Anda di halaman 1dari 6

FILSAFAT PENDIDIKAN

REVIEW 1

KELOMPOK 1

(Tasya dan Rangga)

(MEMAHAMI HAKIKAT FILSAFAT DAN HAKIKAT ILMU)

07 Maret 2022

Nama : Wiwi Damayanti

Nim : 2169010551

Prodi : Pendidikan Matematika

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BONE

KAMPUS III KAHU

2022
PERTANYAAN :

1. Bagaimana metode memperoleh ilmu menurut pemikiran Barat dan pemikiran Timur,
serta perbedaan keduanya? (Nurfia).
Jawaban:
Konsepsi-konsepsi tentang kehidupan dan dunia yang kita sebut “filosofis”
dihasilkan oleh dua faktor; pertama, konsepsi-konsepsi religious dan etsis warisan;
kedua semacam penelitian yang bias disebut “ilmiah”. Filsafat, yang berbeda dari
teologi, dimulai dari Yunani pada abad ke 6 SM. Setelah memasuki zaman kuno,
filsafat kembali ditenggelamkan oleh teologi ketika agama Kristen bangkit dan Roma
jatuh. Periode kejayaan filsafat yang kedua, abad ke 11-14, didominasi oleh gereja
Katolik, kecuali selama beberapa pemberontak besar seperti Kaisar Frederick II (1195-
1250). Periode ini diakhiri dengan kebingungan-kebingungan yang berpuncak pada
Reformasi. Periode ketiga, dari abad ke-17 sampai sekarang, didominasi melebihi dua
periode sebelumnya, oleh sains; kepercayaan-kepercayaan religious tradisional masih
tetap penting, tetapi rasanya membutuhkan justifikasi, dan dimodifasi ketika sains
mengharuskannya.
Sementara itu, Filsafat Timur berkembang di Asia, khususnya di India,
Tiongkok, dan daerah-daerah lain yang pernah dipengaruhi budayanya. Sebuah cirri
khas filsafat timur ialah dekatnya hubungan filsafat dengan agama. Meskipun hal ini
kurang lebih juga bias dikatakan untuk filsafat barat, terutama di Abad Pertengahan,
tetapi di Dunia Barat filsafat ’ansich’ masih lebih menonjol dari pada agama. Nama-
nama beberapa filosof: Lao Tse, Kong Hu Cu, ZhuangZi, dan lain-lain. Pemikiran
filsafat timur sering dianggap sebagai pemikiran yang tidak rasional, tidak sistematis,
dan tidak kritis. Hal ini disebabkan pemikiran timur lebih dianggap agama disbanding
filsafat. Pemikiran timur tidak menampilkan sistematika seperti dalam filsafat barat.
Misalnya dalam pemikiran Cina sistematikanya berdasarkan pada konstrusksi
kronologis mulai dari penciptaan alam hingga meninggalnya manusia dijalin secara
runut.
Pemikiran filsafat Timur sama seperti filsafat Barat yang ingin mengetahui
segala peristiwa yang terjadi bahkan termasuk hal-hal yang berada di balik setiap
peristiwa, begitu pula filsafat Cina namun sering terbentur pada sifat yang empiris dan
this worldly. Confucius menekankan kepada murid-muridnya agar selalu mencari hal-
hal baru dengan jalan mendengar banyak tentang segala hal, memilih yang untuk
diikuti; melihat yang banyak untuk diingat. Dalam penelitian, data hendaknya
dikumpulkan secara empiris dan dianalisis secara kritis dengan penggunakan metode
secara konsisten agar kebenaran yang diperoleh dapat diterima oleh akal manusia dan
secara objektif dapat dipertanggungjawabkan.
Pemikiran Timur seringkali dianggap sebagai pemikiran yang tidak rasional,
tidak empiris, tidak sistematis, dan tidak kritis. Hal inilah yang pada akhirnya
memunculkan anggapan bahwa “pemikiran Timur bukan dianggap sebagai filsafat”.
Sifat-sifat pengetahuan secara konvensional dipandang harus ada dan berasal dari
filsafat. Sedangkan pemikiran Timur dianggap tidak berasal dari filsafat, akan tetapi
bersumber dari “kepercayaan atau agama”. Oleh karenanya pemikiran-pemikiran
Timur lebih ditempatkan sebagai kepercayaan atau agama, ketimbang sebagai filsafat.
Dalam studi post kolonial bahkan ditemukan bahwa filsafat Timur dianggap lebih
rendah ketimbang sistem pemikiran Barat karena tidak memenuhi kriteria filsafat
menurut filsafat Barat, misalnya karena dianggap memiliki unsur keagamaan atau
mistik. Kemudian dalam artikelnya Pemikiran Filsafat Timur dan Barat: Studi
Komparatif, mengemukakan bahwasanya Barat menganggap Timur itu identik degan
miskin, bodoh, statis, fatalis, dan kontemplatif. Sementara dalam perspekttif Timur,
Barat sering digambarkan sebagai materialisme, kapitalisme, rasionaIisme, dinamisme,
saintisme, positivisme dan sekularisme.
Filsafat Barat adalah sebutan yang digunakan untuk pemikiran-pemikiran
filsafat dalam dunia Barat atau Occidental. Filsafat Barat berbeda dengan Filsafat
Timur atau Oriental. Permulaan dari sebutan Filsafat Barat ini dari keinginan untuk
mengarah kepada pemikiran atau falsafah peradaban Barat.[1] Masa awalnya dimulai
dengan filsafat Yunani di Yunani Kuno dan pada masa ini sebagian besar Bumi sudah
dicakup, termasuk Amerika Utara dan Australia. Penentuan wilayah yang menjadi
bagian dalam menentukan aliran mana sebuah pemikiran atau falsafah itu lahir
menimbulkan perdebatan dan Perdebatan terjadi untuk menentukan wilayah seperti
Afrika Utara, sebagian besar Timur Tengah, Rusia, dan lainnya.

2. Mengapa filsafat menjadi landasan ilmu pengetahuan? (Lilis Septiani Lista)


Jawaban:
Filsafat dan ilmu secara historis merupakan suatu kesatuan, namun dalam
perkembangannya mengalami divergensi, dimana dominasi ilmu lebih kuat
mempengaruhi pemikiran manusia, kondisi ini mendorong pada upaya untuk
memposisikan ke duanya secara tepat sesuai dengan batas wilayahnya masing-masing,
bukan untuk mengisolasinya melainkan untuk lebih jernih melihat hubungan keduanya
dalam konteks lebih memahami khazanah intelektual manusia. Harold H. Titus
mengakui kesulitan untuk menyatakan secara tegas dan ringkas mengenai hubungan
antara ilmu dan filsafat, karena terdapat persamaan sekaligus perbedaan antara ilmu
dan filsafat, disamping dikalangan ilmuwan sendiri terdapat perbedaan pandangan
dalam hal sifat dan keterbatasan ilmu, dimikian juga dikalangan filsuf terdapat
perbedaan pandangan dalam memberikan makna dan tugas filsafat. Adapun persamaan
(lebih tepatnya persesuaian) antara ilmu dan filsafat adalah bahwa keduanya
menggunakan metode berpikir reflektif dalam upaya menghadapi/memahami fakta-
fakta dunia dan kehidupan, terhadap hal-hal tersebut baik filsafat maupun ilmu
bersikap kritis, berpikiran terbuka serta sangat komitmen pada kebenaran, disamping
perhatiannya pada pengetahuan yang terorganisir dan sistematis. Sementara itu
perbedaan filsafat dengan ilmu lebih berkaitan dengan titik tekan, dimana ilmu
mengkaji bidang yang terbatas, ilmu lebih bersifat analitis dan deskriptif dalam
pendekatannya, ilmu menggunakan observasi, eksperimen dan klasifikasi data
pengalaman indra serta berupaya untuk menemukan hukum-hukum atas gejala-gejala
tersebut, sedangkan filsafat berupaya mengkaji pengalaman secara menyeluruh
sehingga lebih bersifat inklusif dan mencakup hal-hal umum dalam berbagai bidang
pengalaman manusia, filsafat lebih bersifat sintetis dan sinoptis dan kalaupun analitis
maka analisanya memasuki dimensi kehidupan secara menyeluruh dan utuh, filsafat
lebih tertarik pada pertanyaan kenapa dan bagaimana dalam mempertanyakan masalah
hubungan antara fakta khusus dengan skema masalah yang lebih luas, filsafat juga
mengkaji hubungan antara temuan-temuan ilmu dengan klaim agama, moral, dan seni.
Filsafat mempunyai batasan yang lebih luas dan menyeluruh ketimbang ilmu, ini
berarti bahwa apa yang sudah tidak bisa dijawab oleh ilmu, maka filsafat berupaya
mencari jawabannya, bahkan ilmu itu sendiri bisa dipertanyakan atau dijadikan objek
kajian filsafat (Filsafat Ilmu), namun demikian filsafat dan ilmu mempunyai kesamaan
dalam menghadapi objek kajiannya yakni berpikir reflektif dan sistematis, meski
dengan titik tekan pendekatan yang berbeda. Dengan demikian, ilmu mengkaji hal-hal
yang bersifat empiris dan dapat dibuktikan, filsafat mencoba mencari jawaban terhadap
masalah-masalah yang tidak bisa dijawab oleh ilmu dan jawabannya bersifat
spekulatif, sedangkan Agama merupakan jawaban terhadap masalah-masalah yang
tidak bisa dijawab oleh filsafat dan jawabannya bersifat mutlak/dogmatis. Pengetahuan
ilmu lapangannya segala sesuatu yang dapat diteliti (riset dan/atau eksperimen);
batasnya sampai kepada yang tidak atau belum dapat dilakukan penelitian.
Pengetahuan filsafat: segala sesuatu yang dapat dipikirkan oleh budi (rasio) manusia
yang alami (bersifat alam) dan nisbi; batasnya ialah batas alam namun demikian ia
juga mencoba memikirkan sesuatu yang diluar alam, yang disebut oleh agama
“Tuhan”. Sementara itu Oemar Amin Hoesin mengatakan bahwa ilmu memberikan
kepada kita pengetahuan, dan filsafat memberikan hikmat. Dari sini nampak jelas
bahwa ilmu dan filsafat mempunyai wilayah kajiannya sendiri-sendiri.
Meskipun filsafat ilmu mempunyai substansinya yang khas, namun dia merupakan
bidang pengetahuan campuran yang perkembangannya tergantung pada hubungan
timbal balik dan saling pengaruh antara filsafat dan ilmu, oleh karena itu pemahaman
bidang filsafat dan pemahaman ilmu menjadi sangat penting, terutama hubungannya
yang bersifat timbal balik, meski dalam perkembangannya filsafat ilmu itu telah
menjadi disiplin yang tersendiri dan otonom dilihat dari objek kajian dan telaahannya.
3. Apakah penyebab munculnya filsafat? (Arfan)
Jawaban:
1. Manusia adalah “Ens Metaphysicum”
Berdasarkan ragam teori filsafat, maka filsafat itu sendiri menunjukkan
bagaimana filsafat itu timbul dari kodrat manusia, artinya asal ada manusia, ada
filsafat, karena sesuai dengan kodratnya manusia itu. Manusia disebut “Ens
Metaphysicum” menurut Aristoteles artinya makhluk yang menurut kodratnya
berfilsafat. Berlandaskan definisi “ens metaphysicum” filasafat dibedakan
antara:
• Filsafat sebagai ilmu pengetahuan dan
• Filsafat dalam arti yang lebih luas, yaitu dalam arti: usaha mencari jawaban
atas pertanyaan hidup, menanyakan dan mempersoalkan segala sesuatu.
2. Filsafat bersifat ekstensial
Filasafat adalah “existensial” sifatnya erat hubungannya dengan hidup kita
sehari-hari, dengan adanya manusia sendiri. Filsafat berdasarkan dan
berpangkalan pada manusia yang kongkret pada diri kita yang hidup di dalam
dunia dengan segala persoalan-persoalan yang kita hadapi.
3. Permulaan filsafat adalah keherananFilsafat dimulai dengan suatu thauma (rasa
kagum) yang timbul dari suatu aporia, yakni suatu kesulitan yang dialami karena
adanya percakapan-percakapan yang saling kontradiksi. Istilah aporia dari
bahasa Yunani juga berarti problema, pernyataan atau “tanpa jalan ke luar”. Jadi
filsafat itu mulai ketika manusia mengagumi dunia dan berusaha menerangkan
berbagai gejala dunia itu.
Menurut Keheranan awal permulaan dari filsafat. Keheranan merupakan
usaha untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan untuk menyelami
rahasia, barualah disebut filsafat apabila dilakukan secara sistematis.
4. Beberapa jalan ke filsafat
a. Kesusilaan;
b. Manusia yang mempersoalkan Tuhan;
c. Mengenai diri kita sendiri; dan
d. Bermacam-macam pertanyaan lain lagi
5. Filsafat timbul dari kodrat manusia
a. Dorongan untuk mengerti timbul dari kodrat manusia
• Kenyataan bahwa manusia mengerti dan bahwa hidupnya tergantung
dari pengetahuannya, hal itu tak dapat dipungkiri.
• Setiap perbuatan manusia menghendaki pengetahuan tentang apa yang
diperbuatnya.
b. Filsafat timbul dari dorongan untuk mengerti
• Manusia tentu berusaha untuk menyempurnakan kehidupannya dan
dalam usaha itu pikirannya ikut dengan aktif berperanserta.
• Kita membutuhkan suatu ilmu pengetahuan tersendiri, yang
mempelajari dasar-dasar yang terdalam dari seluruh hidup dan
kehidupan manusia yaitu filsafat.
c. Jadi filsafat timbul dari kodrat manusia
• Jadi teranglah bahwa filsafat itu lahir dari dorongan untuk mengerti
dengan sempurna.
6. Kodrat manusia mendorong ke filsafat
a. Kodrat manusia adalah rohani – jasmani.
Tingkah laku manusia berlainan sekali dengan hewan. Manusia
adalah merdeka, ia dapat mengerti, ia dapat menciptakan kebudayaan, ilmu-
ilmu pengetahuan, ia dapat mempunya cita-cita yang luhur dengan
mengorbankan barang-barang materil (jasmani). Manusia itu bukan saja
barang materil atau benda jasmani. Prinsip yang menyebutkan keunggulan
manusia yang biasa disebutkan “roh” atau “jiwa” manusia. Jadi ia adalah
rohani jasmani, yang berarti dua aspek dalam satu kesatuan/kebulatan, suatu
“dwi tunggal” yang tak dapat dipisahkan. Inilah yang disebut kodrat
manusia (nature the intrinsic principle of activity, the assence).
b. Kodrat rohani–jasmani ini menyebabkan timbulnya dorongan akan
berfilsafat, artinya akan berpikir dan mengerti sedalam-dalamnya
Dorongan ini niscaya lahir karena semua hal yang belum sempurna
tentu mencari kesempurnaannya dan kesempurnaan pengetahuan kita adalah
mengerti dengan sedalam-dalamnya (tidak yang pertaman untuk mengerti
lebih banyak) dan itulah yang disebut ilmu filsafat.
c. Jadi dorongan untuk brfilsafat itu lahirnya dari kodarat manusia.
Manusia terdorng untuk lebih mengerti akan dirinya sendiri. Yang
diinginkan adalah pengetahuan yang sempurna.

Anda mungkin juga menyukai