NIM : 1920602100
KELAS : EKSYA 3
MK : EKONOMI PEMBANGUNAN
3. Karena sebagai sebuah ilmu pengetahuan, ekonomi pembangunan tidak hanya terdiri
dari dasar-dasar ilmu ekonomi tradisional saja, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh
konsep-konsep lain. Pendekatan yang digunakan ekonomi tradisional seperti
maksimalisasi kepuasan dan keuntungan, efisiensi pasar, serta determinasi
keseimbangan pasar. Hal ini juga yang melandasi pada awalnya ekonomi
pembangunan didefinisikan berdasarkan pertumbuhan output (output-based). Sementara
itu, pendekatan ekonomi politiklah yang menggeser paradigma ekonomi pembangunan
yang juga memfokuskan diri pada aspek yang lebih luas bukan sekadar aspek fisik
material.Ekonomi politik merupakan konteks yang mempengaruhi pengambilan
keputusan oleh pembuat kebijakan dalam sebuah aktivitas ekonomi. Hal ini
memungkinkan sebuah tindakan ekonomi dapat berbeda dari rasionalitas yang
dibangun oleh ekonomi tradisional. Begitu pula dalam konteks pembangunan,
alokasi sumber daya dan fokus yang menitikberatkan pada pertimbangan lain diluar
peningkatan output. Pertimbangan tersebut merupakan bagian dari fungsi ekonomi
politik. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa ekonomi pembangunan memiliki ruang
lingkup kajian yang lebih luas dibandingkan dengan ekonomi tradisional.
4. ( 4 prinsip ekonomi islam )
1) Keesaan (Tauhid)
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa setiap umat muslim wajib meyakini
keesaan Allah Swt. Kewajiban menyadari bahwa semua milik Allah Swt.
adalah mutlak atas semua kepemilikan harta manusia. Artinya, kepemilikan
manusia terhadap hartanya hanyalah bersifat relatif atau sebagai seorang
manusia hanya diberikan amanah untuk mengelola harta tersebut dan
membelanjakan harta tersebut di jalan Allah Swt.
“...Sungguh Allah Maha berkuasa atas segala sesuatu.” (Q.S. Fatir
[35]:1)“Ingatlah, sesungguhnya kepunyaan Allah apa yang ada di langit dan di bumi.
Ingatlah sesungguhnya janji Allah itu benar, tetapi kebanyakan dari mereka tidak
mengetahuinya.” (Q.S. Yunus [10]:55)
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena
sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (Q.S. al-Baqarah [2]:
195
2) Equilibrium (Al-’Adl wa Al-Ihsan)
Manusia diciptakan oleh Allah Swt. di muka bumi tidak lain adalah untuk
menjadi rahmatan lil ’alamin (Q.S. al-Ankabut [29]: 51), yaitu memberikan manfaat
sebesar-besarnya untuk alam. Al-’Adl merujuk kepada hubungan timbal balik
antar-manusia dimana seseorang harus berlaku adil dan tidak merugikan baik
dirinya sendiri maupun orang lain. Sementara Ihsan merujuk kepada tanggung
jawab individu dan masyarakat untuk memperhatikan orang-orang yang memiliki
keterbatasan untuk memperoleh suatu manfaat.
4) Responsibility (Fard)
Aksioma ini menjelaskan tanggung jawab manusia terhadap Allah Swt.,
terhadap dirinya sendiri, serta terhadap orang lain, serta masyarakat yang pada
akhirnya melahirkan satu tujuan, yaitu untuk membantu sesama manusia karena Allah
yang dapat meningkatkan derajat keimanan.
“Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? Yaitu melepaskan
budak dari perbudakan. Atau memberi makan pada hari kelaparan. Kepada anak
yatim yang ada hubungan kerabat. Atau kepada orang miskin yang sangat fakir.”
(Q.S. al-Balad [90]: 12-16).
(implikasi dari prinsip tersebut terhadap karakteristik ekonomi pembangunan
Islam)
1) Aksioma pertama menyiratkan bahwa spirit dari ekonomi pembangunan Islam tidak
hanya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat duniawi tetapi juga untuk
mencapai kepentingan yang bersifat ukhrawi. Segala yang dilakukan atas dasar
kepercayaan kepada Allah. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa yang dicapai oleh
pembangunan Islam tidak hanya yang bersifat fisik/material tetapi juga spiritual.
2) Aksioma kedua menuntun agar ekonomi pembangunan Islam tidak hanya
mengarahkan pembangunan yang bersifat individual, tetapi juga kelompok,
pembangunan yang tidak menciptakan ketimpangan dan menjunjung tinggi
keadilan. Selain itu, aksioma ini juga menyiratkan bahwa ekonomi pembangunan
Islam memprioritaskan pembangunan yang bersifat daruriyat, yaitu pembangunan
yang pro terhadap kaum lemah, kelompok masyarakat yang memiliki keterbatasan.
Aksioma ini juga mengarahkan agar dimensi pembangunan di dalam Islam lebih
komprehensif yang tidak hanya bermanfaat bagi manusia, tetapi juga makhluk lain
dan lingkungan sekitar.
3) Aksioma ketiga (free will) menunjukkan bahwa dalam proses pembangunan
harus ada sebuah proses pengendalian yang dilakukan oleh manusia selaku objek
sekaligus subjek dari pembangunan. Di dalam prinsip ekonomi Islam kelangkaan
(scarcity) bukanlah masalah utama, tetapi yang menjadi masalah adalah penyebab
dari kelangkaan tersebut. Kelangkaan dalam ekonomi Islam dapat dibagi dua,
yaitu kelangkaan absolut dan kelangkaan relatif. Kelangkaan relatif ini
mempercayai bahwa pada dasarnya apa yang diciptakan di dunia ini adalah
cukup, tetapi yang membuatnya menjadi langka adalah ketamakan manusia.
Selain karena ketamakan, kelangkaan juga terjadi karena keterbatasan manusia
dalam mengeksplorasi dan mendistribusikan sumber daya secara adil terhadap
manusia lainnya dan dalam periode waktu. Pengendalian pembangunan yang
memperhatikan aspek inilah yang sering disebut sebagai pembangunan
berkelanjutan (sustainable development).
4) Aksioma yang keempat menyiratkan bahwa pembangunan dalam Islam
merupakan sebuah bentuk dari tanggung jawab manusia selaku subjek dan objek dari
pembangunan. Dimana tanggung jawab ini bukan hanya sebatas untuk
menjamin keberlangsungan hidupnya, tetapi juga memastikan keberlangsungan hidup
bermasyarakat yang merupakan wujud penghambaan diri manusia sebagai khalifah di
muka bumi. Aksioma ini mendorong agar pembangunan yang dilakukan tidak
bersifat individualis dan memperhatikan kepentingan bersama dan mengikuti
arahan yang diperintahkan oleh allah swt.
“ Dari Anas ibn Malik ra. Berkata: Harga komoditas perdagangan beranjak
naik pada zaman Rasulullah Saw., lalu para sahabat mengadu kepada Beliau seraya
berkata: Ya Rasulullah, harga barang-barang menjadi mahal, maka tetapkanlah
patokan harga buat kami. Lalu Rasulullah Saw. menjawab: Sesungguhnya Allah lah
yang menetapkan harga (Zat) Yang Menahan dan Yang Membagikan rizki, dan
sesungguhnya saya berharap agar dapat berjumpa dengan Allah Swt. dalam kondisi
tidak seorangpun di antara kalian yang menuntut saya karena kedzaliman yang
menimbulkan pertumpahan darah dan harta.“ (H.R Abu Dawud).
Berdasarkan Hadis tersebut tergambar bahwa ketika para sahabat
mengeluhkan harga yang tinggi di pasar dan meminta Rasulullah Saw. bertindak
untuk menetapkan harga, maka Rasulullah Saw. menolak. Rasulullah Saw.
menyebutkan bahwa yang berlaku sebagai penentu harga (price setter) atau Al-
Musair adalah Allah Swt. Walaupun secara harfiah terlihat dalam Hadis
tersebut Rasulullah Saw. lepas tangan terhadap apa yang dialami masyarakat,
namun tafsiran dari para sahabat dan ulama Islam terdahulu terbagi kedalam dua
kelompok.
2) Pembangunan yang Berkelanjutan
Allah Swt. merupakan pencipta langit dan bumi beserta segala isi yang terdapat
di dalamnya untuk umat manusia. Oleh karena itu, sistem ekonomi Islam harus
mampu memberikan manfaat untuk setiap generasi manusia secara seimbang.
Ekonomi pembangunan harus berkelanjutan untuk setiap generasi baik untuk
masa sekarang, maupun masa yang akan datang. Hak-hak generasi di masa yang akan
datang untuk melakukan kegiatan produksi dan konsumsi paling tidak harus
dilindungi, jika tidak dapat ditingkatkan
.
3) Menjunjung Keadilan
Keadilan merupakan salah satu ciri penting yang disampaikan di dalam Al-
Qur’an dan dipraktikkan langsung oleh Rasulullah Saw. Perhatian terhadap aspek
keadilan merupakan ciri dari praktik pemerintahan yang baik disertai dengan
transparansi dan akuntabilitas. Aspek keadilan menempatkan perhatian khusus
pada mereka yang memiliki keterbatasan kemampuan termasuk di dalamnya
orang-orang yang memiliki disabilitas, serta anak-anak dan orang tua yang rentan.
Keadilan merupakan objek sentral dalam Islam. Terdapat tiga komponen dalam
ekonomi keadilan, yaitu kesetaraan, kebebasan, dan kesempatan bagi setiap
orang untuk menggunakan semua sumber daya yang tersedia, kebebasan dalam tukar-
menukar, serta kebebasan distribusi.