Anda di halaman 1dari 2

Paradigma Kesatuan Ilmu: Aplikasi UoS dalam UIN Walisongo Semarang

Oleh : Moh. Fadllur Rohman Karim (2202046020)

Konseptual intergrasi ilmu pengetahuan dalam kerangka paradigma kesatuan ilmu


menjadi hal yang patut diapresiasi dalam usahanya untuk membangun poros baru dalam
kajian epistemologis. Ketegangan dua arus keilmuan yang tidak saling menyatu; ilmu-ilmu
keislaman yang kurang humanis dan tercerabutnya nilai-nilai ruhaniyah ilmu modern menjadi
cikal bakal paradigma kesatuan ilmu dikembangkan menjadi bentuk yang lebih konkret dan
implementatif.
UIN Walisongo yang telah merubah status dari Institut sejak tahun 2015 mempunyai
gagasan pengembangan ilmu pengetahuan dengan menawarkan paradigma kesatuan ilmu
(unity of science/ UoS). Termaktub dalam visi dan misinya, yakni “Menjadi Universitas Islam
Riset Terdepan Berbasis Kesatuan Ilmu Pengetahuan untuk Kemanusiaan dan Perabadaan
pada tahun 2038”. Diantara tujuan dari penerapan paradigma UoS ini untuk tidak lagi terjadi
dikotomi antara ilmu agama dan ilmu umum, sebagaimana peristiwa Renaissance abad 17 di
Eropa.
Paradigma dipandang sebagai fondasi penguat bagi penyatuan ilmu pengtahuan
dengan memusatkan bahwa segala ilmu pengetahuan itu berpusat pada yang Maha Tahu,
Allah SWT. UIN Walisongo dalam menggambarkan konsep itu dengan “Intan Berlian” atau
Diamond yang cemerlang, berkilau dengan sinar indahnya dan mencerahkan lima sisi yang
saling berkaitan. Dalam ilustrasi dengan metofora “Intan Berlian” dengan sumbu tengah
Allah sebagai sumber nilai, doktrin dan ilmu pengetahuan, Allah menurunkan ayat-ayat
Qur’aniyyah dan Kauniyyah sebagai ladang eksplorasi pengetahuan yang saling
berkesinambungan dan kolaborasi. Lima gugus ilmu itu adalah 1. Ilmu Agama dan
Humaniora, 2. Ilmu-ilmu sosial, 3.Ilmu kealaman, 4. Ilmu Matematika dan Komputer, 5. Ilmu
profesi dan terapan.1
Prinsip-prinsip paradigma kesatuan ilmu UIN Walisongo mengembangan yaitu: (1)
Intergrasi, yaitu meyakini bahwa bangunan semua ilmu pengetahuan sebagai satu kesatuan
yang saling berhubungan yang kesemuanya bersumber dari ayat-ayat Allah (2) Kolaborasi,
memadukan nilai universal Islam dengan ilmu pengetahuan modern guna peningkatan
kualitas hidup dan peradaban manusia (3) Dialektika, melakukan dialog ang intens antara
ilmu-ilmu yang berakar pada wahyu, ilmu modern dan local wisdom (4) Prospektif,
menghasilkan ilmu-ilmu baru yang lebih humanis dan etis yang bermanfaat bagi kualitas
bangsa serta kelestarian alam (5) Pluralistik, meyakini adanya pluralitas realitas, metode dan
pendekatan dalam semua aktivitas keilmuan.2
Bentuk implementasi unity of science UIN Walisongo dengan menerapkan tiga model
strategi: Humanisasi ilmu-ilmu keislaman, spiritualisasi ilmu-ilmu modern dan revitalisasi
local wisdom. Pertama, humanisasi yaitu merekonstruksi ilmu-ilmu keislaman agar semakin
menyentuh dan memberi solusi bagi persoalan nyata kehidupan manusia Indonesia. Strategi

1
Fatah Syukur dan Mahfud Junaedi, Pengembangan Profesi Guru Berbasis Unity of Science, (Semarang:
Walisongo Press, 2017), 63
2
Muhyar Fanani, dkk. Transformasi Paradigma dan Implikasinya Pada Desain Kurikulum Sains: Studi atas
UIN Syarif Hidayatullah, UIN Sunan Kalijaga dan UIN Maliki, “Laporan Penelitian Kolektif” (IAIN
Walisongo, 2014), 3-4
humanisasi ilmu-ilmu keislaman mencakup segala upaya untuk memadukan nilai universal
Islam dengan ilmu pengetahuan modern guna peningkatan kualitas hidup dan peradaban
manusia. Kedua, spiritualisasi yaitu memberikan pijakan nilai-nilai ketuhanan (ilahiyah) dan
etika terhadap ilmu-ilmu sekuler untuk memastikan bahwa pada dasarnya semua ilmu
berorientasi pada peningkatan kualitas/ keberlangsungan hidup manusia dan alam serta bukan
penistaan/perusakan keduanya. Strategi spiritualisasi ilmu-ilmu modern meliputi segala
upaya membangun ilmu pengetahuan baru yang didasarkan pada kesadaran kesatuan ilmu
yang kesemuanya bersumber dari ayat-ayat Allah baik yang diperoleh melalui para nabi,
eksplorasi akal, maupun ekplorasi alam. Ketiga, revitalisasi local wisdom adalah penguatan
kembali ajaran-ajaran luhur bangsa. Strategi revitalisasi local wisdom terdiri dari semua
usaha untuk tetap setia pada ajaran luhur budaya lokal dan pengembangannya guna
penguatan karakter bangsa.3
Capaian lulusan alumni UIN Walisongo dalam penerapan UoS yakni panca kamil: 1.
Berbudi pekerti luhur, 2. Berwawasan kesatuan ilmu pengetahuan, 3. Berprestasi akademik,
4. Berkarir profesional, 5. Berkhidmah pada masyarakat.4 Guna memastikan alumni memiliki
karakter-karakter diatas maka terdapat mata kuliah wajib universitas, mata kuliah
kefakultasan dan mata kuliah keprodian. Susunan mata kuliah disusun dengan kebutuhan dan
perkembangan ilmu pengetahuan. Dengan begitu, selain mata kuliah wajib universitas,
terdapat pula mata kuliah wajib fakultas. Misalnya mata kuliah Filsafat Sains Islam sudah
selayaknya menjadi mata kuliah wajib bagi fakultas saintek agar mahasiswa saintek memiliki
worldview yang islami dan teknologi.5

3
Mahmud, Paradigma Kesatuan Ilmu UIN Walisongo dalam Perspektif Scientia Ascra S.H. Nasr, “Disertasi
UIN Walisongo”, (Semarang, 2020), 132-149
4
Hendri Hermawan Adinugraha, dkk., Fenomena Integreasi Ilmu di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam
Negeri: Analisis Terhadap Konsep Unity of Science di UIN Walisongo Semarang, “Himatuna”, Vol 4 No. 1
2018., 15
5
Ardani Aulian Fahmi, Paradigma Unity of Sciences UIN Walisongo dalam Perspektif Richard Rorty, Skripsi
UIN Walisongo Semarang (2019), 94. Lihat juga dalam Muhyar Fanani, Paradigma Kesatuan Imu
Pengetahuan, (Semarang, CV. KArya Jaya Abadi, 2015), 55.

Anda mungkin juga menyukai