Anda di halaman 1dari 13

TUGAS TERSTRUKTUR DOSEN PENGAMPU

PENDIDIKAN AKHLAK Drs.Emroni, M.Ag.


M.Ag

PEMBENTUK
PEMBENTUKAN AKHLAK MULIA

OLEH
M. SUKMA LASMANA : NIM 210101100897
NORHASANAH : NIM 210101100895
SEPTIANA : NIM 200101100059

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PROGRAM STUDI TADRIS FISIKA
BANJARMASIN
TAHUN 2022 M/1444 H
A. PENDAHULUAN

Pada dasarnya manusia memiliki karakter masing-masing yang dibawanya sejak lahir.
Akan tetapi karakter yang dibawa sejak lahir ini bisa saja berubah karena adanya faktor-
faktor yang mempengaruhinya. Karakter atau akhlak ini disebut oleh beberapa fakar
dapat dirubah atau dibentuk. Namun sebagian ada yang berpendapat bahwa karakter atau
akhlak ini tidak bisa dirubah.

Dalam menggambarkan salah satu langkah awal dalam mendidik akhlak yang benar
adalah dengan menanamkan pendidikan agama Islam ke dalam diri manusia dari sedini
mungkin. Maka berangkat dari sinilah, diperlukannya seorang pendidik atau guru yang
memfokuskan pada pembentukan akhlak yang Islami yang nantinya mampu menyerap
nilai-nilai murni dari pembelajaran pendidikan agama Islam yang diterimanya, kemudian
mengambil hikmahnya, hingga tertanam dan akan mempengaruhi pembentukan akhlak
yang diharapkan yaitu akhlak yang baik.

Akhlak merupakan masalah yang menjadikan ukuran tinggi rendahnya derajat


seseorang. Sekalipun orang dapat dikatakn pintar setinggi langit, namun suka melanggar
norma agama atau melanggar peraturan, maka ia tidak dapat dikatakan seorang yang
mulia. Akhlak tidak hanya menentukan tinggi derajat seseorang, melainkan juga
masyarakat. Masyarakat yang terhormat ialah masyarakat yang terdiri dari orang-orang
yang berbudi pekerti baik.1

Maka dengan pemaparan diatas, pemakalah akan memaparkan lebih rinci mengenai
pembentukan akhlak islami dalam bentuk makalah dengan tujuan untuk mengetahui
pengertian pembentukan akhlak mulia, ruang lingkup akhlak mulia, tujuan pembentukan
akhlak mulia, faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak mulia, serta
metode pembentukan akhlak mulia.

1
Hestu Nugroho Warasto, Pembentukan Akhlak Islami (Studi Kasus Sekolah Madrasah Aliyah
Annida Al-Islamy, Cengkereng), dalam Jurnal Mandiri: Ilmu Pengetahuan, Seni, dan Teknologi, Vol. 2
No. 1. 2018. h: 65-66.

1
B. METODE
Makalah ini disusun sedemikian rupa dengan pendekatan kualitatif menggunakan
metode studi literatur atau kepustakaan. Metode ini berupa pengambilan data dengan
mengumpulkan dan membaca berbagai sumber literatur sebagai referensi.Metode ini
berisikan serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data
pustaka, membaca, dan mencatat serta mengolah bahan penulisan.

C. PEMBAHASAN
1. Pengertian Pembentukan Akhlak Mulia

Secara sederhana akhlak mulia atau Islami dapat diartikan sebagai akhlak
yang berdasarkan ajaran Islam atau akhlak yang bersifat Islami. Kata Islam yang
berada di belakang kata akhlak dalam hal menempati posisi sebagai sifat. Dengan
demikian, akhlak Islami adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah,
disengaja, mendarah daging dan sebenarnya yang didasarkan pada ajaran Islam.

Namun dilihat dari segi sifatnya yang universal, maka akhlak Islami juga
bersifat universal. Dalam rangka menjabarkan akhlak Islami yang universal ini
diperlukan bantuan pemikiran akal manusia dan kesempatan sosial yang
terkandung dalam ajaran etika dan moral. Dengan kata lain akhlak Islami adalah
akhlak yang di samping mengakui adanya nilai-nilai universal sebagai dasar
bentuk akhlak, juga mengakui nilai-nilai yang bersifat lokal dan temporal sebagai
penjabaran atas nilai-nilai yang universal ini. Perlu ditegaskan, bahwa akhlak
dalam ajaran agama tidak dapat disamakan dengan etika atau moral, walaupun
etika dan moral itu diperlukan dalam rangka menjabarkan akhlak yang
berdasarkan agama (akhlak Islami).

Hal yang demikian disebabkan karena etika terbatas pada sopan santun antara
sesama manusia saja, serta hanya berkaitan dengan tingkah laku lahiriah. Jadi
ketika etika atau moral digunakan untuk menjabarkan akhlak Islami, itu tidak
berarti akhlak Islami dapat dijabarkan sepenuhnya oleh etika atau moral.

2
2. Ruang Lingkup Akhlak Mulia

Ruang lingkup akhlak mulia/islami adalah sama dengan ruang lingkup ajaran
Islam itu sendiri, khususnya yang berkaitan dengan pola hubungan. Akhlak diniah
(agama/Islami) mencakup berbagai aspel, dimulai dari akhlak terhadap Allah,
hingga kepada sesama makhluk (manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan
benda-benda yang tak bernyawa). Berbagai bentuk dan ruang lingkup akhlak
Islami yang demikian tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut 2.

1) Akhlak Terhadap Allah

Akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan


yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan
sebagai khalik. Sikap atau perbuatan tersebut memiliki ciri-ciri perbuatan
akhlaki sebagaimana telah disebut di atas.

2) Akhlak Terhadap Sesama Manusia

Adapun akhlak terhadap sesama manusia ini telah banyak sekali


rincian yang dikemukakan oleh Allah dalam Al-Quran yang berkaitan
dengan perlakuan terhadap sesama manusia. Petunjuk mengenai hal ini
bukan hanya dalam bentuk larangan melakukan hal-hal negatif seperti
membunuh, menyakiti badan, atau mengambil harta tanpa alasan yang
benar, melainkan juga sampai kepada menyakiti hati dengan jalan
menceritakan aib seseorang di belakangnya, tidak peduli aib itu benar atau
salah, walaupun sambil memberikan materi kepada yang disakiti hatinya
itu.

2
Mustopa, Pembentukan Akhlak Islami Dalam Berbagai Perspektif, dalam Jurnal Yaqzhan, Vol.3
No.1, 2017. h. 107-108.

3
3) Akhlak Terhadap Lingkungan

Yang dimaksud dengan lingkungan di sini adalah segala sesuatu yang


di sekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-
benda tak bernyawa.

3. Tujuan Pembentukan Akhlak Mulia

Pembentukan akhlak Islami yang berdasarkan tujuan pendidikan Islam


merupakan pengembangan nilai-nilai Islami yang hendak diwujudkan dalam
pribadi manusia didik pada akhir dari proses tersebut. Dengan istilah lain, tujuan
pendidikan Islam menurut M. Arifin adalah perwujudan nilai-nilai Islami pada
pribadi manusia didik yang diikhtiarkan oleh pendidik muslim melalui proses
yang terminal pada hasil (produk) yang berkepribadian Islam yang beriman,
bertaqwa dan berilmu pengetahuan yang sanggup mengembangkan dirinya
menjadi hamba Allah yang taat.3

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak

Untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak


pada khususnya dan pendidikan pada umumnya terdapat tiga aliran yakni aliran
nativisme, aliran empirisme, dan aliran konvergensi.

1) Aliran nativisme

Menurut aliran nativisme bahwa faktor yang paling mempengaruhi


pembentukan diri seseorang adalah faktor pembawaan dari dalam yang
bentuknya dapat berupa kecenderungan, bakat, akal, dan lain-lain. Jika
seseorang sudah memiliki pembawaan atau kecenderungan kepada yang
baik, maka dengan sendirinya orang tersebut menjadi baik. Aliran ini
begitu yakin terhadap potensi batin yang ada dalam diri manusia, dan hal
ini kelihatannya erat kaitannya dengan pendapat aliran intuisisme dalam

33
Hestu Nugroho Warasto, Pembentukan Akhlak Islami (Studi Kasus Sekolah Madrasah Aliyah
Annida Al-Islamy, Cengkereng), dalam Jurnal Mandiri: Ilmu Pengetahuan, Seni, dan Teknologi, Vol. 2
No. 1. 2018. h: 65-66.

4
hal penentuan baik dan buruk sebagaimana telah diuraikan di atas. Aliran
ini tampak kurang menghargai atau kurang memperhitungkan peranan
pembinaan dan pendidikan.

2) Aliran Empirisme

Menurut aliran empirisme bahwa faktor yang paling berpengaruh


terhadap pembentukan diri seseorang adalah faktor dari luar, yaitu
lingkungan sosial, termasuk pembinaan dan pendidikan yang diberikan.
Jika pendidikan dan pembinaan yang diberikan kepada anak itu baik,
maka baiklah anak itu. Demikian jika sebaliknya. Aliran ini begitu percaya
kepada peranan yang dilakukan oleh dunia pendidikan dan pengajaran.

3) Aliran Konvergensi

Menurut aliran konvergensi berpendapat bahwa pembentukan akhlak


dipengaruhi oleh faktor internal, yakni pembawaan si anak, ada faktor dari
luar yakni pendidikan dan pembinaan yang dibuat secara khusus atau
melalui interaksi dalam lingkungan sosial. Fitrah dan kecenderungan ke
arah yang baik yang ada di dalam diri manusia dibina secara intensif
melalui berbagai metode. Aliran ini tampak sesuai dengan ajaran Islam.
Hal ini dapat dipahami dari surah An-Nahl ayat 78:

Artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan
tidak mengetahui apapun, dan Dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.

Ayat ini memberikan petunjuk bahwa manusia memiliki potensi untuk


dididik, yaitu penglihatan, pendengaran, dan hati sanubari. Potensi

5
tersebut harus disyukuri dengan cara mengisinya dengan ajaran dan
pendidikan.

Kesesuaian teori aliran konvergensi diatas, juga sejalan dengan hadis


Nabi yang berbunyi:

Artinya: “Setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan (membawa) fitrah


(rasa ketuhanan dan kecenderungan kepada kebenaran), maka kedua
orang tuanyalah yang membentuk anak itu menjadi Yahudi, Nasrani atau
Majusi.”

Hadis tersebut selain menggambarkan teori aliran konvergensi juga


menunjukkan dengan jelas bahwa pelaksana utama dalam pendidikan
adalah kedua orang tua. Itulah kedua orang tua, khususnya ibu mendapat
gelar sebagai madrasah, yakni tempat berlangsungnya kegiatan
pendidikan.

Di dalam hadis Nabi banyak dijumpai anjuran agar orang tua membina
anaknya. Seperti halnya bunyi hadis berikut:

Artinya:”Didiklah anakmu sekalian dengan tiga perkara: mencintai nabi-


mu, mencintai keluarganya dan membaca Al-Quran, karena orang yang
membawa (hafal) Al-Quran akan berada di bawah lingkungan Allah, di
hari tidak ada perlindungan kecuali perlindungan-Nya, bersama para
nabi dan kekasihnya”.

Ajaran Islam juga sudah memberikan petunjuk yang lengkap kepada


kedua orang tua dalam pembinaan anak, seperti tentang perlunya

6
pendidikan keagamaan sebelum mendapatkan pendidikan lainnya.
Abdullah Nashih Ulwan mengatakan, pendidikan hendaknya
memperhatikan anak dari segi muraqabah Allah SWT, yakni dengan
menjadikan anak merasa bahwa Allah selamanya mendengar bisikan dan
pembicaraannya, melihat gerak-geriknya, mengetahui apa pun yang
dirahasiakan dan dibisikkan, mengetahui pengkhianatan mata dan apa
yang disembunyikan hati.4

Menurut Hamzah Yakub, faktor-faktor yang mempengaruhi


terbentuknya akhlak pada prinsip yang dipengaruhi oleh faktor internal
dan eksternal5:

1) Faktor Internal

Faktor intenal atau faktor yang datang dari dalam diri sendiri.
Bentuknya dapat berupa kecenderungan kebiasaan, bakat akal, dan lain-
lain. Jika seseorang sudah memiliki pembawaan atas kecenderungan
kepada yang baik maka dengan sendirinya orang tersebut akan baik.

Beberapa unsur yang mempengaruhi faktor internal:

a) Naluri (instink)
Naluri adalah pembawaan alami setiap makhluk yang tidak
perlu dipelajari karena memang sudah bawaan. Instink (naluri)
adalah kesanggupan melakukan hal-hal yang kompleks tanpa
latihan sebelumnya secara mekanis.
b) Kebiasaan
Kebiasaan adalah setiap tindakan dan perbuatan seseorang
yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama
sehingga menjadi kebiasaan. Salah satu faktor penting dalam
pembentukan akhlak adalah kebiasaan atau adat istiadat

4
Mustopa, Pembentukan Akhlak Islami Dalam Berbagai Perspektif, dalam Jurnal Yaqzhan, Vol.3
No.1, 2017. h. 112-115.
5
Yayan Andriani, Pembentukan Dasar Akhlaq Islami Dan Etika Dalam Ilmu Tauhid Agama Islam,
dalam Madinah: Jurnal Studi Islam, Vol. 7, No. 2, 2020. h. 169-170.

7
didalam perbuatan yang selalu diulang-ulang sehingga mudah
dikerjakan.
c) Keturunan
Berpindahnya sifat-sifat tertentu dari orang tua kepada anak.
Ahmad Amin mengatakan bahwa perpindahan sifat-sifat
tertentu dari orang tua kepada keturunannya, maka disebut al-
Waratsah atau warisan sifat-sifat.

2) Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang diambil dari lingkungan, dimana


seseorang melakukan interaksi yang secara tidak langsung akan
berpengaruh pada pola pikir sifat maupun tingkah lakunya.

Faktor-faktor lingkungan terbagi menjadi dua macam:

a) Lingkungan alam
Lingkungan alam yang melingkupi manusia merupakan faktor
yang mempengaruhi dan menentukan tingkah laku seseorang.
b) Lingkungan pergaulan
Manusia hidup selalu berhubungan dengan manusia lainnya,
dalam pergaulan yang akan saling mempengaruhi dalam
fikiran, sifat dan tingkah laku. Contohnya akhlak orang tua
dirumah dapat mempengaruhi akhlak anaknya, begitu juga
akhlak anak kuliah dapat terbina dan terbentuk menurut
pendidikan yang diberikan oleh dosen-dosen dikampus.

8
5. Metode Pembentukan dan Pembiasaan Akhlak Mulia

Menurut Islam, metode yang bisa digunakan untuk membentuk akhlak antara
lain sebagai berikut6:

1) Mauidzah dan Nasihat

Mauidzah adalah memberi pelajaran akhlak terpuji serta memotivasi


pelaksananya dan menjelaskan akhlak tercela serta memperingatkannya
atau meningkatkan kebaikan dengan apa-apa yang melembutkan hati.
Adapun nasihat pada dasarnya adalah memurnikan orang yang dinasihati
dari kepalsuan. Sedangkan Al-Quran sering menyuruh memberi
peringatan.

2) Keteladanan

Keteladanan adalah sarana penting dalam pembentukan karakter


seseorang. Akhlak yang baik tidak dapat dibentuk hanya dengan
pengajaran, intruksi dan larangan, sebab tabi’at jiwa untuk menerima
keutamaan itu tidak cukup dengan hanya seorang guru mengatakan
kerjakan ini dan jangan kerjakan itu. Menanamkan sopan santun
memerlukan pendidikan yang panjang dan harus ada pendekatan.
Pendidikan itu tidak akan sukses, melainkan jika disertai dengan
pemberian contoh teladan yang baik dan nyata. Melalui keteladanan ini,
ilmu yang diterima, mudah dihayati dan dimengerti untuk mudah pula
diwujudkan aktivitas horizontal sehari-hari. Hal inilah, yang merupakan
cara Rasulullah SAW., memfungsikan keteladanan dalam mendidik para
sahabatnya, tidak hanya menuntut dan memberikan motivasi, tetapi juga
memberikan contoh konkret.

6
Hestu Nugroho Warasto, Pembentukan Akhlak Islami (Studi Kasus Sekolah Madrasah Aliyah Annida
Al-Islamy, Cengkereng), dalam Jurnal Mandiri: Ilmu Pengetahuan, Seni, dan Teknologi, Vol. 2 No. 1.
2018. h: 71-72.

9
3) Pembiasaan

Al-Ghozali mengatakan bahwa kepribadian manusia itu pada dasarnya


dapat menerima segala usaha pembentukan melalui pembiasaan. Jika
manusia membiasakan berbuat jahat, maka ia akan menjadi orang yang
jahat. Untuk ini Al-Ghozali menganjurkan agar akhlak diajarkan, yaitu
dengan cara melatih jiwa kepada pekerjaan atau tingkah laku yang mulia.
Jika seseorang menghendaki agar ia menjadi pemurah, hingga nirah hati
dan murah tangan itu menjadi tabi’at yang mendarah daging.

4) Pemberian Hadiah

Memberikan motivasi, baik berupa pujian atau hadiah tertentu, akan


menjadi salah satu latihan positif dalam pembentukan akhlak. Secara
psikologis, seseorang memerlukan motivasi untuk melakukan sesuatu.
Motivasi itu pada awalnya mungkin masih bersifat material. Namun, kelak
akan meningkat menjadi motivasi yang bersifat spiritual.

5) Mendidik Kedisplinan

Displin adalah adanya kesediaan untuk memenuhi ketentuan atau


peraturan yang berlaku. Kepatuhan yang dimaksud bukanlah karena
paksaan tetapi kepatuhan akan dasar kesadaran tentang nilai dan
pentingnya mematuhi peraturan-peraturan ini. Metode ini identik dengan
pemberian hukuman atau sanksi. Tujuannya adalah untuk menumbuhkan
kesadaran tentang sesuatu yang dilakukan tersebut tidak benar, sehingga
tidak mengulanginya kembali.

6) Cerita (Qisah)

Metode cerita ialah metode yang mengandung arti suatu cara dalam
menyampaikan materi pelajaran, dengan menuturkan secara kronologis,
tentang bagaimana terjadinya suatu hal, baik yang sebenarnya terjadi,
ataupun hanya rekaan saja.

10
7) Perumpamaan (Amsal)

Metode ini merupakan metode yang banyak dipergunakan dalam Al-


Quran dan hadist untuk mewujudkan akhlak mulia.

D. KESIMPULAN
1. Pembentukan akhlak Islami adalah bentuk perbuatan yang dilakukan dengan
mudah, disengaja, mendarah daging dan sebenarnya yang didasarkan pada
ajaran Islam.
2. Ruang lingkup akhlak Islami mencakup tiga hal yakni akhlak terhadap Allah,
akhlak terhadap sesama makhluk hidup dan akhlak terhadap lingkungan.
3. Tujuan pembentukan akhlak Islami dari prespektif pendidikan Islam yakni
sebagai perwujudan nilai-nilai Islami pada pribadi manusia didik yang
diikhtiarkan oleh pendidik muslim melalui proses yang terminal pada hasil
(produk) yang berkepribadian Islam yang beriman, bertaqwa dan berilmu
pengetahuan yang sanggup mengembangkan dirinya menjadi hamba Allah
yang taat.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak pada khususnya dan
pendidikan pada umumnya terdapat tiga aliran yakni aliran nativisme, aliran
empirisme, dan aliran konvergensi. Sedangkan menurut pendapat lainnya,
faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya akhlak pada prinsip yang
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.
5. Metode pembentukan dan pembiasaan akhlak islami mencakup tujuh hal
yakni, Mauidzah dan nasihat, keteladanan, pembiasaan, pemberian hadiah,
mendidik displin, cerita dan perumpamaan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Andriyani, Yayan. 2020. Pembentukan Dasar Akhlaq Islami Dan Etika Dalam Ilmu Tauhid
Agama Islam. Madinah: Jurnal Studi Islam, 7 (2): 169-170.

Mustopa. 2017. Pembentukan Akhlak Islami Dalam Berbagai Prespektif. Jurnal Yaqzhan, 3
(1): 107-115.

Warasto, Hestu Nugroho. 2018. Pembentukan Akhlak Siswa (Studi Kasus Sekolah Madrasah
Aliyah Annida Al-Islamy, Cengkereng). Jurnal Mandiri: Ilmu Pengetahuan, Seni dan
Teknologi, 2 (1): 65-72.

12

Anda mungkin juga menyukai