Anda di halaman 1dari 30

NAMA: M.

Lukman Nul Hakim

NIM: 1902130018

PRODI: Hukum Ekonomi Syariah

ASAL: Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya

MAKUL: Ilmu Falak

KETERANGAN: Tugas Akhir Semester

REVIEW JURNAL

Judul: URGENSI PENYATUAN KALENDER HIJRIYAH GLOBAL

Nama Penulis: Muhammad Alwi Musyafa

Nama Jurnal: El-Falaky Jurnal Ilmu Falak, Vol. 5, No. 2, Halaman 256-265

Tahun: 2021

Latar Belakang:

Memasuki dunia modern saat ini, umat Islam telah menduduki hampir di
seluruh wilayah di permukaan bumi, baik dalam skala mayoritas maupun
minoritas. Terlepas dari hal tersebut, setiap umat Islam dimana pun berada
membutuhkan satu sistem kalender yang pasti. Akan tetapi, sampai sekarang
belum ada keseragaman di kalangan umat Islam dunia dalam penyusunan
kalender hijriyah. Terdapat perbedaan dalam penentuan tanggal-tanggal, terlebih
yang berkaitan dengan ibadah umat islam

Tujuan Penelitian:

Upaya untuk mewujudkan suatu persamaan dan kesatuan dalam ibadah umat
muslim di seluruh dunia melalui penetapan Kalender Hijriyah secara global.

Metode Penelitian:
Kualitatif-Studi Kasus

Hasil Penelitian:

Dalam penyatuan Kalender Hijriyah diperlukan beberapa hal yang dapat


membuatnya terwujud, yaitu:

a. Persatuan dan Kesatuan umat Islam, adanya penyatuan ini persatuan dan
kesatuan antar umat Islam akan lebih mudah diwujudkan. Seluruh dunia
Islam menyatu dalam satu sistem penanggalan yang sama. Nantinya hal ini
akan dapat membangun solidaritas umat (ukhuwah Islamiyah) di dunia
Islam.
b. Kesatuan dalam waktu-waktu ibadah umat Islam, adanya penyatuan
kalender Hijriyah Global ini akan memudahkan pelaksanaan ibadah umat
Islam. Dengan penyatuan ini, dunia Islam dapat menentukan jadwal
ibadah puasa, Idul Fitri, ataupun Idul Adha jauh hari sebelumnya. Ini akan
memberikan kepastian adanya kebersamaan dan keseragaman umat Islam
dalam melakukan ibadah maupun hari besarnya
c. Pada tingkat global, penyatuan ibadah ini juga menguntungkan bagi umat
Islam yang berada di wilayah-wilayah mayoritas non-Muslim. Hal tersebut
dapat dilihat dari Muslim yang tinggal di negara-negara Barat seperti
Amerika dan Eropa mereka menyampaikan keluhan perihal ketidakpastian
dalam sistem kalender Hijriyah.

Kelebihan:

Penelitian ini dapat menjadi sumber pengetahuan bagi umat muslim yang ada
Indonesia agar dapat memahami betapa pentingnya terkait penyatuan Kalender
Hijriyah secara global.

Kekurangan:

Dalam penelitian ini tidak menyampaikan terkait bagaimana proses penentuan


tanggal-tanggal Hijriyah itu dilakukan.

Diskusi/Rekomendasi:
Ada baiknya untuk menyampaikan dan menjelaskan lebih detail terkait Penentuan
tanggal-tanggal Hijriyah tersebut.

Judul: LANDASAN FIKIH DAN SYARIAT KALENDER HIJRIAH GLOBAL

Nama Penulis: Muhamad Rofiq Muzakkir

Nama Jurnal: Jurnal Tarjih, Vol. 13, No. 1, Halaman 47-65

Tahun: 2016

Latar Belakang:

Setiap tahun umat Islam di seluruh dunia cenderung dihadapkan padape entang
permulaan puasa dan hari raya, baik idul fitri maupun idul adha. Banyak ilmuwan
yang meyakini bahwa problem tersebut terjadi karena mayoritas umat Islam masih
bersikukuh menggunakan rukyah faktual, daripada menggunakan hisab atau
perhitungan astronomi. Sungguh ironi, ketika kini manusia dapat melakukan
penghitungan posisi bulan dan matahari secara cermat untuk ratusan tahun ke
depan, tetapi karena landasan interpretasi keagamaan yang konvensional, sebagian
umat masih harus mengarahkan pandangan ke arah langit, mencari-cari agar bisa
melihat bulan. Kontribusi ilmiah dalam menunjang peribadatan terhalang oleh
interpretasi literal klasik

Tujuan Penelitian:

Untuk Memaparkan dasar fikih dan syariat, yang bukan hnya dapat dijadikan
landasan, tetapi jua memberikan makna imperatif bagi keberadaan Kalender
Hijriyah Global.

Metode Penelitian:

Kualitatif-Normatif (Statute Approach)

Hasil Penelitian:

Dasar syariat keberadaan kalender Hijriyah Global dapat dilihat, antara lain :
a. Keumuman perintah al-Quran untuk menyempurnakan bilangan, tanpa
membedakan satu kawasan dengan kawasan yang lain;
b. Perintah Nabi kepada seluruh umat Islam untuk berpuasa yang dikaitkan
dengan telah dilakukan rukyat di mana pun di muka bumi;
c. Keumuman pernyataan Nabi bahwa puasa, Idul Fitri, dan hari raya harus
dilaksanakan bersama-sama oleh seluruh umat Islam;
d. Puasa Arafah yang harus jatuh bersamaan dengan hari dan tanggal yang
sama dengan peristiwa wukuf di Arafah; dengan kata lain, tanggal 9
Zulhijah di Makah harus sama dengan tanggal 9 di seluruh dunia Islam
lainnya.

Kelebihan:

Penelitian ini dapat menjadi sumber pengetahuan bagi umat muslim mengenai
dasar-dasar atau landasan dalam penetapan Kalender Hijriyah harus ditetapkan
secara global dan menyeluruh

Kekurangan:

Dalam penelitian ini hendaknya memasukkan pandangan dari kelompok yang lain
agar dapat menjadi acuan terkait perbedaan dan persamaannya.

Diskusi/Rekomendasi:

Ada baiknya untuk memasukkan pandangan lain dan menjelaskan lebih detail
terkait persamaan dan perbedaan tersebut.

Judul: KALENDER HIJRIAH GLOBAL DALAM PERSPEKTIF FIKIH

Nama Penulis: Arbisora Angkat

Nama Jurnal: Jurnal Al-Marshad, Vol. 3, No. 2, Halaman 1-10

Tahun: 2017

Latar Belakang:
Kalender merupakan sarana pengorganisasian waktu secara tepat dan efektif serta
sebagai pencatat sejarah. Sementara bagi umat beragama khususnya umat Islam,
kalender merupakan sarana penentuan hari-hari keagamaan atau ibadah secara
mudah dan baik. Tiadanya Kalender Hijriyah Global ini membawa dampak
kekacauan dalam penentuan hari-hari penting keagamaan dan ibadah Islam seperti
awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah. Salah satu pertemuan internasional yang
baru saja dilakukan untuk melakukan penyatuan kalender hijriyah adalah sebuah
Muktamar bertaraf internasional di kota Istanbul, Turki. Kaidah dan rumusan
Kalender Hijriyah Global ini terdapat sejumlah problematika dan dialektika,
khususnya pada konsep permulaan hari, konsep awal bulan, konsep mathla’.
Kalender Hijriyah Global menyisakan problem, yaitu mengenai bagaimana
mengakomodir persoalan fiqh yang selama ini telah berjalan, serta mengenai
landasan ilmiah, dan landasan dalil syar’i.

Tujuan Penelitian:

Untuk menjelaskan dan mengetahui tentang konsep permulaan hari, konsep awal
bulan, konsep mathla’, dalam perspektif fikih.

Metode Penelitian:

Kualitatif-Normatif (Statute Approach)

Hasil Penelitian:

Dibutuhkan sebuah “kesepakatan bersama” untuk membuat sebuah kalender


Hijriyah yang dapat diberlakukan di dunia khususnya Indonesia yang memiliki
kekuatan yang memaksa pada seluruh atau sebagian besar umat Islam di dunia
khususnya di Indonesia.

Kesepakatan tersebut harus didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan ilmiah


dan normatif sehingga kesepakatan bersama tersebut bukan sekedar kesepakatan
yang didasarkan pada pertimbangan politis, akan tetapi juga memiliki landasan
ilmiah. Di sisi lain, Kalender Hijriyah Global patut diapresiasi sebagai upaya
membentuk kalender tunggal di antara umat Islam di seluruh dunia. Kajian lebih
lanjut dan pencarian solusi terhadap persoalan yang mengemuka akan membuat
Kalender Hijriyah Global menjadi lebih kokoh pondasinya dan dapat diterima
oleh seluruh umat Islam di dunia khususnya Indonesia.

Kelebihan:

Penelitian ini memaparkan secara detail terkait Kalender Hijriyah secara jelas dan
memasukkan beberapa tampilan yang mendukung dalam pengkajiannya

Kekurangan:

Diskusi/Rekomendasi:

Judul: MEMBANGUN PERADABAN ISLAM, MELALUI KALENDER HIJRIYAH


YANG INTEGRAL, MODERN DAN APLIKATIF

Nama Penulis: Vivit Fitriyani

Nama Jurnal: Jurnal Lentera, Vol. IXX, No. 2, Halaman 199-214

Tahun: 2015

Latar Belakang:

Penentuan awal bulan dalam kalender Islam khusunya awal bulan Ramadhan dan
Syawal menimbulkan problematika yang sangat kompleks bagi umat Islam.
Perbedaan pendapat yang terjadi terkait penentuan awal bulan menjadi hal yang
sangat sulit untuk dilakukan, terlebih lagi jika berkaitan dengan Fikih dan Politik.
Pemerintah pun sudah berupaya untuk mewadahi terkait penyatuan Kalender
Islam ini dalam suatu sidang itsbat. Akan tetapi, hasilnya tidak memuaskan sama
sekali, disebabkan adanya golongan yang tidak puas mengenai penentuan yang
sudah dimusyawarahkan. Adapun perbedaan ini tidak terbatas lagi antara hisab
dan rukyat, tetapi sudah merambah kepada kriteria hisab yang digunakan sebagai
landasan untuk menentukan awal bulan qamariyah

Tujuan Penelitian:

Untuk menguraikan bagaimana pandangan Islam mengenai kewajiban umat Islam


untuk mentaati pemerintah dalam pelaksanaan awal bulan Hijriyah di Indonesia.

Metode Penelitian:

Kualitatif – Deskriptif

Hasil Penelitian:

Prof. Thomas Djamaluddin mengatakan bahwa sistem kalender yang mapan


mensyaratkan tiga hal:

 Ada batasan wilayah keberlakukan (nasional atau global).


 Ada otoritas tunggal yang menetapkannya.
 Ada kriteria yang disepakati.

Saat ini syarat pertama dan ke dua secara umum sudah tercapai. Batasan wilayah
hukum Indonesia telah disepakati oleh sebagian besar umat Islam Indonesia,
walau ada sebagian yang menghendaki wilayah global. Jika kriteria yang saat ini
berlaku (wujudul hilal dan ketinggian minimal 2 derajat) tetap menjadi acuan
Ormas-ormas Islam. Kriteria Hisab Rukyat Indonesia baru perlu diusulkan
berdasarkan data rukyat Indonesia yang didukung oleh kriteria astronomi
internasional dengan berdasarkan pertimbangan faktor pengganggu utama yaitu
kontras cahaya di sekitar matahari dan cahaya senja di atas ufuk.

Termasuk landasan aqidah salafu as sholih adalah mendengar dan menaati


perintah dari para pemimpin yang sah di suatu negeri, selama perintah tersebut
bukanlah memerintah kepada hal maksiat, tidak ada salahnya untuk mentaati
pemerintah dalam hal kebaikan karena tentu saja dengan ketaatan tersebut akan
tercipta kerukunan, keteraturan, kemaslahatan, stabilitas keamanan, ketertiban dan
persatuan yang lebih kuat dikalangan umat Islam.
Kelebihan:

Pada penelitian ini, peneliti memaparkan segala aspeknya secara jelas terkait
penentuan derajat hilal yang digunakan pada beberapa kriteria yang ada di
Indonesia. Peneliti juga memaparkan betapa pentingnya suatu kesatuan dalam hal
penetapan Kalender Hijriyah dan agar bernaung pada Ulil Amri terhadap
keputusan tersebut.

Kekurangan:

Peneliti hanya memaparkan terkait persatuan dari segi menaati perintah dari
pemerintah atau Ulil Amri, akan tetapi tidak memaparkan dari segi pendekatan
sosial masyarakat.

Diskusi/Rekomendasi:

Hendaknya peneliti mencantumkan pendekatan dari segi sosial masyarakat, agar


dapat memperkuat dalil untuk menyatukan suatu perbedaan.

Judul: TELAAH AWAL KALENDER HIJRIAH GLOBAL TUNGGAL


JAMALUDDIN ‘ABD AL-RAZIK (SEBUAH UPAYA MENUJU UNIFIKASI
KALENDER)

Nama Penulis: Anisah Budiwati

Nama Jurnal: Jurnal Bimas Islam, Vol. 10, No. 3, Halaman 407-430

Tahun: 2017

Latar Belakang:

Perkembangan hisab rukyat dalam penentuan awal bulan Qomariyah mengalami


dinamika yang cukup signifikan. Mengingat masing-masing metode penentuan
awal bulan Qomariyah mengalami perkembangan sesuai dengan teknologi dan
ilmu pengetahuan. Tantangan umat muslim saat ini dalam menyikapi tawaran
hasil upaya para ahli dalam merumuskan kalender hijriah global. Dalam beberapa
tahun terakhir berkembang konsep-konsep kalender hijriah global hasil Temu
Pakar II untuk perumusan kalender Islam di Maroko tahun 2008 M (1429 H), di
mana diputuskan ada empat kalender untuk dikaji dan dilakukan uji validitas
untuk waktu satu abad ke depan.

Tujuan Penelitian:

Untuk menjelaskan terkait konsep kalender hijriah Jamaluddin ‘Abd al-razik


sebagai sebuah telaah awal menuju penyatuan kalender.

Metode Penelitian:

Hasil Penelitian:

Penyatuan kalender hijriah menjadi persoalan yang sangat penting menyangkut


fungsi kalender sebagai pemberi kepastian, apalagi kebutuhan untuk memiliki
kalender hijriah global menjadi tuntunan peradaban, di mana setelah sekian abad
berlalu Islam belum memiliki kalender yang mapan dan digunakan secara
internasional.

Jamaluddin ‘Abd al-raziq adalah seorang insinyur di bidang pos dan


telekomunikasi dan mantan Direktur Institut Pos dan Telekomunikasi Nasional
Maroko dan wakil Ketua Asosiasi Astronomi Maroko. Ia mewarisi keahlian ilmu
falak dari keluarganya. Pamannya, Muhammad bin ‘Abd al-Raziq adalah seorang
muwaqqit (juru waktu) dan ahli falak terkemuka di Magrib (Maroko) yang
menyusun dua jilid buku berjudul “al-azb az-Sulal fi Mahabits Ru’yah al-Hilal”.
Sepak terjangnya dalam masalah hisab rukyat sebenarnya cukup panjang, karena
sampai sekarang ia adalah wakil Ketua Asosiasi Astronomi Maroko (Association
Marocaine d’Astronomie atau al-Jam’iyyah al Magribiyyah li ‘Ilm al-Falak).

Kalender unifikasi yang ditawarkan oleh Jamaluddin merupakan riset yang lama
dengan melakukan uji coba terhadap 600 bulan qamariyyah dari tahun 1421 H
hingga 1470 H. Hasilnya adalah ia mengusulkan suatu sistem kalender
qamariyyah Islam Internasional yang ia namakan al-taqwim al-islami al-
Muwahhad (Kalender Qamariyyah Islam Unifikasi atau Terpadu). Ada tiga
prinsip dasar yang beliau cantumkan dalam konsepnya, yaitu :

 Dijadikannya hisab sebagai dasar.


 Adanya prinsip transfer imkan rukyah, yakni memberlakukan
kemungkinan ketampakan hilal di bagian barat untuk wilayah di bagian
timur dengan ketentuan bahwa wilayah tersebut telah mengalami
konjungsi pada 00:00 waktu setempat, kecuali untuk kawasan GMT +14
jam yang menggunakan konjungsi sebelum waktu fajar.
 Dijadikannya waktu tengah malam di garis tanggal internasional sebagai
awal waktu dan tempat permulaan hari.

Terdapat tujuh syarat yang ia namakan syarat validitas dalam bukunya. Syarat ini
harus diupayakan bagi terbentuknya sebuah kalender hijiriyyah internasional
terpadu yaitu :

 Syarat adanya sebuah kalender, yakni memposisikan hari dalam aliran


waktu yang teratur dan pasti dengan prinsip satu tanggal dan satu tanggal
satu hari untuk seluruh dunia.
 Berdasarkan pada peredaran faktual bulan karena kalender yang akan
disepakati adalah kalender kamariah.
 Bulan baru dapat dimulai apabila telah terjadi konjungsi sehingga bulan
telah selesai satu putaran sinodis.
 Syarat imkanrukyah, yaitu masuknya bulan baru hijriah didasarkan pada
kemungkinan hilal bisa dilihat.
 Tidak boleh menunda masuknya bulan baru ketika hilal sudah terlihat
dengan mata telanjang (tanpa alat).
 Berlaku di seluruh dunia secara terpadu tanpa membagi Bumi dalam zona-
zona.
 Bersifat global yaitu sistem waktu yang dipakai adalah yang sejalan
dengan kesepakatan dunia tentang waktu

Kelebihan:

Dalam penelitian ini peneliti memaparkan suatu konsep yang berbeda terkait
penentuan kalender Hijriyah, sehingga menambah pengetahuan terkait konsep-
konsep yang dikemukakan oleh para ahlinya.
Kekurangan:

Diskusi/Rekomendasi:

Judul: MENGKAJI KONSEP KALENDER ISLAM INTERNASIONAL


GAGASAN MOHAMMAD ILYAS

Nama Penulis: Siti Tatmainul Qulub

Nama Jurnal: Jurnal Al-Marshad, Vol. 3, No. 1, Halaman 21-45

Tahun: 2017

Latar Belakang:

Dalam kehidupan, umat manusia membutuhkan kalender sebagai sistem penjejak,


pengatur dan pembagi waktu. Ketika usia peradaban Islam hampir menyentuh
angka 1,5 milenium, peradaban ini masih belum memiliki kalender Islam
pemersatu. Padahal setiap peradaban besar yang lahir ke dalam panggung sejarah
pasti memiliki suatu sistem penanggalan sesuai dengan pandangan hidup dan nilai
yang dikembangkan oleh peradaban itu. Dengan adanya sebuah Kalender Islam
yang seragam dan berlaku universal dapat menjadi lambang persatuan umat Islam
karena ada kesatuan waktu dalam melaksanakan ibadah.

Tujuan Penelitian

Untuk menjelaskan terkait konsep kalender Islam internasional gagasan Mohamad


Ilyas sebagai salah satu konsep untuk menyatukan kalender Islam.

Metode Penelitian:

Hasil Penelitian:

Mohammad Ilyas adalah seorang fisikawan dan ahli mengenai atmosfer yang
banyak menulis tentang Astronomi Islam. Ia lahir di India dan kini menetap di
Malaysia. Mohammad Ilyas juga merupakan salah seorang penggagas dan
konsultan ahli berdirinya Pusat Falak Syeikh Tahir di Pulau Pinang. Ia telah
banyak memberi sumbangan di bidang pengembangan ilmu falak, khususnya
tentang Kalender Islam. Ia menggagas konsep “Garis Qamari Antarbangsa” atau
biasa diistilahkan International Lunar Date Line (ILDL).

Gagasan penyatuan Kalender Islam Internasional yang dikemukakan Ilyas


memiliki dua kriteria utama, yakni Hisab Imkanur Rukyat dan Garis Tanggal
Qamariyah Internasional. Namun, garis tanggal ini menyisakan masalah yaitu
mathla’ (karena garis tanggal selalu berubah-ubah tergantung konfigurasi Bulan
dan Matahari). Namun, untuk di Indonesia hal ini dapat dijembatani dengan
adanya konsep wilayatil hukmi (berlakunya hasil hisab-rukyat dalam satu
kesatuan wilayah hukum, yakni seluruh wilayah negara).

Kelebihan:

Kekurangan:

Diskusi/Rekomendasi:

Judul: KONSOLIDASI METODOLOGIS KALENDER ISLAM


INTERNASIONAL(MENELADANI INTELEKTUAL UMAR BIN KHATTAB
DAN JULIUS CAESAR)

Nama Penulis: Muh Rasywan Syarif

Nama Jurnal: Jurnal Bimas Islam, Vol. 10, No. 3, Halaman 517-538

Tahun: 2017

Latar Belakang:

Diskursus kalender Islam telah menggema di berbagai forum diskusi, baik


individual dan kelompok, bahkan rangkaian seminar internasional telah
dipresentasikan berbagai media ilmiah di beberapa negara. Namun belum
mencapai kesepakatan final dalam perumusan penyatuan kalender Islam
internasional. Tantangan dan hambatan disebabkan belum adanya strategi, visi
bersama, sistem panduan, dan tahapan program yang dipolakan dalam aksi
kerjasama dan usaha bersama menjalankan hasil keputusan dari berbagai hasil
seminar internasional di antaranya keputusan muktamar Istanbul 2016 M / 1437 H
.

Perjalanan kemapanan kalender lewat pendekatan sejarah dapat diteladani oleh


kedua strategi tokoh sebagai panduan yang dipolakan. Pertama strategi khalifah
Umar Bin Khattab pada kalender Hijriyah di masanya dan kedua strategi Julius
Caesar dalam menetapkan kalender Julian sebagai cikal bakal kalender Masehi
yang kini telah berlaku secara internasional.

Tujuan Penelitian:

Untuk dijadikan sumber inspirasi dan motifasi untuk meneladani startegi serta
peranan Khalifah Umar ibn Khatab dan Julius Caesar dalam mewujudkan suatu
kalender yang mapan, khususnya Kalender Islam internasional.

Metode Penelitian:

Hasil Penelitian:

Keterlibatan aktif OKI (Organisasi Konfrensi Islam / Organisasi Kerjasama Islam)


sebagai pemegang otoritas kesatuan pimpinan umat Islam dalam mengedukasi dan
mengimplementasikan penyatuan Kalender Islam Internasional, sehingga
keputusan OKI dapat mengikat sebagaimana pada zaman khalifah Umar bin
Khattab menetapkan kalender Hijriyah sebagai kalender Islam dan zaman Julius
Caesar dalam mengoreksi kalender Gregorian sebagai cikal bakal kalender
Masehi.

Keterlibatan negara, pemimpin organisasi Islam dan peneliti (Universitas dan


Non-Universitas) dibutuhkan partisipasi aktif untuk meyakinkan dan
mensosialisasikan kemapanan Kalender Islam Internasional. Keterlibatan mereka
sangat mendukung kebutuhan anggaran yang cukup besar untuk mencetak
kalender Islam internasional dan dibagikan secara gratis.

Peranan negara dan organisasi Islam sangat diharapkan dalam merayakan hari-
hari besar Islam seperti perayaan tahun baru Islam (1 Muharam yang seringkali
terlupakan dirayakan) dan peristiwa sejarah Islam terkait dengan ibadah (Isra
Miraj, nuzul quran dan lainnya).

Kelebihan:

Kekurangan:

Diskusi/Rekomendasi:

Judul: OBSERVASI HILĀL DENGAN TELESKOP INFRAMERAH DAN


KOMPROMI MENUJU UNIFIKASI KALENDER HIJRIYAH

Nama Penulis: Ahmad Asrof Fitri

Nama Jurnal: Jurnal Al-Ahkam, Vol. 22, No. 2, Halaman 213-230

Tahun:2012

Latar Belakang:

Selama ini, praktek ru’yat sudah dilengkapi dengan teknologi teleskop yang dapat
memperbesar citra hilāl. Namun, kemampuan teleskop masih dibatasi oleh faktor
cuaca seperti kecerahan langit. Jika langit mendung, kemungkinan besar hilāl sulit
di-ru’yat meskipun hilāl sudah berada di atas ufuk dengan ketinggian di atas 2°.
Hal inilah yang sebenarnya perlu dikaji secara mendalam.

Dengan sebab demikian, maka diperlukannnya gagasan penyatuan kalender


Hijriyah melalui penyeragaman kriteria-metodologi yang bersifat win-win
solution dengan alat ru’yat yang lebih canggih untuk menjembatani landasan
teoritik (ḥisāb) dan landasan empirik (ru’yat) secara harmonis. Alat ru’yat yang
dimaksud adalah teleskop inframerah yang dapat mendeteksi keberadaan benda
langit (termasuk hilāl) meskipun terhalang awan pekat atau mendung

Tujuan Penelitian:

Untuk menawarkan pemikiran terkait dengan unifikasi kalender Hijriyah.

Metode Penelitian:

Kualitatif-Teoritik Empiris
Hasil Penelitian:

Definisi kalender Hijriyah nasional adalah kalender yang sistem perhitungannya


mengacu pada peredaran bulan mengelilingi bumi (sistem Qamariyah) dan
penentuan awal bulannya didapat dari perhitungan kemungkinan hilāl terlihat atau
terdeteksi oleh teknologi teleskop inframerah, dimana awal bulannya dimulai
setelah terjadi ijtimā’ dan matahari terbenam terlebih dahulu dibandingkan bulan
(moonset after sunset), pada saat itu posisi hilāl sudah di atas ufuk di seluruh
wilayah Indonesia.

Hilāl adalah fase bulan yang berbentuk sabit yang terjadi pada tanggal 1 bulan
Hijriyah. Hilāl dapat diketahui keberadaannya oleh mata manusia maupun dengan
teknologi modern seperti teleskop inframerah setelah terjadinya ijtimā’ di mana
matahari terbenam lebih dahulu daripada hilāl. Kelebihan teleskop ini di antaranya
dapat diandalkan untuk melakukan pengukuran posisi benda langit dengan
ketelitian yang cukup tinggi. Bahkan bila kondisi hilāl ada di atas ufuk dengan
ketinggian di bawah 2°, dan kemudian teleskop inframerah mampu mendeteksi
keberadaan hilāl, maka kesaksian ru’yat al-hilāl sangat mungkin dapat diterima.

Konsep maṭla’ yang dipakai adalah konsep maṭla’ fī al-wilāyah al-ḥukmi dimana
hasil ru’yat di suatu tempat di Indonesia berlaku bagi semua wilayah di tanah air.
Ini didasarkan atas beberapa pertimbangan. Pertama, untuk menyatukan kalender
Hijriyah, wilayah keberlakuan hasil ru’yat harus mencakup satu negara. Jika tidak,
unifikasi kalender tidak mungkin terwujud karena masing-masing wilayah
menggunakan hasil ru’yat sendiri. Kedua, kesaksian ru’yat di-isbatkan oleh
hakim/pemimpin pemerintahan negara sehingga memiliki kekuatan hukum.
Dalam konteks Indonesia, jika pemerintah melalui Kementarian Agama berniat
menyatukan kalender hijriyah nasional, maka diperlukan kepastian hukum yang
mengikat semua kalangan umat Islam.

Kelebihan:

Kekurangan:

Diskusi/Rekomendasi:
Judul: KALENDER ISLAM GLOBAL ANTARA DILEMA DAN DARURAT

Nama Penulis: Nur Anshari

Nama Jurnal: Jurnal Al-Marshad, Vol. 3, No. 1, Halaman 91-110

Tahun: 2017

Latar Belakang:

Persiapan dari penentuan kalender Islam secara global yang diadakan pada suatu
kongres di Turki beberapa bulan yang lalu telah menghasilkan suatu kesepakatan
terhadap penyatuan kalender Islam. Dalam penulisan ini penulis ingin mengkaji
lebih dalam terhadap opini para ahli dalam penentuan kalender tersebut.
Penyatuan Kalender secara global yang disetujui ketika kongres yang telah
diijinkan untuk menjawab pertanyaan ijtihadiah yang jauh.

Tujuan Penelitian

Untuk memaparkan terkait kriteria hilal yang digunakan untuk persiapan


penentuan kalender Islam secara global.

Metode Penelitian:

Hasil Penelitian:

Hilal atau new moon jika ditinjau dari fase-fase bulan yangm delapan fase, hilal
berada di fase pertama yaitu bulan baru (new moon). Dalam posisi ini, bersamaan
dengan gerakan bulan mengelilingi bumi, kita melihat bagian bulan yang terkena
sinar matahari semula sangat kecil berbentuk sabit (cresent) yang semakin hari
semakin membesar.

Apabila dilihat dari peredaran bulan secara teratur, bulan itu sendiri memiliki fase
yangs teratur. Pertama fase bulan baru (new moon) fase ini sering disebut dengan
hilal. Hal ini karena revolusi bulan mengelilingi bumi yang menyebabkan efek
seolah-olah bentuk bulan berubah-ubah. Sebetulnya ini akibat perubahans
darimana kita melihat bagian bulan yang kena sinar Matahari. Untuk menyusun
kalender Islamg sesuai hasil kongres adalah berdasarkan visibilitas hilal.
Dalam Islam di zaman modern upaya untuk merumuskan parameter rukyat telah
mendapat perhatian dan pengkajian yang intensif. Umumnya diterima pandangan
bahwa parameter tunggal dipandangan sebagai kriteria rukyat yang buruk,
misalnya ketinggian saja, atau mukus saja dan seterusnya. Di antara kriteria rukyat
hilal yang ditetapkan oleh ahli-ahli astronomi Muslim adalah hasil Konferensi
Penetapan Awal Bulan Kamariah di Istanbul (Turki) tahun 1978. Konferensi ini
menetapkan dua parameter rukyat, yaitu :

 Elongasi minimal adalah 8⁰


 Tinggi bulan di atas ufuk minimal 5⁰

Ada lima kategori rukyat dapat dilakukan dan tidak dapat dilakukan yaitu :

 Rukyat jelas dengan mata telanjang.


 Rukyat mata telanjang agak sukar.
 Rukyat hanya bisa dengan alat optik.
 Rukyat tidak mungkin meskipun dengan alat optik.
 Rukyat mustahil karena bulan di bawah ufuk

Dengan adanya penggolongan kriteria visibilitas hilal ini semakin membuat umat
yakin tentang keberadaan hilal, Kenampakan hilal, dan ketiadaan hilal.
Tergantung si pengamat berada di daerah mana yang konsideran dengan titik
pantau visibile nya suatu hilal. Jadi, antara persatuan hisab dan rukyat bertemu
pada titik visiblenya hilal.

Kelebihan:

Kekurangan:

Diskusi/Rekomendasi:

Judul: URGENSI KALENDER HIJRIYAH SEBAGAI HAUL ZAKAT MAAL


DI BAZNAS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Nama Penulis: M. Arbisora Angkat

Nama Jurnal: Jurnal Teraju, Vol. 2, No. 1, Halaman 65-82


Tahun: 2020

Latar Belakang:

Kalender adalah sarana penataan waktu dan penandaan hari dalam guliran masa
yang tiada henti. Kehadiran kalender merefleksikan daya lenting dan kekuatan
suatu peradaban. Pengorganisasian waktu yang merupakan fungsi utama kalender
amat penting dalam kehidupan manusia dan agama. Islam menambah arti penting
tersebut dengan mengaitkannya kepada pelaksanaan ibadah, salah satunya adalah
zakat.

Dalam pelaksanaan zakat harusnya umat muslim menggunakan kalender Hijriyah


dan bukan Masehi. Sehingga terdapat selisih sekitar 11 hari setiap tahunnya dan
apabila Kalender Masehi terus digunakan sebagai haul pembayaran zakat maal,
maka selama kurun waktu 30 tahun bisa menyebabkan hutang zakat maal dalam 1
tahun tidak dikeluarkan. Sebenarnya Kalender Masehi dapat digunakan untuk
menentukan haul zakat maal, hanya saja persentase zakatnya adalah sebesar
2.577% bukan 2.5%.

Tujuan Penelitian:

Untuk memberikan informasi kepada umat muslim bahwa seharusnya haul


pembayaran zakat maal umat muslim menggunakan Kalender Hijriyah.

Metode Penelitian:

Kualitatif – Deskriptif

Hasil Penelitian:

Akibat tidak adanya Kalender Hijriyah yang pasti, semua bisnis Islam di dunia
sekarang ini menggunakan Kalender Masehi sebagai basis akuntansinya. Ini
berarti haul yang digunakan untuk perhitungan laba-rugi perusahaan terlebih
sekitar 11 hari dalam satu tahun. Artinya, kelebihan yang 11 hari ini tidak
terzakati. Jadi, dalam setiap 30 tahun operasi bisnis umat Islam akan mengalami
kekurangan pembayaran zakat sekitar setahun dan ini menjadi hutang. Jika ini
sudah berlangsung selama 1000 tahun, maka bayangkan sudah berapa banyak
hutang yang tidak terbayarkan.

Sebenarnya Kalender Masehi dan Kalender Hijriyah dapat digunakan untuk


menentukan haul. Hanya saja penggunaan masing-masing memiliki implikasi
dalam kewajiban membayar persentase zakat. Jika haul menggunakan Kalender
Hijriah maka zakatnya 2,5%. Tetapi jika haul menggunakan Kalender Masehi
zakatnya 2,577% (2.5 x 365,25 : 354,36756 = 2.5768 % dibulatkan = 2,577%).
Persentase ini tentunya sangat berdampak terhadap nominal zakat maal yang ada
Provinsi Kepulauan Riau, maka sudah seharusnya BAZNAS Provinsi Kepulauan
Riau menggunakan persentase 2,577% apabila tetap menggunakan Kalender
Masehi sebagai haul zakat maal.

Potensi zakat di Provinsi Kepulauan Riau sebenarnya sangat besar. Dari berbagai
penelitian menyebutkan bahwa perkiraan potensi zakat khususnya zakat
penghasilan umat Islam di daerah Provinsi Kepulauan Riau berkisar antara 40-100
milyar per tahun.41 Dan apabila ditambah dengan zakat-zakat lainnya seperti
zakat perniagaan, usaha/industri, pertanian, perikanan, peternakan, zakat emas dan
perak, maka umat Islam dapat memiliki potensi dana yang sangat besar untuk
membantu umat Islam lainnya yang kurang berhasil secara ekonomi, sehingga
kebutuhan-kebutuhan dasar umat Islam dapat terpenuhi secara layak dan
terentaskan dari belenggu kefakiran dan kemiskinan.

Kelebihan:

Kekurangan:

Diskusi/Rekomendasi:

-
Judul: PENYATUAN KALENDER ISLAM INTERNASIONAL:PERSFEKTIF
SIYASAH

Nama Penulis: Muhammad Iqbal

Nama Jurnal: Jurnal Ilmiah Syari‘ah, Vol. 15, No. 2, Halaman 169-176

Tahun: 2016

Latar Belakang:

Wacana penyatuan kalender Islam internasional semakin bergulir kencang. Begitu


krusialnya masalah ini, di Istambul Turki telah diadakan Kongres Penyatuan
Kalender Hijriyah Internasional (International Hijry Taqwim Unity Congres) pada
28-30 Mei 2016 yang lalu. Peserta yang hadir berasal dari lebih 50 negara.
Indonesia diwakili oleh Prof. Syamsul Anwar (dari Majelis Tarjih PP
Muhammadiyah), Hendro Sentyanto, M.Si, (astronom dari Lajnah Falakiyah
PBNU), dan K.H. Mahyudin Junaedi, MA (dari MUI). Berbagai ide dikemukakan
dalam kongres ini.

Intinya, umat Islam memerlukan suatu penanggalan yang dipakai bersama untuk
kepentingan umat Islam secara internasional. Dalam konferensi ini diusulkan dua
konsep kalender Islam yang telah dikaji oleh Scientific Committee, yaitu kalender
Islam bizonal dan kalender Islam terpadu. Kalender Islam Bizonal digagas oleh
Nidhal Guessoum dan Mohammad Syawkat Odeh. Prinsip Kalender Islam
Bizonal adalah (a) dunia dibagi dua zona, yaitu zona barat dan zona timur, (b)
awal bulan Qamariah dimulai di kedua zona itu pada hari berikutnya apabila
konjungsi (tawalludul hilal) terjadi sebelum fajar di Makkah, dan (c) awal bulan
kamariah dimulai pada hari berikutnya di zona barat dan ditunda sehari pada zona
timur apabila konjungsi terjadi antara fajar di Makkah dan pukul 12.00 UT.
Sementara itu, kalender Islam terpadu digagas oleh Jamaluddin Abdul Razik
dengan tiga prinsip yang dikembangkan, yaitu prinsip hisab, prinsip transfer
rukyat, dan penentuan permulaan hari.

Tujuan Penelitian:
Untuk menjelaskan tentang penyatuan kalender Islam internasional dari persfektif
siyasah.

Metode Penelitian:

Hasil Penelitian:

Penentuan kalender Islam internasional merupakan kebutuhan yang sangat


mendesak untuk diwujudkan. Dari perspektif siyasah, adanya kalender Islam
internasional akan memperlihatkan kepada dunia kekuatan dan kekompakan dunia
Islam. Negara-negara Muslim dunia akan memiliki kesamaan sikap dan respons
terhadap masalah-masalah global yang berkembang, terutama yang berkaitan
dengan kepentingan politik umat Islam. Memang perkerjaan ini merupakan
proyek besar yang membutuhkan waktu untuk mewujudkannya. Mengingat
Indonesia merupakan negara Muslim terbesar yang relatif tidak terganggu oleh
masalah-masalah politik internasional dan secara nasional juga relatif stabil, maka
peranan Indonesia menjadi signifikan dalam upaya penyatuan ini

Kelebihan:

Kekurangan:

Diskusi/Rekomendasi:

Judul: Kajian Kriteria Hisab Global Turki dan Usulan Kriteria Baru MABIMS
dengan Menggunakan Algoritma Jean Meeus

Nama Penulis: Nursodik

Nama Jurnal: Jurnal Al-Ahkam, Vol. 29, No. 1, Halaman 119-140

Tahun: 2018

Latar Belakang:

Di Indonesia, persoalan penentuan awal bulan selalu mengundang polemik


perbedaan dalam mengawali bulan. Khususnya yang berhubungan penentuan awal
puasa, hari raya, dan hari arafah. Salah satu penyebabnya karena banyaknya
kriteria penentuan awal bulan dan tidak adanya kesepakatan untuk menyatukan
kalender secara terpadu.

Persoalan belum adanya titik temu kriteria menjadi permasalahan pokok untuk
mewujudkan kalender Islam yang satu-padu. Ada dua kriteria yang menjadi
sorotan di kalangan para pakar dan ahli Astronomi, yakni Kriteria Hisab Global
Turki dan Kriteria Baru MABIMS (selanjutnya disingkat KBM). Kedua kriteria
tersebut merupakan usulan atau rekomendasi kriteria untuk dijadikan rujukan
kalender Islam yang mapan dan bisa diterapkan secara global (bersifat mendunia),
yang hingga kini belum juga mencapai titik temu. Hal ini dikarenakan belum
terbentuknya ketetapan dan kesepakatan yang dapat diterima oleh semua pihak.
Selain itu juga perlu adanya sebuah argumen logis yang menyetujui atau
mengkritisi berbagai bentuk kriteria kalender yang ada.

Sejalan dengan hal tersebut, penulis tertarik lebih lanjut mengkaji kedua kriteria
kalender Islam tersebut, kriteria Global Turki dan usulan Kriteria Baru MABIMS.
Secara astronomis, memang kedua kriteria tersebut cukup mapan, dan sama-sama
berbasis pada imkān al-ru’yat atau visibilitas hilal. Hanya saja, dalam tataran
praktis kedua teori atau kriteria belum tampak, bagaimana kesesuaian kedua
kriteria tersebut dan implementasi kedua teori tersebut untuk dijadikan sebagai
rujukan kalender Islam terpadu.

Tujuan Penelitian:

Untuk mengkaji kriteria hisab global dan perbandingannya dengan usulan Kriteria
Baru MABIMS (KBM) dengan menggunakan algoritma Jean Meeus

Metode Penelitian:

Komparatif

Hasil Penelitian:

Hasil kajian tentang Kriteria Hisab Global Turki dan usulan Kriteria Baru
MABIMS (KBM) menggunakan algoritma Meeus dalam beberapa tahun dan
didentifikasi pada beberapa kota meliputi beberapa kesimpulan. Pertama, Hasil
identifikasi untuk kota-kota di Indonesia, Kriteria Baru MABIMS memiliki
potensi lebih baik dijadikan rujukan kalender Islam yang terpadu. Kedua, untuk
Kriteria Hisab Global banyak kasus yang menjadi titik kelemahan jika
diimplementasikan di Indonesia, yang diklasifikasikan menjadi dua kasus. Kasus
pertama, ketika Kriteria Hisab Global Turki sudah masuk kriteria (50-80), namun
di garis tanggal di Asia Tenggara, masih di bawah ufuk.

Kasus kedua, terkait adanya pengecualian masuknya Bulan baru yaitu konjungsi
terjadi sebelum terbit fajar di Selandia Baru (New Zealand), dan bagian daratan
Benua Amerika sudah imkān al-ru’yat. Artinya, memulai awal bulan baru
keesokkan harinya, padahal pada sore kemarinnya Bulan sudah di bawah ufuk.
Hal ini menimbulkan masalah terkait hilangnya prinsip ru’yat. Ketiga, dari kajian
kedua kriteria tersebut, kriteria yang lebih implementatif adalah usulan Kriteria
Baru MABIMS karena dianggap bisa mempersatukan ormas-ormas Islam yang
sebelumnya berbeda kriteria, dan juga Kriteria Baru MABIMS mengakomodasi
para pengamal ru’yat karena didasarkan pada data-data ru’yat yang sahih dan bisa
dijadikan sebagai rujukan kegiatan ru’yat di dunia

Kelebihan:

Kekurangan:

Diskusi/Rekomendasi:

Judul: KALENDER HIJRIYAH GLOBAL TURKI UPAYA MEWUJUDKAN


KEPASTIAN TRANSAKSI EKONOMI PADA LEMBAGA KEUANGAN
SYARI’AH

Nama Penulis: Maesyaroh


Nama Jurnal: Jurnal Al-Hikmah, Vol. 3, No. 1, Halaman 71-84

Tahun: 2017

Latar Belakang:

Selama ini umat Islam di Indonesia setiap mengawali awal bulan Ramadhan, 1
syawal dan pelaksanaan ibadah qurban kadang mengalami perbedaan antar ormas
Islam tertentu dan daerah tertentu. Persoalan bukan pada hisab atau rukyat, namun
pada kriteria, sehingga belum ada titik temu. Pasca Kongres Internasional di Turki
yang berjudul “International Hjri Calendar Unity Congres yang berlangsung ( 28-
30 Mei 2016 M/21-23 Sya’ban 1437 H) tahun lalu, umat Islam di Indonesia
khususnya terus berupaya mensosialisasikan demi terwujudnya Kalender Hijriah
Global. Sosialisasi pertama secara formal dilakukan di Jakarta dalam acara
Halaqah dan Pemahaman tentang Hisab-Rukyat dan Kalender Hijriyah Global
yang diselenggarakan oleh ISRN (The Islamic Science Researh Network)
UHAMKA kerjasama dengan Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat
Muhammadiyah 18 Juni 2016/13 Romadhan 1437 H. Selanjutnya seminar
nasional yang diselenggarakan tanggal 3-4 Agustus 2016/ 29 Syawal -1 Zulkaidah
1437 H di UMSU kerjasama dengan ADFI (Asosiasi Dosen Ilmu Falak Indonesia)
mengusung tema Global (Pasca Muktamar Turki 2016)”.

Tujuan Penelitian:

Untuk melihat kedudukan kalender hijriyah yang sangat penting bagi kepastian
dalam ekonomi syariah.

Metode Penelitian:

Kualitatif Deskriptif

Hasil Penelitian:

Kalender Hijriyah adalah kalender yang terdiri dari dua belas bulan qamariyah,
setiap bulan berlangsung sejak penampakan pertama bulan sabit hingga
penampakan berikutnya (29 hari atau 30 hari). Selanjutnya, dalam Leksikon Islam
disebutkan bahwasannya Kalender Hijriyah atau Tarikh Hijriyah merupakan
penanggalan Islam yang dimulai dengan peristiwa hijrah Rasulullah SAW.

Menurut sebuah studi tahun 1987, disebutkan bahwa ada sekitar 40 sistem
kalender yang saat ini digunakan di dunia dan dikenal dalam pergaulan
internasional, namun secara umum dikategorikan ke dalam tiga madzhab besar
dalam penghitungan kalender, yaitu :

a. Pertama, adalah sistem kalender matahari (syamsiyyah) atau solar


calendar, yaitu sistem kalender yang penghitungannya berdasarkan pada
perjalanan Bumi saat melakukan revolusi mengorbit pada Matahari.
b. Kedua, adalah kalender bulan12 (qamariyah) atau lunar calendar yang
berdasarkan pada perjalanan Bulan selama mengorbit (ber-revolusi
terhadap) Bumi. Kalender Islam adalah murni lunar kalendar yang
mengikuti siklus fase Bulan tanpa ada keterkaitan dengan tahun tropis.
c. Ketiga, adalah lunisolar calendar yang merupakan gabungan atas kedua
sistem di atas. Kalender lunisolar memiliki urutan bulan yang mengacu
pada siklus fase Bulan, namun pada setiap berbagai tahun tertentu ada
sebuah sisipan (intercalacy month) diberikan agar kalender ini tetap
sinkron dengan kalender musim (solar calendar).

Kelebihan:

Kekurangan:

Diskusi/Rekomendasi:

Judul: SIGNIFIKANSI IJTIHAD KALENDER HIJRIYAH GLOBAL (TINJUAN


DARI ASPEK SYAR’I DAN EKONOMI)

Nama Penulis: M. Ihtirozun Ni‟am


Nama Jurnal: Jurnal Al-Mabsut, Vol. 10, No. 1, Halaman 1-21

Tahun: 2016

Latar Belakang:

Ijtihad merupakan suatu upaya yang harus dilakukan untuk menjawab tuntutan
zaman. Fungsi ijtihad menjadi penting ketika muncul persoalan terkait
kemaslahatan umat yang tidak ditemukan nash-nash sharih yang menjelaskannya.
Dalam masalah kalender hijriyah, ijtihad untuk membentuk kalender hijriyah
global dinilai urgen dan sangat signifikan. Setidaknya ada beberapa faktor yang
menjadi alasannya. Pertama, dari sudut pandang syar’i. Apabila kalender hijriyah
belum menyatu, akan terjadi perbedaan awal bulan kamariah antar umat Islam.
Hal ini akan menjadi masalah serius ketika penentuan awal bulan Syawwal atau
pun Dzulhijjah. Misalnya apabila ormas A menetapkan hari senin sudah lebaran
sedangkan pemerintah menetapkan hari selasanya, maka akan terjadi kekacauan
terkait ibadah puasa dan shalat idul fitrinya. Bagaimana hukumnya puasa di hari
yang mana orang lain sudah lebaran atau hari tahrim. Dan bagaimana hukumnya
shalat idul fitri di hari yang mana orang lain masih puasa. Ini akan berakibat pada
sah atau tidaknya ibadah yang dilakukan. Begitu pula saat kalender hijriyahnya
berbeda saat penentuan awal Dzulhijjah.

Lebih dari itu, ini juga akan berakibat pada jumlah hari yang dialami oleh orang
muslim Indonesia yang sedang menjalankan ibadah haji. Suatu ketika ia akan
kehilangan atau kekurangan 1 hari Dzulhijjah dan suatu ketika ia akan kelebihan 1
hari Dzulhijjah saat kembali ke Indonesia. Dari sudut pandang ekonomi, belum
adanya kalender hijriyah global menyebabkan kekurangan pembayaran zakat
sebagai akibat dari pemakaian kalender masehi. Interval 11,5 hari anatara
kalender Masehi dan Hijriyah bila diperhitungkan selama 500 tahun dengan total
aset umat Islam sekitar US$ 10 triliun, maka kekurangan pembayaran tersebut
bisa mencapai sekitar US$ 5 triliun. Maka dari itu, ijtihad untuk
memformulasikan kalender hijriyah global di sini sangat urgen dan signifikan.

Tujuan Penelitian
Metode Penelitian:

Hasil Penelitian:

Bahwa ijtihad dalam rangka membentuk kalender hijriyah global sangatlah urgen
dan signifikan. Setidaknya apabila dilihat dari susut pandang syar‟i dan ekonomi.

Pertama, dari sudut pandang syar‟i. Apabila kalender hijriyah belum menyatu,
akan terjadi perbedaan awal bulan kamariah antar umat Islam. Hal ini akan
menjadi masalah serius ketika penentuan awal bulan Syawwal atau pun
Dzulhijjah. Misalnya apabila ormas A menenapkan hari senin sudah lebaran
sedangkan pemerintah menetapkan hari selasanya, maka akan terjadi kekacauan
terkait ibadah puasa dan shalat idul fitrinya. Bagaimana hukumnya puasa di hari
yang mana orang lain sudah lebaran atau hari tahrim. Dan bagaimana hukumnya
shalat idul fitri di hari yang mana orang lain masih puasa. Ini akan berakibat pada
sah atau tidaknya ibadah yang dilakukan. Begitu pula saat kalender hijriyahnya
berbeda saat penentuan awal Dzulhijjah.

Kedua, dari sudut pandang ekonomi. Belum adanya kalender hijriyah global
menyebabkan kekurangan pembayaran zakat sebagai akibat dari pemakaian
kalender masehi. Interval 11,5 hari anatara kalender Masehi dan Hijriyah bila
diperhitungkan selama 500 tahun dengan total aset umat Islam sekitar US$ 10
triliun, maka kekurangan pembayaran tersebut bisa mencapai sekitar US$ 5
triliun. Artinya, kalender hijriyah global sangatlah dibutuhkan untuk menghindari
kekurangan pembayaran zakat ini.

Kelebihan:

Kekurangan:

Diskusi/Rekomendasi:

-
Judul: KRITERIA KALENDER HIJRIYAH GLOBAL TUNGGAL TURKI 2016
PERSPEKTIF TIM HISAB RUKYAT KEMENTERIAN AGAMA RI

Nama Penulis: Muhammad Himmatur Riza

Nama Jurnal: Jurnal El-Falaky, Vol. 2, No. 1, Halaman 30-47

Tahun: 2018

Latar Belakang:

Kalender hijriyah memiliki peran penting dalam sumbangsih perkembangan Ilmu


Falak. Hal ini terbukti dengan diimplementasikannya konsep kalender hijriyah
dalam penetapan awal bulan kamariah. Namun dalam penerapannya terdapat
problematika yang sangat menarik, khususnya ketika penetapan awal Bulan
Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah. Perbedaan dalam penentuan awal bulan
hijriyah memang bukan merupakan hal baru lagi. Sampai saat ini perdebatan
masih berlanjut terus menerus. Persoalan yang semestinya klasik ini menjadi
selalu aktual terutama ketika menjelang penentuan awal bulan-bulan tersebut.
Bentuk usaha menyatukan perbedaan tidak hanya datang dari tingkat negara saja
akan tetapi banyak bermunculan gagasan-gagasan penyatuan kalender hijriyah
secara global di seluruh dunia. Meskipun diyakini mewujudkannya merupakan hal
yang sangat sulit, namun upaya tersebut tidak berhenti begitu saja yaitu dengan
diadakannya Kongres Kesatuan Kalender Hijriyah Global Tunggal yang
diselenggarakan pada bulan Mei 2016 di Turki dengan dihadiri beberapa delegasi
dari berbagai dunia. Dengan kriteria visibilitas hilal yang direkomendasikan
dalam Kongres Turki 2016 perlu dikaji mengenai implementasinya di Indonesia.
Tim Hisab Rukyat atau yang lebih sering dikenal dengan THR adalah suatu tim
yang bekerja menangani permasalahan hisab dan rukyat di bawah kekuasaan
Kementerian Agama RI. Munculnya rekomendasi kriteria baru penentuan
kalender Islam global tentu Tim Hisab Rukyat mempunyai kedudukan strategis
untuk menanggapi usulan tersebut.
Tujuan Penelitian:

Untuk menjelaskan persfektif tim hisab rukyat dari kementerian agama tentang
kalender Hijriyah

Metode Penelitian:

Kualitatif -Deskriptif

Hasil Penelitian:

Tim Hisab Rukyat Kementerian Agama RI tidak bisa menerima kriteria Kalender
Hijriyah Global Tunggal Turki 2016 sebagai acuan penyatuan kalender hijriyah
internasional karena:

a. Hasil keputusan kongres berdasarkan voting dianggap lemah.


b. Kriteria Kalender Hijriyah Global Tunggal Turki 2016 yang diusulkan
sebagai acuan penetapan kalender hijriah secara global dinilai ribet atau
mempersulit.
c. Implementasi kriteria Turki 2016 di Indonesia akan semakin
memperuncing perbedaan.
d. Kriteria Kalender Hijriyah Global Tunggal Turki berprinsip pada transfer
rukyat sehingga menafikan penampakan hilal di wilayah lain termasuk
Indonesia sehingga terkesan memaksakan.
e. Kriteria Kalender Hijriyah Global Tunggal Turki 2016 menggunakan
mathla‟ global sangat kontradiktif dengan pedoman Indonesia yang
selama ini menggunakan konsep mathla‟ wilayāh al-ḥukmi.

Namun beberapa anggota Tim Hisab Rukyat memiliki kecenderungan mendukung


terhadap upaya unifikasi dengan memberikan usulan penyempurnaan kriteria.

Dalam upaya penyatuan kalender hijriyah, Tim Hisab Rukyat Kementerian


Agama RI memiliki beberapa rekomendasi:

a. Mengubah kriteria lama menjadi kriteria baru (tinggi hilal minimal 3⁰ dan
elongasi 6,4⁰) dengan berpatokan pada wilayah lokal.
b. Mengusulkan kriteria visibilitas hilal tinggi hilal mminimal 3⁰ dan
elongasi 6,4⁰ sebagai acuan kriteria internasional.

Dari beberapa usulan di atas nampak bahwa adanya sikap dominasi Tim Hisab
Rukyat terhadap unifikasi berskala nasional. Meskipun secara konkrit turut
berpartisipasi dalam upaya unifikasi internasional, namun usulan yang ditawarkan
tetap tidak melebar dari kriteria yang ideal bagi Indonesia sendiri.

Kelebihan:

Kekurangan:

Diskusi/Rekomendasi:

Anda mungkin juga menyukai