenam.
Sebagaimana kita tahu bahwa pergerakan waktu di bumi dipengaruhi oleh
perputaran bumi yang berrotasi pada porosnya yang rata-rata satu kali putaran
(360°) ditempuh dalam waktu 24 jam, atau setiap jamnya bumi berputar
sepanjang (360/24 = 15°). Karena 1 jam adalah 60 menit, maka setiap 1°
ditempuh dalam waktu : 60 / 15 = 4 menit. Artinya semua benda langit yang
terlihat dari bumi rata-rata tampak bergerak berlawanan dengan gerak rotasi bumi
(ke arah barat) setiap 4 menit bergerak 1°. Demikian juga dengan bulan. Karena
itu untuk mencari seberapa lama bulan tampak di atas ufuk adalah :
Mukuts = hm x 4 menit
= 05°41’11,16” x 0°4’ = 0°22’44,74”
Jadi pada tanggal 24 Nopember 2003 bulan tampak di atas ufuk dari Tanjung
Kodok selama 22 menit 44,74 detik.
i. Menghitung Posisi dan Kemiringan Hilal (Azimuth)
Meskipun kita sudah menemukan seberapa tinggi hilal saat matahari terbenam
dan berapa lama hilal berada di atas ufuk, ketika akan melakukan ru’yatul hilal
(melihat hilal) masih ada yang harus kita jawab, yakni : Dimana hilal itu berada ?
Pada arah mana kita harus mengarahkan pandangan agar tepat sasaran.
Pada hilal yang cukup tinggi dengan waktu yang cukup lama, seperti hasil
penghitungan di atas, mengarahkan pandangan untuk “mencari” hilal memang
tidak terlalu sulit. Tetapi pada irtifa’ yang rendah, dengan mukuts tidak terlalu
lama, menemukan benda kecil putih pada hamparan cahaya mega yang berwarna
merah kekuning-kiuningan menyala tajam bukan suatu pekerjaan yang mudah.
Karena itu ibarat kita mau menembak sasaran yang sebelumnya tidak tampak
sama sekali, maka kita harus punya penghitungan yang tepat di posisi sebelah
mana benda yang akan kita “bidik” itu. Untuk keperluan tersebut kita harus
menghitung Azimuth, baik matahari maupun bulan.
Secara umum azimuth berarti kedudukan benda langit pada lingkaran horizon
yang diukur dari titik utara ke arah timur. Namun untuk keperluan ru’yatul hilal,
pengukuran itu dilakukan dari titik utara ke arah barat bila matahari dan bulan
berada di sebelah utara katulistiwa, dan dari titik selatan ke arah barat bila berada
di sebelah selatan garis katulistiwa. Adapun untuk keperluan ini bisa kita gunakan
rumus sebagai berikut :
Cotan A = Sin φ Cotan t + Cos φ Tan δ Cosec t
Keterangan :
A = Azimuth
φ = Lintang Markaz
δ = deklinasi benda langit (dalam hal ini matahari/bulan)
t = Sudut waktu benda langit dihitung dari titik Zenit.
Rumus di atas tidak bisa begitu saja diterapkan dalam penghitungan dengan
kalkulator Scientific, karena tombol yang tersedia hanya Sin, Cos, Tan beserta
arcusnya. Sedangkan Cotan dan Cosec harus dirubah dulu. Sebagaimana
diketahui bahwa :
Cotan = 1/Tan dan Cosec = 1/Sin
Maka rumus tersebut dapat kita sesuaikan menjadi :
1/Tan A = Sin φ + Cos φ Tan δ
Tan t Sin t
Atau dapat juga ditulis :
1/Tan A = Sin φ / Tan t + Cos φ Tan δ / Sin t
Tan A = 1 /( Sin φ / Tan t + Cos φ Tan δ / Sin t)
A = Tan-1 (1 /( Sin φ / Tan t + Cos φ Tan δ / Sin t))
Dengan penyederhanaan rumus ini mari kita mencoba menghitung azimuth
matahari dan bulan pada saat matahari terbenam tanggal 24 Nopember 2003 dari
Tanjung Kodok.
Azimuth Matahari :
Ao = Tan-1 (1 /( Sin - 06°51’52,22” / Tan 93°35’23,41” +
Cos - 06°51’52,22” x Tan - 20°30’27,43” /
Sin 93°35’23,41”))
= -69°58’7,44” (dari titik selatan ke barat)
Azimuth Bulan :
Ac = Tan-1 (1 /( Sin - 06°51’52,22” / Tan 86°40’10,9” +
Cos - 06°51’52,22” x Tan -23°21’19,46” /
Sin 86°40’10,9”))
= -66°25’24,81” (dari titik selatan ke barat)
Posisi bulan dari matahari (beda Azimuth) :
|Ao – Ac| = |-69°58’7,44” + 66°25’24,81”|
= 3°32’42,63” (di selatan matahari miring ke
selatan)
Jarak bulan dari matahari (Irtifa’ + Azimuth)
= 05°41’11,16” + 3°32’42,63” = 9°13’53,79”
Kesimpulan :
1) Ijtima’ Akhir Ramadhan 1424 H terjadi pada tanggal 23 Nopember 2003. jam
23:04:11,32 GMT, atau tanggal 24 Nopember 2003 pukul 06:04:11,32” WIB.
2) Dari Tanjung Kodok Jawa Timur, pada tanggal 24 Nopember 2003 hilal tampak pada
ketinggian 05°41’11,16” di atas ufuk selama + 22 menit 45 detik.
3) Posisi hilal 3°32’42,63” di selatan tempat terbenamnya matahari, dengan jarak
9°13’53,79” dengan keadaan miring ke selatan.
4) Dengan demikian tanggal 1 Syawwal 1424 H jatuh pada tanggal 25 Nopember 2003.

Dalam hal ini, hisab dan rukyat sangat berkaitan dalam penentuan awal bulan
qomariyah, namun di sisi lain ada beberapa persoalan hisab dan rukyat, salah satunya yaitu
dengan adanya perbedaaan, hingga dapat membuat permusuhan dalam ukhwah Islamiyah. Ada
dua madzab fiqh yang meninjolkan salah satu dari hisab ataupun rukyat. Muhammadiyah
menggunakan metode hisab sebagai penentuan awal bulan, sednagkan Nahdlatul ulama
menggunakan rukyat. Melihat hal ini, seorang Orientalis Belanda yang menyatakan surat kepada
gubernur jendral Belanda:

“Tiidak perlu heran jika di negeri ini jika setiap tahun ada perbedaan mengenai awal
bulan dan akhir bulan puasa. Bahkan perbedaannya it

u terjadi antara kampong yang berdekatan”23

Jika melakukan rukyat, lalu karena hilal belum bisa dilihat atau cuaca yang sedang
mendung (ada gangguan), maka penentuan awal bulan tersebut harus istikmal (menggenapkan 30
hari) menurut madzab rukyat hal ini sifatnya ta’abuddi – ghair al ma’qul ma’na. Yang artinya
tidak dapat dirasionalkan pengertiannya tidak dapat diperluas dan dikembangkan. Jadi dalam
perhitungannnya sebatas pada melihat dengan mata telanjang, itulah secara mutlak perhitungan
hisab hakiki tidak dapat digunakan.24 Ini adalah pendapat yang digunakan oleh madzab rukyat.

Ada yang berpendapat bahwa dalam hadis-hadis rukyat termasuk ta’aqquli ma’na yang
artinya dapat dirasionalkan, diperluas dan dikembangkan. Sehingga dapat diartikan sebagai

23
Ahmad Izuddin, Ilmu Falak Praktis Metode Hisab – Rukyat Praktis dan Solusi Permasalahan……. 91
24
Kementrian Agama Republik Indonesia, Ilmu Falak Praktis (Jakarta: Sub Direktorat Syariah dan Hisab RUkyat
Direktorat Urusan Agama Islam & Pembinaan Syariah Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Kementrian
Agama Republik Indonesia. 2013), 96
mengetahui walaupun sifatnya zanni (dugaan kuat) tentang adanya hilal dan tidak mungkin
dapat dilihat berdasarkan hisab.25

Saat ini banyak para perukyat saat yang sudah melakukan rukyat dimana untuk
menentukan awal bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah. Tetapi para ulama juga banyak
memadukan antara hisab rukyat saat ini, mengingat menggunakan keduanya mempunyai tujuan
yang menarik sehingga persoalan ini juga banyak yang memeperdebatkan di antara ahli-ahli
setiap bidang masing-masing.

D. KESIMPULAN
Dalam perhitungan hisab kontemporer dimana dinilai yang paling akurat dan
dapat digunakan sebagai penentuan awal bulan, bahwa seiring berjalannya waktu,
teknologi semakin canggih hingga dapat membuat data-data astronomi, bahkan dengan
jangka panjang. Karena hisab kontemporer saat ini juga di kaitkan dalam rukyat,
menjadikan hal ini sebagai acuan dalam menentukan awal bulan qomariyah.
Dengan ini, seputar gagasan tentang hisab rukyat dapat disimpulkan bahwa ada
dua madzab yang menganut masing-masing cara menentukan awal bulan, yaitu madzab
rukyat dan madzab hisab. Dimana korelasi keduanya juga sama-sama dapat
menghasilkan keputusan dengan tepat, ibarat kata adalah simbiosis mutualisme yang
saling membutuhkan kan berkesinambungan.

25
Ibid,. 96
Lampiran 1 :

TABEL-TABEL JEAN MEEUS (Tabel 1 s.d. 9)


UNTUK PENGHITUNGAN FASE-FASE BULAN QAMARIYAH
Tabel 1 (Nilai untuk Abad)

Kalender Julius Caesar Kalender Gregorius

Abad Waktu A B C Abad Waktu A B C


0 23.997 146 661 81 1500 10.439 42 83 190

100 28.331 155 369 855 1600 14.776 51 793 965

200 3.134 83 7 460 1700 20.114 60 502 740

300 7.469 93 715 235 1800 25.452 69 212 514

400 11.803 102 424 10 1900 1.259 998 850 118

500 16.138 111 133 784 2000 5.598 7 560 893

600 20.473 120 842 559 2100 10.936 16 270 667

700 24.809 130 552 334 2200 16.275 26 980 442

800 29.144 139 261 109 2300 21.614 35 690 216

900 3.949 67 898 713 2400 25.954 44 400 991

1000 8.285 76 607 488 2500 1.763 972 38 595

1100 12.622 86 317 262 2600 7.103 982 749 369

1200 16.958 95 26 37 2700 12.443 991 459 144

1300 21.295 104 736 812 2800 16.783 0 169 918

1400 25.632 113 445 586 2900 22.123 9 880 692

1500 0.439 42 83 190 -- -- -- -- --

Abad 1500 Kalender Julius s.d. 4 Oktober 1582 dan Kalender Gregorius mulai 15 Oktober 1582
Tabel 2 (Nilai untuk Tahun)

T Wakt A B C T Wakt A B C T Wakt A B C


h u h u h u

1 18.89 51 93 21 26 12.85 33 92 86 51 6.801 15 25 51


8 2 5 0 6 1 7

2 8.265 21 79 26 27 2.217 3 95 91 5 24.69 46 18 73


3 0 2 1 2 9 4 2
3 27.16 72 72 47 2 20.11 54 88 12 53 14.06 36 44 77
2 5 5 8 4 5 6 6 7

4 15.52 42 58 52 29 9.481 25 74 17 54 3.433 7 90 82


9 9 0 5 1 5 2

5 4.896 13 44 56 30 28.37 76 67 38 55 72.33 58 83 37


6 4 9 7 6 1 7

6 23.79 64 37 77 31 11.74 46 53 43 5 10.69 28 69 81


4 9 9 6 8 0 6 8 8

7 13.16 34 23 82 3 6.113 16 39 47 57 0.065 99 55 12


1 9 4 2 9 5 8 8 6

8 1.528 4 10 86 33 25.01 67 33 69 58 18.96 49 49 34


0 9 1 1 0 3 0 1

9 20.42 55 32 84 34 14.37 37 19 73 59 8.330 19 35 38


6 8 1 5 1 6

10 9.793 25 89 12 35 3.742 7 52 78 6 26.22 70 28 60


2 9 0 0 7 3 1

11 28.69 76 82 34 3 21.64 58 98 99 61 15.59 60 14 64


1 5 4 6 3 4 5 4 4 6

1 17.05 46 68 38 37 11.01 28 84 39 62 4.362 11 4 69


2 8 5 8 0 5 0

13 6.425 17 54 43 38 0.377 99 70 84 63 23.85 62 93 90


6 3 9 5 9 7 6

14 25.32 68 47 64 39 19.27 50 63 29 6 12.22 32 79 95


2 8 8 4 8 9 4 6 7 0

15 14.68 38 33 69 4 7.641 20 49 34 65 1.593 2 65 99


9 9 3 0 8 4 8 5

1 3.057 8 19 73 41 26.53 71 43 55 66 20.49 53 59 21


6 9 8 9 1 9 1 0 0

17 21.95 59 13 95 42 15.90 41 29 60 67 9.858 23 45 25


4 2 3 6 1 4 1 5

18 11.32 29 99 99 43 5.273 11 15 64 6 27.75 74 38 47


1 2 7 2 8 8 6 3 0

19 0.688 99 85 42 4 23.17 62 84 86 69 17.12 44 24 51


9 3 4 1 3 3 3 5
2 18.58 50 78 25 45 12.53 32 94 90 70 6.490 15 10 53
0 6 5 7 8 5 8 4 9

21 7.953 21 64 30 46 1.905 3 80 95 71 25.38 66 36 77


6 2 5 3 7 4

22 26.85 72 57 51 47 20.80 54 73 16 7 13.75 36 89 81


1 8 7 3 7 8 2 5 7 9

23 16.21 42 43 56 4 9.170 24 59 21 73 3.122 6 75 86


8 8 2 8 8 3 7 4

2 4.585 12 29 60 49 28.06 75 53 42 74 22.01 57 69 79


4 9 6 7 0 8 9 0

25 23.48 63 23 82 50 23.97 14 66 85 75 11.38 27 55 12


2 1 1 7 6 1 5 6 0 3

Lanjutkan 
Lanjutan Tabel 2 :

T Wakt A B C T Wakt A B C T Wakt A B C


h u h u h u

7 29.28 7 48 33 8 1.282 1 51 37 9 2.810 5 61 90


6 4 8 3 9 4 0 2 0 6

7 18.65 4 34 38 8 20.17 5 44 25 9 21.70 56 54 12


7 1 8 3 3 5 9 2 3 2 3 8 2 1

7 8.018 1 20 42 8 9.546 2 30 29 9 11.07 26 40 16


8 9 4 8 6 2 3 7 4 5 3 6

7 26.91 7 13 64 8 28.44 7 23 51 9 0.442 99 26 21


9 6 0 6 3 7 4 4 6 2 5 7 4 0

8 15.28 4 99 68 8 16.81 4 96 55 9 18.33 48 19 42


0 3 0 7 8 8 1 4 7 6 9 6 5

8 4.650 1 85 73 8 6.178 1 95 60 9 7.706 18 56 47


1 0 7 2 9 4 7 1 7 0

8 23.54 6 78 94 9 25.07 6 88 81 9 26.60 69 98 68


2 8 1 9 8 0 6 5 9 6 8 6 9 5

8 12.91 3 65 99 9 14.44 3 75 86 9 15.97 39 84 73


3 5 1 0 2 1 3 5 0 1 9 1 9 0

Catatan : Cetak miring adalah tahun kabisat.

Tabel 3 (Nilai untuk Bulan)

Fas Bln Waktu A B C Fase Bln Waktu A B C


e

NM Jan 0.000 0 0 0 NM Mei 27.653 404 359 852

NM Jan(B) 1.000 0 0 0 FQ Juni 4.036 424 626 395

FQ Jan 7.383 20 268 543 FM Juni 11.418 445 894 937

FQ Jan(B) 8.381 20 268 543 LQ Juni 18.801 465 162 480

FM Jan 14.765 40 536 85 NM Juni 26.184 485 430 27

FM Jan(B) 15.765 40 536 85 FQ Juli 3.566 505 698 565

LQ Jan 22.148 61 804 628 FM Juli 10.949 526 966 108

LQ Jan(B) 23.148 61 804 628 LQ Juli 18.331 544 334 650


NM Jan 29.531 81 72 170 NM Juli 25.714 566 502 193

NM Jan(B) 30.531 81 72 170 FQ Agst 2.097 586 770 735

FQ Feb 5.913 101 340 713 FM Agst 9.479 606 38 278

FQ Feb(B) 6.913 101 340 713 LQ Agst 16.862 627 306 821

FM Feb 13.296 121 608 256 NM Agst 24.245 647 574 363

FM Feb(B) 14.296 121 608 256 FQ Sept 0.627 667 842 906

LQ Feb 20.679 141 875 798 FM Sept 8.010 687 110 448

LQ Feb(B) 21.679 141 875 798 LQ Sept 15.393 707 377 991

NM Maret 0.061 162 143 341 NM Sept 22.775 728 645 534

FQ Maret 7.444 187 611 883 FQ Okt 0.158 748 913 91

FM Maret 14.826 207 679 426 FM Okt 7.541 768 181 629

LQ Maret 22.209 222 947 969 LQ Okt 14.923 788 449 162

NM Maret 29.597 243 215 511 NM Okt 22.306 608 717 704

FQ April 5.974 263 483 54 FQ Okt 29.689 829 985 243

FM April 13.357 283 751 596 FM Nop 6.071 849 253 769

LQ April 20.740 303 19 139 LQ Nop 13.454 869 531 332

NM April 28.122 323 287 682 NM Nop 20.836 889 789 874

FQ Mei 5.505 344 555 224 FQ Nop 28.219 910 57 417

FM Mei 12.888 364 823 767 FM Des 5.602 930 325 940

LQ Mei 20.270 384 91 309 LQ Des 12.984 950 589 507

(B) = Bulan dalam tahun kabisat NM Des 20.367 970 861 45

NM = New Moon (Bulan Baru / Ijtima’) FQ Des 27.750 990 128 587

FQ = First Quarter (Perempat Bulan Pertama) FM Des 35.132 11 296 130

FM = Full Moon (Bulan Purnama)

LQ = Last Quarter (Perempat Bulan Terakhir)


Tabel 4 (Koreksi Pertama)

Thn. Thn. Thn. Thn. Thn. Thn. Thn. Thn.


A A
-1500 0 1500 3000 -1500 0 1500 3000
0 0.000 0.000 0.000 0.000 500 0.000 0.000 0.000 0.000
10 +0.012 +0.012 +0.011 +0.01 510 -0.011 -0.011 -0.011 -0.010
1
20 +0.024 +0.023 +0.022 +0.02 520 -0.023 -0.022 -0.021 -0.021
2
30 +0.036 +0.035 +0.033 +0.03 530 -0.034 -0.033 -0.032 -0.031
2
40 +0.047 +0.046 +0.044 +0.04 540 -0.045 -0.044 -0.042 -0.041
3
50 +0.059 +0.057 +0.055 +0.05 550 -0.056 -0.054 -0.053 -0.051
3
60 +0.070 +0.068 +0.066 +0.06 560 -0.067 -0.065 -0.063 -0.061
3
70 +0.081 +0.078 +0.076 +0.07 570 -0.078 -0.075 -0.073 -0.070
3
80 +0.091 +0.089 +0.086 +0.08 580 -0.088 -0.085 -0.082 -0.079
3
90 +0.102 +0.098 +0.095 +0.09 590 -0.098 -0.095 -0.092 -0.088
2
100 +0.111 +0.108 +0.104 +0.10 600 -0.107 -0.104 -0.100 -0.097
1
110 +0.121 +0.117 +0.113 +0.10 610 -0.117 -0.113 -0.109 -0.105
9
120 +0.130 +0.125 +0.121 +0.11 620 -0.125 -0.121 -0.117 -0.113
7
130 +0.138 +0.134 +0.129 +0.12 630 -0.134 -0.129 -0.125 -0.121
5
140 +0.146 +0.141 +0.136 +0.13 640 -0.141 -0.137 -0.132 -0.128
2
150 +0.153 +0.148 +0.143 +0.13 650 -0.149 -0.144 -0.139 -0.134
8
160 +0.159 +0.154 +0.149 +0.14 660 -0.155 -0.150 -0.145 -0.140
4
170 +0.165 +0.160 +0.155 +0.14 670 -0.161 -0.156 -0.151 -0.146
9
180 +0.170 +0.165 +0.159 +0.15 680 -0.167 -0.161 -0.156 -0.151
4
190 +0.175 +0.169 +0.164 +0.15 690 -0.172 -0.166 -0.161 -0.155
8
200 +0.178 +0.173 +0.167 +0.16 700 -0.176 -0.170 -0.165 -0.159
1
210 +0.181 +0.176 +0.170 +0.16 710 -0.179 -0.174 -0.168 -0.162
4
220 +0.184 +0.178 +0.172 +0.16 720 -0.182 -0.176 -0.171 -0.165
6
230 +0.185 +0.179 +0.174 +0.16 730 -0.184 -0.178 -0.172 -0.167
8
240 +0.186 +0.180 +0.174 +0.16 740 -0.186 -0.180 -0.174 -0.168
8
250 +0.186 +0.180 +0.174 +0.16 750 -0.186 -0.180 -0.174 -0.168
8
260 +0.186 +0.180 +0.174 +0.16 760 -0.186 -0.180 -0.174 -0.168
8
270 +0.184 +0.178 +0.172 +0.16 770 -0.185 -0.179 -0.174 -0.168
7
280 +0.182 +0.176 +0.171 +0.16 780 -0.184 -0.178 -0.172 -0.166
5
290 +0.179 +0.174 +0.168 +0.16 790 -0.181 -0.176 -0.170 -0.164
2
300 +0.176 +0.170 +0.165 +0.15 800 -0.178 -0.173 -0.167 -0.161
9
310 +0.172 +0.166 +0.161 +0.15 810 -0.175 -0.169 -0.164 -0.158
5
320 +0.167 +0.161 +0.156 +0.15 820 -0.170 -0.165 -0.159 -0.154
1
330 +0.161 +0.156 +0.151 +0.14 830 -0.165 -0.160 -0.155 -0.149
6
340 +0.155 +0.150 +0.145 +0.14 840 -0.159 -0.154 -0.149 -0.144
0
350 +0.149 +0.144 +0.139 +0.13 850 -0.153 -0.148 -0.143 -0.138
4
360 +0.141 +0.137 +0.132 +0.12 860 -0.146 -0.141 -0.136 -0.132
8
370 +0.134 +0.129 +0.123 +0.12 870 -0.138 -0.134 -0.129 -0.125
1
380 +0.125 +0.121 +0.117 +0.11 880 -0.130 -0.125 -0.121 -0.117
3
390 +0.117 +0.113 +0.109 +0.10 890 -0.121 -0.117 -0.113 -0.109
5
400 +0.107 +0.104 +0.100 +0.09 900 -0.111 -0.108 -0.104 -0.101
7
410 +0.098 +0.095 +0.092 +0.08 910 -0.102 -0.098 -0.095 -0.092
8
420 +0.086 +0.085 +0.082 +0.07 920 -0.091 -0.089 -0.086 -0.083
9
430 +0.078 +0.075 +0.073 +0.07 930 -0.081 -0.078 -0.076 -0.073
0
440 +0.067 +0.065 +0.063 +0.06 940 -0.070 -0.068 -0.066 -0.063
1
450 +0.056 +0.054 +0.053 +0.05 950 -0.059 -0.057 -0.055 -0.053
1
460 +0.045 +0.044 +0.042 +0.04 960 -0.047 -0.046 -0.044 -0.043
1
470 +0.034 +0.033 +0.032 +0.03 970 -0.036 -0.035 -0.033 -0.032
1
480 +0.023 +0.022 +0.021 +0.02 980 -0.024 -0.023 -0.022 -0.022
1
490 +0.011 +0.011 +0.011 +0.01 990 -0.012 -0.012 -0.011 -0.011
0
500 0.000 0.000 0.000 0.000 100 0.000 0.000 0.000 0.000
0

Tabel 5 Tabel 6
(Koreksi Kedua) (Koreksi Ketiga)
B NM/FM FQ/LQ B NM/FM FQ/LQ C NM/FM FQ/LQ
0 0.000 0.000 500 0.000 0.000 0 0.000 0.000

10 -0.024 -0.036 510 +0.028 +0.041 20 +0.001 +0.001

20 -0.047 -0.077 520 +0.055 +0.081 40 +0.003 +0.002

30 -0.071 -0.115 530 +0.082 +0.121 60 +0.004 +0.003

40 -0.094 -0.152 540 +0.109 +0.161 80 +0.005 +0.004

50 -0.117 -0.189 550 +0.135 +0.200 100 +0.006 +0.005

60 -0.139 -0.225 560 +0.161 +0.238 120 +0.007 +0.005

70 -0.161 -0.261 570 +0.186 +0.275 140 +0.008 +0.006

80 -0.183 -0.295 580 +0.210 +0.310 160 +0.009 +0.007

90 -0.204 -0.329 590 +0.233 +0.345 180 +0.009 +0.007

100 -0.224 -0.361 600 +0.255 +0.378 200 +0.010 +0.008

110 -0.244 -0.392 610 +0.275 +0.409 220 +0.010 +0.008

120 -0.263 -0.421 620 +0.295 +0.439 240 +0.010 +0.008

130 -0.281 -0.449 630 +0.313 +0.467 260 +0.010 +0.008

140 -0.298 -0.475 640 +0.329 +0.493 280 +0.010 +0.008

150 -0.314 -0.500 650 +0.345 +0.517 300 +0.010 +0.008

160 -0.329 -0.522 660 +0.358 +0.538 320 +0.009 +0.007

170 -0.343 -0.543 670 +0.370 +0.558 340 +0.009 +0.007

180 -0.356 -0.561 680 +0.380 +0.575 360 +0.008 +0.006

190 -0.367 -0.578 690 +0.389 +0.590 380 +0.007 +0.005

200 -0.377 -0.592 700 +0.396 +0.602 400 +0.006 +0.005

210 -0.386 -0.604 710 +0.401 +0.612 420 +0.005 +0.004

220 -0.393 -0.613 720 +0.405 +0.620 440 +0.004 +0.003

230 -0.399 -0.620 730 +0.407 +0.625 460 +0.003 +0.002


240 -0.404 -0.625 740 +0.408 +0.627 480 +0.001 +0.001

250 -0.406 -0.628 750 +0.406 +0.628 500 0.000 0.000

260 -0.408 -0.627 760 +0.404 +0.625 520 -0.001 -0.001

270 -0.407 -0.625 770 +0.399 +0.620 540 -0.003 -0.002

280 -0.405 -0.620 780 +0.393 +0.613 560 -0.004 -0.003

290 -0.401 -0.612 790 +0.386 +0.604 580 -0.005 -0.004

300 -0.396 -0.602 800 +0.377 +0.597 600 -0.006 -0.005

310 -0.389 -0.590 810 +0.367 +0.578 620 -0.007 -0.005

320 -0.380 -0.575 820 +0.356 +0.561 640 -0.008 -0.006

330 -0.370 -0.558 830 +0.343 +0.543 660 -0.009 -0.007

340 -0.358 -0.538 840 +0.329 +0.527 680 -0.009 -0.007

350 -0.345 -0.517 850 +0.314 +0.500 700 -0.010 -0.008

360 -0.329 -0.493 860 +0.298 +0.475 720 -0.010 -0.008

370 -0.313 -0.467 870 +0.281 +0.449 740 -0.010 -0.008

380 -0.295 -0.439 880 +0.263 +0.421 760 -0.010 -0.008

390 -0.275 -0.409 890 +0.244 +0.392 780 -0.010 -0.008

400 -0.255 -0.378 900 +0.224 +0.361 800 -0.010 -0.008

410 -0.233 -0.345 910 +0.204 +0.329 820 -0.009 -0.007

420 -0.210 -0.310 920 +0.183 +0.295 840 -0.009 -0.007

430 -0.186 -0.275 930 +0.161 +0.261 860 -0.008 -0.006

440 -0.161 -0.238 940 +0.139 +0.225 880 -0.007 -0.005

450 -0.135 -0.200 950 +0.117 +0.189 900 -0.006 -0.005

460 -0.109 -0.161 960 +0.094 +0.152 920 -0.005 -0.004

470 -0.082 -0.121 970 +0.071 +0.115 940 -0.004 -0.003

480 -0.055 -0.081 980 +0.047 +0.077 960 -0.003 -0.002

490 -0.028 -0.041 990 +0.024 +0.038 980 -0.001 -0.001

500 0.000 0.000 1000 0.000 0.000 1000 0.000 0.000


Tabel 7 Tabel 8 Tabel 9
(Koreksi Keempat) (Koreksi Kelima) (Merubah ET-UT)
A+B NM/FM FQ LQ A-B NM/FM FQ/LQ Thn Koreksi
0 0.000 +0.003 -0.003 0 0.000 0.000 -1500 -0.373
20 -0.001 +0.001 -0.004 20 -0.001 -0.001 -1400 -0.350
40 -0.001 0.000 -0.006 40 -0.002 -0.001 -1300 -0.328
60 -0.002 -0.002 -0.007 60 -0.003 -0.002 -1200 -0.307
80 -0.002 -0.003 -0.009 80 -0.004 -0.002 -1100 -0.287
100 -0.003 -0.004 -0.010 100 -0.004 -0.003 -1000 -0.268
120 -0.003 -0.005 -0.011 120 -0.005 -0.003 -950 -0.258
140 -0.004 -0.006 -0.012 140 -0.006 -0.004 -900 -0.249
160 -0.004 -0.007 -0.013 160 -0.006 -0.004 --850 -0.239
180 -0.005 -0.008 -0.014 180 -0.007 -0.004 -800 -0.230
200 -0.005 -0.009 -0.014 200 -0.007 -0.004 -750 -0.222
220 -0.005 -0.009 -0.014 220 -0.007 -0.005 -700 -0.213
240 -0.005 -0.009 -0.015 240 -0.007 -0.005 -650 -0.204
260 -0.005 -0.009 -0.015 260 -0.007 -0.005 -600 -0.196
280 -0.005 -0.009 -0.014 280 -0.007 -0.005 -500 -0.180
300 -0.005 -0.009 -0.014 300 -0.007 -0.004 -400 -0.164
320 -0.005 -0.008 -0.014 320 -0.007 -0.004 -300 -0.150
340 -0.004 -0.007 -0.013 340 -0.006 -0.004 -200 -0.136
360 -0.004 -0.006 -0.012 360 -0.006 -0.004 -100 -0.122
380 -0.003 -0.005 -0.011 380 -0.005 -0.003 0 -0.110
400 -0.003 -0.004 -0.010 400 -0.004 -0.003 100 -0.098
420 -0.002 -0.003 -0.009 420 -0.004 -0.002 200 -0.086

440 -0.002 -0.002 -0.007 440 -0.003 -0.002 300 -0.076

460 -0.001 0.000 -0.006 460 -0.002 -0.001 400 -0.066

480 -0.001 +0.001 -0.004 480 -0.001 -0.001 500 -0.057

500 0.000 +0.003 -0.003 500 0.000 0.000 600 -0.048

520 +0.001 +0.004 -0.001 520 +0.001 +0.001 700 -0.040

540 +0.001 +0.006 +0.00 540 +0.002 +0.001 800 -0.033


0
560 +0.002 +0.007 +0.00 560 +0.003 +0.002 900 -0.027
2
580 +0.002 +0.009 +0.00 580 +0.004 +0.002 1000 -0.021
3
600 +0.003 +0.010 +0.00 600 +0.004 +0.003 1100 -0.016
4
620 +0.003 +0.011 +0.00 620 +0.005 +0.003 1200 -0.011
5
640 +0.004 +0.012 +0.00 640 +0.006 +0.004 1300 -0.008
6
660 +0.004 +0.013 +0.00 660 +0.006 +0.004 1400 -0.005
7
680 +0.005 +0.014 +0.00 680 +0.007 +0.004 1500 -0.002
8
700 +0.005 +0.014 +0.00 700 +0.007 +0.004 1600 -0.001
9
720 +0.005 +0.014 +0.00 720 +0.007 +0.005 1640 0.000
9
740 +0.005 +0.015 +0.00 740 +0.007 +0.005 1970 0.000
9
760 +0.005 +0.015 +0.00 760 +0.007 +0.005 1975 -0.001
9
780 +0.005 +0.014 +0.00 780 +0.007 +0.005 2000 -0.001
9
800 +0.005 +0.014 +0.00 800 +0.007 +0.004 2050 -0.002
9
820 +0.005 +0.014 +0.00 820 +0.007 +0.004 2100 -0.003
8
840 +0.004 +0.013 +0.00 840 +0.006 +0.004 2200 -0.004
7
860 +0.004 +0.012 +0.00 860 +0.006 +0.004 2300 -0.009
6
880 +0.003 +0.011 +0.00 880 +0.005 +0.003 2400 -0.013
5
900 +0.003 +0.010 +0.00 900 +0.004 +0.003 2500 -0.018
4
920 +0.002 +0.009 +0.00 920 +0.004 +0.002 2600 -0.023
3
940 +0.002 +0.007 +0.00 940 +0.003 +0.002 2700 -0.029
2
960 +0.001 +0.006 0.000 960 +0.002 +0.001 2800 -0.036

980 +0.001 +0.004 -0.001 980 +0.001 +0.001 2900 -0.043

100 0.000 +0.003 -0.003 100 0.000 0.000 3000 -0.051


0 0
DAFTAR PUSTAKA

Al-Ayubi, Ahmad Salahudin. 2015. Studi Analisis Metode Hisab Awal Bulan Qamariyah
Mohammad Uzal Syahruna Dalam Kitab As-Syahru (Skripsi S-1 UIN Walisongo
Semarang.

Alimuddin. 2019. Hisab Hakiki: Metode Ilmiah Penentuan Awal Bulan Kamariyah. Al Risalah
Jurnal Ilmu Syariah dan Hukum. Volume 19, Nomor 2.
Butar-Butar, Arwin Juli Rakhmadi. 2014. Problematika Penentuan Awal Bulan Diskursus
Antara Hisab dan Rukyat. Malang. Madani.

Izuddin, Ahmad. 2017. Ilmu Falak Praktis Metode Hisab – Rukyat Praktis dan Solusi
Permasalahan. Semarang. PT Pustaka Rizki Putra.
Kementrian Agama Republik Indonesia. 2013. Ilmu Falak Praktis (Jakarta: Sub Direktorat
Syariah dan Hisab RUkyat Direktorat Urusan Agama Islam & Pembinaan Syariah
Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Kementrian Agama Republik Indonesia.
Mukarram, Akh. 2017. Ilmu Falak Dasar-Dasar Hisab Praktis. Sidoarjo. Grafika Media.
Pengurus Besar Nahdatul Ulama. 2006. Pedoman Rukyat dan Hisab Nahdatul Ulama (Jakarta:
Lajnah Falakiyah Pengurus besar Nahdatul Ulama.

Rahman, Abd. 2017. Analisis Metode Awal Bulan Kamariah dalam Kitab Tarwih karya Ik.H.
Kholiqul Fadhi. Skripsi S-1 Kearsipan Perpustakaan UINSA. Fakultas Syariah dan
Hukum.
Sakirman.2017. Kontroversi Hisab Dan Rukyat dalam Menetapan Awal Bulan Hijriyah Di
Indonesia. ELFALAKY. Jurnal Ilmu Falak. Vol. 1. No. 1.
Septi Sari dkk. 2017. Menentukan Hisab Awal Bulan Hijriyah 1436 H dengan Metode
Ephemeris Jurnal Penelitian Sains: Volume 19 Nomor 3

Anda mungkin juga menyukai