Anda di halaman 1dari 7

NAMA : ANI RAHMAWATI

NIM : 1920602100
KELAS : EKSYA 3
MK : EKONOMI PEMBANGUNAN

TUGAS MENJAWAB PERTANYAAN *PERTANYAAN*


1. Jelaskan bagaimana evolusi dari ukuran pembangunan, bagaimana tren perubahan ukuran
tersebut terhadap perubahan dari paradigma pembangunan!
2. Jelaskan mengapa paradigma memiliki peranan penting dalam menurunkan konsep dan
implementasi ekonomi pembangunan!
3. Jelaskan mengapa ruang lingkup ekonomi pembangunan lebih luas dari ekonomi
dalam artian tradisional (sempit)!
4. Jelaskan empat prinsip ekonomi Islam dan jelaskan apa implikasi dari prinsip
tersebut terhadap karakteristik ekonomi pembangunan Islam!
5. Jelaskan empat ciri utama sistem ekonomi Islam dan keterkaitannya dengan ekonomi
pembangunan Islam!
6. Jelaskan mengapa maqashid syariah lebih mudah direpresentasikan daripada maslahat
dan falah!
7. Jelaskan mengapa ekonomi pembangunan konvensional berbeda dengan ekonomi
pembangunan Islam!
8. Jelaskan mengapa ekonomi pembangunan Islam penting untuk dikembangkan!
*JAWABAN*
1. Jika dilihat berdasarkan perkembangan teori dan paradigma dari ekonomi
pembangunan pada era modern, indikator dasar dan awal dari pembangunan adalah
pertumbuhan ekonomi (GDP Growth) dan pendapatan per kapita (GDP Percapita)
(Todaro, 2015; Ranis et al., 2000; Frey dan Stutzer, 2002; dan Conceição dan Bandura,
2008). Pada periode ini, setiap negara di dunia fokus pada bagaimana meningkatkan
PDB. Namun seiring berjalannya waktu, masing-masing negara menyadari adanya isu
ketimpangan yang mereka hadapi. Walaupun secara agregat PDB meningkat dan
pendapatan per kapita bertambah, muncul permasalahan lain yaitu ketimpangan
distribusi pendapatan. Hal itu dinyatakan melalui hipotesis Kuznets (1955) bahwa
ketimpangan akan semakin parah di awal fase pembangunan. Ketimpangan ini berpotensi
menghambat pertumbuhan dan menyebabkan timbulnya konflik sosial. Evolusi dari
ukuran pembangunan yang masih akan berlanjut ini, pada satu sisi mengindikasikan
bahwa perkembangan arah pembangunan dari waktu ke waktu terlihat semakin dinamis.
Namun di sisi lain juga semakin meyakinkan bahwa fokus pembangunan sudah mulai
mengikuti faktor-faktor yang tidak hanya berkutat di sekitar area ekonomi yang
cenderung bersifat materialistik. Terdapat pergeseran pandangan mengenai
kesejahteraan, dari yang bersifat wealth-incomebased menuju subjective-wellbeing
concerns.
Pergeseran perubahan ukuran global dari pembangunan ini dengan jelas
menggambarkan adanya transformasi paradigma pembangunan dari indikator
tunggal (PDB) menuju indikator yang lebih kompleks (SDGs). Hal lain yang disiratkan
pada indikator tersebut adalah adanya pergeseran dari paradigma jangka pendek
menuju jangka panjang serta memberikan ruang pada masuknya nilai dalam menciptakan
konsep pembangunan.
2. Karena hal ini pada dasarnya menunjukkan bahwa sebuah sudut pandang terhadap
sebuah pembangunan memiliki dampak terhadap konsep dan implementasi yang
dikemukakan. Di sisi lain hal ini juga menunjukkan bahwa pendekatan dalam
pengembangan konsep dan implementasi dari pembangunan bersifat fleksibel dan
dinamis. Relevansi dari masing-masing keberhasilan pembangunan sangat bergantung
kepada tujuan dari pembangunan itu sendiri yang tidak lain diturunkan dari
paradigma pembangunan yang digunakan. Secara umum, indikator yang digunakan
dalam mengukur keberhasilan pembangunan berkaitan dengan aspek fisik dan material
seperti; pembangunan infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi. Sehingga hal yang paling
sering dianggap sebagai indikator untuk menilai pembangunan adalah Produk Domestik
Bruto (PDB), angka kemiskinan, ketimpangan, dan berbagai indikator makro lainnya.
Namun, indikator pengukuran ini belum tentu dapat dikatakan sesuai dengan prinsip
ekonomi pembangunan Islam khususnya.

3. Karena sebagai sebuah ilmu pengetahuan, ekonomi pembangunan tidak hanya terdiri
dari dasar-dasar ilmu ekonomi tradisional saja, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh
konsep-konsep lain. Pendekatan yang digunakan ekonomi tradisional seperti
maksimalisasi kepuasan dan keuntungan, efisiensi pasar, serta determinasi
keseimbangan pasar. Hal ini juga yang melandasi pada awalnya ekonomi
pembangunan didefinisikan berdasarkan pertumbuhan output (output-based). Sementara
itu, pendekatan ekonomi politiklah yang menggeser paradigma ekonomi pembangunan
yang juga memfokuskan diri pada aspek yang lebih luas bukan sekadar aspek fisik
material.Ekonomi politik merupakan konteks yang mempengaruhi pengambilan
keputusan oleh pembuat kebijakan dalam sebuah aktivitas ekonomi. Hal ini
memungkinkan sebuah tindakan ekonomi dapat berbeda dari rasionalitas yang
dibangun oleh ekonomi tradisional. Begitu pula dalam konteks pembangunan,
alokasi sumber daya dan fokus yang menitikberatkan pada pertimbangan lain diluar
peningkatan output. Pertimbangan tersebut merupakan bagian dari fungsi ekonomi
politik. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa ekonomi pembangunan memiliki ruang
lingkup kajian yang lebih luas dibandingkan dengan ekonomi tradisional.
4. ( 4 prinsip ekonomi islam )

1) Keesaan (Tauhid)
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa setiap umat muslim wajib meyakini
keesaan Allah Swt. Kewajiban menyadari bahwa semua milik Allah Swt.
adalah mutlak atas semua kepemilikan harta manusia. Artinya, kepemilikan
manusia terhadap hartanya hanyalah bersifat relatif atau sebagai seorang
manusia hanya diberikan amanah untuk mengelola harta tersebut dan
membelanjakan harta tersebut di jalan Allah Swt.
“...Sungguh Allah Maha berkuasa atas segala sesuatu.” (Q.S. Fatir
[35]:1)“Ingatlah, sesungguhnya kepunyaan Allah apa yang ada di langit dan di bumi.
Ingatlah sesungguhnya janji Allah itu benar, tetapi kebanyakan dari mereka tidak
mengetahuinya.” (Q.S. Yunus [10]:55)
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena
sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (Q.S. al-Baqarah [2]:
195
2) Equilibrium (Al-’Adl wa Al-Ihsan)
Manusia diciptakan oleh Allah Swt. di muka bumi tidak lain adalah untuk
menjadi rahmatan lil ’alamin (Q.S. al-Ankabut [29]: 51), yaitu memberikan manfaat
sebesar-besarnya untuk alam. Al-’Adl merujuk kepada hubungan timbal balik
antar-manusia dimana seseorang harus berlaku adil dan tidak merugikan baik
dirinya sendiri maupun orang lain. Sementara Ihsan merujuk kepada tanggung
jawab individu dan masyarakat untuk memperhatikan orang-orang yang memiliki
keterbatasan untuk memperoleh suatu manfaat.

3) Free Will (Ikhtiar)


Allah Swt. menciptakan manusia dengan memiliki nafsu atau kehendak untuk
melakukan suatu usaha yang diikuti dengan pemberian akal untuk berpikir. Manusia
dituntut untuk menggunakan daya nalar mereka untuk membuat keputusan atas
kehendak yang ada dalam diri mereka. Hal inilah yang memuliakan manusia dari
makhluk lain di atas permukaan bumi dan menjadikan mereka sebagai khalifah.
“Apabila telah ditunaikan salat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah
karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (Q.S al-
Jumuah [62]: 10)
“...Setiap perbuatan dosa seseorang, dirinya sendiri yang bertanggung jawab. Dan
seseorang tidak akan memikul beban dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah
kamu kembali, dan akan diberitahukan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu
perselisihkan. Dan dialah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi
dan Dia mengangkat (derajat) sebagian kamu di atas yang lain, untuk mengujimu atas
(karunia) yang diberikan-Nya kepadamu....” (Q.S. al-An’am [6]: 164-165).

4) Responsibility (Fard)
Aksioma ini menjelaskan tanggung jawab manusia terhadap Allah Swt.,
terhadap dirinya sendiri, serta terhadap orang lain, serta masyarakat yang pada
akhirnya melahirkan satu tujuan, yaitu untuk membantu sesama manusia karena Allah
yang dapat meningkatkan derajat keimanan.
“Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? Yaitu melepaskan
budak dari perbudakan. Atau memberi makan pada hari kelaparan. Kepada anak
yatim yang ada hubungan kerabat. Atau kepada orang miskin yang sangat fakir.”
(Q.S. al-Balad [90]: 12-16).
(implikasi dari prinsip tersebut terhadap karakteristik ekonomi pembangunan
Islam)
1) Aksioma pertama menyiratkan bahwa spirit dari ekonomi pembangunan Islam tidak
hanya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat duniawi tetapi juga untuk
mencapai kepentingan yang bersifat ukhrawi. Segala yang dilakukan atas dasar
kepercayaan kepada Allah. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa yang dicapai oleh
pembangunan Islam tidak hanya yang bersifat fisik/material tetapi juga spiritual.
2) Aksioma kedua menuntun agar ekonomi pembangunan Islam tidak hanya
mengarahkan pembangunan yang bersifat individual, tetapi juga kelompok,
pembangunan yang tidak menciptakan ketimpangan dan menjunjung tinggi
keadilan. Selain itu, aksioma ini juga menyiratkan bahwa ekonomi pembangunan
Islam memprioritaskan pembangunan yang bersifat daruriyat, yaitu pembangunan
yang pro terhadap kaum lemah, kelompok masyarakat yang memiliki keterbatasan.
Aksioma ini juga mengarahkan agar dimensi pembangunan di dalam Islam lebih
komprehensif yang tidak hanya bermanfaat bagi manusia, tetapi juga makhluk lain
dan lingkungan sekitar.
3) Aksioma ketiga (free will) menunjukkan bahwa dalam proses pembangunan
harus ada sebuah proses pengendalian yang dilakukan oleh manusia selaku objek
sekaligus subjek dari pembangunan. Di dalam prinsip ekonomi Islam kelangkaan
(scarcity) bukanlah masalah utama, tetapi yang menjadi masalah adalah penyebab
dari kelangkaan tersebut. Kelangkaan dalam ekonomi Islam dapat dibagi dua,
yaitu kelangkaan absolut dan kelangkaan relatif. Kelangkaan relatif ini
mempercayai bahwa pada dasarnya apa yang diciptakan di dunia ini adalah
cukup, tetapi yang membuatnya menjadi langka adalah ketamakan manusia.
Selain karena ketamakan, kelangkaan juga terjadi karena keterbatasan manusia
dalam mengeksplorasi dan mendistribusikan sumber daya secara adil terhadap
manusia lainnya dan dalam periode waktu. Pengendalian pembangunan yang
memperhatikan aspek inilah yang sering disebut sebagai pembangunan
berkelanjutan (sustainable development).
4) Aksioma yang keempat menyiratkan bahwa pembangunan dalam Islam
merupakan sebuah bentuk dari tanggung jawab manusia selaku subjek dan objek dari
pembangunan. Dimana tanggung jawab ini bukan hanya sebatas untuk
menjamin keberlangsungan hidupnya, tetapi juga memastikan keberlangsungan hidup
bermasyarakat yang merupakan wujud penghambaan diri manusia sebagai khalifah di
muka bumi. Aksioma ini mendorong agar pembangunan yang dilakukan tidak
bersifat individualis dan memperhatikan kepentingan bersama dan mengikuti
arahan yang diperintahkan oleh allah swt.

5. ( 4 ciri utama sistem ekonomi islam dan keterkaitannya dengan ekonomi


pembangunan Islam)

1) Berdasarkan Asas Ekonomi Pasar


Jauh sebelum ekonomi klasik dibawah pemikiran Adam Smith, Islam telah
terlebih dahulu mendukung asas ekonomi pasar dalam pembentukan harga. Hal ini
dapat terlihat dari Hadis Riwayat Imam Abu Dawud berikut:

“ Dari Anas ibn Malik ra. Berkata: Harga komoditas perdagangan beranjak
naik pada zaman Rasulullah Saw., lalu para sahabat mengadu kepada Beliau seraya
berkata: Ya Rasulullah, harga barang-barang menjadi mahal, maka tetapkanlah
patokan harga buat kami. Lalu Rasulullah Saw. menjawab: Sesungguhnya Allah lah
yang menetapkan harga (Zat) Yang Menahan dan Yang Membagikan rizki, dan
sesungguhnya saya berharap agar dapat berjumpa dengan Allah Swt. dalam kondisi
tidak seorangpun di antara kalian yang menuntut saya karena kedzaliman yang
menimbulkan pertumpahan darah dan harta.“ (H.R Abu Dawud).
Berdasarkan Hadis tersebut tergambar bahwa ketika para sahabat
mengeluhkan harga yang tinggi di pasar dan meminta Rasulullah Saw. bertindak
untuk menetapkan harga, maka Rasulullah Saw. menolak. Rasulullah Saw.
menyebutkan bahwa yang berlaku sebagai penentu harga (price setter) atau Al-
Musair adalah Allah Swt. Walaupun secara harfiah terlihat dalam Hadis
tersebut Rasulullah Saw. lepas tangan terhadap apa yang dialami masyarakat,
namun tafsiran dari para sahabat dan ulama Islam terdahulu terbagi kedalam dua
kelompok.
2) Pembangunan yang Berkelanjutan
Allah Swt. merupakan pencipta langit dan bumi beserta segala isi yang terdapat
di dalamnya untuk umat manusia. Oleh karena itu, sistem ekonomi Islam harus
mampu memberikan manfaat untuk setiap generasi manusia secara seimbang.
Ekonomi pembangunan harus berkelanjutan untuk setiap generasi baik untuk
masa sekarang, maupun masa yang akan datang. Hak-hak generasi di masa yang akan
datang untuk melakukan kegiatan produksi dan konsumsi paling tidak harus
dilindungi, jika tidak dapat ditingkatkan
.
3) Menjunjung Keadilan
Keadilan merupakan salah satu ciri penting yang disampaikan di dalam Al-
Qur’an dan dipraktikkan langsung oleh Rasulullah Saw. Perhatian terhadap aspek
keadilan merupakan ciri dari praktik pemerintahan yang baik disertai dengan
transparansi dan akuntabilitas. Aspek keadilan menempatkan perhatian khusus
pada mereka yang memiliki keterbatasan kemampuan termasuk di dalamnya
orang-orang yang memiliki disabilitas, serta anak-anak dan orang tua yang rentan.
Keadilan merupakan objek sentral dalam Islam. Terdapat tiga komponen dalam
ekonomi keadilan, yaitu kesetaraan, kebebasan, dan kesempatan bagi setiap
orang untuk menggunakan semua sumber daya yang tersedia, kebebasan dalam tukar-
menukar, serta kebebasan distribusi.

4) Pertumbuhan Ekonomi dan PDB per Kapita


Meskipun memiliki peranan yang sangat penting, pertumbuhan ekonomi bukan
indikator utama untuk mencapai kesejahteraan dan menciptakan keadilan. Ekonomi
pembangunan Islam tidak memungkiri peranan penting dari pertumbuhan
ekonomi dan peningkatan pendapatan per kapita. Namun, didalam ekonomi
pembangunan Islam, hal tersebut bukanlah objek utama pembangunan.Karakteristik
dari sistem ekonomi Islam pada dasarnya bersifat prinsipil. Bisa dikatakan sistem
ekonomi Islam berlaku umum untuk dimensi sektoral dan keseluruhan aspek
dalam sistem ekonomi. Tidak hanya berlaku pada bidang tertentu saja. Selain
itu, karakteristikkarakteristik ini juga berlaku dalam aspek sistem khusus
maupun sistem yang terintegrasi. Sistem ekonomi Islam sendiri sudah memiliki
ruang lingkup komprehensif dan tidak jauh berbeda dengan ekonomi
konvensional dalam aspek cakupan pembahasan, serta memiliki struktur yang sudah
sangat kompleks. Jika dibandingkan dengan ekonomi konvensional baik sistem atau
struktur ekonomi Islam memiliki perbedaan dengan dihilangkannya beberapa
kegiatan ekonomi yang tidak dibenarkan syariat, seperti sistem yang berbasiskan riba.

6. karena dalam maqashid syariah menjelaskan dimensi-dimensi yang bersifat dinamis,


sehingga dapat disesuaikan dengan konteks, tetapi tetap tidak mengubah esensi.

7. Karena perbedaan antara pembangunan konvensional dan pembangunan Islam


terdapat pada worldview dalam pengembangan ekonomi baik sebagai sebuah ilmu
pengetahuan maupun sebuah implementasi kebijakan. Perbedaan elemen utama ini
berimplikasi secara sistematis terhadap aspek-aspek turunannya dalam ekonomi seperti
acuan, subjek, objek, tujuan, prosedur, dan strategi dalam melaksanakannya.
8. Karena adanya ekonomi Islam selain menjadi pedoman dalam penerapan kebijakan
dan sebagai pengembangan ilmu pengetahuan. Ekonomi Islam sebagai pedoman
penerapan kebijakan atau pengambilan keputusan ekonomi akan menjadi lebih
penting jika basis yang dijadikan acuan adalah sebuah ilmu pengetahuan. Di sisi lain
pengembangan sebuah ilmu pengetahuan juga membutuhkan penerapan kebijakan
yang masif sehingga ada ruang untuk evaluasi dan validasi serta pengembangan kerangka
yang lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai