Anda di halaman 1dari 22

EKONOMI ISLAM SYARIAH

Dosen : Ade Iklas Amal Alam, S.E.,MSA.


RASIONALITAS EKONOMI ISLAM

DISUSUN OLEH :

NUKE PUTRI ASTININGSIH (16179201)

Institut Bisnis dan Keuangan Nitro Makassar


PROGRAM STUDI MANAJEMEN PERBANKAN SYARIAH

MAKASSAR

2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat

dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang

berjudul “Rasionalitas Ekonomi Islam” dan menjadi salah satu tugas dari mata

kuliah Ekonomi Islam Syariah. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan

kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-

nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penyusunan makalah tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari

berbagai pihak, oleh sebab itu dengan segala ketulusan dan kerendahan hati kami

ingin mengucapkan terima kasih. Kami sebagai penyusun makalah ini menyadari

sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.

Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun

demi kesempurnaan di masa yang akan datang.

Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kami selaku penyusun

dan penulis makalah ini pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya

sebagai referensi tambahan di bidang ilmu Ekonomi Islam Syariah.

Makassar, 10 Juli 2019

Penyusu

2
DAFTAR ISI

Sampul................................................................................................................................i

Kata Pengantar..................................................................................................................ii

Daftar Isi...........................................................................................................................iii

Bab I Pendahuluan.............................................................................................................1

1.1 Latar Belakang .................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................2
1.3 Tujuan Makalah.................................................................................................2

Bab II Pembahasan ...........................................................................................................3

2.1 Definisi Rasionalitas..........................................................................................3

2.2 Jenis-jenis Rasionalitas .....................................................................................6

2.3 Aksioma-aksioma rasional................................................................................7

2.4 Konsep Rasionalitas dalam Perspektif Islam...................................................11

2.5 Rasionalitas Ekonomi dalam Perspektif Islam................................................14

2.6 Etika dan Rasionalitas Ekonomi Islam............................................................16

Bab III Penutupan ...........................................................................................................17

3.1 Kesimpulan.......................................................................................................17

3.2 Saran.................................................................................................................17

Daftar Pustaka..................................................................................................................18

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ilmu ekonomi merupakan suatu studi yang mempelajari tentang perilaku

manusia. Dalam kapitalisme, studi yang dimaksud disini bukanlah manusia secara

umum. Tetapi tentang manusia ekonomi yang memiliki perilaku untuk memenuhi

segala kebutuhan hidupnya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka manusia

harus melakukan pilihan.


Cara melakukan pilihan antara kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder

hanya dapat dilakukan oleh manusia ekonomi secara rasionalitas ekonomi. Islam

merupakan ajaran yang mengatur kehidupan dalam semua dimensi baik akidah,

ibadah, dan semua aspek kehidupan manusia termasuk semua bentuk muamalah,

khususnya pada hal-hal yang berkaitan dengan ekonomi. Tidak ada sesuatupun

yang tersembunyi dari jangkauan Allah SWT dan tidak sesuatupun yang luput dari

pengawasan-Nya.
lmu ekonomi memang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari

manusia. kebutuhan dan keinginan manusia menjadi hal yang penting untuk

dipenuhi. namun alat ataupun sumberdaya untuk memenuhi dua hal tersebut

sangatlah terbatas. untuk itu agar dapat memenuhinya, manusia haruslah pintar-

pintar menggunakan rasionya.


Konsistensi seseorang dinilai dalam menentukan atau memutuskan

pilihannya bila dihadapkan pada beberapa alternatif atau pilihan-pilihan. cara

mengambil pilihan itu pun hendaknya dilakukan secara rasionalitas ekonomi.

4
5

Setiap analisis ekonomi selalu didasarkan atas asumsi mengenai perilaku

para pelaku ekonominya. Secara umum seringkali diasumsikan bahwa dalam

pengambilan keputusan ekonomi, setiap pelaku selalu berpikir, bertindak dan

berpikir secara rasional.


Persoalan lain mengenai penhambilan keputusan adalah rasionalitas itu

sendiri mengandung muatan yang berbeda dalam masyarakat. Boleh jadi rasional

menurut seseorang, tetapi tidak rasional menurut orang lain. Hal ini terjadi akibat

dari perbedaan keyakinan dan pengaruh budaya yang berlaku di masyarakat.


1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi rasionalitas?
2. Apa saja jenis-jenis rasionalitas?
3. Apa saja Aksioma – aksioma Rasional ?
4. Bagaimana Konsep rasionalitas dalam perspektif islam?
5. Bagaimana rasionalitas ekonomi dalam perspektif islam ?
6. Bagaimana Etika dan rasionalitas ekonomi islam?
1.3 Tujuan Makalah
1) Untuk mengetahui definisi rasionalitas
2) Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis rasionalitas
3) Untuk mengetahui aksioma-aksioma rasionalitas islam
4) Untuk mengetahui seperti apa konsep rasionalitas dalam perspektif islam
5) Untuk mengetahui bagaimana rasionalitas ekonomi dalam perspektif islam
6) Untuk mengetahui bagaimana etika dan rasionalitas ekonomi islam
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Rasionalitas

Rasional adalah lawan dari irasional, dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI) edisi III, rasional adalah menurut pikiran dan

pertimbangan yang logis atau pikiran yang sehat atau cocok dengan akal.1
Rasionalitas ekonomi dapat dipahami sebagai tindakan atas dasar

kepentingan pribadi untuk mencapai kepuasannya yang bersifat material

lantaran khawatir tidak mendapatkan kepuasan itu karena terbatasnya alat

atau sumber pemuas.2


Sebelum membahas lebih lanjut mengenai apa itu rasionalitas, ada

baiknya jika kita mengetahui terlebih dahulu apa yang dimaksudkan oleh

para ekonom ketika mereka mengatakan bahwa suatu keputusan yang

diambil seseorang pelaku ekonomi ialah rasional secara ekonomi.3


2.1.1 Asumsi Rasionalitas Ekonomi
Rasionalitas telah menjadi asumsi sentral dalam ekonomi konvensional,

namun terkadang menimbulkan implikasi yang kurang sesuai dengan tuntutan

moral.Merujuk pada pendekatan filsafat Darwinisme di dalam ilmu ekonomi

1 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi III.


2 https://rindaasytuti.wordpress.com/2010/06/29/agama-dan-rasionalitas-
ekonomi/ diakses pada 21 Maret 2016.
3 M. Nur Rianto Al Arif dan Dr. Euis Amalia, Teori Mikroekonomi: Suatu
Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional, (Jakarta: Kencana, 2010),
hlm. 66.

3
4

bahwa rasionalitas diartikan sebagai usaha untuk melayani kepentingan

individu.
5

Kepentingan pribadi atau self-interest, menjadi titik tekan disini.

Namun, menurut Adam Smith, penekanan pada self-interest itu bukan berarti

mengabaikan kepentingan masyarakat. Menurutnya, dengan memaksimalkan

self-interest, kepentingan (kesejahteraan) masyarakat dengan sendirinya akan

terpenuhi.
Dalam literatur teori ekonomi modern yang tersedia, seorang pelaku

ekonomi diasumsikan rasional berdasarkan hal-hal berikut:4

a. Setiap orang tahu apa yang mereka mau dan inginkan, serta mampu

mengambil suatu keputusan atas suatu hal, dari sesuatu yang paling

diinginkan (most preferred) sampai dengan yang paling kurang diinginkan

atau (less preferred). Serta setiap idividu akan mampu bertindak dan

mengambil keputusan secara konsisten.


b. Keputusan yang diambil berdasarkan pertimbangan tradisi, nilai-nilai dan

mempunyai alasan dan argumentasi yang jelas dan lugas. Hal ini

menunjukkan bahwa metodelogi rasionalitas ialah ketika hal ini diambil

berdasarkan cara berpikir dari setiap pelaku ekonomi itu sendiri.


c. Setiap keputusan yang diambil oleh individu ini harus mengaju pada

pengkuantifikasian keputusan akhir dalam suatu unit moneter.

Pengkuantifikasian ini akan membawa pada perhitungan dan bertendensi

untuk memaksimalkan tujuan dari setiap aktivitas, di mana suatu hal yang

lebih baik lebih disukai dari pada yang kurang baik.

4 Syed Omar Syed Agil, “Rationality in Economic Theory, A Critical Appraisal”, dalam
Reading Micro Economics, An Islamic Perspective, Sayyid Taher, dkk (editor),
Malaysia: Longman, 1992, hal. 32.
6

Dalam buku-buku ekonomi, term rasionalitas ini dijelaskan bahwa

manusia disebut rasional jika ia melakukan sesuatu yang sesuai dengan self-

interest, dan pada saat yang sama konsisten dengan membuat pilihan-

pilihannya dengan tujuan yang dapat dikuantifikasikan (dihitung untung

ruginya) menuju kesejahteraan umum. Sementara dalam ekonomi Islam pelaku

ekonomi, baik itu produsen maupun konsumen akan berusaha untuk

memaksimalkan maslahah.

2.1.2 Fenomena Sejarah


Suatu fakta sejarah mengungkapkan bahwa rasionalitas ialah suatu

konsekuensi atas factor ekonomi dan agama, dimana faktor utama ini kapitalis.

Dalam masa periode awal merkantilisme, para pedagang mencari keuntungan

tinggi karena dua faktor:5

a. Kebijakan yang memberikan keuntungan berlebih kepada kaum

perdagangan dengan memberikan perlakuan khusus yang bersifat

monopolistik.
b. Faktor agama yang berasal dari ajaran katolik yang mengutuk kekayaan,

dimana kesejahteraan ekonomi dan kekayaan akan berlawanan dengan

pengajaran oleh gereja.

Pada akhir abad ke-17, pasar kapitalis yang berkembang secara maju

dan signifikan atas produksi dan perdagangan. Kemudian berdasarkan konteks

ini, teori baru tentang perilaku manusia telah lahir.

Sifat menang sendiri dan egois menjadi hal yang utama, jika tidak dapat

dikatakan sebagai satu-satunya yang menjadi acuan manusia dalam

5 Ibid, 50.
7

beraktifitas. Pergerakan melawan doktrin dan kekuasaan gereja yang terlalu

dictator melahirkan suatu etika protestan.

Etika protestan kemudian diformulasikan untuk mendukung dan

menjadi alasan dalam motif kepentingan pribadi (self-interest) dalam ekonomi

kapitalis sebagai hasil atas perubahan ini, doktrin individualis dan egois ini

mendominasi dalam pemikiran ekonomi. Sehingga bahwa rasionalitas yang

bersifat egois merupakan bentuk perlawanan atas peraturan Negara dan

antigereja.

2.2 Jenis - jenis Rasionalitas

Ada dua jenis rasionalitas, yaitu rasionalitas kepentingan pribadi (self

interest rationality) dan present-aim rationality.6


2.2.1 Rasionalitas kepentingan pribadi
Prinsip pertama dalam ilmu ekonomi menurut edgeworth adalah

bahwa setiap pihak digerakkan hanya oleh self interst. Hal ini mungkin saja

benar pada masa-masa edgeworth, tapi salah satu pencapaian dari teori utilitas

modern adalah pembebasan ilmu ekonomi dari prinsip pertama yang

meragukan tersebut.
Self interest tidak harus selalu berarti memperbanyak kekayaan

seseorang dalam satuan rupiah tertentu. Kita berasumsi bahwa individu

mengejar berbagai tujuan, bukan hanya memperbanyak kekayaan secara

moneter.
Self interest sekurang-kurangnya mencakup tujuan-tujuan yang

berhubungan dengan prestasi, persahabatan, cinta, kekuasaan, menolong

sesama, penciptaan karya seni, dan lain-lain.


6 Robert Frank, Microeconomics and Behaviour 2nd ed, dalam Adiwarman A. Karim. Teori
Mikroekonomi Islami. Jakarta: IIT-Indonesia, 2001, hlm. 29.
8

Kita dapat juga mempertimbangkan self interest yang tercerahkan,

dimana individu-individu dalam rangka untuk mencapai sesuatu yang

menjadikan mereka lebih baik, pada saat yang sama membuat orang-orang di

sekelilingnya menjadi lebih baik pula.


2.2.2 Present-aim rationality
Teori utilitas modern yang aksiomatis tidak berasumsi bahwa manusia

bersikap mementingkan kepentingan pribadinya (self interest). Teori ini

hanya berasumsi bahwa manusia menyesuaikan preferensinya dengan

sejumlah aksioma: secara kasarnya preferensi-preferensi tersebut harus

konsisten. Individu-individu menyesuaikan dirinya dengan aksioma-aksioma

ini tanpa harus menjadi self interest.

2.3 Aksioma - aksioma Rasionalitas


Aksioma berasal dari Bahasa Yunani αξιωμα (axioma), yang berarti dianggap

berharga atau sesuai atau dianggap terbukti dengan sendirinya. Kata ini berasal

dari αξιοειν (axioein), yang berarti dianggap berharga, yang kemudian berasal dari

αξιος (axios), yang berarti berharga. Di antara banyak filsuf Yunani, suatu

aksioma adalah suatu pernyataan yang bisa dilihat kebenarannya tanpa perlu

adanya bukti.7 Adapun aksioma-aksioma rasionalitas terbagi atas 3 yaitu:8


2.3.1 Kelengkapan (Completeness)

Prinsip ini mengatakan bahwa setiap individu selalu dapat menentukan

keadaan mana yang lebih disukainya diantara dua keadaan. Bila A dan B

merupakan dua keadaan yang berbeda, maka individu selalu dapat menemukan

secara tepat satu diantara kemungkinan berikut:

7 Andayani (2015). Problema dan Aksioma dalam Metodologi Pembelajaran Bahasa


Indonesia. Yogyakarta: CV BUDI UTAMA. hlm. 63. ISBN 978-602-280-698-1.
8 M. Nur Rianto Al Arif dan Euis Amalia, op.cit. hlm. 70.
9

 A lebih disukai daripada B


 B lebih disukai daripada A
 A dan B sama-sama disukai
 A dan B sama-sama tidak disukai
2.3.2 Transitivitas (Transitivity)
Prinsip ini menerangkan mengenai konsistensi seseorang dalam menentukan

dan memutuskan pilihannya bila dihadapkan oleh beberapa alternatif pilihan

produk. Dimana jika seseorang individu mengatakan bahwa “produk A lebih

disukai daripada produk B”, dan “produk B lebih disukai daripada produk C”,

maka ia pasti akan mengatakan bahwa “produk A lebih disukai produk C”.

prinsip ini sebenarnya untuk memastikan adanya konsistensi internal di dalam

diri individu dalam hal pengambilan keputusan.

Hal ini menunjukkan bahwa setiap alternatif pilihan seorang individu akan selalu

konsisten dalam memutuskan preferensinya atas suatu pruduk dibandingkan

dengan produk lain.Secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut:

• Honda lebih disukai daripada Toyota

• Toyota lebih disukai daripada Suzuki

• Honda akan lebih disukai daripada Suzuki

2.3.3 Kesinambungan (Continuity)


Prinsip ini menjelaskan bahwa jika seorang individu mengatakan “produk A

lebih disukai daripada produk B”, maka setiap keadaan yang mendekati produk

A pasti juga akan lebih disukai lebih dari pada produk B. Sebagai contoh

dimana seorang individu lebih menyukai mobil dengan merek Honda daripada

merek Suzuki, maka setiap tipe model dari mobil merek Honda apapun akan

jauh lebih disukai dari pda tipe model apapun dari model merek Suzuki.
10

Disamping aksioma-aksioma yang bersifat universal diatas, juga terdapat

aksioma lain yang merupakan sesuatu yang diyakini dalam islam, antara lain:

a) Adanya kehidupan setelah mati.

Menurut islam kematian bukan merupakan akhir dari kehidupan melainkan

merupakan awal dari kehidupan baru. Setiap orang islam dituntut meyakini

hal ini secara pasti. Kehidupan di dunia akan diakhiri dengan kematian,

namun kehidupan setelah dunia, disebut akhirat, bersifat abadi. Tidak akan

ada kematian setelah kehidupan di akhirat.

b) Kehidupan akhirat merupakan akhir pembalasan atas kehidupan di dunia.


Hidup setelah mati dipercayai bukan merupakan hidup baru yang terlepas

dari kehidupan di dunia melainkan kelanjutan dari hidup di dunia. Secar

lebih pasti dipercayai bahwa kehidupan setelah mati merupakan masa

pembalasan terhadap setiap setiap perbuatan yang pernah dilakukan di

dunia. Dengan kata lain, kehidupan di dunia merupakan ujian bagi manusia

untuk mendapatkan kehidupan setelah mati.


c) Sumber informasi yang sempurna hanyalah alqur'an dan sunnah
Pada dasarnya informasi dapat diperoleh dari fenomena kehidupan dunia

masa lalu, namun kebenaran informasi ini sangat dibatasi oleh ruang dan

waktu serta kemampuan pelaku dalam menginterprestasikan fenomena

tersebut.
Islam mengajarkan bahwa Allah telah melengkapi kelemahan manusia

dengan memberikan informasi dan petunjuk yang dapat digunakan

sepanjang masa. Informasi ini dituangkan dalam bentuk kitab suci alqur'an

yang berisikan firman allah serta sunnah Nabi Muhammad SAW.


11

Informasi di atas meliputi makna, tujuan maupun prose bagaimana pelaku

meningkatkan maslahah yang diterimanya. Kedua sumber informasi ini

dianggap valid dan tidak terbantahkan. Pelaku ekonomi hanya diperlukan

untuk menginterprestasikan dan mengaplikasikannya dalam kegiatan

ekonomi.

Dengan tambahan aksioma ini, maka pelaku ekonomi yang memiliki

rasionalitas islam menghadapi jangkauan waktu (time horizon) yang tak

terbatas. Dalam pandangan islam, kehidupan manusia terdiri dari kehidupan

dunia, kehidupan kubur dan kehidupan abadi akhirat.


Maslahah yang akan diterima di hari akhir merupakan fungsi dari kehidupan di

dunia atau maslahah di dunia terkait dengan maslahah yang diterima di akhirat.

Dengan time horizon yang lebih panjang ini, maka seorang pelaku ekonomi

akan merasakan ketidakpastian.


Ketidakpastian yang dimaksudkan adalaha yang menyangkut maslahah. Ia

menghadapi situasi ketidakpastian mengenai apakah maslahah yang akan

diperolehnya diakhirat lebih baik atau lebih buruk dari pada yang dirasakan di

dunia.9
2.4 Konsep Rasionalitas Dalam Perspektif Islam
Jika dalam ekonomi konvensional, manusia disebut rasional secara ekonomi

jika selalu memaksimumkan utility untuk konsumen dan keuntungan untuk

produsen, maka dalam ekonomi islam, seorang pelaku ekonomi, baik produsen

maupun konsumen, akan selalu berusaha memaksimalkan mashlahah.


Konsep rasionalitas dalam ekonomi islam lebih luas dimensinya daripada

ekonomi konvensional. Rasionalitas ekonomi dalam islam diarahkan sebagai

9 P3EI, Ekonomi Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013.


12

dasar perilaku kaum muslimin yang mempertimbangkan kepentingan diri, social,

dan pengabdian kepada Allah.


Beberapa pakar ekonom muslim membuat batasan terhadap rasionalitas dalam

ekonomi islam. Rasionalitas dalam ekonomi islam tidak hanya didasarkan kepada

pemuasan nilai guna (material) didunia, tetapi mempertimbangkan pula aspek-

aspek sebagai berikut:


a. Respek terhadap pilihan-pilihan logis ekonomi dan faktor-faktor eksternal,

seperti tindakan altruis dan harmoni social


b. Memasukkan dimensi waktu yang melampaui horizon duniawi sehingga

segala kegiatan ekonomi berorientasi dunia dan akhirat


c. Memenuhi aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh syari’at islam
d. Usaha-usaha untuk mencapai falah, yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat

Monzer kahf dalam buku Ekonomi Mikro Islam oleh Anita Rahmawaty

menguraikan beberapa prinsip dasar dalam rasionalitas ekonomi islam

adalah sebagai berikut:

1) konsep sukses dalam islam diukur dengan nilai moral islam, bukan dengan

jumlah kekayaan yang dimiliki.


2) Seseorang muslim harus percaya adanya hari kiamat dan kehidupan akhirat.

Keyakinan ini membawa dampak mendasar pada perilaku konsumsi, yaitu:


 Pilihan jenis konsumsi akan diorientasikan untuk kepentingan dunia dan

akhirat.
 Probabilitas kuantitas jenis pilihan konsumsi cenderung lebih variatif dan

lebih banyak karena juga mencakup jenis konsumsi untuk kepentingan

akhirat.
3) Harta merupakan anugerah Allah dan bukan merupakan sesuatu yang dengan

sendirinya bersifat buruk sehingga harus dijauhi secara berlebihan. Harta


13

merupakan alat untuk mencapai tujuan hidup jika diusahakan dan

dimanfaatkan secara benar.


4) Harta benda/barang (goods) merupakan karunia yang diberikan Allah kepada

manusia. Islam telah menganjurkan untuk mengkonsumsi barang-barang yang

termasuk dalam kategori dhalal dan at-tayyibat (barang-barang yang baik dan

suci). Sebaliknya, barang-barang yang haram, seperti minuman keras, babi,

bangkai, dan lain-lain dilarang dalam islam.


5) Islam memiliki seperangkat etika dan nilai yang harus dipedomani manusia

dalam berkonsumsi, seperti keadilan, kesederhanaan, kebersihan,tidak

melakukan kemubadziran dan tidak berlebih-lebihan (israf).

Sementara itu, dalam konteks rasionalitas dalam konsumsi yang lebih

spesifik, fahim khan membedakan antara mashlahah dan keputusan (utility).

Mashlahah didefinisikan sebagai “the property or power of a good or service

that prompts the basic elements and objectivies of the life of human beings

in this world”, sedangkan utility adalah “the property of a goods or service to

satisfy a human want”.


Maslahah dikoneksikan dengan kebutuhan (need), sedangkan kepuasan

(utilirty) dikoneksikan dengan keinginan (want). Ia menderivasikan

pandangan pada konsep maqasid syari’ah dengan mashlahah yang berujung

pada masalih al ibad (untuk kemashlahatan hamba atau manusia).10

2.5 Rasionalitas Ekonomi Dalam Perspektif Islam


Ekonomi Islam menurut Chapra adalah branch of knowledge yang membantu

manusia untuk mencapai kesejahteraan manusia melalui alokasi dan distribusi dari

10 Anita Rahmawaty, Ekonomi Mikro Islam, Nora Media Enterprise, Kudus, 2011.
14

kelangkaan sumber daya yang mengikuti maqashid syariah. Ekonomi Islam

sejatinya dapat menjadi kekuatan baru dalam mewarnai kehidupan manusia.


Kombinasi dimensi spiritual yang meneduhkan serta rasionalitas yang

meyakinkan sangat berpotensi untuk memperbaiki kondisi kehidupan manusia.

Dengan itu, kesejahteraan dan kebahagian manusia tidak semata berlaku secara

individual tetapi juga yang bersifat sosial.11


2.5.1 Dasar hukum rasionalitas dalam Islam
Rasionalitas dalam perilaku pembelian konsumen muslim harus

berdasarkan aturan Islam.12 sebagaimana dalam Al-Qur’an.13 sebagai berikut:


a. Konsumen muslim dinyatakan rasional jika pembelajaran yang dilakukan

sesuai dengan kebutuan dan kemampuan. Sesuai dengan QS. Al-Israa: 29

ً‫طمهاً سكمل اًولبموسطط فمتموقسعمد ممسلو رماًمموحسسووررا‬ ‫ك مموغسلولمةر إطللىٰ سعنسقط م‬


‫ك مولم تموبسس و‬ ‫موملتموجمعول يممد م‬

“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan

janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kami menjadi tercela

dan menyesal.”
b. Seorang konsumen muslim dapat dibilang rasional jika ia

membelanjakan tidak hanya untuk barang-barang yang bersifat duniawi

semata, melainkan turut pula untuk keperluan dijalan Allah SWT (fi

sabilillah) sesuai dalam QS. al-Israa: 26

ً‫ مواًولطموسطكويِمن مواًوبمن اًلمسطبيِطل مولم تسبمذذ ور تموبطذ ويررا‬,‫ت مذاً اًولقسور لبىٰ محقمسة‬
‫مومءاً ط‬

11 Umer Chapra lihat dalam Adiwarman A. Karim, Ilmu Ekonomi Islam; Bagaimana
seharusnya?, Ulasan atas buku, The Future of Economic; An Islamic Perspective,
Landscape Baru Perekonomian Masa Depan, Jakarta, SEBI, 2001, hlm. 397.
12 Syed Omar Syed Agil, Rationality in Economic Theory, dalam Sayid Tahir et. al..ed.
Reading in Microeconomics: an Islamic Perspective (Selangor: Longman Malaysia,
1992), hlm. 44.
13 Departemen Agama RI, Al-Hidayah: Al-Qur’an Tafsir Per Kata Tajwid Kode Angka,
(Tangerang: Kalim, 2011)
15

“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada

orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu

menghamburkan (hartamu) secara boros.”


c. Seorang konsumen muslim yang rasional akan mempunyai tingkat

konsumsi yang lebih kecil dari konsumen non-muslim dikarenakan

konsumsi hanya diperbolehkan untuk barang-barang yang halal. Hal ini

sesuai dengan QS. Al-Baqarah: 173

‫إطنممماً محمرمم معمليِسكسم اًولممويِتمةم مواًلمدمم مولموحمم اًولطخونطزويطر مومماً اًسطهلمبطهه لطمغويِطر ا‬
‫اط‬

‫غ مولم معاًدد فململ اًطوثمم معلمويِطه ا إطمن آ لم مغفسووسرمرطحويِمم‬


‫ضطسمر مغويِمرمباً د‬
‫فمممطن اً و‬

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging

babi, dan binatang yang (ketika di sembelih) disebut (nama) selain

Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa sedang ia tidak

menginginkanya dan tidak melampaui batas, maka tidak ada dosa

baginya. Sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang.

2.6 Etika Dan Rasionalitas Ekonomi Islam.

Aspek moral atau etika dalam ekonomi konvensional dianggap sebagai

batas ilmu ekonomi karena perilaku etis dipandang sebagai perilaku tidak

rasional. Tindakan etis sering kali diartikan sebagai pengorbanan kepentingan

individu atau material untuk mengedepankan kepentingan social atau non

material.
Perilaku rasional ekonomi diartikan sebagai upaya untuk mewujudkan

mashlahah materi semata, maka perilaku etis dipandang sebagai perilaku yang

tidak rasional dan karenanya dikeluarkan dari pokok bahasan ilmu ekonomi.
16

Secara umum, moral didefinisikan sebagai standar perilaku yang dapat

diterima oleh masyarakat (benar) ataukah tidak (salah). Filosofi atau suatu

standar moral setiap masyarakat dapat berbeda-beda, dan alasan inilah yang

dikenal dengan istilah etika. Suatu perilaku yang dianggap rasional oleh paham

konvensional dapat dianggap tidak rasional dalam pandangan islam.14

14 Ibid, hlm. 32-33


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pengalokasikan kebutuhan manusia yang tidak terbatas, dimana

berhadapan dengan sumber daya yang terbatas, setiap individu menggunakan

prinsip rasionalitas dalam mencapai kepuasan yang maksimum. Rasionalitas

merupakan pengembangan dari asumsi bahwa manusia ialah homo economicus.

Hal ini berarti bahwa setiap individu paling mengetahui kepuasan yang

maksimum bagi dirinya.


Perspekif Islam tentang Rasionalitas Ekonomi dicerminkan dalam perilaku

pembelian konsumen muslim harus berdasarkan aturan Islam. Bahkan konsep

rasionalitas dalam buku ekonomi konvensional, berbagai persyaratan yang

pendapatnya perlu dilakukan perubahan dalam ekonomi Islam agar dapat

diaplikasikan oleh konsumen muslim.

3.2 Saran
Keunikan ekonomi Islam terletak pada orientasinya pada pemenuhan

kehidupan dunia dan akhirat. Oleh karena itu, keseimbangan antara aktivitas

ibadah dengan pemenuhan hidup hendaknya harus seimbang.

DAFTAR PUSTAKA

18
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi III.

M. Nur Rianto Al Arif dan Euis Amalia. (2010). Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan
Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional, Jakarta: Kencana.
https://rindaasytuti.wordpress.com/2010/06/29/agama-dan-rasionalitas-ekonomi/

diakses pada 21 Maret 2016.

Syed Omar Syed Agil. (1992). Rationality in Economic Theory, dalam Sayyid

Tahir et. al..ed. Reading in Microeconomics: an Islamic Perspective

Selangor: Longman Malaysia.

Ibid, 50.

Robert Frank. (2001). Microeconomics and Behaviour 2nd ed, dalam Adiwarman

A. Karim. Teori Mikroekonomi Islami. Jakarta: IIT-Indonesia.

P3EI, Ekonomi Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013.

Anita Rahmawaty, Ekonomi Mikro Islam, Nora Media Enterprise, Kudus,

2011.

Umer Chapra lihat dalam Adiwarman A. Karim, Ilmu Ekonomi Islam;

Bagaimana seharusnya?, Ulasan atas buku, The Future of Economic; An

Islamic Perspective, Landscape Baru Perekonomian Masa Depan, Jakarta,

SEBI, 2001, hlm. 397.

Syed Omar Syed Agil, Rationality in Economic Theory, dalam Sayid Tahir

et. al..ed. Reading in Microeconomics: an Islamic Perspective (Selangor:

Longman Malaysia, 1992), hlm. 44.

Departemen Agama RI, Al-Hidayah: Al-Qur’an Tafsir Per Kata Tajwid Kode

Angka, (Tangerang: Kalim, 2011)

Ibid, hlm. 32-33


19
20

Anda mungkin juga menyukai